magnum
IndoForum Activist C
- No. Urut
- 1320
- Sejak
- 27 Mei 2006
- Pesan
- 14.143
- Nilai reaksi
- 417
- Poin
- 83
Hingga hari ke73, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim) dan Pemerintah Pusat tidak mampu mengatasi luapan lumpur panas di Kabupaten Sidoarjo.
Padahal lumpur panas tersebut sudah menenggelamkan rumah, sekolah dan bangunan lainnya di kawasan Porong, Sidoarjo. Lumpur juga meluber hingga ke jalan tol Surabaya-Gempol serta mengancam empat titik lintasan kereta api (KA) Surabaya-Malang. Kondisi ini akan semakin parah saat memasuki musim hujan nanti.
Kalau pemerintah tidak segera mengatasi lumpur panas ini, maka pertumbuhan ekonomi Jatim akan terganggu. "Saya kira, kalau masalah (luapan lumpur) ini tidak segera terselesaikan, bukan tidak mungkin akan berpengaruh terhadap perekonomian daerah kita," kata Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) yang juga pengurus Kadin Jatim, Isdarmawan Asrikan, seperti dikutip Antara.
Menurut dia, luapan lumpur telah berimbas ke berbagai sektor usaha, termasuk di antaranya kelancaran arus barang ekspor maupun impor yang memiliki peran strategis dalam menggerakkan roda perekonomian masyarakat. Ia mencontohkan, berdasarkan inventarisir sebelumnya, ketika jalan tol Surabaya-Gempol ditutup beberapa waktu lalu, eksportir harus mengeluarkan biaya tambahan sekitar Rp1juta per kontainer. Jika ada 1.000 kontianer ekspor per hari yang melintas jalan tol, maka biaya tambahan yang ditanggung eksportir mencapai Rp1 miliar per hari.
Sementara itu, manajemen PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daerah Operasi (Daops) VIII Surabaya, berharap luapan lumpur panas tidak sampai merendam rel yang melintas di kawasan Porong, Sidoarjo, agar mobilitas masyarakat yang sejak ditutupnya jalan tol Surabaya-Gempol banyak memanfaatkan jasa KA tidak semakin terganggu. Meski ada jalur KA alternatif, tapi luapan lumpur itu diharapkan tidak sampai merendam rel, sehingga mobilitas masyarakat dari dan ke Surabaya-Malang-Blitar tidak terganggu," kata Humas PT KAI Daops VIII Surabaya, Sudarsono.
Lumpur panas di Desa Siring dan Jatirejo, Porong, Sidoarjo, kini semakin mengancam rel KA yang melintas di kawasan tersebut. Jarak antara rel dengan air luberan danau lumpur Lapindo saat ini hanya tinggal beberapa meter, sementara genangan lumpurnya terus meningkat beberapa meter.
Padahal
Nanoteknologi bisa diaplikasikan pada lumpur Lapindo terutama untuk memproses silika yang kadarnya cukup signifikan untuk dipisahkan. Silika inilah yang dapat diproses dengan mesin ball mill sehingga menghasilkan nanosilika sebagai bahan penguat batako atau batu bata.
"Cukup mencampurnya dengan komposisi 10 persen berat semen yang dicampurkan ke dalam lumpur maka kekuatannya bisa mencapai 2 hingga 3 kali dari desain bata atau batako yang dibuat sebelumnya," ujar Ketua Masyarakat Nanoteknologi Indonesia (MNI) Dr. Nurul Taufiqur Rahman M. Eng., di Surabaya, Senin (7/8). Batu bata yang sedang dikembangkan di sekitar lokasi semburan lumpur saat ini merupakan campuran lumpur dan tanah liat dengan komposisi masing-masing 50 persen.
Menurut Taufiq, nano silika bersifat nanofiller. Artinya, partikel-aprtikel silika dalam ukuran nanometer tersebut akan mengisi rongga-rongga kosong di dalam batubata yang potensial menimbulkan pelapukan dan tidak kedap air.
"Rongga-rongga dalam batubata akan tertutup dengan nanoteknologi ini. Itulah mengapa aplikasi nanoteknologi dalam pemanfaatan lumpur panas Lapindo sangat mungkin dilakukan," ungkapnya. Pertimbangannya, selain relatif murah karena teknologinya sudah dikuasai ahli-ahli dari Indonesia, bahan-bahannya juga mudah didapatkan.
Nanoteknologi sebenarnya bertujuan untuk melakukan rekayasa, memanipulasi dan mengontrol sebuah objek dengan ukuran nanometer (sepermiliar meter). Rekayasa ini dilakukan oleh mesin-mesin seukuran molekul yang diciptakan secara khusus. Dengan nanoteknologi, material dapat didesain sedemikian rupa dalam orde nano, sehingga dapat memperoleh sifat dan material yang diinginkan tanpa memboroskan atom-atom yang tidak diperlukan.
Arah nanoteknologi
Untuk melaksanakan semua ini, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya ditunjuk sebagai koordinator pengembangan nanoteknologi wilayah timur. Melalui kerja sama ini, diharapkan jaringan penelitian dan penggunaan laboratorium dapat maksimal dalam menghasilkan temuan yang bermanfaat bagi masyarakat.
"Disamping itu, hambatan ketiadaan laboratorium dan ahli di sebuah instansi dapat teratasi," ujar Nurul. Menurut Nurul, nanoteknologi merupakan sebuah masa depan, karena telah mempengaruhi semua industri seperti kimia, tekstil, komputer, penyimpanan data, transportasi, energi, kesehatan, dan keamanan.
Di Amerika Serikat, riset nanoteknologi marak sejak laboratorium pertama berdiri pada 1993 dan kini telah menjalar ke negeri Cina, sehingga sekarang ini beberapa produk mereka bermunculan. Lima negara terbesar investasinya adalah AS (35 persen), Jepang, Cina, Korea (Asia 35 persen), dan Uni-Eropa, terutama Jerman (28 persen). Pada 2004, investasi nanoteknologi di seluruh dunia sekitar 6 miliar dolar AS dan 4,6 miliar AS di antaranya dikeluarkan pemerintah.
Di Indonesia sendiri, nanoteknologi belum terlihat pada arah yang jelas. Hal ini dikarenakan belum ada usaha yang memfokuskan riset bersama di bidang tertentu untuk pencapaian yang hebat.
"Itulah sebabnya, melalui kerjasama dengan ITS dan perguruan tinggi-perguruan tinggi lain, kami ingin mengajak untuk memikirkan secara bersama-sama terhadap arah dan pengembangkan nanoteknologi ke depan," tutur Dr Nurul.