• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

[kisah nyata/no sara] jangan panggil aku cina...

rahmadi82

IndoForum Newbie F
No. Urut
68757
Sejak
16 Apr 2009
Pesan
3
Nilai reaksi
0
Poin
1
Saya membuat tulisan ini bukan untuk membela diri, membela seseorang, ataupun menyerang orang lain. Saya membuat artikel ini semata-mata karena ingin mencurahkan pemikiran saya dalam bentuk tulisan, bukan makian, serta siapa tahu bisa memperluas sudut pandang para KoKiers tercinta.

Saat di KoKi saya menyadari betapa masih bodoh dan sempitnya pikiran saya, dan berusaha belajar kepada para ‘Mpu’ (Mpu WES, Mpu Iwan Kamah, Mpu JC, Mpu HL, Mpu LR, dll) lewat artikel-artikel yang barangkali tak akan saya dapatkan dimanapun. Hanya saja akhir-akhir ini kepala saya mulai cenut-cenut, tenggorokan kering, gatal-gatal, susah buang air dan susah mingkem (kaya gejala panas dalam …. duile ga segitunya seh! ), jika sudah membaca makian yang menjurus ke arah SARA. Entah apapun yang dipertengkarkan, dari masalah artikel plagiat, BBM, dan yang lainnya, pasti akan berujung ke arah makian SARA (padahal si Sara lagi santai di Hawaii).Saya sadar bahwa pertengkaran-pertengkaran itu harus saya terima sebagai salah satu bentuk kedinamisan KoKi. Hanya saja tanpa disadari oleh si pemaki, mungkin saja makian yang telah asal dilontarkan (menurut si pemaki bukanlah makian, tapi cuma perdebatan), bisa menyakiti hati, menimbulkan kebencian baru ataupun dendam kesumat di hati yang lainnya. Ibarat paku yang sudah tertancap, biarpun telah dicabut pakunya akan meninggalkan bekas yang tak mungkin bisa hilang selamanya.

Saya akan menceritakan sekelumit kehidupan saya, yang mungkin bisa membuat KoKiers ngantuk, bosan, dan ingin ke toilet ….. jadi silahkan menyiapkan cemilan, kopi, singkong rebus ataupun gambar HOT untuk membuat mata melek.

Saya dilahirkan dari sebuah keluarga sederhana. Ibu saya adalah seorang Tionghoa yang dibawa oleh ayahnya dari Tiongkok ke Indonesia saat masih berusia 2 tahun. Saat itu nenek tengah hamil besar. Mereka datang ke Indonesia untuk menghindari tentara Jepang yang tengah masuk ke Tiongkok, yang kata nenek gemar membayonet perut orang hamil. Setelah dewasa, ibu dan saudara-saudaranya memutuskan menjadi WNI dan tinggal di Indonesia, meskipun kakek saya kembali lagi ke Tiongkok setelah nenek meninggal.

Ayah saya adalah hasil pernikahan campuran. Ibunya setengah Tionghoa setengah Indonesia, menikah dengan ayahnya yang putra Madura asli. Ayah saya tak pernah mengenyam pendidikan. Sejak kecil beliau sudah bekerja di pelabuhan sebagai kuli angkut dan kadang-kadang membantu petani garam. Beliau sangat mahir menyelam dan percaya atau tidak, beliau lancar membaca dan menulis. Beliau juga yang mengajar saya wudhu, sholat, dan menceritakan kisah tentang nabi-nabi kepada saya.

Ibu sudah menikah dengan seorang Tionghoa kaya pemilik toko kelontong dan mempunyai 5 orang anak, saat bertemu ayah. Tapi karena ibu mengalami KDRT serta tak mau dipoligami, beliau menerima ajakan ayah untuk kimpoi lari. Saya baru menyadari belakangan mengapa ibu rela meninggalkan hidup berkecukupan untuk menikahi ayah (yang walau tampan tapi tak punya apa-apa), setelah melihat ibu dengan mata menerawang membakar surat-surat cinta yang berisi puisi-puisi dari ayah beberapa hari setelah ayah meninggal. Ternyata ayah saya romantis bo! Rasa-rasanya keahlian saya untuk berpantun seks bersama Aimee, JL, Burpit, Pak Sirpa, dan Eda Rosda, juga menurun dari beliau.

