• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Kunci Kepuasan Hati

Constantine

IndoForum Senior A
No. Urut
64676
Sejak
19 Feb 2009
Pesan
6.946
Nilai reaksi
320
Poin
83
Bila kita bertanya kepada seseorang, “Apakah ia sudah merasa puas dengan kehidupannya, dengan apa yang ia telah miliki atau apa yang telah ia capai?”, pada umumnya kita akan mendapatkan jawaban, “Saya belum merasa puas.” Jawaban ini mungkin sekali akan kita peroleh dari seseorang yang menurut kita sudah mapan karena memiliki gaji yang cukup besar, rumah, kendaraan, dan lain-lain. Dapat kita bayangkan bagaimana jawaban dari mereka yag belum memiliki segala sesuatu, tentu rasa tidak puas bercokol di dalam hati mereka. Lalu timbul suatu pertanyaan, “Kapan cukup dapat dikatakan cukup?” Atau, “Kapan kita dapat berkata ‘aku puas’?” Pertanyaan berikutnya, yang mungkin menjadi tanda tanya Anda selama ini adalah, “Apakah sebagai orang Kristen kita tidak boleh mengharapkan hal yang lebih baik daripada keadaan kita sekarang ini? Apakah sebagai orang Kristen kita harus menerima saja apa yang terjadi di dalam kehidupan kita? Apakah sebagi orang Kristen kita berdosa jika mengharapkan suatu kemajuan atau perbaikan di dalam kehidupan kita? Bagaimana mungkin kita dapat berkata ‘puas’ sementara kita tahu persis bahwa kita masih kekurangan?”

Berbagai Macam Ketidakpuasan
Sebelum kita melangkah lebih jauh lagi, ada baiknya kita melihat terlebih dahulu 3 macam kepuasan yang terdapat di dalam Alkitab agar pemahaman kita dapat lebih proporsional.

1. Ketidakpuasan yang Tak Wajar

Yang dimaksudkan dengan mencari kepuasan yang tak wajar adalah tindakan atau perbuatan orang-orang yang mencari kepuasan dari hal-hal yang melanggar hukkum Tuhan, misalnya dengan melakukan hubungan seks yang tidak normal atau tidak pada tempatnya, dengan mengkonsumsi obat-obatan terlarang yang merusak tubuh, melampiaskan dendam atau menindas orang lain. Yudas memberikan contoh dari penduduk Sodom dan Gomora yang mencari kepuasan yang tak wajar dari percabulan sesama jenis.

“…, sama seperti Sodom dan Gomora dan kota-kota sekitarnya, yang dengan cara yang sama melakukan percabulan dan mengejar kepuasan-kepuasan yang tak wajar, telah menanggung siksaan api kekal sebagai peringatan kepada semua orang.” (Yudas 1:6-7).

2. Ketidakpuasan yang Sia-sia
Di dalam Injil Lukas 12:13-21, Tuhan Yesus memberikan suatu perumpamaan tentang orang kaya yang bodoh yang menimbun begitu banyak harta tetapi pada akhirnya ia tidak menikmati apa yang telah ia timbun itu.

“Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah! Tetapi firman Allah kepadanya; Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?” (Lukas 12:19-20).

Mungkin Anda berkata di dalam hati, “Untung saya bukan orang kaya yang bodoh itu karena memang saya belum kaya.” Tapi mari kita melihat kehidupan kita secara jujur, apakah memang kita tidak sama dengan orang kaya yang bodoh itu? Mungkin benar Anda dan saya tidak memiliki simpanan uang yang tidak habis dipakai bertahun-tahun lamanya, tetapi mari lihat lemari baju kita, dapur, gudang kita. Apakah di sana terdapat banyak baju yang kita beli dan masih bagus-bagus, tetapi sudah bertahun-tahun tidak kita pakai? Apakah di sana terdapat banyak panci dan peralatan masak lainnya yang tidak terpakai selama bertahun-tahun, bahkan ada yang sejak dibeli tidak pernah dipakai? Berapa banyak sepatu yang kita beli sekalipun kita tahu bahwa hanya satu pasang saja yang dapat kita pakai pada satu saat. Pembelian barang-barang yang tidak terpakai seperti ini hanyalah merupakan penimbunan yang sia-sia dan salah satu contoh dari mencari kepuasan yang sia-sia. Kita menganggap waktu adalah uang, itu sebabnya kita bekerja dengan sekeras-kerasnya. Ketika kita sudah mendapatkan uang, kita belanjakan uang tersebut untuk hal-hal yang tidak kita perlukan tetapi hanya untuk kepuasan saja. Contoh yang lain adalah mencari kepuasan yang sia-sia adalah dengan menonton film, setiap ada film baru pasti ditonton dan dikoleksi VCD-nya. Mulai dari film setan, jin dan hantu sampai ke film dewa-dewi; dari film drama yang banyak menguras air mata hingga film komedi yag mengocok perut; dari film laga Jacky Chen sampai ke film action Mission Impossible. Namun, setelah beberapa tahun, semuanya tidak ada gunanya, tidak ada yang diingat, tidak ada yang mendatangkan manfaat, jadi produser film pun tidak. Waktu terbuang percuma, uang pun hilang.

