• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

jangan cuman mengaku syiah.yg syiah pasti tau

asoybanget

IndoForum Beginner A
No. Urut
52516
Sejak
12 Sep 2008
Pesan
1.375
Nilai reaksi
47
Poin
48
buat yg mengaku ngaku syiah

jews2.jpg

party.jpg

stupid.jpg

nyembah1.jpg

jews.jpg


Serupa tapi tak sama. Barangkali ungkapan ini tepat untuk menggambarkan Islam dan kelompok Syi’ah. Secara fisik, memang sulit dibedakan antara penganut Islam dengan Syi’ah. Namun jika ditelusuri -terutama dari sisi aqidah- perbedaan di antara keduanya ibarat minyak dan air. Sehingga, tidak mungkin disatukan.

APA ITU SYI’AH ?


Syi’ah menurut etimologi bahasa Arab bermakna: pembela dan pengikut seseorang. Selain itu juga bermakna: Setiap kaum yang berkumpul di atas suatu perkara. (Tahdzibul Lughah, 3/61, karya Azhari dan Tajul Arus, 5/405, karya Az-Zabidi. Dinukil dari kitab Firaq Mu’ashirah, 1/31, karya Dr. Ghalib bin ‘Ali Al-Awaji)

Adapun menurut terminologi syariat bermakna: Mereka yang menyatakan bahwa Ali bin Abu Thalib lebih utama dari seluruh shahabat dan lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin, demikian pula anak cucu sepeninggal beliau. (Al-Fishal Fil Milali Wal Ahwa Wan Nihal, 2/113, karya Ibnu Hazm)

Syi’ah, dalam sejarahnya mengalami beberapa pergeseran. Seiring dengan bergulirnya waktu, kelompok ini terpecah menjadi lima sekte yaitu Kaisaniyyah, Imamiyyah (Rafidhah), Zaidiyyah, Ghulat, dan Isma’iliyyah. Dari kelimanya, lahir sekian banyak cabang-cabangnya. (Al-Milal Wan Nihal, hal. 147, karya Asy-Syihristani)

Dan tampaknya yang terpenting untuk diangkat pada edisi kali ini adalah sekte Imamiyyah atau Rafidhah, yang sejak dahulu hingga kini berjuang keras untuk menghancurkan Islam dan kaum muslimin. Dengan segala cara, kelompok sempalan ini terus menerus menebarkan berbagai macam kesesatannya. Terlebih lagi kini didukung dengan negara Iran-nya.

Rafidhah , diambil dari yang menurut etimologi bahasa Arab bermakna , meninggalkan (Al-Qamus Al-Muhith, hal. 829). Sedangkan dalam terminologi syariat bermakna: Mereka yang menolak imamah (kepemimpinan) Abu Bakr dan ‘Umar Radhiyallahu ‘Anhuma, berlepas diri dari keduanya, dan mencela lagi menghina para shahabat Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam. (Badzlul Majhud fi Itsbati Musyabahatir Rafidhati lil Yahud, 1/85, karya Abdullah Al-Jumaili)

Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata: “Aku telah bertanya kepada ayahku, siapa Rafidhah itu? Maka beliau menjawab: ‘Mereka adalah orang-orang yang mencela Abu Bakr dan ‘Umar’.” (Ash-Sharimul Maslul ‘Ala Syatimir Rasul hal. 567, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah)

Sebutan “Rafidhah” ini erat kaitannya dengan Zaid bin ‘Ali bin Husain bin ‘Ali bin Abu Thalib dan para pengikutnya ketika memberontak kepada Hisyam bin Abdul Malik bin Marwan di tahun 121 H. (Badzlul Majhud, 1/86)

Asy-Syaikh Abul Hasan Al-Asy’ari berkata: “Zaid bin ‘Ali adalah seorang yang melebihkan ‘Ali bin Abu Thalib atas seluruh shahabat Rasulullah, mencintai Abu Bakr dan ‘Umar, dan memandang bolehnya memberontak[1] terhadap para pemimpin yang jahat. Maka ketika ia muncul di Kufah, di tengah-tengah para pengikut yang membai’atnya, ia mendengar dari sebagian mereka celaan terhadap Abu Bakr dan ‘Umar. Ia pun mengingkarinya, hingga akhirnya mereka (para pengikutnya) meninggalkannya. Maka ia katakan kepada mereka: “Kalian tinggalkan aku?” Maka dikatakanlah bahwa penamaan mereka dengan Rafidhah dikarenakan perkataan Zaid kepada mereka “Rafadhtumuunii.” (Maqalatul Islamiyyin, 1/137). Demikian pula yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu’ Fatawa (13/36).

Rafidhah pasti Syi’ah, sedangkan Syi’ah belum tentu Rafidhah. Karena tidak semua Syi’ah membenci Abu Bakr dan ‘Umar sebagaimana keadaan Syi’ah Zaidiyyah.

Rafidhah ini terpecah menjadi beberapa cabang, namun yang lebih ditonjolkan dalam pembahasan kali ini adalah Al-Itsna ‘Asyariyyah.

SIAPAKAH PENCETUSNYA ?

Pencetus pertama bagi faham Syi’ah Rafidhah ini adalah seorang Yahudi dari negeri Yaman (Shan’a) yang bernama Abdullah bin Saba’ Al-Himyari, yang menampakkan keislaman di masa kekhalifahan ‘Utsman bin Affan.[2]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Asal Ar-Rafdh ini dari munafiqin dan zanadiqah (orang-orang yang menampakkan keislaman dan menyembunyikan kekafiran, pen). Pencetusnya adalah Abdullah bin Saba’ Az-Zindiq. Ia tampakkan sikap ekstrim di dalam memuliakan ‘Ali, dengan suatu slogan bahwa ‘Ali yang berhak menjadi imam (khalifah) dan ia adalah seorang yang ma’shum (terjaga dari segala dosa, pen).” (Majmu’ Fatawa, 4/435)

SESATKAH SYI’AH RAFIDHAH ?

Berikut ini akan dipaparkan prinsip (aqidah) mereka dari kitab-kitab mereka yang ternama, untuk kemudian para pembaca bisa menilai sejauh mana kesesatan mereka.

a. Tentang Al Qur’an
Di dalam kitab Al-Kaafi (yang kedudukannya di sisi mereka seperti Shahih Al-Bukhari di sisi kaum muslimin), karya Abu Ja’far Muhammad bin Ya’qub Al-Kulaini (2/634), dari Abu Abdullah (Ja’far Ash-Shadiq), ia berkata : “Sesungguhnya Al Qur’an yang dibawa Jibril kepada Muhammad Sholallahu ‘Alaihi Wasallam (ada) 17.000 ayat.”

Di dalam Juz 1, hal 239-240, dari Abu Abdillah ia berkata: “…Sesungguhnya di sisi kami ada mushaf Fathimah ‘alaihas salam, mereka tidak tahu apa mushaf Fathimah itu. Abu Bashir berkata: ‘Apa mushaf Fathimah itu?’ Ia (Abu Abdillah) berkata: ‘Mushaf 3 kali lipat dari apa yang terdapat di dalam mushaf kalian. Demi Allah, tidak ada padanya satu huruf pun dari Al Qur’an kalian…’.”(Dinukil dari kitab Asy-Syi’ah Wal Qur’an, hal. 31-32, karya Ihsan Ilahi Dzahir).

Bahkan salah seorang “ahli hadits” mereka yang bernama Husain bin Muhammad At-Taqi An-Nuri Ath-Thabrisi telah mengumpulkan sekian banyak riwayat dari para imam mereka yang ma’shum (menurut mereka), di dalam kitabnya Fashlul Khithab Fii Itsbati Tahrifi Kitabi Rabbil Arbab, yang menjelaskan bahwa Al Qur’an yang ada ini telah mengalami perubahan dan penyimpangan.

b. Tentang shahabat Rasulullah
Diriwayatkan oleh Imam Al-Jarh Wat Ta’dil mereka (Al-Kisysyi) di dalam kitabnya Rijalul Kisysyi (hal. 12-13) dari Abu Ja’far (Muhammad Al-Baqir) bahwa ia berkata: “Manusia (para shahabat) sepeninggal Nabi, dalam keadaan murtad kecuali tiga orang,” maka aku (rawi) berkata: “Siapa tiga orang itu?” Ia (Abu Ja’far) berkata: “Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifari, dan Salman Al-Farisi…” kemudian menyebutkan surat Ali Imran ayat 144. (Dinukil dari Asy-Syi’ah Al-Imamiyyah Al-Itsna ‘Asyariyyah Fi Mizanil Islam, hal. 89)

Ahli hadits mereka, Muhammad bin Ya’qub Al-Kulaini berkata: “Manusia (para shahabat) sepeninggal Nabi dalam keadaan murtad kecuali tiga orang: Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifari, dan Salman Al-Farisi.” (Al-Kafi, 8/248, dinukil dari Asy-Syi’ah Wa Ahlil Bait, hal. 45, karya Ihsan Ilahi Dzahir)

