• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

[Kesaksian] Dari Ateis Menjadi Baptis Dan Akhirnya Katolik

v0LtaGe

IndoForum Senior A
No. Urut
15398
Sejak
10 Mei 2007
Pesan
7.851
Nilai reaksi
297
Poin
83
Oleh Gary Hoge

Silahkan dibaca dulu yah bro-sizta smuanya >:D<


Ketika saya masih kecil, ayah saya mengajarkan saya hal-hal yang mendasar tentang Allah dan dia membacakan saya dan saudara saya Alkitab versi anak-anak. Saya sangat suka mendengarnya, dan melihat gambar-gambarnya yang indah, tetapi entah mengapa, saya tidak pernah sungguh-sungguh membangun iman kepada Allah. Mungkin karena waktu itu saya pikir pergi ke gereja itu sangat membosankan, atau mungkin karena pengaruh ibu saya yang agnostik (tidak peduli akan Allah). Meskipun dia tidak pernah secara terbuka menghalangi saya untuk beriman pada Allah, akan tetapi dari dialah sejak kecil saya tahu bahwa ada orang-orang yang tidak percaya eksistensi Allah. Dan tampaknya bagi saya sewaktu umur saya makin bertambah, bahwa biasanya orang-orang yang pintar itu tidak percaya akan Allah.

Saya tidak ingat pada umur berapa akhirnya saya kehilangan sedikit iman yang saya miliki, tetapi sewaktu saya menginjak sekolah menengah umum, saya telah mengaku sebagai seorang ateis. Mungkin lebih tepat kalau saya dianggap agnostik, karena kalau anda mendesak saya mungkin saya harus mengakui bahwa saya tidak dapat yakin 100% bahwa Allah itu tidak ada, walau saya sungguh percaya memang tidak ada Allah. Saya merasa agama cuma buat orang-orang yang lemah yang tidak dapat menghadapi kenyataan. Sejauh pemikiran saya, manusia telah menciptakan Allah seperti gambaran dirinya berabad-abad lalu demi untuk menjelaskan alam semesta. Tetapi ilmu pengetahuan berkembang, dan kita mulai mengerti proses alam yang mengatur alam semesta. Seiring perjalanan waktu, kita mendapat kemajuan-kemajuan di bidang astronomi, fisika, dan biologi, dan tampak bagi saya bahwa makin berkurang keperluan menggunakan Allah untuk menjelaskan berbagai hal-hal. Saya dapat melihat saat dimana kita akhirnya mengerti sepenuhnya mekanika dunia materi ini sehingga Allah sama sekali tidak diperlukan lagi. Saya merindukan saat itu, karena saya percaya dunia akan menjadi jauh lebih baik tanpa adanya agama. Lebih enak buat saya, karena saya dapat melakukan apa saja yang saya sukai tanpa perlu diingatkan bahwa saya adalah seorang berdosa dan bahwa tindakan-tindakan tertentu adalah salah. Apa hak orang-orang ini untuk menghakimi saya?

Tetapi sikap saya mulai berubah sewaktu musim dingin tahun 1985. Pada waktu itu saya adalah seorang mahasiswa di Virginia Tech, di Blacksburg, Virginia. Untuk pertama kalinya, saya mulai menyadari sisi gelap dari falsafah ateisme. Saya tadinya berpikir ateisme telah melepaskan dari belenggu agama supaya saya dapat hidup semau saya, tetapi saya mulai merasakan bahwa hidup sekehendak hati sebetulnya tidak sungguh-sungguh menyenangkan. Bahkan tampak hampa yang tidak memiliki arah. Meskipun saya tidak tahu apa alasannya, saya mulai merasa tidak tenang dan tidak puas. Saya menginginkan sesuatu yang lebih, tetapi saya tidak tahu apakah itu. Saya rasa saya menginginkan supaya hidup ini bermakna. Toh saya percaya bahwa semua manusia adalah sekedar kejadian biologis, hasil dari berjuta-juta proses acak yang secara spontan dan faktor kebetulan, menciptakan kehidupan. Kita hidup, kita tumbuh, dan kita mati, dan setelah itu kita menghilang dari keberadaan. Pada akhirnya, apa poinnya? Di masa lalu saya tidak memperhatikan hal ini karena saya sibuk mencari kesenangan-kesenangan pribadi. Tetapi tampak ada semacam hukum alam yang tidak dapat dipungkiri. Saya menemukan bahwa semakin saya memiliki, semakin saya mengingini, dan semakin saya mendapatkan, semakin kurang kepuasan yang didapat. Seolah seperti sebuah lelucon yang kejam, dan saya mendapatkan diri saya semakin tenggelam ke dalam keputus-asaan. Secara eksternal, saya memiliki segala hal, secara internal saya tidak memiliki apa-apa. Saya mulai ragu apakah saya akan pernah merasa bahagia lagi.

