• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

[Universal]Tanya - Jawab

tadinya saya juga berpikiran sependapat dengan bung marcedes.
tapi saya berpikir kembali.. seperti yg dikatakan oleh bung kanjengratu takdir ditentukan oleh karma kita yg dilakukan dimasa lalu..
 
semoga Tuhan menunjukkan jalan agar kta selalu dalam jalan yang lurus; dalam kebenaran; kehdipan.

gitu lo....cmiw

tadinya saya juga berpikiran sependapat dengan bung marcedes.
tapi saya berpikir kembali.. seperti yg dikatakan oleh bung kanjengratu takdir ditentukan oleh karma kita yg dilakukan dimasa lalu..

emang kata gw dengan bung kanjengratu beda?

tp tentang TUHAN menunjukkan jalan..kek nya memang beda pendapat..hahaha
 
gw mao tanya pda sesepuh sekalian /heh
klo ada yg tao mohon beri penjelasanya yah.
1. arti dari SILABATAPARAMASA ?
2. adayg tao sutta APIHOMA ?
3. maksud dari pemujaan jambala kuning jambala putih yg di lakukan di tibet /hmm
 
hmm..gw coba-coba jawab saja yah...

1.SILABATAPARAMASA itu artinya kalau gw search lewat goggle..bahwa suatu upacara / ritual membawa kita ke NIBBANA...

hal ini sangat bertentangan dengan ajaran buddhis.hehehe.
ini ada kutipan
Jadi ritual keagamaan bukanlah tujuan akhir, dari itu semua yakin bahwa dengan upacara-upacara dapat menghasilkan kesucian (Silabataparamasa) pada kenyataannya adalah suatu belenggu (Samyojana) yang akan menghalangi kemajuan spiritual seseorang.

2.kalau masalah API HOMA...gw ga bs jawab...coba tanya sesama aliran yang tau pasti.
3.wah gw juga baru dengar masalah itu...
 
gw mao tanya pda sesepuh sekalian /heh
klo ada yg tao mohon beri penjelasanya yah.
1. arti dari SILABATAPARAMASA ?
2. adayg tao sutta APIHOMA ?
3. maksud dari pemujaan jambala kuning jambala putih yg di lakukan di tibet /hmm


(1)Ada sepuluh macam belenggu (samyojana) yaitu :

1. Pandangan sesat tentang adanya pribadi, jiwa atau aku yang kekal (sakkaya-ditthi).

2. Keragu-raguan yang skeptis pada Buddha, Dhamma, Sangha, dan tentang kehidupan yang lampau dan kehidupan yang akan datang, juga tentang hukum sebab akibat (vicikicchã).

3. Kemelekatan pada suatu kepercayaan bahwa hanya dengan melaksanakan aturan-aturan dan upacara keagamaan seseorang dapat mencapai kebebasan (silabbata-parãmãsa).

4. Nafsu indriya (kãma-rãga).

5. Dendam atau dengki (vyãpãda).

6. Kemelekatan atau kehausan untuk terlahir di alam bentuk (rüpa-rãga). Alam bentuk (rüpa-rãga) dicapai oleh seseorang apabila ia meninggal sewaktu dalam keadaan samadhi dan telah mencapai Jhãna I, Jhãna II, Jhãna III atau Jhãna IV

7. Kemelekatan atau kehausan untuk terlahir di alam tanpa bentuk (arüpa-rãga). Alam tanpa bentuk (arüpa-rãga) dicapai oleh seseorang apabila ia meninggal sewaktu dalam keadaan samadhi dan telah mencapai Arüpa Jhãna I, Arüpa Jhãna II, Arüpa Jhãna III atau Arüpa Jhãna IV

8. Perasaan untuk membandingkan diri sendiri dengan orang lain (mãna).

9. Kegelisahan (uddhacca). Suatu kondisi batin yang haus sekali karena yang bersangkutan belum mencapai tingkat kebebasan sempurna (arahat).

10. Kebodohan atau ketidak-tahuan (avijjã).


(2) Api homa ,silahkan baca disini
http://www.wihara.com/forum/showthread.php?t=788&highlight=homa

(3)baca disini
http://www.wihara.com/forum/showthread.php?t=984&highlight=jambala+kuning+putih
 
namaste semuanya...mau tanya,

1. apakah benar dengan melatih hawa nafsu (menahan rasa lapar) dapat lebih cepat memfokuskan diri pada saat meditasi?