Demikian pula yang dinyatakan oleh Muhammad Baqir Al-Husaini Al-Majlisi di dalam kitabnya Hayatul Qulub, 3/640. (Lihat kitab Asy-Syi’ah Wa Ahlil Bait, hal. 46)

Adapun shahabat Abu Bakr dan ‘Umar, dua manusia terbaik setelah Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam, mereka cela dan laknat. Bahkan berlepas diri dari keduanya merupakan bagian dari prinsip agama mereka. Oleh karena itu, didapati dalam kitab bimbingan do’a mereka (Miftahul Jinan, hal. 114), wirid laknat untuk keduanya: Ya Allah, semoga shalawat selalu tercurahkan kepada Muhammad dan keluarganya, laknatlah kedua berhala Quraisy (Abu Bakr dan Umar), setan dan thaghut keduanya, serta kedua putri mereka…(yang dimaksud dengan kedua putri mereka adalah Ummul Mukminin ‘Aisyah dan Hafshah)(Dinukil dari kitab Al-Khuthuth Al-‘Aridhah, hal. 18, karya As-Sayyid Muhibbuddin Al-Khatib)

Mereka juga berkeyakinan bahwa Abu Lu’lu’ Al-Majusi, si pembunuh Amirul Mukminin ‘Umar bin Al-Khaththab, adalah seorang pahlawan yang bergelar “Baba Syuja’uddin” (seorang pemberani dalam membela agama). Dan hari kematian ‘Umar dijadikan sebagai hari “Iedul Akbar”, hari kebanggaan, hari kemuliaan dan kesucian, hari barakah, serta hari suka ria. (Al-Khuthuth Al-‘Aridhah, hal. 18)

Adapun ‘Aisyah dan para istri Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam lainnya, mereka yakini sebagai pelacur -na’udzu billah min dzalik-. Sebagaimana yang terdapat dalam kitab mereka Ikhtiyar Ma’rifatir Rijal (hal. 57-60) karya Ath-Thusi, dengan menukilkan (secara dusta) perkataan shahabat Abdullah bin ‘Abbas terhadap ‘Aisyah: “Kamu tidak lain hanyalah seorang pelacur dari sembilan pelacur yang ditinggalkan oleh Rasulullah…” (Dinukil dari kitab Daf’ul Kadzibil Mubin Al-Muftara Minarrafidhati ‘ala Ummahatil Mukminin, hal. 11, karya Dr. Abdul Qadir Muhammad ‘Atha)

Demikianlah, betapa keji dan kotornya mulut mereka. Oleh karena itu, Al-Imam Malik bin Anas berkata: “Mereka itu adalah suatu kaum yang berambisi untuk menghabisi Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam namun tidak mampu. Maka akhirnya mereka cela para shahabatnya agar kemudian dikatakan bahwa ia (Nabi Muhammad Sholallahu ‘Alaihi Wasallam ) adalah seorang yang jahat, karena kalau memang ia orang shalih, niscaya para shahabatnya adalah orang-orang shalih.” (Ash-Sharimul Maslul ‘ala Syatimirrasul, hal. 580)

c. Tentang Imamah (Kepemimpinan Umat)

Imamah menurut mereka merupakan rukun Islam yang paling utama[3]. Diriwayatkan dari Al-Kulaini dalam Al-Kaafi (2/18) dari Zurarah dari Abu Ja’far, ia berkata: “Islam dibangun di atas lima perkara:… shalat, zakat, haji, shaum dan wilayah (imamah)…” Zurarah berkata: “Aku katakan, mana yang paling utama?” Ia berkata: “Yang paling utama adalah wilayah.” (Dinukil dari Badzlul Majhud, 1/174)

Imamah ini (menurut mereka -red) adalah hak ‘Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu ‘Anhu dan keturunannya sesuai dengan nash wasiat Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam. Adapun selain mereka (Ahlul Bait) yang telah memimpin kaum muslimin dari Abu Bakr, ‘Umar dan yang sesudah mereka hingga hari ini, walaupun telah berjuang untuk Islam, menyebarkan dakwah dan meninggikan kalimatullah di muka bumi, serta memperluas dunia Islam, maka sesungguhnya mereka hingga hari kiamat adalah para perampas (kekuasaan). (Lihat Al-Khuthuth Al-‘Aridhah, hal. 16-17)

Mereka pun berkeyakinan bahwa para imam ini ma’shum (terjaga dari segala dosa) dan mengetahui hal-hal yang ghaib. Al-Khumaini (Khomeini) berkata: “Kami bangga bahwa para imam kami adalah para imam yang ma’shum, mulai ‘Ali bin Abu Thalib hingga Penyelamat Umat manusia Al-Imam Al-Mahdi, sang penguasa zaman -baginya dan bagi nenek moyangnya beribu-ribu penghormatan dan salam- yang dengan kehendak Allah Yang Maha Kuasa, ia hidup (pada saat ini) seraya mengawasi perkara-perkara yang ada.” (Al-Washiyyah Al-Ilahiyyah, hal. 5, dinukil dari Firaq Mu’ashirah, 1/192)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya Minhajus Sunnah, benar-benar secara rinci membantah satu persatu kesesatan-kesesatan mereka, terkhusus masalah imamah yang selalu mereka tonjolkan ini.

d. Tentang Taqiyyah
Taqiyyah adalah berkata atau berbuat sesuatu yang berbeda dengan keyakinan, dalam rangka nifaq, dusta, dan menipu umat manusia. (Lihat Firaq Mu’ashirah, 1/195 dan Asy-Syi’ah Al-Itsna ‘Asyariyyah, hal. 80)

Mereka berkeyakinan bahwa taqiyyah ini bagian dari agama. Bahkan sembilan per sepuluh agama. Al-Kulaini meriwayatkan dalam Al-Kaafi (2/175) dari Abu Abdillah, ia berkata kepada Abu Umar Al-A’jami: “Wahai Abu ‘Umar, sesungguhnya sembilan per sepuluh dari agama ini adalah taqiyyah, dan tidak ada agama bagi siapa saja yang tidak ber-taqiyyah.” (Dinukil dari Firaq Mu’ashirah, 1/196). Oleh karena itu Al-Imam Malik ketika ditanya tentang mereka beliau berkata: “Jangan kamu berbincang dengan mereka dan jangan pula meriwayatkan dari mereka, karena sungguh mereka itu selalu berdusta.” Demikian pula Al-Imam Asy-Syafi’i berkata: “Aku belum pernah tahu ada yang melebihi Rafidhah dalam persaksian palsu.” (Mizanul I’tidal, 2/27-28, karya Al-Imam Adz-Dzahabi)

e. Tentang Raj’ah

Raj’ah adalah keyakinan hidupnya kembali orang yang telah meninggal. ‘Ahli tafsir’ mereka, Al-Qummi ketika menafsirkan surat An-Nahl ayat 85, berkata: “Yang dimaksud dengan ayat tersebut adalah raj’ah, kemudian menukil dari Husain bin ‘Ali bahwa ia berkata tentang ayat ini: ‘Nabi kalian dan Amirul Mukminin (‘Ali bin Abu Thalib) serta para imam ‘alaihimus salam akan kembali kepada kalian’.” (Dinukil dari kitab Atsarut Tasyayyu’ ‘Alar Riwayatit Tarikhiyyah, hal. 32, karya Dr. Abdul ‘Aziz Nurwali)

f. Tentang Al-Bada’

Al-Bada’ adalah mengetahui sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui. Mereka berkeyakinan bahwa Al-Bada’ ini terjadi pada Allah Subhanahu Wata’ala. Bahkan mereka berlebihan dalam hal ini. Al-Kulaini dalam Al-Kaafi (1/111), meriwayatkan dari Abu Abdullah (ia berkata): “Tidak ada pengagungan kepada Allah yang melebihi Al-Bada’.” (Dinukil dari Firaq Mu’ashirah, 1/252). Suatu keyakinan kafir yang sebelumnya diyakini oleh Yahudi[4].

Demikianlah beberapa dari sekian banyak prinsip Syi’ah Rafidhah, yang darinya saja sudah sangat jelas kesesatan dan penyimpangannya. Namun sayang, tanpa rasa malu Al-Khumaini (Khomeini) berkata: “Sesungguhnya dengan penuh keberanian aku katakan bahwa jutaan masyarakat Iran di masa sekarang lebih utama dari masyarakat Hijaz (Makkah dan Madinah, pen) di masa Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam, dan lebih utama dari masyarakat Kufah dan Iraq di masa Amirul Mukminin (‘Ali bin Abu Thalib) dan Husein bin ‘Ali.” (Al-Washiyyah Al-Ilahiyyah, hal. 16, dinukil dari Firaq Mu’ashirah, hal. 192)

PERKATAAN ULAMA TENTANG SYI’AH RAFIDHAH

Asy-Syaikh Dr. Ibrahim Ar-Ruhaili di dalam kitabnya Al-Intishar Lish Shahbi Wal Aal (hal. 100-153) menukilkan sekian banyak perkataan para ulama tentang mereka. Namun dikarenakan sangat sempitnya ruang rubrik ini, maka hanya bisa ternukil sebagiannya saja.