Lalu pada suatu hari saya sedang duduk di restoran fast-food dan makan semangkuk makanan. Tiba-tiba sekilas muncul dalam pikiran saya: "Bagaimana dengan Allah?" Saya tidak tahu darimana munculnya pikiran itu, tetapi untuk pertama kali dalam hidup saya merenungkannya dengan serius. Ada secercah harapan dalam pikiran itu, pengharapan pertama yang saya lihat dalam kurun waktu lama, dan memancar sekilas seperti sebuah mercu suar. Saya menyadari bahwa banyak orang merasa hidup mereka bermakna lewat hubungan mereka dengan Allah, dan saya cukup nekat untuk mempertimbangkan kemungkinan tersebut. Tentunya, saya tidak ingin mengakui ide keberadaan Allah, sekedar untuk menyemangati diri sendiri, tetapi saya merenungkan, apakah ada sesuatu yang berharga dibaliknya? Bagaimana jika Allah itu sungguh-2 nyata? Maka saya lanttas memutuskan untuk mencari tahu. Teman sekamar saya adalah seorang Kristen yang menghadiri sebuah gereja Baptis yang kecil di luar kota, dan saya memutuskan untuk pergi bersamanya pada hari minggu berikutnya. Saya membayangkan bahwa keinginan yang timbul mendadak untuk pergi ke gereja pasti cukup mengejutkannya, tetapi dia berusaha menutup-nutupi keheranannya. Mungkin dia tidak ingin membuat saya mengurungkan niat.

Ketika hari yang dijanjikan tiba, saya berada di Gateway Baptist Church, mendengarkan seorang bernama Dewey Weaver, yang merupakan bentuk nyata stereotip seorang pengkotbah Baptis. Aksennya, gaya rambutnya, dan cara dia melambaikan Alkitabnya adalah hal-hal yang dulunya saya jadikan bahan olok-olok. Saya merasa seperti seorang idiot karena berada disana. Apa yang saya pikirkan? Saya berharap teman saya tidak tahu. Tetapi pasti ada hal yang menarik dari kata-kata pastor Weaver, karena minggu berikutnya, saya pergi lagi kesana. Bahkan saya terus kembali minggu demi minggu. Setelah beberapa lama saya tidak lagi memperhatikan gaya pastor Weaver, dan saya menyukai rasa humornya, dan terlebih penting, pesan yang dikotbahkan menunjukkan mengapa saya berada dalam keputus-asaan: Yaitu karena saya adalah seorang berdosa yang sangat membutuhkan seorang juru selamat. Saya telah pernah mendengarnya sebelum nya, tentunya, dan meremehkannya sebagai omongan yang bodoh, tetapi kali ini omongan tersebut mulai terekam dalam benak saya. Yesus bukan seorang pengkotbah dari Galilea yang mengumandangkan sejumlah ajaran tentang menjadi baik, dan Dia juga bukan seorang nasionalis Yahudi yang terlibat kesulitan dengan penguasa Romawi. Menurut pastor Weaver, Dia adalah Allah dalam rupa manusia, yang mengasihi kita sedemikian besar sehingga Dia menyerahkan nyawaNya sendiri untuk menebus dosa-dosa saya, supaya saya dapat dimaafkan.

Saya sedang memikirkan pesan injil pada suatu malam waktu saya berangkat tidur, dan untuk pertama kalinya buat saya semua menjadi masuk akal. Saya terheran-heran oleh logika dibaliknya, dan betapa itu dapat menjelaskan dengan tepat kondisi manusia, terutama saya sendiri. Saya sungguh mempercayai pesan yang aneh dan bodoh, yang dulu pernah saya heran kenapa ada orang-orang yang mempercayainya. Dan sekarang, semua tampak begitu jelas, dan saya merenungkan mengapa selama ini saya begitu buta.

Malam itu saya meminta Yesus untuk mengampuni semua dosa-dosa saya, dan saya memintaNya untuk datang ke dalam hati saya, seperti dijelaskan oleh pastor Weaver. Saya berjanji untuk mengikuti Tuhan sejak hari itu, sebaik mungkin.

Beberapa hari sesudahnya saya mendatangi sebuah toko buku Kristen untuk mendapatkan bahan bacaan untuk menolong saya memahami iman yang baru ini. Saya menyukai ide tentang Yesus, tetapi saya masih tidak peduli tentang konsep agama yang terorganisir. Maka secara alami buku-buku seperti "How to Be a Christian without being Religius, oleh Fritz Ridenour, menarik hati saya dan saya membelinya. Saya juga membeli buku karangan D. James Kennedy, "Why I Believe, and Truths that Transform." Buku-buku seperti ini membentuk fondasi teologi Kristen saya, yang secara alami menyerupai teologi Calvinis dan Injili para pengarangnya.Saya juga membaca sejumlah buku membela iman, buku-buku yang menjelaskan dasar rasional dari kebenaran Kristiani. Penting buat saya untuk mengetahui kenapa saya percaya apa yang saya percaya, baik untuk saya sendiri dan juga karena saya ingin dapat membela diri terhadap orang-orang yang berasumsi seperti saya dulu, bahwa orang Kristen pasti orang yang bodoh.