2. Objek meditasi apa yang sebaiknya dipakai jika sangat sulit berkonsentrasi pada objek pernafasan (anapanasati)?

sebelumnya trims..
 
namaste semuanya...mau tanya,

1. apakah benar dengan melatih hawa nafsu (menahan rasa lapar) dapat lebih cepat memfokuskan diri pada saat meditasi?

2. Objek meditasi apa yang sebaiknya dipakai jika sangat sulit berkonsentrasi pada objek pernafasan (anapanasati)?

sebelumnya trims..

1. Kutip dari Kisah seorang Umat awam :
Mendengar perkataan tersebut, Sang Buddha menjelaskan, "Para bhikkhu, apa yang kamu katakan adalah benar, tetapi kamu tidak mengerti mengapa Saya datang ke tempat itu, yang berjarak 30 yojana; karena Saya mengetahui bahwa ia dalam kondisi siap menerima Dhamma. Jika ia merasa sangat lapar, rasa sakit kelaparan itu akan menghalangi ia menerima Dhamma secara utuh. Laki-laki itu telah bepergian mencari kerbaunya sepanjang pagi, oleh karena itu ia sangat letih dan juga sangat lapar. Para bhikkhu, dari semuanya, tidak ada penderitaan yang sangat sulit ditanggung seperti kelaparan."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 203 berikut :


"Jighacchaparama roga
sankharaparama dukha
etam natva yathabhutam
nibbanam paramam sukham."

Kelaparan merupakan penyakit yang paling berat.
Segala sesuatu yang berkondisi
merupakan penderitaan yang paling besar.
Setelah mengetahui hal ini sebagaimana adanya,
orang bijaksana memahami bahwa
nibbana merupakan kebahagiaan tertinggi.


2. sebaiknya anda butuh atau didampingi oleh seorang pembimbing/Bhikkhu.
 
Maaf saya pendatang baru di IF Buddhis ini. Mau tanya, tapi agak 'nyeleneh' Kalau ada yang bisa bantu silakan.

Bagaimana seharusnya kita penganut ajaran Buddha memperlakukan teman yang berprilaku sexual minoritas misal; gay, lesbian, bi? Dalam artian, bukan pada prilaku sexual zina atau tidak, tapi lebih kepada orientasi sexual mereka.

Itu saja dulu yah.... soalnya permasalahan sexual sangat jarang disinggung oleh umat Buddha di manapun, termasuk di forum ini. Padahal manusia terlahir sebagai mahkluk sexual, yang ditandai berkembang biak dengan cara sexual.
 
Maaf saya pendatang baru di IF Buddhis ini. Mau tanya, tapi agak 'nyeleneh' Kalau ada yang bisa bantu silakan.

Bagaimana seharusnya kita penganut ajaran Buddha memperlakukan teman yang berprilaku sexual minoritas misal; gay, lesbian, bi? Dalam artian, bukan pada prilaku sexual zina atau tidak, tapi lebih kepada orientasi sexual mereka.

Itu saja dulu yah.... soalnya permasalahan sexual sangat jarang disinggung oleh umat Buddha di manapun, termasuk di forum ini. Padahal manusia terlahir sebagai mahkluk sexual, yang ditandai berkembang biak dengan cara sexual.

Homoseksual Dan Ajaran Theravada
Oleh AL. De. Silva​



Oleh karena homoseksual tidaklah secara eksplisit dibicarakan dalam khotbah Buddha, kita hanya bisa mengasumsikan bahwa masalah ini juga bisa dievaluasi dengan cara yang sebagaimana adanya heteroseksual. Dan sesungguhnya atas dasar inilah, homoseksual tidak secara khusus dikupas. Dalam kehidupan umat awam antara pria dan wanita, dimana ada kesepakatan bersama, dimana tidak ada perbuatan penyelewengan, dan di mana hubungan seksual adalah ungkapan rasa cinta, hormat, kesetiaan, dan kehangatan, ini semua tidaklah melanggar sila ke-3.

