roughtorer
IndoForum Senior A
- No. Urut
- 44416
- Sejak
- 24 Mei 2008
- Pesan
- 6.755
- Nilai reaksi
- 174
- Poin
- 63
Pagi ini, agak mendung, aku sedang sarapan pagi (iya dong, masa sarapan siang) yang cukup lumayan lah. Bisa bikin kenyang dan nyaman. Dengan penutup 2 gelas kopi tok dan beberapa batang rokok.
Ngomong soal rokok, jadi teringat beberapa orang yang anti merokok. Sangat anti, dan aku kira bahkan sampai berlebihan. Dengan alasan tidak mau menjadi perokok pasif, maka terjadi sebuah alienisasi pada sebahagian orang.
Mana yang lebih berbahaya (kalo dipikir-pikir) asap monoksida kendaraan bermotor dari pada asap rokok (yang sedap… heheh)?
Atau mungkin lebih gaya atau memang tidak menyadari atau mungkin terlalu sempit cara berpikirnya. Atau mungkin yah… fanatik banget dengan kesehatan. Atau, masing-masing punya alasan sendiri untuk membenarkan diri, barangkali.
Aku perokok. Berat malah. Sudah mulai banyak aku melihat kawan menjauh setelah tidak lagi terperangkak asap rokok. Asosialisasi terjadi. Mungkin aku yang harus segera ikut arus. Atau mungkin aku sudah sangat terikat dengan rokok yang katanya (di LOTR, hahahah) dibawa oleh bangsa hobbit ke middle earth.
Merokok memang merugikan kesehatan. Merusak jantung, paru, mempengaruhii kerja otak dsb. Tapi dalam jumlah yang sangat kecil. menjadi berbahaya bila dilakukan terus menerus dengan jumlah yang semakin banyak, semakin parah.
Namun rokok juga meningkatkan kreativitas (berapa banyak seniman yang tidak merokok?), bisa menambah pergaulan (sangat susah berjualan dengan tidak merokok - paling tidak ditempatku). Bisa menambah pergaulan (dan ini jelas berhubungan dengan relasi dan koneksi yang fital di marketing). Jangan sampe kamu gagal menjual produk kamu (mobil, komputer dsb) hanya karena kamu dianggap pelit.
Dan lebih luas lagi, berapa triliun sudah disumbangkan perokok kepada negara untuk pembangunan? untuk subsidi? untuk korupsi pejabat? Asal tahu saja, pajak terbesar di Indonesia itu datang dari rokok. Kalo gak ada rokok, mungkin sudah dari kemaren-kemaren negri ini sudah kolaps.
Aku juga tidak anti dengan yang anti rokok. Tidak juga menjadi orang yang membujuk orang lain untuk merokok (untuk apa juga? aku gak jualan rokok, justru rokok menggerogoti kesehatan dan penghasilanku). Jangan salah pengertian kalo aku (tanpa bermaksud mewakili siapapun) mencoba memberikan padandangan lain tentang rokok. yang seperti biasa, pasti kontroversi.
Karena, pandangan kita seperti yangs udah diketahui memang sudah terpola. Ada patern yang sangat susah ditembus. Sudah diiklankan sedemikian rupa, lewat layar kaca, media tulis, dll. Tapi pabriknya tidak pernah ditutup, bahkan semakin banyak, dan pajaknya dinaikkan terus.
Dibutuhkan sebuah kedewasaan untuk berhenti merokok. Diperlukan sebuah keputusan yang mungkin sangat berat untuk stop merokok. Tapi juga dibutuhkan kecuekan luar biasa untuk masa bodo dan tetap merokok. Juga diperlukan mental baja untuk siap-siap dijauhi orang lain (saat asap menghembus nikmat) saat kita sedang merokok.
Dan apapun alasannya, kembali ke hak asasi manusia. Setiap manusia berhak untuk menentukan kesehatannya. Selagi masih legal, biarkan saja siapa saja mau merokok. Biarkan saja mereka anti rokok, biarkan saja banyak korban rokok. Biarkan saja berapa orang yang mati tahun ini karna asap rokok.
Kamu punya pilihan kok.
Bagi aku sendiri, aku tergantung pada rokok. Aku butuh rokok setiap saat. Aku mungkin akan kehilangan beberapa kedekatan gara-gara rokok. Aku tahu semua resiko merokok. Tapi rokok tetap rokok, dibenci tapi diperlukan.