1. Al-Imam ‘Amir Asy-Sya’bi berkata: “Aku tidak pernah melihat kaum yang lebih dungu dari Syi’ah.” (As-Sunnah, 2/549, karya Abdullah bin Al-Imam Ahmad)
2. Al-Imam Sufyan Ats-Tsauri ketika ditanya tentang seorang yang mencela Abu Bakr dan ‘Umar, beliau berkata: “Ia telah kafir kepada Allah.” Kemudian ditanya: “Apakah kita menshalatinya (bila meninggal dunia)?” Beliau berkata: “Tidak, tiada kehormatan (baginya)….” (Siyar A’lamin Nubala, 7/253)
3. Al-Imam Malik dan Al-Imam Asy-Syafi’i, telah disebut di atas.
4. Al-Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “Aku tidak melihat dia (orang yang mencela Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Aisyah) itu orang Islam.” (As-Sunnah, 1/493, karya Al-Khallal)
5. Al-Imam Al-Bukhari berkata: “Bagiku sama saja apakah aku shalat di belakang Jahmi, dan Rafidhi atau di belakang Yahudi dan Nashara (yakni sama-sama tidak boleh -red). Mereka tidak boleh diberi salam, tidak dikunjungi ketika sakit, tidak dinikahkan, tidak dijadikan saksi, dan tidak dimakan sembelihan mereka.” (Khalqu Af’alil ‘Ibad, hal. 125)
6. Al-Imam Abu Zur’ah Ar-Razi berkata: “Jika engkau melihat orang yang mencela salah satu dari shahabat Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam, maka ketahuilah bahwa ia seorang zindiq. Yang demikian itu karena Rasul bagi kita haq, dan Al Qur’an haq, dan sesungguhnya yang menyampaikan Al Qur’an dan As Sunnah adalah para shahabat Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam. Sungguh mereka mencela para saksi kita (para shahabat) dengan tujuan untuk meniadakan Al Qur’an dan As Sunnah. Mereka (Rafidhah) lebih pantas untuk dicela dan mereka adalah zanadiqah.” (Al-Kifayah, hal. 49, karya Al-Khathib Al-Baghdadi)

Demikianlah selayang pandang tentang Syi’ah Rafidhah, mudah-mudahan bisa menjadi pelita dalam kegelapan dan embun penyejuk bagi pencari kebenaran…Amin.

Wallahu ‘alam Bish Shawab.
 
nah kan, bener juga dugaan saya

syiah emang sesat, lagi-lagi ulah yahudi

begitulah yahudi, baru tau kan..

nasrani udah jadi korban penipuan, sekarang mau coba-coba nipu umat Islam
 
tapi ada yg ga sesat..ada dua aliran syiah yg masih islam..tapi gw lupa..
dia tidak mencela sahabat dan tidak menuhankan Ali atau melebih lebihkan Ali...
 
tapi ada yg ga sesat..ada dua aliran syiah yg masih islam..tapi gw lupa..
dia tidak mencela sahabat dan tidak menuhankan Ali atau melebih lebihkan Ali...
pokoknya, selama menuhankan Ali r.a atau mencela sahabat, maka itu termasuk sesat jelas sesatnya
 
Saya pikir bang asoy akan memberikan bahasan atau masalah-masalah baru mengenai syiah. Ternyata bahasan yang bang Asoy kemukakan adalah bahasan yang sudah lama, bahkan sangat lama. Sepertinya dari dulu yang orang serang dari syiah adalah ya yang seperti bang asoy kemukakan, Gak berubah-ubah. Dari dulu yang diserang pasti mengenai raj’ah, taqiah, bada’, tahrif quran, mencela sahabat, tumben nikah muth’ah gak ikut serta.

Mungkin bang asoy blum tau dan blum membaca bahwa bahasan-bahasan yang bang asoy kemukakan udah dari dulu juga di bantah oleh syiah. Dan sebenarnya, beberapa jawaban juga sudah ada dari situs syiah yang dulu pernah saya berikan. Ya saya sih sekedar copas dari situs itu dan dari beberapa situs lain dan dari buku2 syiah yang pernah saya baca.

Sebelum membahas tentang taqiyah, raja’ dll, mungkin ada baiknya anda mengetahui ini :
Sunnah Dan Syiah Dalam Memandang Hadis
Dalam mazhab syiah, hadis terbuka lebar untuk di sortir dengan metode-metode. Berbeda dengan pandangan sunni terhadap hadisnya, kaum syiah tidak mengklaim semua hadis dalam kitab-kitab mereka sebagai hadis shohih.

Misalkan, Muhammad bin Ya’qub Al-Kulaini (m.328 H – 939M) yang mengumpulkan hadisnya dalam sebuah kitab hadis berjudul “Al-Ka’fi fi’l Ilm ad-Din. Ia mengumpulkan hadis dari para perawi dari pengikut salah satu dari imam-imam. Di dalamnya banyak kemasukan hadis-hadis yang meriwayatkan ‘mukjizat’ para imam yang berasal dari pengikut-pengikut orang kufa yang ekstrim yang disebut kaum ghulat. Tetapi di dalam hadis-hadis ini juga terdapat penolakan Imam Ja’far Shadiq dan Imam Baqir yang menunjukkan kemarahan kepada kaum ghulat.

Karena itu orang syiah, tidak menganggap seluruh hadis mereka sebagai hadis shohih. Meminjam kata-kata Sayyid Hasyim Ma’ruf Hasani : “para pendahulu tidak pernah bersepakat bahwa semua hadis dalam al-kafi adalah shahih, baik secara umum atau terperinci. Hadis-hadis dalam al-kafi mencapai 16.199 hadis, yang shohih adalah sekitar 5000 hadis.

Kaum sunni sering salah pandang tentang kedudukan hadis di kalangan syiah yang dianggap serupa dengan pandangan sunnah terhadap hadis-hadis sunnah.
Beberapa ulama yang ingin mengufurkan syiah sering membawa-bawa kita hadis syiah ke mana-mana dan membacakan hadis-hadis mereka dihadapan umum yang justru ditolak oleh kaum syiah sendiri. Tentu perbuatan ini tidak adil.


1. mengenai syiah dan pencetus syiah

Setau saya, syiah dalam artian pengikut dan pembela Ali sudah ada sejak zaman Nabi. Hal ini dibuktikan dengan sabda Nabi sendiri yang tercantum dalam kitab-kitab sunni. Misalkan :

Al hafizh Abu Na’mi meriwayatkan hadis di dalam kitabnya hilyah al awliya dengan sanad dari ibn abbas: Ketika turun ayat yang berbunyi “sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh mereka itu adalah sebaik-baiknya makhluk (QS. Al bayinah (98):7). Rosulullah bersabda kepada Ali bin Abi Thalib, “Wahai Ali, itu adalah engkau dan syiahmu. Engkau dan syiahmu akan datang pada hari kiamat dalam keadaan ridho dan diridhai”.

Jalaluddin Suyuthi dalam tafsirnya al-Durr al-Mantsur, ia meriwayatkan hadi dari Ibn Asakir al Dimasyqi yang diriwayatkannya dari Jabir bin Abdullah al anshari bahwa ia berkata :”kami berada bersama Rosulullah saw, tiba-tiba Ali bin Abi Thalib datang. Maka Nabi saw bersabda :”demi yang diriku dalam kekuasaan-Nya, orang ini dan syiahnya adalah orang-orang yang beroleh kemenangan pada hari kiamat.” Kemudian turun ayat “sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh mereka itu adalah sebaik-baiknya makhluk (QS. Al bayinah (98):7)”.

Ibn Shabagh al Maliki dalam kitabnya al Fushul al-Muhimmah halaman 122, meriwayatkan hadis dari Ibn Abbas. Ia berkata : ketika turun ayat “sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh mereka itu adalah sebaik-baiknya makhluk (QS. Al bayinah (98):7), Nabi saw bersabda kepada Ali, “Itu adalah engkau dan syiahmu. Engkau dan mereka datang pada hari kiamat dalam keadaan ridho dan diridhoi. Sedangkan musuh-musuhmu datang dalam keadaan murka dan hangus.”

Ibn Hajar dalam al-Shawa’iq, bab 11, meriwayatkannya dari Hafizh Jamaluddin, Muhammad bin Yusuf al Zarandi Al-Madani. Disitu ia menambahkan : Maka Ali bertanya, “Siapakah musuhku?” Rosulullah saw menjawab : “Orang-orang yang berlepas diri darimu dan suka melaknatmu”.

Dengan hadis2 di atas, masihkan anda percaya bahwa pencetus mazhab syiah adalah abdullah bin saba?
 
2. mengenai abdulah bin saba

Abdullah ibn Saba': Fitnah Kubra Terhadap Syi'ah

Abu Ashbal
(Terjemahan dari Jurnal Al-Tawhid, Vol.IV, No.4, 1407H, hlm.158-160)

Tuduhan bahawa madzhab syiah adalah ajaran daripada si Yahudi yang bernama Abdullah bin Saba' telah lama diketengahkan kepada masyarakat Islam dan semacam sudah sebati dengan masyarakat bahawa syiah adalah ajaran Yahudi Abdullah ibn Saba' yang berpura-pura memeluk Islam tetapi bertujuan untuk menghancurkan pegangan aqidah umat Islam.