Homoseksualitas sudah dikenal di zaman India kuno; masalah ini secara eksplisit. Disinggung dan dilarang di dalam Vinaya. Akan tetapi, tidak dituding secara khusus, melainkan disebutkan di antara banyak jenis perilaku penyimpangan seksual lain yang bertentangan dengan keharusan hidup seharusan hidup selibat seorang biarawan/wati. Hubungan seksual, apakah dengan pasangan sejenis atau lawan jenis, di mana organ seks memasuki vagina, mulut, atau anus, adalah tindakan yang bisa mengakibatkan dikeluarkannya seseorang dari Sangha. Tindakan seksual lainnya seperti saling masturbasi, walaupun bukan dianggap sebagai pelanggaran berat dan tidak mengakibatkan dikeluarnnya dari sangha, tetapi harus diakui di depan anggota sangha.

Tipe orang yang disebut dengan “pandaka” seringkali disinggung dalam Vinaya untuk menggambarkan seseorang yang berperilaku seksual tidak tepat. Vinaya juga menetapkan bahwa para pandaka tidak diperbolehkan untuk ditahbiskan, dan apabila secara tidak disengaja telah ditahbiskan, orang tersebut akan dikeluarkan dari sangha. Menurut penjelasan kitab, hal ini disebabkan para pandaka tersebut ‘penuh dengan nafsu, haus akan birahi, dan didominasi oleh keinginan seksual”. Kata “pandaka” diterjemahkan sebagai banci atau kaum homoseksual yang berperilaku seperti layaknya perempuan. Oleh karena Buddha mempunyai pemahaman yang mendalam akan sifat manusia, dan sungguh-sungguh bebas dari segala pasangka, dan karena tidak ada bukti bahwa kaum homoseksual mempunyai tingkat birahi yang lebih tinggi atau lebih sulit mempertahankan hidup sebagai biarawan/wati. Oleh karenanya, istilah “pandaka” kemungkinan besar tidak mengacu kepada homoseksual secara umum, melainkan segelintir kaum homoseksual yang feminis, yang secara terang-terangan berpenampilan seperti wanita di depan umum.

Kajian tentang homoseksualitas

Oleh karena homoseksual tidaklah secara eksolisit dibicarakan dalam khotbah Buddha, kita hanya bisa mengasumsikan bahwa masalah ini juga bisa dievaluasi dengan cara yang sama sebagaimana adanya heteroseksual. Dan sesungguhnya atas dasar inilah, homoseksual tidak secara khusus dikupas. Dalam kehidupan umat awam antara pria dan wanita, di mana ada kesepakatan bersama, dimana tidak ada perbuatan penyelewengan, di mana hubungann seksual adalah ungkapan rasa cinta hormat, kesetiaan dan kehangatan, ini semua tidaklah melanggar sila ke-3. Dan sama pula halnya apabila kedua orang tersebut berjenis kelamin sama. Tindakan seperti penyelewengan dan pengabaian perasaan pasangan kita akan menjadikan suatu perbuatan seksual tidak tepat, baik itu homoseksual ataupun heteroseksual. Semua prinsip yang kita gunakan untuk mengevaluasi hubungan heteroseksual akan kita gunakan pula untuk mengevaluasi hubungan homoseksual.

Di dalam agama Buddha, bisa kita katakan bahwa bukanlah objek dari nafsu seksual seseorang yang menentukan apakah suatu hubungan seksual seseorang yang baik atau tidak, melainkan sifat dari emosi dan maksud yang melandasinya.Walaupun demikian, Buddha kadangkala menganjurkan untuk menghindari perilaku tertentu, bukan karena hal ini salah dari sudut pandang etika melainkan akan menjadi seseorang aneh di dalam lingkungan sosial, atau karena akan mengakibatkan sanksi akibat pelanggaran hukum yang berlaku. Dalam hal-hal seperti ini, Buddha berkata bahwa menjauhkan diri dari perilaku seperti itu akan membebaskan seseorang dari kecemasan dan rasa malu yang disebabkan oleh ketidaksetujuan sosial atau ketakutan akan sanksi hukum. Homoseksualitas tentu saja akan masuk dalam kategori perbuatan ini. Dalam hal ini, seorang homoseksual haruslah memutuskan apakah ia akan mengikuti arus harapan masyarakat umum atau mencoba mengubah sikap publik.