Mungkin lebih mudah mutusin pacar daripada mutusin rokok. Mungkin lebih mudah pisah ranjang dari pada pirah rokok. Hahahaha…. sampe segitunya.
Walau aku tak pernah dapat penghargaan apapun dari Gudang Garam
Ngomong soal rokok, jadi teringat beberapa orang yang anti merokok. Sangat anti, dan aku kira bahkan sampai berlebihan. Dengan alasan tidak mau menjadi perokok pasif, maka terjadi sebuah alienisasi pada sebahagian orang.
Mana yang lebih berbahaya (kalo dipikir-pikir) asap monoksida kendaraan bermotor dari pada asap rokok (yang sedap… heheh)?
Atau mungkin lebih gaya atau memang tidak menyadari atau mungkin terlalu sempit cara berpikirnya. Atau mungkin yah… fanatik banget dengan kesehatan. Atau, masing-masing punya alasan sendiri untuk membenarkan diri, barangkali.
Aku perokok. Berat malah. Sudah mulai banyak aku melihat kawan menjauh setelah tidak lagi terperangkak asap rokok. Asosialisasi terjadi. Mungkin aku yang harus segera ikut arus. Atau mungkin aku sudah sangat terikat dengan rokok yang katanya (di LOTR, hahahah) dibawa oleh bangsa hobbit ke middle earth.
Merokok memang merugikan kesehatan. Merusak jantung, paru, mempengaruhii kerja otak dsb. Tapi dalam jumlah yang sangat kecil. menjadi berbahaya bila dilakukan terus menerus dengan jumlah yang semakin banyak, semakin parah.
Namun rokok juga meningkatkan kreativitas (berapa banyak seniman yang tidak merokok?), bisa menambah pergaulan (sangat susah berjualan dengan tidak merokok - paling tidak ditempatku). Bisa menambah pergaulan (dan ini jelas berhubungan dengan relasi dan koneksi yang fital di marketing). Jangan sampe kamu gagal menjual produk kamu (mobil, komputer dsb) hanya karena kamu dianggap pelit.
Dan lebih luas lagi, berapa triliun sudah disumbangkan perokok kepada negara untuk pembangunan? untuk subsidi? untuk korupsi pejabat? Asal tahu saja, pajak terbesar di Indonesia itu datang dari rokok. Kalo gak ada rokok, mungkin sudah dari kemaren-kemaren negri ini sudah kolaps.
Aku juga tidak anti dengan yang anti rokok. Tidak juga menjadi orang yang membujuk orang lain untuk merokok (untuk apa juga? aku gak jualan rokok, justru rokok menggerogoti kesehatan dan penghasilanku). Jangan salah pengertian kalo aku (tanpa bermaksud mewakili siapapun) mencoba memberikan padandangan lain tentang rokok. yang seperti biasa, pasti kontroversi.
Karena, pandangan kita seperti yangs udah diketahui memang sudah terpola. Ada patern yang sangat susah ditembus. Sudah diiklankan sedemikian rupa, lewat layar kaca, media tulis, dll. Tapi pabriknya tidak pernah ditutup, bahkan semakin banyak, dan pajaknya dinaikkan terus.
Dibutuhkan sebuah kedewasaan untuk berhenti merokok. Diperlukan sebuah keputusan yang mungkin sangat berat untuk stop merokok. Tapi juga dibutuhkan kecuekan luar biasa untuk masa bodo dan tetap merokok. Juga diperlukan mental baja untuk siap-siap dijauhi orang lain (saat asap menghembus nikmat) saat kita sedang merokok.
Dan apapun alasannya, kembali ke hak asasi manusia. Setiap manusia berhak untuk menentukan kesehatannya. Selagi masih legal, biarkan saja siapa saja mau merokok. Biarkan saja mereka anti rokok, biarkan saja banyak korban rokok. Biarkan saja berapa orang yang mati tahun ini karna asap rokok.
Kamu punya pilihan kok.
Bagi aku sendiri, aku tergantung pada rokok. Aku butuh rokok setiap saat. Aku mungkin akan kehilangan beberapa kedekatan gara-gara rokok. Aku tahu semua resiko merokok. Tapi rokok tetap rokok, dibenci tapi diperlukan.
Mungkin lebih mudah mutusin pacar daripada mutusin rokok. Mungkin lebih mudah pisah ranjang dari pada pirah rokok. Hahahaha…. sampe segitunya.
Walau aku tak pernah dapat penghargaan apapun dari Gudang Garam