Saya berhasil lulus dari universitas dan setahun sesudahnya Tuhan memberkati saya dengan seorang istri yang terbaik. Beberapa tahun kemudian Dia memberkati saya kembali dengan seorang anak laki-laki. Saya membaca Alkitab dan bahkan belajar sedikit bahasa Yunani supaya dapat membaca Perjanjian Baru dalam bahasa aslinya. Tetapi satu hal yang tidak pernah dapat saya lakukan adalah mencari sebuah gereja diman saya merasa nyaman sepenuhnya. Menurut hitungan saya, saya dan istri telah mengunjungi dua belas gereja yang berbeda di wilayah Virginia Utara. Ada gereja Baptis, Assemblies of God, Presbiterian, satu diantaranya bahkan Messianic Jewish, tetapi umumnya adalah "gereja non-denominasi" yang biasanya umumnya berarti semi-Baptis. Saya menemukan hal-hal yang baik di setiap gereja-gereja ini, dan orang-orang yang baik, tetapi saya perhatikan bahwa setiap kali saya pergi ke sebuah gereja baru, saya mendengar teologi yang baru pula. Dan cepat atau lambat saya menemukan sesuatu dalam teologi itu yang bertentangan dengan keyakinan saya. Mungkin mereka punya pandangan tentang akhir jaman yang saya anggap aneh, atau mereka menolak kemungkinan tentang karunia-karunia karismatis (saya sendiri bukan karismatis, tetapi saya pikir salah kalau orang menolak ide ini, apalagi begitu jelas diajarkan dalam Alkitab). Kita menghadiri sebuah gereja Episcopal yang semi-karismatik yang sangat kami sukai, sampai saya mendapatkan bahwa mereka membaptis bayi-bayi. Akhirnya kami pindah ke sebuah gereja "berdasarkan Alkitab". Kami tidak puas sepenuhnya, tetapi kami sudah capai pindah-pindah gereja.

Sepanjang tahun-tahun tersebut, satu gereja yang sama sekali tidak pernah masuk hitungan saya adalah Gereja Katolik. Saya tidak percaya bahwa Sri Paus adalah sang anti-Kristus, ataupun hal-hal seperti demikian, tetapi saya tidak percaya bahwa iman Katolik penuh dengan ajaran-ajaran yang tidak terdapat di Alkitab. Baiklah mungkin saya mau mengakui bahwa Katolik adalah sebuah Gereja Kristen, tetapi nyaris tidak memenuhi syarat (dan hanya karena saya ketemu seorang Katolik yang menunjukkan rasa tertarik akan Allah). Secara umum, saya merasa siapapun yang membaca dan percaya pada Alkitab akan menjauh dari iman Katolik. Saya berasumsi berjuta-juta orang Katolik karena terlahir sebagai Katolik, dan nyata bahwa mereka tidak tahu sama sekali tentang Alkitab. Saya kasihan kepada mereka dan saya berharap mereka suatu hari membaca Alkitab sendiri tanpa bantuan Sri Paus. Kalau itu terjadi, pasti status mereka akan segera berubah menjadi mantan-Katolik.

Sayangnya, umumnya orang Katolik yang saya kenal sama-sama tidak tertarik pada Alkitab, Yesus, atau Allah. Mereka sepenuhnya sekuler, sama sekali tidak berbeda dengan orang bukan Kristen, kecuali bahwa mereka pergi ke gereja sekali-sekali, yang agaknya seperti sebuah beban bagi mereka. (Seorang teman saya mengatakan tujuannya setiap hari minggu adalah masuk gereja, "memberikan satu jamnya", dan keluar). Saya sungguh tidak ingin menjadi bagian dari sebuah gereja yang menghasilkan kualitas rohani yang sekarat seperti itu.

Tetai suatu hari seorang teman Kristen di tempat kerja muncul di ruang kantor saya dengan sebuah buku di tangannya. Dia mengatakan seorang Katolik sahabatnya telah memberikan buku itu. Judulnya "Catholicism and Fundamentalism" oleh Karl Keating. Katanya isinya membela iman Katolik terhadap serangan-serangan kaum Fundamentalis anti-Katolik, dan sekaligus menunjukkan bahwa iman Katolik menawarkan penjelasan Alkitab yang lebih baik dan lebih koheren ketimbang Fundamentalisme Protestan. Jujurnya, saya merasa geli bahwa seseorang punya keberanian untuk mencoba membela iman Katolik dengan berdasarkan Alkitab. Saya yakin pasti mudah untuk membantah argumen-argumen Karl Keating karena saya tahu bahwa teologi Katolik sangat tidak sesuai dengan Alkitab.

Maka saya membaca buku itu dan saya gembiara bahwa Mr.Keating adalah seorang penulis yang punya rasa humor yang besar. Pertama, saya membacanya seolah sebagai seorang jaksa penuntut, mencari kelemahannya. Tetapi saya terheran bahwa orang ini ternyata rasional dan pintar bicara, dan apa yang dikatakannya sungguh masuk akal. Saya mulai membacanya dengan lebih simpatik, dan saya sungguh mencoba untuk mengerti apa yang dikatakan Mr.Keating. Setelah mendengar sendiri teologi Katolik dari sumber Katolik, menjadi jelas apa yang tidak saya pahami sebelumnya. Saya heran menemukan bahwa Gereja Katolik tidak mengajarkan hal-hal yang tidak sesuai dengan Alkitab seperti yang pernah saya percayai, dan apa yang sesungguhnya diajarkan sesungguhnya punya dasar Alkitab yang kuat. Saya menyadari bahwa selama ini saya telah menyerap banyak kesalah-pahaman tentang iman Katolik. Masalahnya, karena selama ini yang saya dengar semua berasal dari sumber Protestan. Dengan heran saya juga menemukan bahwa sekali saya mengerti dasar-dasar iman Katolik, saya tidak dapat membantahnya. Boleh jadi saya tidak yakin hal itu benar, tetapi saya juga tidak dapat membuktikan bahwa itu salah, dan ini membuat saya jengkel. Kalau ada suatu hal yang saya ingin merasa yakin, maka itulah iman saya. Saya ingin tahu apa yang saya yakini dan mengapa saya meyakininya. Tetapi sekarang setelah membaca buku ini, saya merasa tidak nyaman di lubuk hati bahwa ternyata interpretasi Katolik atas Kitab Suci sesungguhnya lebih masuk akal ketimbang interpretasi saya sendiri.