Pandangan yang menolak homoseksualitas

Sekarang kita akan secara ringkas menelaah berbagai penolakan terhadap homoseksualitas dan memberikan pandangan penolakan dari sisi ajaran Buddha. Penolakan yang paling umum di dalam masyarakat adalah karena homoseksualitas tidaklah alami dan melanggar hukum alam. Tampaknya sedikit sekali landasan bagi pendapat seperti ini. Miriam Rothschild, seorang ahli biologi ternama, telah menunjukkan bahwa perilaku homoseksualitas juga telah ditemukan dalam hampir semua jenis spesies hewan. Kedua, walaupun bisa disanggah bahwa fungsi biologis dari seks adalah reproduksi, kebanyakan hubungan seksual dewasa ini bukanlah untuk tujuan reproduksi, melainkan sebagai hiburan dan pemuasan emosi, dan bahwa ini juga merupakan fungsi sah dari hubungan seksual. Dengan demikian, walaupun hubungan homoseksual tidaklah alami dalam arti tidak bisa menghasilkan fungsi reproduksi, hubungan ini adalah alami karena bisa memberikan pemuasan fisik dan emosi bagi pelakunya.

Kita seringkali mendengar, “Jika homoseksual bukanlah illegal, akan banyak orang, termasuk kaum muda, akan menjadi gay.” Pernyataan seperti ini menggambarkan kesalahpahaman yang serius terhadap homoseksualitas, atau mungkin suatu potensi homoseksualitas dalam diri orang yang membuat pernyataan tersebut. Hal ini sama bodohnya dengan mengatakan bahwa apabila bunuh diri bukanlah perbuatan yang melanggar hukum, semua orang akan melakukannya. Apapun penyebab homoseksualitas (akan banyak sekali perdebatan tentang masalah ini), seseorang pastilah tidak akan “memilih” untuk menjadi orientasi seks sesama jenis, seperti layaknya memilih minum teh atau kopi. Orientasi ini adalah hasil bawaan lahir atau berkembang sejak dini dalam diri seseorang, sama halnya dengan heteroseksualitas. Mengubah hukum yang berlaku tidaklah bisa mengubah orientasi seksual seseorang.

Beberapa orang berpendapat bahwa pasti ada sesuatu yang tidak beres dalam diri seorang homoseksual karena begitu banyaknya kaum homoseksual yang jiwa atau emosinya yang terganggu. Sekilas, tampak ada benarnya pernyataan ini. Di barat, setidak-tidaknya banyak kaum homoseksual yang menderita masalah kejiwaan, kecanduan alkohol, dan menujukkan perilaku seksual yang sangat menggoda. Dalam pengelompokan data, kaum homoseksual menduduki peringkat tertinggi dalam kasus bunuh diri. Kemungkinan sekali bahwa kaum homoseksual lebih menderita akibat perlakuan sosial masyarakat terhadap mereka atas dasar orientasi seksual mereka, dan apabila mereka akan menunjukkan gejala yang sama pula. Sesungguhnya, inilah yang menjadi argumen terkuat untuk menerima dan memahami homoseksualitas.

Walaupun di negara-negara yang banyak penganut agama Buddha, homoseksual tidak ditentang secara nyata-nyata dalam hukum yang berlaku, bukanlah berarti homoseksualitas bisa diterima di negara-negara tersebut. Hal ini lebih disebabkan karena pengaruh agama Buddha yang berlandaskan manusiawi dan penuh toleransi. Walaupun demikian, seringkali ditemui adanya prasangka dan diskriminasi terhadap kaum homoseksual di negara-negara tersebut. Sekali lagi perlu dijelaskan bahwa tidak ada bagian dalam agama Buddha yang membenarkan adanya kutukan, hukuman, maupun penolakan terhadap kaum homoseksual atau perilaku homoseksual.
 
Terima kasih atas penjelasannya. terus terang ini perlu untuk menolong kita dalam berprilaku, termasuk membiarkan sesuatu yang berbeda dengan kita berjalan apa adanya.

Lanjut tanya nih.

Seorang pemuda, gay, menyadari gaynya dia. Intuk menghindari perbuatan zina. karena walau bagaimanapun kecuali di beberapa negara di eropa, homoseksual kan tidak boleh kawin/menikah. Jadi, di pikiran dia, dalam logika berprilakunya, menjalin hubungan dengan laki-laki lain sudah pasti zina.