3. Ketidakpuasan yang Mendatangkan Berkat
Ketidakpuasan juga ada yang positif dan membangun, yaitu ketidakpuasan akan keberadaan diri kita yang masih belum menjadi berkat yang maksimal. Contohnya adalah para rasul yang tidak merasa puas dengan pelayanan mereka karena masih ada kelompok yang terabaikan. Keinginan mereka adalah semua orang dilayani dengan baik. Keinginan mereka, pelayanan mereka semakin hari semakin memberkati banyak orang dengan seadil-adilnya. Inilah suatu ketidakpuasan yang positif. Kita akan terus berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk kepentingan Kerajaan Allah dan sesama.

“Berhubung dengan itu kedua belas rasul itu memanggil semua murid berkumpul dan berkata: Kami tidak merasa puas, karena kami melalaikan firman Allah untuk melayani meja.” (Kisah Para Rasul 6:2).

Rahasia Kepuasan Hati Rasul Paulus
Yang akan kita bahas di sini adalah sehubungan dengan ketidakpuasan pada point yang kedua, yaitu bagaimana caranya agar kita dapat merasa puas di dalam keadaan kita yang “berkelimpahan” sehingga kita tidak membuat hal yang sia-sia dan jua bagaimana caranya agar kita dapat merasa puas dan cukup ketika berada di dalam keadaan yang berkekurangan atau berada di dalam masa-masa yang sulit. Untuk hal ini, kita akan belajar dari ahlinya, yaitu Rasul Paulus yang pernah berkata, “Aku sangat bersukacita dalam Tuhan, bahwa akhirnya pikiranmu dan perasaanmu bertumbuh kembali untuk aku. Memang selalu ada perhatianmu, tetapi tidak ada kesempatan bagimu. Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan, sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan. Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan.” (Filipi 4:10-12). Apakah rahasianya yang membuat Rasul Paulus dapat merasa cukup atau puas di dalam segala keadaan yang dialaminya? Tetap dapat memuji Tuhan dan bersyukur sekalipun ia kenyang atau kelaparan, berkelimpahan atau kekurangan? Mari kita lihat satu per satu:

1. Paulus percaya sekali kepada Yesus
Salah satu ayat yang paling banyak dikutip oleh orang Kristen dan sempat juga bertengger di jubah dan celana pendek Evander Holyfield ketika ia bertarung dengan Mike Tyson adalah, “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.” (Filipi 4:13). Ayat ini bukan saja indah terdengar tetapi merupakan satu kunci rahasia yang besar mengapa Rasul Paulus dapat menanggng apa pun, di dalam keadaan apa pun dan di mana pun. Ia percaya dan meletakkan kekuatannya kepada Tuhan Yesus! Kekuatan yang dari Tuhan inilah yang membuat Rasul Paulus dapat menanggung semua keadaan. Rasul Paulus sadar benar bahwa kehidupan di dunia ini tidak mudah namun keras, tetapi ia juga sadar dan mengetahui, bahwa kekuatan dan kuasa Tuhan Yesus sanggup menolongnya untuk melewati masa-masa yang sukar itu.

2. Paulus tahu sumber kepuasan itu
Masih dalam kitab yang sama, Rasul Paulus mengungkapkan sebuah hiasan dinding namun sayangnya kurang dihayati dengan benar. Ketika orang-orang dunia berusaha untuk mencari kepuasan dari hal-hal yang duniawi, Rasul Paulus sudah menemukan bahwa semua kepuasan itu hanya berasal dari Allah saja. Rasul Paulus tahu bahwa hanya Allah saja yang dapat memberikan semua keperluan kita termasuk ketenangan dan kepuasan di dalam hati. “Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaanNya dalam Kristus Yesus.” (Filipi 4:19). Rasul Paulus langsung mencari ke Sumbernya. Rasul Paulus langsung mencari Pencipta dan bukan mencari benda-benda ciptaan yang dapat memuaskan hati orang hanya untuk sementara waktu. Rasul Paulus langsung mencari Sumber sukacita dan kepuasan itu sendiri. Jika kita mendapatkan Sumber kepuasan itu, yaitu Allah sendiri, maka hati kita akan senantiasa dipenuhi oleh kepuasan; namun, jika hati kita dipenuhi oleh hal-hal duniawi, maka kita akan selalu merasa tidak puas. “Jawab Yesus kepadanya: Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi, tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal.” (Yohanes 4:13-14).