Beliau dikatakan mempunyai madzhab Saba'iyyah mengemukakan teori Ali adalah wasi Muhammad SAWA. Abdullah ibn Saba' juga dikenali dengan nama Ibn al-Sawda' atau ibn 'Amat al-Sawda'- anak kepada wanita kulit hitam. Pada hakikatnya cerita Abdullah ibn Saba' adalah satu dongengan semata-mata.

Allamah Murtadha Askari telah mengesan dan membuktikan bahawa cerita Abdullah ibn Saba' yang terdapat dalam versi sunni adalah bersumberkan dari Al-Tabari (w.310H/922M), Ibn Asakir (w571H/1175M), Ibn Abi Bakr (w741H/1340M) dan al-Dhahabi (w747H/1346M). Mereka ini sebenarnya telah mengambil cerita Abdullah ibn Saba' dari satu sumber iaitu Sayf ibn Umar dalam bukunya al-Futuh al-kabir wa al-riddah dan al-Jamal wal-masir Aishah wa Ali [Murtadha Askari, Abdullah ibn Saba' wa digar afsanehaye tarikhi, Tehran, 1360 H].

Sayf adalah seorang penulis yang tidak dipercayai oleh kebanyakan penulis-penulis rijal seperti Yahya ibn Mu'in (w233/847H), Abu Dawud (w275H/888M), al-Nasai (w303H/915M), Ibn Abi Hatim (w327H/938M), Ibn al-Sukn (w353H/964M), Ibn Hibban (w354H/965M), al-Daraqutni (w385H/995M), al-Hakim (w405H/1014M), al-Firuzabadi (w817H/1414M), Ibn Hajar (w852H/1448M), al-Suyuti (w911H/1505M, dan al-Safi al-Din (w923H/1517M).

Abdullah ibn Saba', kononnya seorang Yahudi yang memeluk Islam pada zaman Uthman, dikatakan seorang pengikut Ali yang setia. Dia mengembara dari satu tempat ke satu tempat untuk menghasut orang ramai supaya bangun memberontak menentang khalifah Uthman. Sayf dikatakan sebagai pengasas ajaran Sabaiyyah dan pengasas madzhab ghuluww (sesat). Menurut Allamah Askari watak Abdullah ibn Saba' ini adalah hasil rekaan Sayf yang juga telah mencipta beberapa watak, tempat, dan kota khayalan. Dari cerita Sayf inilah beberapa orang penulis telah mengambil cerita Abdullah ibn Saba' tersebut seperti Said ibn Abdullah ibn Abi Khalaf al-Ashari al-Qummi (w301H/913M) dalam bukunya al-Maqalat al-Firaq, al-Hasan ibn Musa al-Nawbakhti (w310H/922M) dalam bukunya Firaq al-Shiah, dan Ali ibn Ismail al-Ashari (w324H/935M) dalam bukunya Maqalat al-Islamiyyin.

Allamah al-Askari mengesan cerita Abdullah ibn Saba' dari riwayat syiah dari Rijal oleh al-Kashshi. Al-Kashshi telah meriwayatkan dari sumber Sa'd ibn Abdullah al-Ashari al-Qummi yang menyebut bahawa Abdullah ibn Saba' mempercayai kesucian Ali sehingga menganggapnya sebagai nabi. Mengikut dua riwayat ini, Ali AS memerintahkannya menyingkirkan fahaman tersebut, dan disebabkan keengganannya itu Abdullah ibn Saba telah dihukum bakar hidup-hidup (walau bagaimanapun menurut Sa'd ibn Abdullah Ali telah menghalau Ibn Saba' ke Madain dan di sana dia menetap sehingga Ali AS menemui kesyahidannya. Pada ketika ini Abdullah ibn Saba' mengatakan Ali AS tidak wafat sebaliknya akan kembali semula ke dunia). Al-Kashshi, selepas meriwayatkan lima riwayat yang berkaitan dengan Abdullah ibn Saba' menyatakan bahawa tokoh ini didakwa oleh golongan Sunni sebagai orang yang pertama yang mengisytiharkan Imamah Ali AS.

Allamah Askari menyatakan bahawa hukuman bakar hidup-hidup adalah satu perkara bida'ah yang bertentangan dengan hukum Islam sama ada dari madzhab Syi'ah atau Sunnah.

Kisah tersebut pula tidak pernah disebut oleh tokoh-tokoh sejarah yang masyhur seperti Ibn al-Khayyat, al-Yakubi, al-Tabari, al-Masudi, Ibn Al-Athir, ibn Kathir atau Ibn Khaldun. Peranan yang dimainkan oleh Abdullah ibn Sabak' sebelum berlakunya peristiwa pembunuhan Uthman atau pada zaman pemerintahan Imam Ali AS telah tidak disebut oleh penulis-penulis yang terawal seperti Ibn Sa'd (w230H/844M0, al-Baladhuri (w279H/892M) atau al-Yaqubi. Hanya al-Baladhuri yang sekali sehaja menyebut namanya dalam buku Ansab al-Ashraf ketika meriwayatkan peristiwa pada zaman Imam Ali AS berkata: " Hujr ibn Adi al-Kindi, Amr ibn al-Hamiq al-Khuzai, Hibah ibn Juwayn al-Bajli al-Arani, dan Abdullah ibn Wahab al-Hamdani - ibn Saba' datang kepada Imam Ali AS dan bertanya kepada Ali AS tentang Abu Bakr dan Umar..." Ibn Qutaybah (w276H/889M) dalam bukunya al-Imamah wal-Siyasah dan al-Thaqafi (w284H/897M) dalam al-Gharat telah menyatakan peristiwa tersebut. Ibn Qutaybah memberikan identiti orang ini sebagai Abdullah ibn Saba'.

Sa'd ibn Abdullah al-Ashari dalam bukunya al-Maqalat wal-Firaq menyebutkan namanya sebagai Abdullah ibn Saba' pengasas ajaran Saba'iyyah - sebagai Abdullah ibn Wahb al-Rasibi. Ibn Malukah (w474H/1082M) dalam bukunya Al-Ikmal dan al-Dhahabi (w748H/1347M) dalam bukunya al-Mushtabah ketika menerangkan perkataan 'Sabaiyyah ', menyebut Abdullah ibn Wahb al-Saba'i, sebagai pemimpin Khawarij. Ibn Hajar (w852H/1448M) dalam Tansir al-Mutanabbih menerangkan bahawa Saba'iyyah sebagai ' satu kumpulan Khawarij yang diketuai oleh Abdullah ibn Wahb al-Saba'i'. Al-Maqrizi (w848H/1444M) dalam bukunya al-Khitat menamakan tokoh khayalan Abdullah ibn Saba' ini sebagai 'Abdullah ibn Wahb ibn Saba', juga dikenali sebagai Ibn al-Sawda' al-Saba'i.'

Allamah Murtadha Askari telah mengesan dan membuktikan bahawa cerita Abdullah ibn Saba' yang terdapat dalam versi sunni adalah bersumberkan dari Al-Tabari (w.310H/922M), Ibn Asakir (w571H/1175M), Ibn Abi Bakr (w741H/1340M) dan al-Dhahabi (w747H/1346M). Mereka ini sebenarnya telah mengambil cerita Abdullah ibn Saba' dari satu sumber iaitu Sayf ibn Umar dalam bukunya al-Futuh al-kabir wa al-riddah dan al-Jamal wal-masir Aishah wa Ali [Murtadha Askari, Abdullah ibn Saba' wa digar afsanehaye tarikhi, Tehran, 1360 H].

Sayf adalah seorang penulis yang tidak dipercayai oleh kebanyakan penulis-penulis rijal seperti Yahya ibn Mu'in (w233/847H), Abu Dawud (w275H/888M), al-Nasai (w303H/915M), Ibn Abi Hatim (w327H/938M), Ibn al-Sukn (w353H/964M), Ibn Hibban (w354H/965M), al-Daraqutni (w385H/995M), al-Hakim (w405H/1014M), al-Firuzabadi (w817H/1414M), Ibn Hajar (w852H/1448M), al-Suyuti (w911H/1505M, dan al-Safi al-Din (w923H/1517M).

Abdullah ibn Saba', kononnya seorang Yahudi yang memeluk Islam pada zaman Uthman, dikatakan seorang pengikut Ali yang setia. Dia mengembara dari satu tempat ke satu tempat untuk menghasut orang ramai supaya bangun memberontak menentang khalifah Uthman. Sayf dikatakan sebagai pengasas ajaran Sabaiyyah dan pengasas madzhab ghuluww (sesat). Menurut Allamah Askari watak Abdullah ibn Saba' ini adalah hasil rekaan Sayf yang juga telah mencipta beberapa watak, tempat, dan kota khayalan. Dari cerita Sayf inilah beberapa orang penulis telah mengambil cerita Abdullah ibn Saba' tersebut seperti Said ibn Abdullah ibn Abi Khalaf al-Ashari al-Qummi (w301H/913M) dalam bukunya al-Maqalat al-Firaq, al-Hasan ibn Musa al-Nawbakhti (w310H/922M) dalam bukunya Firaq al-Shiah, dan Ali ibn Ismail al-Ashari (w324H/935M) dalam bukunya Maqalat al-Islamiyyin.