Dan dia memutuskan untuk menjadi bhiksu/bhikku. Dengan catatan, untuk tetap menjaga pelaksanaan silanya.. Bagaimana kalau kejadiannya seperti itu?

Dapatkan dia diterima secara terbuka tanpa melihat keberbedaan orientasi sexualnya?

Hal yang sama dengan misal yang saya maksud lesbian menjadi bhiksuni?
 
Lanjut tanya nih.

Seorang pemuda, gay, menyadari gaynya dia. Intuk menghindari perbuatan zina. karena walau bagaimanapun kecuali di beberapa negara di eropa, homoseksual kan tidak boleh kawin/menikah. Jadi, di pikiran dia, dalam logika berprilakunya, menjalin hubungan dengan laki-laki lain sudah pasti zina.

Dan dia memutuskan untuk menjadi bhiksu/bhikku. Dengan catatan, untuk tetap menjaga pelaksanaan silanya.. Bagaimana kalau kejadiannya seperti itu?

Dapatkan dia diterima secara terbuka tanpa melihat keberbedaan orientasi sexualnya?

Hal yang sama dengan misal yang saya maksud lesbian menjadi bhiksuni?

Tidak seperti Agama lainnya yang kebanyakan mengutuk homoseksual (yang dapat dilihat dalam Kitab Suci mereka), Agama Buddha tidak pernah mengutuk homoseksual atau siapapun dan itu dapat dibuktikan bahwa segala jenis pengutukan tidak pernah terjadi dalam perkembangan Agama Buddha sehingga tidak pernah tercatat dalam Kitab Suci Agama Buddha Tipitaka.

Alasan yang kuat untuk itu adalah bahwa Agama Buddha berlandaskan pada Kasih Sayang dan Kebijaksanaan. Dan selama lebih dari 2500 tahun perkembangan Agama Buddha selalu dilandasi oleh Kasih Sayang dan Kebijaksanaan sehingga tidak pernah terjadi paksaan atau pertumpahan darah atas nama Agama Buddha.

Siapa saja, termasuk Anda kaum Gay dan Lebsian berhak untuk menjadi umat Buddha karena Sang Buddha menawarkan Jalan Pembebasan bagi siapa saja termasuk Anda. Bahkan Sang Buddha selaku pendiri Agama Buddha pernah menerima pelacur menjadi murid, jadi tidak ada alasan bagi pihak-pihak tertentu mengatakan bahwa Homoseksual tidak boleh menjadi umat Buddha.

Setelah menjadi umat Buddha, seharusnya Anda mempelajari Dhamma ajaran Sang Buddha demi kebahagiaan Anda sendiri, mungkin juga untuk Pasangan serta keluarga Anda bila ada.

Hanya dengan mengaku umat Buddha tetapi tidak pernah mempelajari dan menjalankan Dhamma tidak mungkin bisa memperoleh kebahagiaan.

Idealnya, setelah menjadi umat Buddha, Anda harus menjalankan Pancasila Buddhis (Lima Sila) yang berisi:
1. Saya berusaha untuk menghindari pembunuhan.
2. Saya berusaha untuk menghindari pencurian
3. Saya berusaha untuk menghindari perjinahan
4. Saya berusaha untuk menghindari kata-kata bohong.
5. Saya berusaha untuk menghindari mabuk-mabukan.

Dengan mengamalkan sila 1 dan 2, tentunya Anda tidak dihantui ketakutan untuk ditangkap karena kejahatan yang dilakukan. Ini akan membuat kehidupan Anda menjadi lebih bernilai karena bebas dari segala perasaan bersalah yang akan menjadi beban mental bagi mereka yang melakukannya. Selain itu, kehadiran Anda akan selalu disambut gembira oleh siapapun dan dimanapun Anda berkunjung.

Sila 3, merupakan hal yang penting sebagaimana yang sudah dibahas dalam "Gay & Pancasila Buddhis". Sila ketiga meminta kita untuk tidak merusak hubungan orang lain yang telah terbina, dengan demikian diharapkan jasa kebajikan dari pelaksaan Sila ini dapat membuahkan keharmonisan hubungan anda & pasangan. Anda tidak merusak hubungan orang lain, orang lain juga tidak akan menggangu hubungan anda dan pasangan anda. Ini merupakan suatu hukum timbal balik yang sangat logika.