Seperti saya katakan, saya tidak begitu saya diyakinkan bahwa Katolik benar, tetapi saya tahu saya tidak akan dapat beristirahat sampai saya mendapatkan jawabannya. Maka saya mulai membaca segala yang bisa saya dapatkan. Saya mencari buku-buku apologetika Katolik maupun Protestan. Saya membaca buku karangan James Akin, Dave Armstrong, Scott Hahn, Mark Shea, diantara banyak lainnya di sisi Katolik, dan Geisler, Kennery, Ridenour dan Scott, di sisi Protestan. Secara umum, kesan saya adalah bahwa para pengarang Protestan tidak mengerti teologi Katolik dengan baik, karena mereka terus mengkritik hal-hal yang tidak diajarkan oleh Gereja Katolik. Argumen-argumen Katolik tampak bagus dan saya berharap salah satu pengarang Protestan dapat menandinginya, tetapi mereka tidak pernah bisa. Setelah saya semakin memahami argumen teologi Katolik, saya menemukan bahwa saya dengan mudah melawan argumen Protestan terhadapnya, di lain pihak saya tidak dapat melawan argumen Katolik terhadap teologi Protestan.

Saya mulai mempertanyakan secara serius fondasi doktrin-doktrin Protestanisme: sola fide dan sola scriptura. Gereja Katolik memberikan argumen kuat bahwa doktrin ini tidak diajarkan dalam Alkitab, dan bahkan keduanya ditolak oleh Alkitab. Tidak hanya itu, kedua doktrin tersebut tidak diajarkan oleh siapapun sebelum gerakan Reformasi Protestan. Saya merasa argumen Protestan dalam hal ini tidak meyakinkan. Mereka tampak mengambil Alkitab diluar konteks dan mengenyampingkan ayat-ayat yang bertentangan dengan interpretasi mereka. Kadang mereka mengutip dari sumber Kristen perdana yang tampak mendukung posisi mereka, tetapi mereka mengabaikan hal-hal lain oleh penulis yang sama yang menjadikan jelas bahwa mereka tidak mendukung argumen Protestanisme. Karena Protestan adalah pihak yang memisahkan diri dari Gereja dan menuduh Gereja telah terkorupsi, saya tahu bahwa beban untuk membuktikan hal ini ada pada pundak mereka, dan sejujurnya, saya merasa mereka tidak berhasil membuat argumen yang kuat.

Makin saya mengerti teologi Katolik, semakin saya merasa bahwa Katolik lebih sesuai dengan Alkitab ketimbang teologi saya. Kenyataan ini sangat mengganggu saya karena saya sangat menjunjung tinggi Alkitab. Saya bangga sebagai Protestan Injili karena kita punya reputasi sebagai kaum yang meninterpretasi ayat Kitab Suci secara literal, dan kita sering dijulusi "Bible Christian". Tetapi setelah saya mempelajari interpretasi Katolik, saya merasa bahwa interpretasi Katolik lebih benar dan sesuai dengan arti teks Kitab Suci, dan memang benar adanya apa yang dituliskan oleh Mr.Keating dalam bukunya.


Kaum Fundamentalis menggunakan Alkitab untuk melindungi ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan Kitab Suci, yang di-interpretasikan sedemikian supaya membenarkan apa yang mereka pegang, meskipun umumnya kaum Fundamentalis percaya bahwa apa yang mereka percaya datang langsung dari teks Kitab Suci. Mereka tidak ragu-ragu untuk membaca secara diluar konteks kalau perlu demi untuk memelihara posisi mereka - posisi yang mendahului interpretasi atas Kitab Suci (pre-konsepsi).

Saya menemukan bahwa pada kasus-kasus dimana Katolik dan Protestan tidak setuju menyangkut interpretasi Kitab Suci, ironisnya, justru adalah Katolik yang menginerpretasikan Kitab Suci secara literal, sedangkan kita Protestan memberikan interpretasi yang figuratif dan alegori. Beberapa contoh untuk menggambarkan ini:

Ketika Yesus berkata, "Kamu harus dilahirkan lewat air dan Roh," Katolik meninterpretasikan secara literal: "air" ya maksudnya "air", yakni pembaptisan. Tetapi sebagian Protestan mengatakan bahwa air menunjuk pada sesuatu hal yang lain, mungkin kotbah Injil, ataupun cairan ketuban dari kelahiran seorang bayi.