Allamah al-Askari mengesan cerita Abdullah ibn Saba' dari riwayat syiah dari Rijal oleh al-Kashshi. Al-Kashshi telah meriwayatkan dari sumber Sa'd ibn Abdullah al-Ashari al-Qummi yang menyebut bahawa Abdullah ibn Saba' mempercayai kesucian Ali sehingga menganggapnya sebagai nabi. Mengikut dua riwayat ini, Ali AS memerintahkannya menyingkirkan fahaman tersebut, dan disebabkan keengganannya itu Abdullah ibn Saba telah dihukum bakar hidup-hidup (walau bagaimanapun menurut Sa'd ibn Abdullah Ali telah menghalau Ibn Saba' ke Madain dan di sana dia menetap sehingga Ali AS menemui kesyahidannya. Pada ketika ini Abdullah ibn Saba' mengatakan Ali AS tidak wafat sebaliknya akan kembali semula ke dunia). Al-Kashshi, selepas meriwayatkan lima riwayat yang berkaitan dengan Abdullah ibn Saba' menyatakan bahawa tokoh ini didakwa oleh golongan Sunni sebagai orang yang pertama yang mengisytiharkan Imamah Ali AS.

Allamah Askari menyatakan bahawa hukuman bakar hidup-hidup adalah satu perkara bida'ah yang bertentangan dengan hukum Islam sama ada dari madzhab Syi'ah atau Sunnah.

Kisah tersebut pula tidak pernah disebut oleh tokoh-tokoh sejarah yang masyhur seperti Ibn al-Khayyat, al-Yakubi, al-Tabari, al-Masudi, Ibn Al-Athir, ibn Kathir atau Ibn Khaldun. Peranan yang dimainkan oleh Abdullah ibn Sabak' sebelum berlakunya peristiwa pembunuhan Uthman atau pada zaman pemerintahan Imam Ali AS telah tidak disebut oleh penulis-penulis yang terawal seperti Ibn Sa'd (w230H/844M0, al-Baladhuri (w279H/892M) atau al-Yaqubi. Hanya al-Baladhuri yang sekali sehaja menyebut namanya dalam buku Ansab al-Ashraf ketika meriwayatkan peristiwa pada zaman Imam Ali AS berkata: " Hujr ibn Adi al-Kindi, Amr ibn al-Hamiq al-Khuzai, Hibah ibn Juwayn al-Bajli al-Arani, dan Abdullah ibn Wahab al-Hamdani - ibn Saba' datang kepada Imam Ali AS dan bertanya kepada Ali AS tentang Abu Bakr dan Umar..." Ibn Qutaybah (w276H/889M) dalam bukunya al-Imamah wal-Siyasah dan al-Thaqafi (w284H/897M) dalam al-Gharat telah menyatakan peristiwa tersebut.

Ibn Qutaybah memberikan identiti orang ini sebagai Abdullah ibn Saba'. Sa'd ibn Abdullah al-Ashari dalam bukunya al-Maqalat wal-Firaq menyebutkan namanya sebagai Abdullah ibn Saba' pengasas ajaran Saba'iyyah - sebagai Abdullah ibn Wahb al-Rasibi. Ibn Malukah (w474H/1082M) dalam bukunya Al-Ikmal dan al-Dhahabi (w748H/1347M) dalam bukunya al-Mushtabah ketika menerangkan perkataan 'Sabaiyyah ', menyebut Abdullah ibn Wahb al-Saba'i, sebagai pemimpin Khawarij. Ibn Hajar (w852H/1448M) dalam Tansir al-Mutanabbih menerangkan bahawa Saba'iyyah sebagai ' satu kumpulan Khawarij yang diketuai oleh Abdullah ibn Wahb al-Saba'i'. Al-Maqrizi (w848H/1444M) dalam bukunya al-Khitat menamakan tokoh khayalan Abdullah ibn Saba' ini sebagai 'Abdullah ibn Wahb ibn Saba', juga dikenali sebagai Ibn al-Sawda' al-Saba'i.'

Allamah Askari mengemukakan rasa kehairannya bahawa tidak seorang pun daripada para penulis tokoh Abdullah ibn Saba' ini menyertakan nasabnya - satu perkara yang agak ganjil bagi seorang Arab yang pada zamannya memainkan peranan yang penting. Penulis sejarah Arab tidak pernah gagal menyebutkan nasab bagi kabilah-kabilah Arab yang terkemuka pada zaman awal Islam tetapi dalam kisah Abdullah ibn Saba' , yang dikatakan berasal dari San'a Yaman, tidak dinyatakan kabilahnya.

Allamah Askari yakin bahawa Ibn Saba' dan golongan Sabai'yyah adalah satu cerita khayalan dari Sayf ibn Umar yang ternyata turut menulis cerita-cerita khayalan lain dalam bukunya. Walau bagaimanapun, nama Abdullah ibn Wahb ibn Rasib ibn Malik ibn Midan ibn Malik ibn Nasr al-Azd ibn Ghawth ibn Nubatah in Malik ibn Zayd ibn Kahlan ibn Saba', seorang Rasibi, Azdi dan Saba'i adalah pemimpin Khawarij yang terbunuh dalam Peperangan Nahrawan ketika menentang Imam Ali AS.

Nampaknya kisah tokoh Khawarij ini telah diambil oleh penulis kisah khayalan itu untuk melukiskan watak khayalan yang menjadi orang pertama mengiystiharkan Imamah Ali AS. Watak ini tiba-tiba muncul untuk memimpin pemberontakan terhadap khalifah Uthman, menjadi dalang mencetuskan Perang Jamal, mengisytiharkan kesucian Ali AS, kemudian dibakar hidup-hidup oleh Ali AS atau dihalau oleh Ali AS dan tinggal dalam buangan seterusnya selepas kewafatan Imam Ali AS, mengisytiharkan kesucian Ali AS dan Ali akan hidup kembali dan orang yang pertama bercakap dengan lantang tentang musuh-musuh Ali AS.

Menurut Allamah Askari, perkataan Saba'iyyah adalah berasal-usul sebagai satu istilah umum untuk kabilah dari bahagian selatan Semenanjung Tanah Arab iaitu Bani Qahtan dari Yaman. Kemudian disebabkan banyak daripada pengikut-pengikut Imam Ali bin Abi Talib AS berasal dari Yaman seperti Ammar ibn Yasir, Malik al-Ashtar, Kumayl ibn Ziyad, Hujr ibn Adi, Adi ibn Hatim, Qays ibn Sa'd ibn Ubadah, Khuzaymah ibn Thabit, Sahl ibn Hunayf, Uthman ibn Hunayf, Amr ibn Hamiq, Sulayman ibn Surad, Abdullah Badil, maka istilah tersebut ditujukan kepada para penyokong Ali AS ini. justeru, Ziyad ibn Abihi pada suatu ketika mendakwa Hujr dan teman-temannya sebagai 'Saba'iyyah.' Dengan bertukarnya maksud istilah, maka istilah itu juga turut ditujukan kepada Mukhtar dan penyokong-penyokongnya yang juga terdiri daripada puak-puak yang berasal dari Yaman. Selepas kejatuhan Bani Umayyah. istilah Saba'iyyah telah disebut dalam ucapan Abu al-Abbas Al-Saffah, khalifah pertama Bani Abbasiyyah, ditujukan kepada golongan Syi'ah yang mempersoalkan hak Bani Abbas sebagai khalifah.

Walau bagaimanapun Ziyad mahupun Al-Saffah tidak mengaitkan Saba'iyyah sebagai golongan yang sesat. Malahan Ziyad gagal mendakwa bahawa Hujr bin Adi dan teman-temannya sebagai golongan sesat. Istilah Saba'iyyah diberikan maksudnya yang baru oleh Sayf ibn Umar pada pertengahan kedua tahun Hijrah yang menggunakannya untuk ditujukan kepada golongan sesat yang kononnya diasaskan oleh tokoh khayalan Abdullah ibn Saba'.
 
3. Tahrif Alquran

Setau saya, ulama syiah dan sunni sepakat bahwa barangsiapa yang menganggap alquran telah mengalami perubahan, maka ia telah mengingkari alquran, karena Allah swt telah berfirman dalam surat alhijr ayat 9 yang artinya :”Sungguh, kami yang menurunkan Alquran dan sungguh kamilah yang menjaganya.”

Jadi kalau anda percaya bahwa qurannya syiah itu beda dan ada tambahan di dalamnya, berarti anda tidak meyakini ayat ini.

Selain dalam kitab2 syiah, dalam kitab2 sunni pun ternyata ada juga hadis yang menceritakan tentang perubahan dalam alquran. Dan sudah sepantasnya kita sebagai muslim, menolak hadis-hadis semacam ini. Dibawah ini beberapa contoh hadis tentang tahrif alquran yang terdapat dalm kitab-kitab sunni.

