[size=+2]JIWA[/size]
Raja Milinda pergi menemui Bhikkhu Nagasena dan setelah saling mengucapkan salam persahabatan, raja duduk dengan hormat di satu sisi. Milinda mulai bertanya:
"Bagaimana Yang Mulia disebut dan siapakah nama Anda?"
"Baginda, saya disebut Nagasena tetapi itu hanyalah rujukan dalam penggunaan sehari-hari, karena sebenarnya tidak ada individu permanen yang dapat ditemukan".
Kemudian Milinda memanggil orang-orang Yunani Bactria dan para bhikkhu untuk menjadi saksi: "Nagasena ini berkata bahwa tidak ada individu permanen yang tersirat dalam namanya. Apakah mungkin hal seperti itu diterima?"
Kemudian ia berbalik kepada Nagasena dan berkata, "Jika, Yang Mulia Nagasena, hal tersebut benar, lalu siapakah yang memberi Anda jubah, makan dan tempat tinggal? Siapa yang menjalani kehidupan dengan benar ini? Atau juga, siapa yang membunuh makhluk hidup, mencuri, berzinah, berbohong dan mabuk-mabukan? Jika apa yang anda katakan itu benar maka tidak akan ada perbuatan yang baik atau perbuatan yang tercela, tidak akan ada pelaku kejahatan atau pelaku kebaikan, dan tidak ada hasil kamma. Jika, Yang Mulia, seseorang membunuh Anda maka tidak akan ada pembunuh, dan itu juga berarti bahwa tidak ada mahaguru atau guru dalam Sangha Anda. Anda berkata bahwa Anda disebut Nagasena; sekarang, apakah Nagasena itu? Apakah rambutnya?"
"Saya tidak mengatakan demikian, Raja Yang Agung".
"Kalau begitu, apakah kukunya, giginya, kulitnya atau bagian tubuhnya yang lain?"
"Tentu saja tidak".
"Atau apakah tubuhnya, atau perasaannya, atau pencerapannya, atau bentuk-bentuk pikirannya, atau kesadarannya? Ataukah semua tadi digabungkan? Ataukah sesuatu di luar semua itu tadi yang disebut Nagasena?"
Dan masih saja Nagasena menjawab: "Bukan semuanya itu".
"Kalau begitu Nagasena, kalau boleh saya berkata, saya tidak dapat menemukan Nagasena itu. Nagasena hanyalah omong kosong. Tetapi siapakah yang kami lihat di depan mata ini? Kebohonganlah yang telah dikatakan Yang Mulia".
"Baginda, tuan telah dibesarkan dalam kemewahan sejak dilahirkan. Bagaimanakah tadi Baginda datang kemari, berjalan kaki atau naik kereta?"
"Naik kereta, Yang Mulia".
"Kalau begitu, tolong jelaskan, apakah kereta itu. Apakah porosnya? Apakah rodanya, atau sasisnya, atau kendalinya, atau kuknya yang disebut kereta? Atau gabungan semuanya itu, atau sesuatu di luar semua itu?"
"Bukan semua itu, Yang Mulia".
"Kalau begitu, Baginda, kereta ini hanyalah omong kosong. Baginda berkata dusta ketika berkata datang kemari naik kereta. Baginda adalah raja yang besar di India. Siapa yang Baginda takuti sehingga Baginda berdusta?"
Dan Nagasena kemudian memanggil orang-orang Yunani Bactria dan para bhikkhu untuk menjadi saksi: "Raja Milinda ini telah berkata bahwa beliau datang kemari naik kereta, tetapi ketika ditanya 'Apakah kereta itu?' Beliau tidak dapat menunjukkannya. Dapatkah hal ini diterima?"
Kemudian secara serempak ke-500 orang Yunani Bactria itu bersama-sama berteriak kepada raja, "Jawablah bila Baginda bisa!"
"Yang Mulia, saya telah berkata benar. Karena mempunyai semua bagian itulah maka ia disebut kereta".
"Bagus sekali. Baginda akhirnya sudah dapat menangkap artinya dengan benar. Demikian juga karena ke-32 jenis zat organ materi dalam tubuh manusia dan 5 unsur makhluklah saya disebut Nagasena. Seperti yang telah dikatakan oleh Bhikkhuni Vajira di hadapan Sang Buddha Yang Agung, 'Seperti halnya ada berbagai bagian itu maka kata "kereta" digunakan, demikian juga bila ada unsur-unsur makhluk maka kata "makhluk" digunakan'".
"Sangat indah Nagasena, sungguh luar biasa mengagumkannya penyelesaian teka-teki ini olehmu, meskipun sulit. Seandainya Sang Buddha berada di sinipun Beliau pasti akan menyetujui jawabanmu".
dari buku: Perdebatan Raja Milinda (Ringkasan Milinda Panha)