Ketika Paulus berkata Yesus membersihkan gerejaNya dengan "pembasuhan air," Katolik meng-interpretasikan ini secara literal. "Pembasuhan dengan air" sama dengan "pembasuhan dengan air", satu lagi referensi terhadap pembaptisan. Tetapi sebagian Protestan mengatakan hal ini menunjuk pada sesuatu yang lain, mungkin maksudnya Kitab Suci.


Ketika Yesus berkata, "Jika kamu mengampuni dosanya, maka mereka diampuni; jika kamu tidak mengampuni, maka mereka tidak diampuni, " Katolik lagi-lagi memahaminya secara literal dan percaya bahwa Yesus memberikan otoritas kepada para rasul-rasulNya untuk mengampuni dosa dalam nama-Nya. Tetapi sebagian Protestan mengatakan bahwa ini cuma sebuah referensi atas otoritas para rasul untuk mengabarkan Injil.


Lagi, ketika Yesus berkata, "Inilah tubuh-Ku," dan "barangsaiapa makan dagingKu dan minum darahKu mendapat hidup yang kekal, " Katolik memahaminya secara literal. Ekaristi adalah tubuh-Nya dan sungguh-sungguh daging dan darah-Nya, meskipun tidak tampak demikian. Tetapi umumnya Protestan mengatakn roti dan anggur tetap sebagai roti dan anggur dan bahwa sekali lagi kita tidak boleh mengambil kata-kata Yesus secara literal.


Ketika Yakobus berkata, "Kamu lihat bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman," Katolik memahaminya secara literal. "Bukan hanya karena iman" sama dengan "bukan hanya karena iman." Tetapi Protestan bersikeras bahwa "bukan hanya karena iman" sesungguhnya artinya kita dibenarkan oleh iman saja. Ini sebenarnya adalah salah satu doktrin inti Protestanisme, yakni Sola Fide.


Sungguh ironis! Tampak bagi saya bahwa teologi Katolik biasanya membiarkan ayat Kitab Suci memiliki arti sebagaimana tertulis, tanpa tafsiran dan pelintiran bahasa yang ruwet yang kadang diperlukan untuk mendukung teologi Protestan. Saya merasa tidak nyaman bahwa banyak ayat-ayat yang problematis dalam Kitab Suci, muncul karena saya memaksakan pengertian Protestan terhadap Kitab Suci. Pemahaman Katolik tampak lebih cocok dengan mudahnya.

Dalam riset saya, saya juga membaca sejumlah tulisan-tulisan perdana orang-orang Kristen, yakni orang-orang yang belajar injil langsung dari para rasul, atau dari penerus sesudahnya. Sebagai seorang Protestan saya tidak pernah mendengar hal ini. Saya tidak pernah mendengar tentang murid rasul Yohanes, Ignatius dari Antiokia dan Polycarpus dari Smyrna. Saya juga tidak pernah mendengar tentang Irenaus ataupun Yustinus Martir. Saya tidak tahu bahwa orang-orang ini dan sejumlah orang lainnya meninggalkan tulisan-tulisan yang dapat memberi pencerahan menyangkut iman Gereja perdana. Dalam masa 12 tahun saya sebagai Protestan tidak seorangpun pernah memberitahukan saya bahwa murid-murid para rasul meninggalkan kita tulisan-tulisan yang menjadi saksi atas iman apostolik yang sejati. Tidakkah ini hal yang aneh? Kita sesungguhnya memiliki komentar Kitab Suci dari abad ke-2, yang sebagian ditulis oleh orang-orang yang mengenal para penulis Kitab Suci secara pribadi. Mengapa kita mengabaikan sumber yang luar biasa ini? Kita Protestan percaya bahwa Roh Kudus berbicara pada kita, maka bukankah sudah sepantasnya melihat apa yang Dia katakan kepada murid-murid dari para rasul-rasulNya, yang banyak diantaranya menyerahkan nyawanya ketimbang menyangkal iman mereka?

Saya pribadi jelas ingin mengetahui apa yang mereka katakan. Orang-orang ini mengenal para rasul, hidup dalam kultur yang sama, berbicara dalam bahasa yang sama, dan sangat mungkin membaca salinan-salinan asli dari kitab-kitab Perjanjian Baru dalam bahasa asli mereka. Kalau ada seseorang yang tahu interpretasi Kitab Suci yang benar, maka mereka pastilah orangnya. Maka saya membaca semua surat-surat Ignatius dari Antiokia, dan Polycarpus dari Smyrna, keduanya adalah murid-murid rasul Yohanes. Saya membaca tulisan Irenaeus dari Lyons, yang adalah murid Polycarpus. Saya membaca surat kepada jemaat di Korintus yang ditulis oleh Clement. Saya juga membaca bagian dari surat Yustinus Martir kepada kaisar Romawi, Antonius Pius, yang ditulis dalam memori para rasul, dan yang mencoba menjelaskan iman Kristen kepada seorang bukan Kristen.