Suyuthi dalam bukunya berjudul al-itqan, terdapat hadis yang berasal dari Aisya bahwa ada 127 ayat surat al-ahzab telah hilang dari Al-quran. Aisyah berkata :
“Pada masa Nabi saw surat al-ahzab dibaca sebanyak dua ratus ayat. Akan tetapi ketika Utsman menulis mushhaf ia tidak dapat mendapatkannya, kecuali sebagian yang ada sekarang ini.

Atau kata-kata Umar ra yang terdapat dalam Shahih Bukhori, bab Shahadah inda’l hakim fi wilayati’l qadha : “apabila bukan karena orang-orang akan mengatakan bahwa Umar menambah-nambah (ayat) ke dalam kitab Allah, akan aku tulis ayat rajam (kedalam al-quran) dengan tanganku sendiri.

Ayat rajam yang ingin dimasukkan Umar ra ke dalam al-quran itu adalah :
Idza zanaya syaikhu wa syaikhohu far jumuhumal battatu yang artinya “bila dua orang berselingkuh, maka keduanya harus di rajam.”

Karena itu, setiap muslim sebaiknya menolak hadis-hadis sepert ini.

4. mengentai sahabat

Syiah tidak mencaci sahabat-sahabat Nabi SAW tetapi menunjukkan perbuatan mereka yang menyalahi al-Qur'an dan Sunnah Nabi SAW seperti yang tercatat dalam kitab-kitab sejarah dan Hadith. Mereka menilai dan mengkritik perangai setengah sahabat dengan dasar al-Qur'an dan Hadith Nabi SAW.] Dan jangan lupa! Nabi Muhammad SAW juga pernah bersabda bahawa terdapat sahabat yang masuk neraka seperti dalam riwayat Sahih Muslim dan Sahih Bukhari.

Apakah kita lupa istilah sahabat juga digunakan dalam al-Qur an untuk teman Nabi Yusuf yang bukan beriman kepada Allah SWT ketika dalam penjara? Silakan baca Surah Yusuf untuk memuaskan hati kita (istilah sohibi al-Sijni digunakan=sahabatku dalam. Memang Nabi Muhammad SAW mempunyai sahabat-sahabat yang baik seperti Ammar bin Yasir, Abu Dzar al-Ghifari, Salman al-Farisi dan sebagainya tetapi di Madinah juga ada golongan munafiq yang dipanggil "sahabat" oleh Nabi SAW seperti Abdullah bin Ubay bin Salool. Dalam Sohih Bukhari juga diriwayatkan bahawa ada segolongan "sahabat" yang bakal masuk neraka ketika berjumpa Nabi Muhammad SAW di al-Haudh. Nabi SAW memanggil mereka dengan istilah 'ashabi' [sahabatku]. Silakan rujuk Sahih Bukhari [Sahih Al-Bukhari, Jilid 4, hlm.94-96]; Sahih Muslim, Jilid IV, hadith 2133,2440.] Sahabat yang baik memang kita hormati , sanjungi dan ikuti tetapi sahabat yang jahat seperti Muawiyah yang menentang Imam Ali AS dan mencaci Ali AS di atas mimbar patutkah kita berdiam diri?
Bukankah pasukan Muawiyah terlibat membunuh Amar bin Yasir dalam Perang Siffin? Nabi SAW pernah menyatakan sebuah hadith dalam Sahih Bukhari menyifatkan orang yang terlibat dalam pembunuhan Amar adalah golongan pemberontak dan Rasulullah SAW bersabda:...Kamu (Amar) mengajak kelompok itu menuju ke Jannah tetapi kelompok itu mengajak ke neraka." [Sahih Bukhari, Jilid II,Hadith 462].
Al-Qur'an memerintahkan kita taat kepada Ulil Amri - pada ketika itu Imam Ali AS sebagai khalifah yang sah dan wajib ditaati. Adakah tindakan Muawiyah itu selaras dengan ajaran al-Qur'an dan tidak boleh dikritik?

Kita ikuti sahabat yang baik dan kita tinggalkan contoh sahabat yang jauh dari ajaran al-Qur'an dan Hadith Nabi SAW. Sejarah menunjukkan bahwa seorang sahabat bernama al-Walid bin Utbah dikaitkan dengan asbabul nuzul ayat 6 Surah al-Hujurat yang menyatakan beliau seorang fasiq. Qudamah bin Maz un seorang sahabat Badar dihukum had pada zaman khalifah Umar karena minum arak seperti dalam riwayat Sahih Bukhari.

Jika ada orang yang masih teguh dengan pendirian bahawa semua sahabat adalah 'adil maka apakah hukumnya Muawiyah mencaci Ali di atas mimbar? Apakah ijtihad Muawiyah boleh sampai mencaci Ali? Sebaliknya orang yang mengkritik Muawiyah dikatakan mencaci sahabat Nabi SAW? Jika seseorang yang menolak kekhalifahan Abu Bakar dianggap kafir, apakah pula hukumnya orang yang menolak perlantikan Ali setelah ada Hadith al-Ghadir yang menetapkan Ali AS sebagai khalifah selepas Nabi SAW wafat? Bolehkah umat Islam memilih selain dari yang telah ditetapkan oleh Rasulnya?

Alllah SWT berfirman dalam Surah Hud:113,: “Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh oleh api neraka..."

Dan banyak lagi ayat-ayat al-Qur'an yang menyuruh manusia berbuat adil, dan melarang mereka dari berbuat zalim Balasan Allah SWT di akhirat kelak berasaskan segala amalan manusia ketika hidup di dunia - yang baik ke syurga dan yang buruk ke neraka.

Ini bermakna istilah "sahabatku"dalam Hadith Nabi SAW tidak bermakna merujuk kepada semua sahabat [sekiranya jumlah yang hadir pada Haji Wida' sebanyak 140,000 atau 90,000 orang] adalah adil belaka. Sahabat yang adil memang ada seperti Abu Dzar al-Ghiffari yang dinyatakan sendiri oleh Nabi Muhammad SAW:"Tidaklah langit menaungi seseorang dan tidak bumi membawa seseorang yang lebih jujur daripada Abu Dzar RA."[Sunan al-Tirmidzi, Hadith 3889]. Begitu juga terdapat segolongan sahabat yang ingkar mengikut perintah Nabi SAW terutama selepas Nabi SAW wafat dan menjadi seteru Ahlul Bayt AS seperti yang tercatat dalam kitab-kitab sejarah. Nabi SAW bersabda seperti yang diriwayatkan dalam Sunan al-Tirmidzi, hadith 3878,: "Cintailah Allah karena nikmat-nikmatNya yang diberikan kepadamu dan cintailah aku karena cinta kepada Allah dan cintailah keluargaku karena cinta kepadaku."

Oleh sebab itu siapa yang memusuhi Ahlul Bayt AS memang menjadi musuh Rasulullah SAW dan Allah SWT. Bukankah Allah SWT telah melaknat golongan yang zalim dalam al-Qur'an? "Ingatlah, laknat Allah (ditimpakan) ke atas orang-orang yang zalim." [Qur'an: 11: 18]
 
5. mengenai imamah
karena terlalu panjang untuk di copas, jadi baca aja disini

6. taqiyah

Banyak di antara saudara-saudara Sunni yang menganggap bahwa taqiyah adalah akibat dari minimnya keimanan dan keyakinan kepada Allah swt. Alasan mereka bahwa orang-orang yang menyembunyikan keyakinannya untuk menyelamatkan diri dari ancaman bahaya adalah ciri manusia yang penakut, padahal seharusnya dia hanya perlu takut kepada Allah saja dan bukan kepada makhluk. Dalam konteks ini, sebagian kaum Wahabi sering menambahkan bahwa tindakan seperti ini mengakibatkan syirik.

Perlu dipahami bahwa Syiah tidak memahami taqiyah seperti yang diasumsikan oleh sebagian ulama Sunni atau Wahabi yang secara khusus telah menolak taqiyah dalam Islam. Syeikh Ridha Muzaffar dalam kitabnya Aqa’id al-Imamiyah menjelaskan bahwa, taqiyah harus sesuai dengan aturan khusus berdasarkan kondisi di mana bahaya besar mengancam. Aturan-aturan ini banyak tercantum dalam kitab-kitab fiqih, beserta seberapa besar atau kecilnya bahaya yang menentukan keabsahan taqiyah sendiri. Taqiyah tidak wajib dilakukan setiap waktu. Sebaliknya, taqiyah boleh dilakukan dan kadang-kdang perlu untuk tidak bertaqiyah. Contohnya pada kasus dimana mengungkapkan kebenaran akan melancarkan tujuan agama, dan memberi manfaat langsung kepada Islam, dan berjuang demi Islam. Sesungguhnya pada situasi demikian, harta, benda dan nyawa harus dikorbankan. Selain itu, taqiyah tidak boleh dilakukan pada kasus yang berakibat pada tersebarnya kerusakan dan terbunuhnya orang-orang yang tidak berdosa, dan pada kasus yang akan mengakibatkan hancurnya agama, dan kerugian yang nyata akan menimpa umat Muslim, baik menyesatkan mereka atau merusak dan menindas mereka.