3. Paulus tidak membiarkan dirinya dikuasai oleh keadaan
Paulus menulis kitab Filipi ini ketika ia berada di penjara. Hatinya pun sedang cemas karena ada pekerja-pekerja Kristen yang menentangnya dan di dalam jemaat di Filipi ada orang-orang yang mengajarkan ajaran-ajaran yang menyesatkan. Tetapi di dalam keadaan yang sedemikian tidak mengenakkan, ia masih dapat berkata dan menghibur jemaat di Filipi, “Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!” (Filipi 4:4). Mengapa hati dan pikiran Rasul Paulus tidak terganggu dengan situasi yang tidak nyaman ini? Karena Rasul Paulus mengerti apa artinya puas atau cukup, dan ia tidak membiarkan dirinya dikuasai sesuatu yang lain selain daripada Tuhan Yesus sendiri.
Pada umumnya kita mempunyai konsep atau pandangan yang mengatakan miskin dan kekurangan adalah buruk, sedangkan kaya dan berkelimpahan adalah baik. Kita diajarkan bahwa kehilangan adalah buruk dan menerima adalah baik. Di dalam hati kecil kita, kita berpendapat bahwa hidup sederhana adalah memalukan, hidup mewah adalah membanggakan. Dengan pandangan-pandangan seperti ini kita membentuk penilaian bahwa memiliki segala sesuatu adalah ukuran kepuasan sehingga bilamana kita tidak memiliki sesuatu itu kita menjadi tidak puas dan merasa belum mengatakan ‘cukup’.
Rasul Paulus tidak menggunakan ukuran kebendaan duniawi untuk menentukan apakah hatinya akan merasa puas atau tidak, tetapi ia melihatnya dengan pandangan lain: benda-benda atau apa pun yang terjadi di dunia ini tidaklah menjadi penentu atau ukuran kepuasannya. Benda-benda di dunia ini dan apa yang terjadi di dalam hidupnya, bukanlah hal yang sepatutnya menentukan suasana hatinya. Ia memang masih membutuhkan segala sesuatu yang ada di dunia ini, tetapi hal-hal itu tidak dapat mengendalikan hidupnya. Ia sudah mengalami semua sisi ekstrim dalam kehidupan ini: dukacita dan sukacita, kesukaran dan kemudahan, dihormati dan dihina, diumpat dan dipuji, dan lain-lain.
“Sebaliknya, dalam segala hal kami menunjukkan, bahwa kami adalah pelayan Allah, yaitu: dalam menahan dengan penuh kesabaran dalam penderitaan, kesesakan dan kesukaran, … ketika dihormati dan ketika dihina; ketika diumpat atau ketika dipuji; ketika dianggap sebagai penipu, namun dipercayai, sebagai orang yang tidak dikenal, namun terkenal; sebagai orang yang nyaris mati, dan sungguh kami hidup; sebagai orang yang dihajar, namun tidak mati; sebagai orang berdukacita, namun senantiasa bersukacita; sebagai orang miskin, namun memperkaya banyak orang; sebagai orang tak bermilik, sekalipun kami memiliki segala sesuatu.” (2 Korintus 6:4, 8-10).
Itulah sebabnya di dalam keadaan apa pun tidak membuatnya merasa tidak puas. Tidak ada hal yang rahasia bagi Rasul Paulus, semua sudah dialaminya dan semua perkara itu tidak bisa menipunya dengan meletakkan ketidakpuasan, kekecewaan, kepahitan, dan lain sebagainya. “Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun salam hal kekurangan.” (Filipi 4:12).
Alangkah indahnya jika kita semua mempunyai pengetahuan yang sama seperti Rasul Paulus, tahu apa yang penting dan berharga di dalam hidup kita.