Selain itu, Anda selaku umat Buddha harus menghindari hubungan badan dengan tunangan atau pasangan orang lain serta tidak boleh melakukan hubungan badan dengan anak-anak yang masih berada dibawah pengawasan orang dewasa, orang hukuman, ataupun orang yang sedang menjalankan sila (Samenera, Bhikkhu dan Bhiksuni).

Sila keempat, walaupun kelihatan gampang tetapi sulit untuk dilakukan. Apabila anda dapat menjalankan sila keempat ini dengan baik, maka pasangan anda tentu akan percaya dengan apa yang anda lakukan sehingga hubungan diantara anda berdua akan berjalan dengan lebih baik lagi. Tidak ada pikiran yang saling mencurigai. Sedangkan dari masyarakat umum, anda akan mendapatkan kepercayaan baik dalam bekerja, berdagang, maupun berteman.

Untuk sila kelima, ini berfungsi untuk menjaga agar anda tetap dalam keadaan sadar karena dalam kesadaran yang lemah anda dapat melakukan hal-hal yang merugikan anda, merugikan pasangan ataupun masyarakat. Mengkonsumsi makanan atau minuman yang mendatangkan ketagihan tidak mempunyai dampak positif sama sekali. Mengkonsumsi barang-barang seperti ini tidak akan pernah membantu anda memecahkan masalah, ini hanya merupakan pelarian dimana setelah efek dari obat-obatan terlarang ini habis maka anda tetap harus menghadapi masalah atau persoalan tadi.

Menghindari konsumsi makanan dan minuman yang mendatangkan ketagihan serta melemahkan kesadaran menjauhkan anda dari masalah-masalah yang tidak perlu. Misalnya bersetubuh dengan orang lain yang tidak seharusnya, memaksakan kehendak pada pasangan orang lain dan masih banyak lagi hal yang dapat timbul.

Apabila anda dan pasangan bersama-sama menjalankan Pancasila Buddhis, maka anda berdua akan lebih yakin dalam membina hubungan ini. Sama-sama bebas dari pengejaran pihak berwenang/hukum, sama-sama jujur dan tidak berbohong sehingga tidak saling mencurigai, sama-sama tidak melakukan perbuatan asusila, dan sama-sama selalu sadar sehingga keuangan juga terjamin.

Sedangkan untuk diterima menjadi anggota Sangha (Bhikkhu/ni atau Ulama Buddhis), seseorang harus meninggalkan kehidupan seksualnya baik itu Homoseksual ataupun Heteroseksual. Dengan kata lain, seorang anggota Sangha harus menjadi Aseksual sehingga sebelum seorang Gay atau Lesbian dapat mengambil sumpah untuk menjalankan kehidupan suci, maka mereka harus meninggalkan kebiasaan seksual mereka.

Akan tetapi perlu diingat bahwa Agama Buddha juga tidak mendukung atau menggalakkan seseorang menjadi Gay atau Lesbian. Kata-kata yang lebih tepat adalah Agama Buddha menerima siapa saja dalam kondisi alami mereka untuk mengapai kebahagiaan, karena semua orang berhak untuk memperoleh kebahagiaan dan perlu dicantumkan bahwa siapapun anda, semuanya memiliki benih keBuddhaan didalam diri anda. Anda tidak perlu mencari kebahagiaan, atau mencariNya diluar diri Anda.
 
Wah.... jawabannya sangat berlimpah dan menyejukkan. Hanya juga bikin kuping panas, karna anda menyebut-nyebut 'anda'....

Kayanya sudah terjawab soal gay dan lesbian. Sama seperti yang aku rasakan juga bagaimana seharusnya memperlakukan kaum gay, lesbian dan orang-orang berorientasi sex beda yang lain.

Aku hanya ingin tahu kejelasan atau katakanlah setitik terang atau pembenaran atas apa yang seahrusnya aku lakukan bila kebetulan memiliki teman-teman seperti mereka (gay, lesbian, bisexual dll).