Selain itu, sebagaimana yang diyakini kaum Syiah bahwa, taqiyah tidak menjadikan Syiah sebagai organisasi rahasia yang berusaha menghancurkan dan merusak, seperti yang coba ditambilkan oleh para pembenci Syiah. Kritik-kritik ini memperlihatkan serangan mereka secara verbal tanpa benar-benar memperlihatkan persoalan dan berusaha memahami pendapat Syiah tentang taqiyah.

Seperti yang antum bisa lihat bahwa taqiyah tidak sama dengan sifat munafik, karena sifat munafik adalah kebalikan dari taqiyah itu sendiri. Karena taqiyah sederhananya adalah menyembunyikan kebenaran untuk tujuan yang akhirnya ingin memenangkan kebenaran , sedangkan munafik adalah menonjolkan sikap bahwa dia seolah-olah manusia yang benar, padahal tujuannya justru ingin menghancurkan kebenaran.

Sumber taqiyah dalam Al-Qur’an

Di sini, saya tidak mau merujuk kepada dalil-dalil Syiah tentang taqiyah, karena antum pasti akan mengatakan bahwa sudah semestinya Syiah memiliki dalil-dalil tentang taqiyah, sebab Syiah memang mempercayai konsep taqiyah. Nah, agar bisa menepis persepsi buruk soal taqiyah, maka saya justru akan merujuk dari kitab-kitab ulama Sunni sendiri seputar pandangan taqiyah itu sendiri.

Jalaluddin As-Suyuthi dalam kitabnya, ad-Durr al-Mantsur fi tafsir al-ma’tsur meriwayatkan pendapat Ibnu Abbas tentang taqiyah dalam ayat Al-Qur’an, yaitu:

“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena siasat (“tat-taquh”) memelihara diri (“tuqatan”) dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu).” (QS. 3:2 8)

Kata “tat-taquh” dan “tuqatan” mengakar dari bahasa Arab taqiyah.

Ibnu Abbas berkata: Taqiyah hanya diucapkan dengan lidah saja; orang yang dipaksa menyatakan sesuatu yang bisa membuat murka Allah swt, padahal hatinya tetap beriman kepada Allah, maka ucapan yang terpaksa tersebut tidak akan merugikannya, karena taqiyah hanya diucapkan dengan lidah saja dan bukan dengan hati.

Abu Bakar Razi dalam Ahkam al-Qur’an (jilid II, hal 10) menjelaskan juga ayat di atas, “…kecuali karena siasat (“tat-taquh”) memelihara diri (“tuqatan”) dari sesuatu yang ditakuti dari mereka…(QS. 3:28)”, dengan membenarkan bahwa taqiyah harus bisa dilakukan apabila seseorang takut jika hidup atau anggota tubuhnya terancam bahaya. Selain itu, dia meriwayatkan juga bahwa Qatadah menyatakan hal berikut berkenaan ayat di atas, “seseorang boleh mengucapkan kata-kata ketidakberimanan saat taqiyah wajib dilakukan.”

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari (jil 7, 102) bahwa Abu Darda berkata, “Sesungguhnya kami tersenyum kepada beberapa orang, padahal hati kami mengutuk mereka.”

Mohon antum simak pesan Rasul saw ini baik-baik. Diriwayatkan dalam Sahih Muslim (versi Inggris), bab 1527, jilid 4, hal 1373, hadis 6303 bahwa Humaid bin Abdurrahman bin Auf meriwayatkan bahwa ibunya, Ummu Kaltsum binti Uqbah bin Abu Mu’ait, salah satu orang Muhajirin yang pertama kali membait Nabi Muhammad saw, berkata bahwa ia mendengar Nabi saw berkata: “Seorang pendusta adalah seseorang yang tidak berusaha membawa kedamaian di antara umat dan berbicara hal-hal yang baik (untuk mencegah timbulnya pertengkaran), atau tidak menyampaikan kebaikan.” Ibnu Syihab berkata, “Saya tidak mendengar bahwa pengecualian diberlakukan pada apapun yang orang katakan sebagai kebohongan, kecuali pada tiga hal: dalam peperangan, mendamaikan orang dan pertanyaan suami kepada isterinya, dan pertanyaan seorang isteri kepada suaminya (dalam bentuk pernyataan sebaliknya untuk mendamaikan suami isteri itu.”

Seorang ahli tafsir Sunni, Abdul Hamid Siddiqi, pada kitab Sahih Muslim (versi Inggris, bab 1527, jilid 4, hal 1373, hadis 6303) menyatakan penafsirannya sebagai berikut: Berbohong adalah sebuah dosa besar. Tetapi seorang Muslim boleh berbohong dalam beberapa kasus tertentu dan diperbolehkannya berbohong pada tiga keadaan: pada peperangan, untuk mendamaikan umat Muslim yang saling bermusuhan, dan mendamaikan suami dan istri. Berdasarkan qiyas atau analogi dari ketiga keadaan ini, para ulama hadis memberikan beberapa pengecualian lainnya; menyelamatkan nyawa dan kehormatan orang tak berdosa dari tangan penguasa zalim dan penindas apabila seseorang tidak menemukan cara lain untuk menyelamatkan mereka.

Perhatikanlah baik-baik, bahwa baik hadis ataupun penafsiran Al-Qur’an di atas tidak mesti berhubungan dengan non-Muslim saja. Lihat juga ayat al-Qur’an di bawah ini:

“Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.” (QS. 16:106)

Kisah seorang Mukmin di zaman Fir’aun yang bertaqiyah untuk melindungi Musa as.

“Dan seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Fir’aun yang menyembunyikan imannya berkata: “Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena dia menyatakan: “Tuhanku ialah Allah padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu…” (QS. 40:2 8)

Seperti yang antum lihat sendiri bahwa taqiyah bukan produk made in Syiah, tapi made in al-Qur’an.

Jika demikian, lantas mengapa kaum Wahabi malah menyatakan bahwa taqiyah itu identik dengan syirik karena takut kepada selain Allah, atau munafik dan lain sebagainya, padahal al-Qur’an secara tegas melarang untuk menjerumuskan diri kita kepada kebinasaan tanpa tujuan dan membolehkan taqiyah, meskipun hal itu atas nama jihad dan lain sebagainya, “janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. 2:195)
 
7. Aqidah Raja'ah

Al-Allamah al-Safi menjawab tentang masalah rajaah seperti berikut: " Qaul tentang raja'ah itu merupakan qaul dari itrah Rasulullah SAW yang suci. Perbahasan tentang masalah ini telah beredar dikalangan mereka dan selain dari mereka. Pedoman mereka dalam masalah ini adalah ayat-ayat Qur'an dan hadith-hadith yang mereka riwayatkan dengan sanad yang turun temurun dari datuk-datuk mereka sampai kepada datuk Rasulullah SAW.

Kenyataan yang tidak mungkin diingkari oleh para peneliti masalah-masalah keislaman adalah bahwa sumber aqidah raja'ah itu adalah imam-imam Ahlul Bayt AS yang telah ditetapkan kewajiban berpegang teguh kepada mereka dengan keterangan dari hadith al- tsaqalain dan lain-lainnya.

Pihak syiah mengatakan tentang raja'ah secara global. Mereka membandingkan hal ini dengan kejadian-kejadian para ummah terdahulu seperti yang diceritakan oleh Allah Ta'ala dalam firmanNya,: "Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang keluar dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-beribu (jumlahnya) kerana takut; maka Allah berfirman kepada mereka:" Matilah kamu," kemudian Allah menghidupkan mereka (kembali)...” (Al-Baqarah:243).

Ayat yang lain,: "Atau apakah (kamu tidak mepmerhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atasnya. Dia berkata:" Bagaimanakah Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah ia roboh?" Maka Allah mematikan orang itu selama seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali....” (Al-Baqarah:259)

Dan boleh juga mengambil teladan dari firman Allah Ta'ala dalam ayat berikut: "Maka Kami pun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada pada dirinya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami melipatgandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah." (Al-Anbiya:84)
Aqidah Raja'ah mempunyai asas ajaran dalam al-Qur'an dan dinyatakan oleh para Imam Ahlul Bayt AS, oleh itu apakah wajar kita menolaknya?

8. al-Bada’

Tuduhan: Ilmu Allah Berubah-ubah Mengikut Sesuatu Peristiwa Yang Berlaku Kepada Manusia (al-Bada').

Ulama Syiah tidak pernah menganggap Allah tidak mengetahui seperti tuduhan-tuduhan yang sengaja menyelewengkan maksud sebenarnya. Al-Bada' tidak bermaksud kejelasan yang sebelumnya samar dinisbahkan kepada Allah SWT.

Al-Bada' yang difahami oleh ulama Syiah ialah adalah Allah berkuasa mengubah sesuatu kejadian dengan kejadian yang lain seperti nasikh dan mansukh sesuatu hukum syariah yang tercatat dalam al-Qur'an tetapi al-Bada' menyangkut tentang sesuatu kejadian [takwini] seperti hidup dan mati dan seumpamanya.

