"Apabila manusia hanya ingin mencari kesenangan tanpa terlebih dahulu memberi kesenangan terhadap makhluk lain adalah pencuri. Manusia yang semena-mena menjadikan sumber hidupnya sebagai obyek kesenangan tidak disertai tindakan memelihara sama dengan perilaku pencuri. Mengambil tanpa sebelumnya memberi, menikmati dengan tidak memberi, menggunakan tanpa sikap memelihara, sama dengan perilaku pencuri."
Ada keyakinan dalam masyarakat Hindu bahwa Tuhan menciptakan alam dengan mempergunakan lima benih unsur tenaga yang disebut pancatanmatra terdiri dari,
1. Gandhatanmatra adalah benih unsur pertiwi
2. Rasatanmatra adalah benih unsur apah
3. Rupatanmatra adalah benih unsur teja
4. Sparsatanmatra adalah benih unsur bayu
5. Sabdatanmatra adalah benih unsur akasa.
Kelima jenis-jenis unsur yang disebut pancatanmatra itu kemudian masing-masing berubah menjadi atom-atom yang disebut Paramanu. Dari Paramanu itu muncullah unsur-unsur benda yang disebut Pancamahabhuta (lima unsur yang maha ada) yaitu :
1. Pertiwi adalah unsur zat padat
2. Apah adalah unsur zat cair
3. Teja adalah unsur sinar atau panas
4. Bayu adalah unsur udara
5. Akasa adalah unsur ether.
Hubungan timbal balik antara manusia dan alam harus selalu dijaga,
salah satu cara yang dipakai untuk menjaga hubungan timbal balik ini adalah dengan upacara (caru).
Ada beberapa jenis dan tingkatan caru tersebut yaitu, ekasatha, pancasatha, pancakelud, rsighana, baliksumpah, labuh gentuh, pancawalikrama dan tawur ekadasarudra (Tribhuwana, Ekabhuwana).
Untuk menyeimbangkan Tanah Jawa dan Bali juga ada riwayat penanaman Panca Datu ( lima jenis Logam) / upacara Mendem Pedagingan & Mekelem yang sampai saat ini masih dilakukan.
Panca Maha Bhuta, yang memiliki kekuatan amat besar sebagai kekuatan alam, jika tidak dikendalikan dan tidak dipelihara akan menimbulkan bencana terhadap kelangsungan hidup alam semesta.
Hubungan manusia dengan alam lingkungannya yang diwujudkan dengan Bhuta Yajna, yang diwujudkan dalam Bhuta Kala menjadi Bhuta Hita (Nyomyang Bhuta-Kala yaitu kekuatan Asuri Sampad / Sifat Keraksasaan menjadi sifat Daiwa Sampad / Sifat Kedewataan), yajna sesa, segehan, mecaru, tawur dan lain-lain, yang pada intinya adalah memelihara kesejahteraan alam semesta seperti Jagat Kerthi / kerahayuan bumi, Wana Kerthi / klestarian hutan sebagai paru-paru dunia dan menjaga penahan air, Danu Kerthi untuk kelestarian danau / air, Samudra Kethi untuk kelestaruan laut dan samudra beserta isinya)
Nyomyang Bhuta-Kala yaitu kekuatan Asuri Sampad / Sifat Keraksasaan menjadi sifat Daiwa Sampad / Sifat Kedewataan dalam tahapan prosesnya diakhiri dengan Pekelem atau Mendem Pedagingan yang berupa panca datu yang terdiri dari unsur-unsur emas, perak, tembaga, besi, dan permata mirah.
Panca datu memiliki kekuatan amat besar, jika tidak dikendalikan dan tidak dipelihara akan menimbulkan bencana terhadap kelangsungan hidup alam semesta. Di Bali Yadnya ini dilakukan dalam keseharian mulai dari yajna sesa, segehan, mecaru, tawur dan lain-lain.
Dasar Hukum Yadnya
Agama Hindu dalam menginterpretasikan hubungan timbal balik antara manusia dan alam, lingkungan hidup pada dasarnya berpangkal pada kitab suci Weda, dan kerangka dasar dari agama Hindu yaitu, Tattwa, Susila dan Upacara. Ajaran Tattwa memberikan petunjuk filosofis yang mendalam mengenai pokok-pokok keyakinan maupun mengenai konsepsi ketuhanan, sedangkan ajaran Susila merupakan kerangka untuk bertingkah laku yang baik sesuai dengan dharma, dan upacara merupakan kerangka untuk menghubungkan diri dengan Tuhan dalam bentuk persembahan.
Esensi dari upacara pada dasarnya adalah yadnya korban suci dengan hati tulus ikhlas, serta dasar hukum dari yadnya adalah “Rna” (Dewa Rna, Rsi Rna dan Pitra Rna).
Secara lebih rinci konsep-konsep dasar agama Hindu tentang hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan hidup dimulai dari konsep “Rta” dan “ Yadnya”.
Rta Sebagai bagian imanen (tak terpisahkan) dari alam. Manusia pada setiap tahap dalam kehidupannya dikuasai oleh fenomena dan hukum alam.
Yadnya merupakan hakikat hubungan antara manusia dengan alam yang terjadi dalam keadaan harmonis, seimbang antara unsur-unsur yang ada pada alam dan unsurunsur yang dimiliki oleh manusia. Hubungan timbal balik antara manusia dan alam harus selalu dijaga, salah satu cara yang dipakai untuk menjaga hubungan timbal balik ini adalah dengan upacara (caru).