Secara gamblang aku mempunyai pikiran begini:
"Membiarkan sesuatu yang berbeda melakukan aktivitasnya", bukan pada koridor,
"Meluruskan sesuatu yang menyimpang"

Karena sesuatu yang menyimpang menurut orang lain, bisa saja sebenarnya tidak menyimpang, tetapi hanya karena sesuatu itu 'beda' dengan kita. Hanya karena mata dunia kita tidak sanggup melihat perbedaan mencolok di sebelah kita. Seringkali yang terlontar keluar adalah 'anda menyimpang'.

Atas penjelasan saudara Sinthung (Apa sih artinya?.... - mohon dijawab, hehehehe) ada setitik kejelasan kini. Paling tidak, saya merasa perlakukan saya terhadap teman-teman yang kebetulan 'beda' tersebut ada yang menyetujui. Dalam artian, sejauh tidak mengganggu atau mengusik aktivitas saya, go on.....

Sekali lagi makasih yah....
 
Wah.... jawabannya sangat berlimpah dan menyejukkan. Hanya juga bikin kuping panas, karna anda menyebut-nyebut 'anda'....

Kayanya sudah terjawab soal gay dan lesbian. Sama seperti yang aku rasakan juga bagaimana seharusnya memperlakukan kaum gay, lesbian dan orang-orang berorientasi sex beda yang lain.

Aku hanya ingin tahu kejelasan atau katakanlah setitik terang atau pembenaran atas apa yang seahrusnya aku lakukan bila kebetulan memiliki teman-teman seperti mereka (gay, lesbian, bisexual dll).

Secara gamblang aku mempunyai pikiran begini:
"Membiarkan sesuatu yang berbeda melakukan aktivitasnya", bukan pada koridor,
"Meluruskan sesuatu yang menyimpang"

Karena sesuatu yang menyimpang menurut orang lain, bisa saja sebenarnya tidak menyimpang, tetapi hanya karena sesuatu itu 'beda' dengan kita. Hanya karena mata dunia kita tidak sanggup melihat perbedaan mencolok di sebelah kita. Seringkali yang terlontar keluar adalah 'anda menyimpang'.
Atas penjelasan saudara Sinthung (Apa sih artinya?.... - mohon dijawab, hehehehe) ada setitik kejelasan kini. Paling tidak, saya merasa perlakukan saya terhadap teman-teman yang kebetulan 'beda' tersebut ada yang menyetujui. Dalam artian, sejauh tidak mengganggu atau mengusik aktivitas saya, go on.....

Sekali lagi makasih yah....

Anda disini maksudnya kelompok kaum gay,lesbian.^_^

'anda menyimpang' pengertiannya sangat luas,saya lihat dari segi Buddhis saja bisa dikatagorikan Moha(kebodohan batin).
 
yang menarik lebih ke 'menyimpang' yang anda artikan dalam Buddhis sebagai moha (kebodohan batin).

Aku hanya ngeri bila 'menyimpang' dijadikan landasan untuk membetulkan sesuatu yang sebenarnya hanya 'beda'.

Kemudian 'Sinthung' apasih artinya? belum dijawab tuh
 
yang menarik lebih ke 'menyimpang' yang anda artikan dalam Buddhis sebagai moha (kebodohan batin).

Aku hanya ngeri bila 'menyimpang' dijadikan landasan untuk membetulkan sesuatu yang sebenarnya hanya 'beda'.

Kemudian 'Sinthung' apasih artinya? belum dijawab tuh

Karena itulah mengapa Delapan Jalan Ariya yang dibabarkan oleh Sang Buddha meletakan Pandangan/Pengertian benar pada urutan pertama dan mengajarkan meditasi sehingga kita bertambah Bijaksana, kesadaran dsbnya.

"Para Bhikkhu, bilamana orang mengucapkan kata-kata yang merendahkan saya Dhamma dan Sangha, janganlah karena hal itu kamu membenci, dendam atau memusuhinya. Bilamana karena hal tersebut kalian marah atau merasa tersinggung, maka hal itu akan menghalangi jalan pembebasan diri kalian, dan mengakibatkan kalian marah dan tidak senang. Apakah kalian dapat merenungkan ucapan mereka itu baik atau buruk?"
"Tidak demikian, Bhante".
"Tetapi bilamana ada orang mengucapkan kata-kata yang merendahkan saya, Dhamma dan Sangha, maka kalian harus menyatakan mana yang salah dan menunjukkan kesalahannya dengan mengatakan bahwa berdasarkan hal ini atau itu, ini tidak benar, atau itu bukan begitu, hal demikian tidak ada pada kami, dan bukan kami".