Tampak sangat jelas bagi saya bahwa Gereja abad ke-2 sangat menyerupai Gereja Katolik dalam hal kepercayaannya ketimbang gereja saya yang mengaku berdasarkan Alkitab. Ignatius, murid rasul Yohanes, bahkan mengidentifikasi Gereja sebagai "Gereja Katolik". Mereka memiliki uskup-uskup, imam-imam dan deakon-deakon; mereka percaya mereka bisa kehilangan keselamatannya; mereka percaya regenerasi pembaptisan (membawa kelahiran baru); mereka menganggap Ekaristi sebagai suatu kurban, dan bahwa Ekaristi sungguh-sungguh adalah Tubuh dan Darah Kristus, dan mereka percaya suksesi para uskup di Gereja adalah standar keortodoksan iman Kristen. Mereka memporak-porandakan asumsi saya mengenai Gereja perdana. Saya selama ini selalu berasumsi bahwa Gereja perdana intinya adalah Protestan dalam doktrin-doktrinnya dan doktrin-doktrin Katolik adalah hasil korupsi iman yang muncul sekitar abad ke-5. Ternyata tidak demikian halnya. Bahkan saya tidak dapat menemukan bukti-bukti bahwa doktrin-doktrin Protestan seperti Sola Scriptura dan Sola Fide sudah ada sejak jaman Gereja perdana. Ini sungguh membuat saya tercengang-cengang, dan mengingatkan saya pada kata-kata terkenal dari mendiang mantan Anglikan terkenal, John Henry Newman, "Untuk mendalami sejarah adalah untuk berhenti menjadi seorang Protestan."

Semua ini mengguncangkan saya tetapi saat ini saya berusaha melihat secara obyektif. Saya merasa beruntung karena saya datang pada iman Kristen sebagai orang dewasa. Karena saya tidak dibesarkan dalam iman Kristen Baptis, tidak tertutup kemungkinan buat saya bahwa ada kesalahan. Oleh karena itu saya keluar dari lingkaran dan mencoba melihat denominasi saya dan teologi saya secara seobyektif mungkin. Saya heran menyadari bahwa teologi injili yang saya pegang ada fenomena di Amerika yang umurnya tidak lebih dari seratus lima puluh tahun, jauh lebih muda dari jaman para rasul. Setelah membaca tulisan umat Kristen perdana, saya tahu bahwa mereka pasti menolak teologi yang saya anut sebagai "injil yang lain" (Gal 1:6-8).

Setelah semua yang saya pelajari, saya harus mengakui bahwa penjelasan Katolik menyangkut Kitab Suci dan sejarah jauh lebih benar ketimbang penjelasan denominasi saya, dan saya menyadari bahwa jika saya ingin terus menjadi "umat Kristen yang percaya Alkitab", saya harus menjadi Katolik. Sejauh yang dapat saya katakan, penjelasan Katolik tentang iman Kristen adalah konsisten dengan makna sederhana dari Alkitab, dan konsisten dengan apa yang dipercaya oleh umat Kristen perdana dari jaman apostolik hingga ke jaman Reformasi.

Protestantisme, di lain pihak, berlandaskan pada dua doktrin yang tidak didukung oleh Kitab Suci, dan yang sepenuhnya absen dari sejarah Kristen sebelum Reformasi. Saya tidak melihat bahwa Protestanisme adalah kembali ke kemurnian Kristen perdana, seperti telah diajarkan kepada saya sebelumnya, karena Gereja perdana adalah Gereja Katolik. Oleh karena itu saya menyimpulkan, dengan perasaan sedih, bahwa Protestanisme bukanlah "reformasi" iman sama sekali, tetapi korupsi iman. Meskipun begitu, meskipun pemecah-belahan Gereja adalah suatu hal yang tragis, Allah telah membawa hal yang baik daripadanya. Sekarang ini, Protestan Injili adalah termasuk umat Kristen yang terbaik dan paling berdedikasi di dunia. Sulit untuk menyalahkan dalam hal ini. Oleh karena itu saya membuat suatu website untuk membantu orang-orang baik ini, para saudara-saudari saya dalam Kristus, untuk mengerti sebenarnya tentang Gereja Katolik.​


Semoga dengan ini menambah iman dan wawasan kita semua.
Amin
 
Halleluya
Puji Kristus
Juru Selamat kita ^^

 
Shalom......................
Saya mau menganggapi beberapa bagian dari kesaksian tersebut menurut pandangan iman lutheran. Mohon kalau ada yang kurang tepat mohon pendapatnya demi kebangunan iman kita
Ketika Yesus berkata, "Kamu harus dilahirkan lewat air dan Roh," Katolik meninterpretasikan secara literal: "air" ya maksudnya "air", yakni pembaptisan. Tetapi sebagian Protestan mengatakan bahwa air menunjuk pada sesuatu hal yang lain, mungkin kotbah Injil, ataupun cairan ketuban dari kelahiran seorang bayi.

Ketika Paulus berkata Yesus membersihkan gerejaNya dengan "pembasuhan air," Katolik meng-interpretasikan ini secara literal. "Pembasuhan dengan air" sama dengan "pembasuhan dengan air", satu lagi referensi terhadap pembaptisan. Tetapi sebagian Protestan mengatakan hal ini menunjuk pada sesuatu yang lain, mungkin maksudnya Kitab Suci.


Ketika Yesus berkata, "Jika kamu mengampuni dosanya, maka mereka diampuni; jika kamu tidak mengampuni, maka mereka tidak diampuni, " Katolik lagi-lagi memahaminya secara literal dan percaya bahwa Yesus memberikan otoritas kepada para rasul-rasulNya untuk mengampuni dosa dalam nama-Nya. Tetapi sebagian Protestan mengatakan bahwa ini cuma sebuah referensi atas otoritas para rasul untuk mengabarkan Injil.