4. Paulus menujukan matanya pada perkara yang kekal
Hal lain yang menjadi kunci rahasia Rasul Paulus yang dapat merasa puas dengan apa yang dia miliki dan apa yang dia alami adalah ia menujukan pandangan matanya melebihi dari apa yang dpat dilihat oleh mata jasmaninya. Ia melihat sampai jauh ke Sorga di kekekalan. “Jadi akhirnya, saudara-saudara semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.” (Filipi 4:8). Rasul Paulus tidak terganggu hati dan pikirannya sekalipun ia berada di dalam penjara karena ia melihat bahwa hal itu adalah mulia. Rasul Paulus tidak berkecil hati dengan keadaannya yang tidak berkelimpahan karena ia tahu apa yang ia kerjakan sebagai penjual tenda adalah pekerjaan yang benar dan suci.
Rasul Paulus belajar meresapi dan melakukan apa yang dikatakan oleh Tuhan Yesus, “Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.” (Matius 6:19-20). Pandangan mata Rasul Paulus tertuju kepada Sorga, kepada hal-hal yang kekal. Secara ekstrim ia mengatakan pada kitab yang sama, “Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus.” (Filipi 3:7-8). Semuanya dianggap sampah jika dibandingkan dengan Tuhan Yesus, artinya hal-hal lain itu tidak ada nilainya. Itu sebabnya Rasul Paulus tidak kecewa jika ia tidak memiliki sampah dunia ini. Perlu kita pahami dengan benar, bahwa Rasul Paulus tidak mengatakan bahwa harta dunia ini tidak diperlukan karena ia bersyukur untuk bantuan yang dikirimkan kepadanya (Filipi 4:10, 14, 18), yang ia katakan semuanya sebagai sampah adalah jika dibandingkan dengan kemuliaan Kristus.
Hal ini agak senada dengan apa yang disampaikan oleh Pengkhotbah dengan bahasa yang lebih vulgar, “Aku tidak merintangi mataku dari apa pun yang dikehendakinya, dan aku tidak menahan hatiku dari sukacita apa pun, sebab hatiku bersukacita karena segala jerih payahku. Itulah buah segala jerih payahku. Ketika aku meneliti segala pekerjaan yang telah dilakukan tanganku dan segala usaha yang telah kulakukan untuk itu dengan jerih payah, lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin; memang tak ada keuntungan di bawah matahari.” (Pengkhotbah 2:10-11). Tidak ada yang tersembunyi bagi Pengkhotbah, semua sudah ia rasakan, tapi ia mengatakan semuanya itu sia-sia. Tidak ada keuntungan “di bawah matahari” , jika ingin puas dan bahagia, lihatlah apa yang ada “di atas matahari”. Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintahNya, karena ini adalah kewajiban setiap orang.” (Pengkhotbah 12:13).
Hanya dari Allah saja kita akan mendapatkan kepuasan yang sejati, oleh karena itu arahkanlah mata dan hati kita kepada Sorga dan Allah!

source: Renungan Harian Manna Sorgawi
 
ow pantes kayak pernah baca...ternyata dari mana sorgawi toh....^^

nice kk, kalo bisa updated terus biar orang2 yang belum sempet or belum ada mana sorgawi, bisa baca secara online yang tentunya menguatkan loch...

nice^^
 
sori juragan .in this life..apa melihat kisah para rasul neh
karena jujur standar kita gak sampai kesana gan minimal ngikuitn jejaknya ajah sulit.
kalo buat gw juragan,kunci kepuasan hati kita tuh ada dalam diri kita sendiri gan.

tinggal sekarang mencocokn sudah sesuai dengan rencana tuhan belun ...gitu ajah juragan,kan mengiman kristen itu kan pilihan..mau yang baik apa yang tidak..nah kalo kita sehari saja tidak melakukan dosa dan sukses..cuba giman rasanya
 
sori juragan .in this life..apa melihat kisah para rasul neh
karena jujur standar kita gak sampai kesana gan minimal ngikuitn jejaknya ajah sulit.
kalo buat gw juragan,kunci kepuasan hati kita tuh ada dalam diri kita sendiri gan.

tinggal sekarang mencocokn sudah sesuai dengan rencana tuhan belun ...gitu ajah juragan,kan mengiman kristen itu kan pilihan..mau yang baik apa yang tidak..nah kalo kita sehari saja tidak melakukan dosa dan sukses..cuba giman rasanya

juragan?/? /?

Memang sih itu bukan standar mutlak. Namun, kita bisa belajar dan berusaha. Sesulit apapun kalau kita berusaha pasti bisa. Rasul Paulus dalam renunagn diatas hanya sekedar contoh. "Kunci kepuasan hati kita tuh ada dalam diri kita sendiri" -----> /no1
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.