Tetapi para bhikkhu, bilamana orang lain memuji Saya, Dhamma dan Sangha, janganlah karena hal tersebut kamu merasa bangga, gembira dan bersuka cita. Bila kamu bersikap demikian maka hal itu akan menghalangi jalan pembebasan diri kalian. Bilamana orang lain memuji Saya, Dhamma dan Sangha, maka kamu harus menyatakan apa yang benar dan menunjukkan faktanya dengan mengatakan bahwa, 'berdasarkan hal ini atau itu, ini benar, itu memang begitu, hal demikian ada pada kami, dan benar pada kami".

Walaupun hanya hal-hal kecil, hal-hal yang kurang berharga, atau pun karena sila, maka orang-orang memuji Tathagata. Apakah hal-hal kecil, hal-hal yang kurang berharga atau pun sila yang menyebabkan orang-orang memuji Tathagata?



SingThung = Dukkha.
 
Tanya lagi, tapi kali ini gak bakal mengenai homosexual lagi, kapok! hehehe

Gini, gimana menurut siapa saja deh pokoknya yang ada ide mengenai ajaran Buddha, tentang perkawinan campuran. Misal Co Buddha dengan Ce Islam, Ce Buddha dengan co Islam. Tanpa ada yang mau ngalah untuk mengikuti keyakinan salah satu dari keduanya. Kwin sipil, gitu lah...
 
Tanya lagi, tapi kali ini gak bakal mengenai homosexual lagi, kapok! hehehe

Gini, gimana menurut siapa saja deh pokoknya yang ada ide mengenai ajaran Buddha, tentang perkawinan campuran. Misal Co Buddha dengan Ce Islam, Ce Buddha dengan co Islam. Tanpa ada yang mau ngalah untuk mengikuti keyakinan salah satu dari keduanya. Kwin sipil, gitu lah...

Sebenarnya upacara perkawinan antar mereka yang beda agama tidaklah terlalu bermasalah dalam Agama Buddha. Hanya saja, memang disarankan untuk satu agama. Hal ini tentu ada sebabnya. Permasalahan bukan pada upacara perkawinannya, namun kehidupan dalam perkawinan itu sendiri.

Banyak permasalahan yang timbul karena perkawinan beda agama. Salah satunya adalah pemilihan lokasi pemberkahan perkawinan itu sendiri, menurut agama yang pria atau wanita. Kalau hal ini sudah dapat diselesaikan dengan baik, maka berikutnya akan timbul masalah seputar kegiatan kebaktian setiap hari Minggu, akan pergi ke tempat ibadah agama si pria atau wanita. Kalaupun masalah ini bisa diselesaikan, maka jika memiliki anak, akankah dididik menurut agama si bapak atau si ibu? Jika masalah ini sudah bisa diselesaikan dengan baik pula, maka apabila si ayah dan ibu semakin tua serta sakit-sakitan, akankah didoakan menurut agama si sakit ataukah yang sehat?

Kalaupun hal ini bisa diselesaikan, apabila salah satu meninggal dunia, akankah didoakan menurut agama yang meninggal atau yang hidup? Demikian pula dengan bentuk upacara penyempurnaan jenasahnya, begitu pula dengan bentuk makamnya, seandainya dimakamkan. Dan juga, perbedaan agama ini juga terbawa sampai dengan upacara kematian 3 hari, 7 hari, 49 hari, dan seterusnya. Akankah dilaksanakan menurut agama yang meninggal ataukah yang hidup. Dan cerita ini masih bisa diperpanjang lagi untuk melihat dengan jelas bahwa perkawinan beda agama itu sangat beresiko memicu permasalahan ekstra dalam perkawinan.

Oleh karena itulah, maka disarankan pasangan hendaknya satu agama sebelum memutuskan untuk hidup bersama dalam rumah tangga.
 
ini ada sedikit tambahan masukan..coba baca d bagian tanya jawab di www.samaggi-phala.or.id

d situ ada di bahas ttg perkawinan beda agama.
coba baca dan renungkan...ada benar nya koq. ^^
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.