Setahu saya gereja saya selama ini mengajarkan memang yang dimaksud air tersebut adalah air pembabtisan, namun bukan sembarang air yang memberi rahmat tersebut, namun air yang dilaksanakan sesuai Sabda Tuhan


Apakah Baptisan itu?

Baptisan itu bukanlah hanya air semata-mata, melainkan air yang dilaksanakan menurut perintah Allah dan dihubungkan dengan Firman Allah.

Apakah pemberian dan keuntungan Baptisan itu?

Baptisan ini memberikan keampunan dosa, kelepasan dari kematian dan iblis serta memberi keselamatan yang kekal kepada semua orang yang percaya kepada Baptisan itu sebagai Firman dan janaji Allah yang dinyatakan.
Lagi, ketika Yesus berkata, "Inilah tubuh-Ku," dan "barangsaiapa makan dagingKu dan minum darahKu mendapat hidup yang kekal, " Katolik memahaminya secara literal. Ekaristi adalah tubuh-Nya dan sungguh-sungguh daging dan darah-Nya, meskipun tidak tampak demikian. Tetapi umumnya Protestan mengatakn roti dan anggur tetap sebagai roti dan anggur dan bahwa sekali lagi kita tidak boleh mengambil kata-kata Yesus secara literal.

What is the Sacrament of the Altar?
It is the true body and blood of our Lord Jesus Christ under the bread and wine, instituted by
Christ Himself for us Christians to eat and to drink.


Ketika Yakobus berkata, "Kamu lihat bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman," Katolik memahaminya secara literal. "Bukan hanya karena iman" sama dengan "bukan hanya karena iman." Tetapi Protestan bersikeras bahwa "bukan hanya karena iman" sesungguhnya artinya kita dibenarkan oleh iman saja. Ini sebenarnya adalah salah satu doktrin inti Protestanisme, yakni Sola Fide.

Maaf, kalau tidak salah Gereja Katholik dan Lutheran telah memiliki kesepakatan mengenai hal ini. Mungkin ada yang bisa menambahkan?
Nb: Kutipan-kutipan yang saya ambil berasal dari Katekismus Kecil Martin Luther.
 
Shalom......................
Saya mau menganggapi beberapa bagian dari kesaksian tersebut menurut pandangan iman lutheran. Mohon kalau ada yang kurang tepat mohon pendapatnya demi kebangunan iman kita
Seharusnya yg dibahas di sini adalah tentang pandangan katolik, bukan lutheran!
Maka pastilah banyak pandangan yg disampaikan St. Yosef tidak tepat!
Tetapi juga baik apabila pandangan yg tidak tepat itu kita bahas bersama.
Saya mulai dengan pembabtisan.

I. Sakramen Babtis

Ketika Yesus berkata, "Kamu harus dilahirkan lewat air dan Roh," Katolik meninterpretasikan secara literal: "air" ya maksudnya "air", yakni pembaptisan. Tetapi sebagian Protestan mengatakan bahwa air menunjuk pada sesuatu hal yang lain, mungkin kotbah Injil, ataupun cairan ketuban dari kelahiran seorang bayi.

Ketika Paulus berkata Yesus membersihkan gerejaNya dengan "pembasuhan air," Katolik meng-interpretasikan ini secara literal. "Pembasuhan dengan air" sama dengan "pembasuhan dengan air", satu lagi referensi terhadap pembaptisan. Tetapi sebagian Protestan mengatakan hal ini menunjuk pada sesuatu yang lain, mungkin maksudnya Kitab Suci.

Dalam sejarah pembabtisan, air adalah lambang yg tidak tergantikan.
Sama dengan Bunda Maria, Perempuan yg tidak tergantikan oleh perempuan lain.

1214 Orang menamakannya Pembaptisan sesuai dengan inti ritusnya: membaptis [bahasa Yunani "baptizein"] berarti "mencelup". Pencelupan ke dalam air melambangkan dimakamkannya katekumen ke dalam kematian Kristus, dari mana ia keluar melalui kebangkitan bersama Dia sebagai "ciptaan baru" (2 Kor 5:17; Gal 6:15).

1215 Sakramen ini juga dinamakan "permandian kelahiran kembali dan pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus" (Tit 3:5), karena menandakan dan melaksanakan kelahiran dari air dan dari Roh, yang dibutuhkan setiap orang untuk "dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah" (Yoh 3: 5).


Yesus, Allah sendiri, juga dibabtis menggunakan air

1223 Semua pratanda Perjanjian Lama mendapatkan penyempurnaannya di dalam Yesus Kristus. Ia memulai kehidupan-Nya di depan umum sesudah Pembaptisan-Nya di sungai Yordan. Setelah kebangkitan-Nya Ia memberi perutusan kepada para Rasul: "Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu" (Mat 28:19-20)

Jadi, sangat jelas mengapa air tidak bisa digantikan dengan yg lain, misalnya nanggap wayang sehari semalam, meskipun itu lebih megah dan meriah.