Pernikahan ayah dan ibu menghasilkan 4 orang anak. Kakak-kakak saya rata-rata berkulit sawo matang dan bermata lebar, hanya saya yang berkulit putih dan bermata sipit. Dua kakak saya adalah muslim, hanya saya dan seorang kakak yang memutuskan mengambil jalan berbeda.

Sampai akhir hayatnya ibu selalu mendampingi ayah, meski ayah terbaring sakit dan membutuhkan biaya besar. Ibu tak pernah menyerah, meski biasa hidup berkecukupan lalu harus banting tulang mencari nafkah, merawat ayah, dan mengurus anak-anaknya. Dengan keadaan ekonomi seperti itu, kami hanya mampu tinggal di lingkungan yang bisa dibilang keras. Jangan ditanya intimidasi apa yang sering saya alami di lingkungan keras seperti itu. Saat ayah masih hidup, hal itu tak terlalu sering saya alami. Tapi sejak ayah meninggal, segalanya jauh lebih sulit.

“ Woi Cina, jangan main sama adikku!”

“Dasar Cina makan babi kau!” padahal makan daging ayam saja kami sering tak mampu ….. hihihi.

“ Eh Cina, pulang sana ke negaramu! Menuh-menuhin Indonesia saja!” kata guru PMP saya dulu, padahal saya selalu juara kelas.

Saya sering pulang dengan mata sembab bekas menangis.

“Ibu, Cina itu apa sih? Kenapa Nat selalu dibilang Cina, padahal kita kan orang Indonesia?”

Biasanya ibu hanya menyuruh saya sabar dan tak meladeni, tanpa menjawab pertanyaan saya. Katanya kita ini minoritas, jadi ngalah saja. Tetapi saya tetap tak paham. Hanya satu hal yang saya pahami, jadi Cina itu aib, seperti penyakit kotor yang memalukan, padahal saya sehat-sehat saja. Tapi kelamaan dihina membuat saya belajar membela diri.

“Woi, ada Cina lewat, godain yuk!” batu dan pasirpun dilempar ke arah saya, saya menghampiri gerombolan anak laki-laki itu dan menonjok sang provokator. Jika jumlah mereka terlalu banyak, saya balas melempar batu dan kabur secepat kilat.

“Eh Cina, pulang saja ke negaramu!” saya akan menjawab, “ Perasaan Tuhan menciptakan bumi untuk dinikmati semua orang, Cina juga berhak hidup, Bu! ” hasilnya saya sering disetrap guru PMP.

“Dasar Cina tak tahu diri lu!” saya akan menjawab, “ Hidup Cina! Horee!” dengan gaya seorang juara mengacungkan piala, hingga saya dicap gila.

Lalu ada yang mencolek anggota tubuh, “Cina jual mahal lu! ” saya balas melempar sandal dan menendangnya.

Hasilnya saya pulang dengan bibir pecah, hidung berdarah, dan wajah babak belur karena dihajar preman itu, untung ada seorang Pak Haji yang menolong saya. Ibu sampai geleng-geleng kepala dan mengamuk. Berbagai hukuman dan ceramah tentang ‘minoritas’ saya terima.

Bertahun-tahun saya malu dan merasa bersalah menjadi Cina, seperti sebuah dosa yang harus saya tanggung. Padahal dosa-dosa saya pribadi sudah cukup berat, saya tak mau jika harus menanggung dosa yang katanya dulu dilakukan ‘leluhur’, yang membuat hancur citra orang Tionghoa di Indonesia. Sesungguhnya panggilan Cina itu saja sudah cukup membuat trauma, sama halnya seperti ‘the N-word’ untuk orang hitam.





