@atas
Apa betul Shalawat Badar itu dilarang? boleh minta sumbernya.
Thanks
Sholaatullaah salaamullaah
alaa Thooha rosuulillaah
Sholaatullaah salaamullaah
alaa Yaasin habiibillaah
Tawassalna bi Bismillaah
wabil Haaadi Rosulillaah
wakulli mujaahidin lillaah
bi ahlil badri yaa Allaah
Ilaahi sallimi ummah
minal aafaati wannigmah
wa min hammin wa min ghummah
bi ahlil badri yaa Allaah
Ilaahi-ghfir wa akrimna binaili mathoolibin minna
wadafi masaa-ati 'anna
bi-ahlil badri yaa Allaah
bila anda mengerti dan mencermati apa arti yang terpendam didalamnya niscaya anda akan tau
ok gue disini akan menggaris bawahi yang gue anggap itu melenceng dari tauhid gue
‘
Ala Taha Rasulillah… (kepada “Taha” yaitu Rasulullah. Anda tahu darimana kata “Taha”? Taha adalah dari awal Surat Taha. Jadi huruf Taha disana diterjemahkan sebagai Rasulullah).
‘
Ala Yasin Habibillah… (kepada “Yasin” yaitu kekasih Allah, yaitu Rasulullah. Yasin juga diambil dari awal Surat Yasin, dan ia diterjemahkan sebagai Rasulullah).
Tawassalna bi bismillah… (kami bertawasul dengan kalimat bismillah)
Wa bil hadi Rasulillah… (dan kami bertawasul dengan “sang hadi” [sang petunjuk] yaitu Rasulullah)
Wa kulli mujahidil lillah… (dan kami bertawasul dengan setiap Mujahidin di jalan Allah)
Bi Ahli Badri ya Allah… (Mujahidin di jalan Allah, dari kalangan peserta perang Badar ya Allah).
Jadi isi “Shalawat Badar” ini tidak sesuai dengan akidah tauhid. Tidak ada yang mengatakan bahwa “Taha” atau “Yasin” itu adalah Rasulullah Saw. Meskipun di kalangan kaum Muslimin, ada yang memberi anaknya nama Taha atau Yasin.
Kemudian tawasul dengan Nabi, tawasul dengan Mujahidin di jalan Allah, dengan peserta perang Badar, semua itu juga tidak boleh. Jangan mengadakan perantara di antara hamba dengan Allah. Hal itu termasuk kemusyrikan yang dilarang.
Tawasul boleh dengan cara meminta doa dari orang shalih, meminta didoakan oleh Ummat Islam, atau tawasul dengan amal-amal shalih yang pernah dilakukan. Untuk hal terakhir itu pernah dilakukan oleh 3 orang musafir yang terjebak dalam gua, lalu bisa keluar setelah tawasul dengan amal-amal mereka.
Saya sarankan, jangan lagi dikembangkan Shalawat Badar itu. Ia keliru dan tidak akan membawa berkah. Malah khawatir, kita akan mengalami banyak kesulitan dengan menyebarkan hal-hal yang keliru itu. Wallahu a’lam bisshawaab.
Intinya, saya ikut pendapat yang melarang TAWASSUL dengan orang-orang yang sudah meninggal, biarpun ia ulama, orang shalih, atau Nabi. Tawassul boleh dengan meminta doa dari orang shalih, sesama Muslim, tawassul dengan amal-amal shalih. Atau misalnya berharap berkah dari Allah dengan sedekah, dengan shalat hajat, dengan qiyamul lail, dengan shaum sunnah, dengan menolong orang fakir dan berbagai amal shalih lainnya.
Kalau bagi yang percaya dengan tawassul seperti masyarakat Nahdhiyin, rata-rata setuju dengan tawasul dalam shalawat badar itu.
ا
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Al-Ahzab: 56)
Allah telah mengutus nabi Muhammad dan telah memberinya kekhususan dan kemuliaan untuk menyampaikan risalah. Ia telah menjadikannya rahmat bagi seluruh alam dan pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa serta menjadikannya orang yang dapat memberi petunjuk ke jalan yang lurus. Maka seorang hamba harus taat kepadanya, menghormati dan melaksanakan hak-haknya.
Dengan segala jasa beliau kepada umat manusia, lalu Allah menyebutkan tindakan yang pantas untuk dilakukan kepada belliau, yakni mengucapkan shalawat. Allah swt berfirman:
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Al-Ahzab: 56)
Dalam melaksanakan perintah Allah untuk bershalawat kepada nabi Muhammad saw ini, ada beberapa kekeliruan yang biasa dilakukan oleh umat Islam. Di antara kekeliruannya adalah mengkhususkan waktu yang tidak ditentukan oleh Rasulullah untuk bershalawat. Dan ada juga yang membuat bacaan shalawat yang bertentangan dengan kaidah umum dalam Agama Islam. Di antara kekeliruan itu antara lain;
1. Mengkhususkan shalawat pada bular Rabi’ul Awwal. Di bulan Rabi’ul Awwal ini sebagian kaum muslimin mengadakan peringatan atas kelahiran Nabi Muhammad saw. Di antara bentuk peringatan yang dilakukan adalah dengan memperbanyak membaca shalawat dan berzanji. Tindakan ini termasuk ke dalam bid’ah, meskipun pada dasarnya membaca shalawat itu ada perintah dari Allah dan juga sunnah Rasulullah saw. Sebab Alah dan RasulNya tidak pernah menentukan bulan Rabi’ul Awwal sebagai bulan shalawat, sebagaimana yang mereka lakukan. Berbeda halnya dengan hari Jum’at, memang kita diperintahkan untuk meperbanyak bacaan shalawat kepada Rasulullah saw.
2. Membaca shalawat-shalawat bid’ah, bahkan syirik, seperti shalawat Badar dan Shalawat Nariyah.
Shalawat sudah sangat masyhur, bahkan banyak didendangkan di dalam nasyid, yaitu shalatullah salamullah, ‘ala thaha Rasulillah… Kekeliruan shalwat ini adalah bertawasul dengan nabi, bahkan para pahlawan perang Badr. Perhatikanlah bagian dari shalawat itu, “tawassalna bibismillah, wabil hadi Rasulillah, wakulli mujahidilillah biahlil badri yaa Allah” (kami bertawasul dengan Nama Allah, dan juga dengan pembawa hidayah, Rasulullah, dan juga bertawassul dengan seluruh mujahid Allah, dengan para pahlawan badar, Ya Allah..”
Sedangkan shalawat Nariyah, adalah “Allahumma shalli shalatan kamilah….” Kekeliruannya, di dalam shalawat ini disebutkan bahwa Nabi Muhamad adalah pelepas segala problem kehidupan, sebagaimana disebutkan di dalam baitnya, “tanhallu bihil uqad, wa tuqdlo bihil hawa’ij..” (dengannya (Nabi Muhammad saw) segala ikatan akan lepas, dan segala kebutuhan akan dipenuhi)
Shalawat semacam ini bermasalah, tetapi cukup poluler di hamper semua lapisan kaum muslimin di Indonesia hari ini. Ketika ada upaya untuk mengingatkan mereka, maka tiba-tiba mereka marah. Dalam keadaan marah itu lah lalu mereka menuduh orang yang mengingatkan kekeliruan dalam bershalawat sebagai kelompok anti shalawat. Ini adalah sebuah tuduhan yang kelewat batas. Sebab yang ditolak bukan shalawat yang benar, tetapi yang ditolak adalah shalawat yang tidak benar.
Itu saja sih. @atas kalo mau debat mampir ke FA aja jangan disini. Terimakasih.