Misalnya kisah penyembelihan Nabi Ismail AS tetapi kemudian Allah Azza Wa-Jalla menggantikannya dengan seekor kibas.
Alllah SWT berfirman dalam al-Qur'an 13:39: "Allah menghapus apa yang Ia kehendaki dan menetapkan [apa yang Ia kehendaki] dan di sisinya terdapat Umm al-Kitab [Lauh al-Mahfuzh]."

Sebuah hadith yang dipetik dari al-Kulaini dalam Kitabul Tauhid, Usul al-Kafi, hadith 373.:"Allah tidak menerbitkan [bada'] pada sesuatu melainkan ianya berada dalam ilmuNya sebelum [Allah menetapkan] berlakunya [bada' tersebut]."

Hadith 374 menegaskan:" Sesungguhnya Allah tidak menerbitkan Bada' dari kejahilan[Nya]".

Syeikh al-Mufid menulis dalam bukunya Awail Maqalat: " Apa yang saya fatwakan tentang masalah al-bada' ialah sama dengan pendapat yang diakui oleh kaum muslimin dalam menanggapi masalah nasakh [penghapusan] dan sebagainya seperti memiskinkan kemudian membuat kaya, mematikan kemudian menghidupkan dan menambah umur dan rezeki kerana ada sesuatu perbuatan yang dilakukan. Itu semua kami kategorikan sebagai bada' berdasarkan beberapa ayat dan nas-nas yang kami dapatkan dari para Imam."

@asoy
masihkan anda merasa bahwa anda sudah adil dalam menilai syiah?
 
gw udah menjawab di yang lalu lalu..bahkan sudah mengasih link2 nya.... bisa panjang sekali.
dan saya juga ngasih link friendster sahabat g2 yg syiah (2 orang)..
 
daripada tulis panjang-panjang gitu, mending diringkas apa yg tidak ada di syiah pada sunni, dan apa yang tidak ada di sunni pada syiah

dibuatnya point2 nya gitu lah

biar kita kurang paham bisa tau bener
 
daripada tulis panjang-panjang gitu, mending diringkas apa yg tidak ada di syiah pada sunni, dan apa yang tidak ada di sunni pada syiah

dibuatnya point2 nya gitu lah

biar kita kurang paham bisa tau bener

yup jadi bisa di lihat apakah ada kontradiksi atau tidak :)
 
gw udah menjawab di yang lalu lalu..bahkan sudah mengasih link2 nya.... bisa panjang sekali.
dan saya juga ngasih link friendster sahabat g2 yg syiah (2 orang)..
emang udah dijawab? di mana? boleh saya ikut baca jawabannya?

apa hubungannya dengan sahabat-sahabat kamu?

daripada tulis panjang-panjang gitu, mending diringkas apa yg tidak ada di syiah pada sunni, dan apa yang tidak ada di sunni pada syiah
dibuatnya point2 nya gitu lah
biar kita kurang paham bisa tau bener
tulisan itu, hanya menjawab atas tulisannya bang asoy, jadinya panjang kek gitu, lagian untuk memahami sesuatu memang harus teliti dan tidak hanya berupa ringkasan-ringkasan saja.

mudah2an saya ada waktu untuk meringkasnya... :D
 
yap Insya Allah...silahkan meringkasnya
hubungan dengan sahabt saya? dia itu syiah..
bisa bertanya ke dia tentang masalah syiah...

saya tidak menyesatkan/mengkafirkan seluruh syiah...masih ada 2 syiah yg islam....
saya membicarakan syiah secara umum...
silahkan teman2 bisa baca di sini
http://www.hakekat.com/
www.tenteradajjal.blogspot.com

saya tidak secara detail mengetahui tentang syiah seperti hal nya saya tidak mengetahui secara detail tentang Ahmadiyah...tapi saya paham...dan saya mengerti
yg menjadi pertanyaan awal saya mencari tahu tentang syiah adalah...mengapa salahudin al ayubi memerangi dan membantai syiah(padahal sesama muslim)..dan setelah beliau menaklukan mesir ajaran syiah dibersihkan...samapi di universitasnya terlama di dunia Al azhar ajaran syiah juga di bersihkan..sejak itu saya mencari tahu tentang syiah..
lalu kenapa pada saat iraq diperangi Amerika..ulama iran hanya mengatakan "wahai Amerika janganlah kau hancurkan kota suci kami najaf(klo gak salah) dan karbala!"
nah disitu, kata2 yg sungguh pelik(pelit)...memangnya lebih berharga mana batu dari nyawa manusia?
Allah swt berfirman Hancurnya Kabah belum seberapa di bandingkan terbunuhnya muslim tanpa haq..
 
yup jadi bisa di lihat apakah ada kontradiksi atau tidak :)
oke, jadi kita tinggal memilah-memilah dan mencocokkannya dengan apa yang paling mengena

tulisan itu, hanya menjawab atas tulisannya bang asoy, jadinya panjang kek gitu, lagian untuk memahami sesuatu memang harus teliti dan tidak hanya berupa ringkasan-ringkasan saja.

mudah2an saya ada waktu untuk meringkasnya... :D
ya, saya tunggu ya

lagian otak manusia pada umumnya lebih mudah memahami atau mengingat sesuatu yang dibuat perinciannya secara detail, atau dibuat point-point nya

seperti penomoran gitu lah

kecuali otak-otak manusia yang diatas normal yang bisa mahamin kalimat panjang dengan mudah tanpa meringkasnya terlebih dahulu
 
@ asoy
kl boleh tau, syiah yang manakah yang anda anggap tidak kafir? alasannya?

saya tidak secara detail mengetahui tentang syiah seperti hal nya saya tidak mengetahui secara detail tentang Ahmadiyah...tapi saya paham...dan saya mengerti
yg menjadi pertanyaan awal saya mencari tahu tentang syiah adalah...mengapa salahudin al ayubi memerangi dan membantai syiah(padahal sesama muslim)..dan setelah beliau menaklukan mesir ajaran syiah dibersihkan...samapi di universitasnya terlama di dunia Al azhar ajaran syiah juga di bersihkan..sejak itu saya mencari tahu tentang syiah..
lalu kenapa pada saat iraq diperangi Amerika..ulama iran hanya mengatakan "wahai Amerika janganlah kau hancurkan kota suci kami najaf(klo gak salah) dan karbala!"
nah disitu, kata2 yg sungguh pelik(pelit)...memangnya lebih berharga mana batu dari nyawa manusia?
Allah swt berfirman Hancurnya Kabah belum seberapa di bandingkan terbunuhnya muslim tanpa haq..
sebenarnya saya kurang tau salahudin al ayubi, saya hanya tau sedikit.
Sepertinya saya juga heran mengapa salahudin membantai syiah padahal mereka muslim?menurut tulisan anda sendiri loh... saya yakin anda tahu hukumnya membunuh seorang muslim. anda sendiri juga menulis "Allah swt berfirman Hancurnya Kabah belum seberapa di bandingkan terbunuhnya muslim tanpa haq.. "
jadi, mengapa salahudin membantai? mungkin mas bisa kasih tau saya.

Tak berarti orang yang dibantai itu orang yang salah, dahulu Imam Husein di bantai di karbala, apakah itu berarti bahwa Imam Husein yang salah? dan memang sudah dari dulu para pecinta ahlul bait suka dibantai... dan itu masih terjadi sampai sekarang.

Kalau boleh tau, darimana sumber rujukan tulisan anda tentang ucapan ulama syiah itu? biar saya bisa memahaminya juga.

Sekedar saran, kalau mau memahami syiah, jangan baca tulisan dari orang-orang yang benci syiah, sudah tentu syiah akan di jelek2an, karena yang nulis para pembenci syiah. Sekedar contoh saja, saya baca tentang "alquran di mata syiah" yang terdapat di situs hakekat.com dan bagi saya, tulisan itu sudah terjawab dengan tulisan2 yang pernah saya kemukakan.
atau baca juga tentang taqiyah yang ada di dalam situs itu, bagi saya, taqiyah yang mereka kemukakan berbeda dengan taqiyah yang pernah saya baca.

Karena itu, saya lebih menganjurkan anda atau siapapun yang ingin memahami syiah, baca di sini atau kalau mau, silahkan bandingkan situs yang bang asoy berikan dengan situs yang saya berikan. biar anda bisa sama2 menilai.

@eyeeye
mohon maaf, saya blum punya cukup waktu untuk meringkasnya, sekalipun ada waktu, mungkin saya hanya akan copas saja dari situs or beberapa buku yang pernah saya baca tentang syiah.
untuk saat ini, silahkan baca situs yang ini
 
jadi, kesimpulannya? syi'ah sesat apa ngga? jelaskan dengan pendek saja. dan juga Dalil-dalil.
 
jadi, kesimpulannya? syi'ah sesat apa ngga? jelaskan dengan pendek saja. dan juga Dalil-dalil.
tergantung, kl anda seorang salafi, saya yakin semua aliran syi'ah dianggap sesat, bahkan sebagian aliran dalam sunni pun disesatkan oleh salafi..

dalam pandangan saya, tidak semua syi'ah sesat, tetapi ada juga yang sesat.......
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.