Perasaan malu itu selalu ada dan membayangi, hingga saya bertemu dengan seseorang yang banyak berpengaruh dalam hidup saya. Orang itu adalah bos saya. Kesan pertama saat saya bertemu dengannya adalah segan. Orangnya hitam, lebar, botak, hidungnya mekar, sangar pula. Tetapi don’t judge a book by its cover, karena dari isi kepala botaknyalah saya banyak belajar tentang segala hal. Beliau sering mengajak saya berdiskusi tentang pekerjaan, hidup, jodoh, hingga agama. Beliau adalah anak seorang jenderal, jenderal jujur yang hidup tidak bergelimang harta hingga akhir hayatnya. Beliau membuat seorang Tionghoa seperti saya mengenal pengamat militer, duta besar, menteri, jenderal teman bapaknya, ataupun orang-orang yang tak pernah saya bayangkan bisa saya kenal sebelumnya. Biarpun kenalannya hebat-hebat, tapi jangan tanya keuangan perusahaan. Beliau tak pernah mau memakai koneksi dan surat sakti. Perusahaan kami miskin, saya pernah tak digaji berbulan-bulan, bahkan memakai uang pribadi untuk perusahaan.

Beliau seperti ayah yang saya cari-cari selama ini. Beliau adalah seorang muslim yang mengajarkan bahwa perbedaan itu indah, bahwa bukanlah kesalahan saya menjadi seorang Tionghoa. Karena kalau boleh memilih, saya tak kan pernah mau dilahirkan jadi Tionghoa di Indonesia, saya akan lebih memilih jadi bule Selandia Baru (???) hahaha …. Beliau mengajarkan bahwa saya harus bangga menjadi Tionghoa yang lahir di Indonesia, karena kami biasanya ulet dan tahan banting. Beliau yang membuka wawasan saya bahwa Islam itu cinta damai dan melindungi wanita, bahwa Islam itu indah, tidak kaku dan menakutkan seperti yang saya bayangkan sebelumnya.

Apa yang sudah terjadi dan saya lalui, saya hanya mengambil hikmahnya. Saat teman-teman mengajak kabur ke luar negeri pada kerusuhan Mei 1998, saya tak mau pergi. Selain karena tak punya uang dan ada ibu yang harus saya jaga, saya juga mencintai negara ini. Saya ingin hidup dan mati hanya disini ( cinta membabi buta, kata seorang teman saya), kecuali kalau ada yang ingin mengajak saya honeymoon ke Selandia Baru, heheheh!

Sampai sekarang saya masih dalam tahap belajar menerima perbedaan. Bahwa tidak semua orang bisa menerima perbedaan, dan akan menjadikan perbedaan itu sesuatu yang layak untuk dipermasalahkan. Mohon maaf yang setulus-setulusnya, bila tulisan saya masih banyak kekurangan dan menyinggung perasaan banyak pihak.

http://community.kompas.com/index.php/read/artikel/2723
 
PERTAMAX

waw gile, bosnya baik bngt yah.. berkharisma :) kalo ga ktemu bosnya gmn tuh /hmm

nice post /no1
 
dunia ini tidak semuanya sampah, tidak juga permata.
 
a great inspiring story, ini yg kita katakan dengan selalu ada putih dalam setiap titik hitam
 
sekul sya banyak yg cina...
tapi hidup rukun...
moga2 jangan jadi kaya yang ts ceritain....
 
Tragedi Mei 98 emank sangat membekas, suatu tragedi Kemanusiaan yang sangat memilukan dan mungkin merupakan suatu tragedi yg tdk ingin di kenang oleh Bangsa Indonesia..
Dari semua itu pastilah ada Provokatornya, Perencanaan yang sudah tersusun dengan baik..

Namun tidak mungkin Semua Orang harus menanggung Dosa yang telah dilakukan oleh segelintir Orang biadab.

SARA emank sering terjadi, dan tidak disangkal klu suku Tionghoa sering di diskriminasi karena minoritas..
TIdak lah perlu malu untuk menjadi suku Tionghoa, bukankah banyak jg suku Tionghoa yg telah mengharumkan nama INDONESIA ?
Contoh yg paling gampang saja, Siapa pemain bulutangkis suku Tionghoa yg pernah mengharumkan nama Indonesia ??
Pasti tau donk.... :D:D

Ambillah 1 kesimpulan, bahwa tidak semua suku itu jahat dan jg tidak semuanya baik..
Baik buruknya seseorang bukan ditentukan oleh suku nya namun dari karakter diri sendiri dan pemahaman yg di terima dari pergaulannya.
Yang penting ingatlah pada TYME..
 
tidak usah malu jadi orang cina
toh orang2 cina juga punya kelebihan
gw juga oke2 aja jadi orang cina
 
Selama pribumi dan oriental masih dapat mengeratkan rasa persatuan, nggak mungkin persatuan tersebut dapat diraih..

Gu sebagai orang pribumi, menghargai orang2 non pribumi :D


Mulailah dari diri sendiri untuk menghargai orang lain, tanpa membedakan ras, suku dan agama. :D
 
Yap, menghargai orang lain itu dimulai dengan menghargai diri sendiri /no1
 
tempat gw julukanya cina loreng heheh jangan marah ye.
santai aj bro biasanya yang hinaan punya sikap iri ama pemberian yang diatass jadi santai aj positif thinkking < salh ya nulisnya.hahaha

aq ngrasa perbedaan asik bisa bertukar pikiran n nambah wawasan.
lagian dunia ini luas g usah minder busngkan dada, mata kedepan pandang masa depan, klu makan ati mulu lama2kena kolestrol.:D:D:D
 
Sungguh, aku terharu sama artikel ini, yah walau pun aku "wong jowo" sih.. /heh

yang penting semua ada hikmah nya sih, kadang2 aku pun berpikir pingin jadi orang tionghoa, bule, dan juga negro..

dan aku paling benci, kok masih ada yg suka ngolok2 tentang ras, kayak dasar singkek, dasar jawa, dasar wana, dan lain2
 
so skarang panggillan cina untuk orang2 tionghoa kek kita bro... udah jadi bahan panggillan yang cepet n praktis....
dan juga klo dipanggil kek gtu jgn marah.... kita tanggapin dengan apa adana aja....
kita g peduli mereka mw manggill kita aapa asal manggill yang baik2 aja jng pangiil...
yang aneh2 aja....... so nikmati lah hidup smw dengan smw apa yang kita dapatkan..... :D karena itu smw anugerah dari Tuhan YME
 
Jaman2 sekarang yg Rasisme udah harus terseleksi oleh alam, di jaman modern mana bisa bisnis kalo masih Rasisme...
lagipula sekarang sudah ga ada yg derajatnya di atas atau di bawah, semuanya sama aja...
 
sbentar bro.. KoKiers?? forum mana tuh?

back to topic, jgn perna marah sama org2 rasis, soalny biasany org rasis itu org yg berpendidikan rendah ato otakny terbelakang, ga dewasa, ga open minded, n mgkn ga sekolah. gw ngomong ini bukanny mo ngatain org rasis ya, tapi emang itu kenyataannya.
 
wahahaha.

masalah cina dan TIko yah. /gg

emang ga bakal bisa akuR deh ini 2 ras.
se akur2nya juga kadang2 masi suka brantem

kalo gw sih ma temen2 dota
sering ras2an malah /gg /heh

tapi di bawa happy aja.
dia tau kodratnya dan gw tau kodrat gw.
asaL ga beRLebihaN jah /ho
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.