Ketika Yesus berkata, "Jika kamu mengampuni dosanya, maka mereka diampuni; jika kamu tidak mengampuni, maka mereka tidak diampuni, " Katolik lagi-lagi memahaminya secara literal dan percaya bahwa Yesus memberikan otoritas kepada para rasul-rasulNya untuk mengampuni dosa dalam nama-Nya. Tetapi sebagian Protestan mengatakan bahwa ini cuma sebuah referensi atas otoritas para rasul untuk mengabarkan Injil.
Ini sudah dibahas di topik tentang keselamatan.

Setahu saya gereja saya selama ini mengajarkan memang yang dimaksud air tersebut adalah air pembabtisan, namun bukan sembarang air yang memberi rahmat tersebut, namun air yang dilaksanakan sesuai Sabda Tuhan
masih bisa diterima.

Apakah Baptisan itu?

Baptisan itu bukanlah hanya air semata-mata, melainkan air yang dilaksanakan menurut perintah Allah dan dihubungkan dengan Firman Allah.

Apakah pemberian dan keuntungan Baptisan itu?

Baptisan ini memberikan keampunan dosa, kelepasan dari kematian dan iblis serta memberi keselamatan yang kekal kepada semua orang yang percaya kepada Baptisan itu sebagai Firman dan janaji Allah yang dinyatakan.

1213 Pembaptisan suci adalah dasar seluruh kehidupan Kristen, pintu masuk menuju kehidupan dalam roh [vitae spiritualis ianua] dan menuju Sakramen-sakramen yang lain. Oleh Pembaptisan kita dibebaskan dari dosa dan dilahirkan kembali sebagai putera-puteri Allah; kita menjadi anggota-anggota Kristus, dimasukkan ke dalam Gereja dan ikut serta dalam perutusannya : "Pembaptisan adalah Sakramen kelahiran kembali oleh air dalam Sabda"

1257 Tuhan sendiri mengatakan bahwa Pembaptisan itu perlu untuk keselamatan. Karena itu, Ia memberi perintah kepada para murid-Nya, untuk mewartakan Injil dan membaptis semua bangsa. Pembaptisan itu perlu untuk keselamatan orang-orang, kepada siapa Injil telah diwartakan dan yang mempunyai kemungkinan untuk memohon Sakramen ini. Gereja tidak mengenal sarana lain dari Pembaptisan, untuk menjamin langkah masuk ke dalam kebahagiaan abadi. Karena itu, dengan rela hati ia mematuhi perintah yang diterimanya dari Tuhan, supaya membantu semua orang yang dapat dibaptis, untuk memperoleh "kelahiran kembali dari air dan Roh". Tuhan telah mengikatkan keselamatan pada Sakramen Pembaptisan, tetapi Ia sendiri tidak terikat pada Sakramen-sakramen-Nya.(Catech. R. 2,2,5).

1262 Pelbagai akibat Pembaptisan dinyatakan oleh unsur-unsur yang kelihatan dalam ritus sakramental. Pencelupan ke dalam air adalah lambang kematian dan pembersihan, tetapi juga kelahiran kembali dan pembaharuan. Jadi, kedua akibat pokok adalah pembersihan dari dosa dan kelahiran kembali dalam Roh Kudus

1263 Oleh Pembaptisan diampunilah semua dosa, dosa asal, dan semua dosa pribadi serta siksa-siksa dosa. Di dalam mereka yang dilahirkan kembali, tidak tersisa apa pun yang dapat menghalang-halangi mereka untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah. Baik dosa Adam maupun dosa pribadi demikian pula akibat-akibat dosa, yang terparah darinya adalah pemisahan dari Allah, semuanya tidak ada lagi

1265 Pembaptisan tidak hanya membersihkan dari semua dosa, tetapi serentak menjadikan orang yang baru dibaptis suatu "ciptaan baru" (2 Kor 5:17), seorang anak angkat Allah; ia "mengambil bagian dalam kodrat ilahi" (2 Ptr 1:4), adalah anggota Kristus, "ahli waris" bersama Dia (Rm 8:17) dan kenisah Roh Kudus

1267 Pembaptisan menjadikan kita anggota-anggota Tubuh Kristus. "Kita adalah sesama anggota" (Ef 4:25). Pembaptisan menggabungkan kita ke dalam Gereja. Dari dalam bejana pembaptisan dilahirkanlah umat Allah Perjanjian Baru yang unik, yang mengatasi semua batas alami dan manusiawi menyangkut negara, kebudayaan, bangsa, dan keturunan. "Dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak maupun orang merdeka telah dibaptis menjadi satu tubuh" (1 Kor 12:13).

1272 Orang yang dibaptis menjadi serupa dengan Kristus, karena melalui Pembaptisan ia digabungkan bersama Kristus. Pembaptisan menandai warga Kristen dengan satu meterai [character] rohani yang tidak dapat dihapuskan, satu tanda, bahwa ia termasuk bilangan Kristus. Tanda ini tidak dihapuskan oleh dosa mana pun, meskipun dosa menghalang-halangi Pembaptisan untuk menghasilkan buah keselamatan Bdk. Karena Pembaptisan diterimakan satu kali untuk selamanya, maka ia tidak dapat diulangi.


Itulah apa yang iman katolik katakan tentang pembabtisan.


II. Tentang Sakramen Ekaristi

Lagi, ketika Yesus berkata, "Inilah tubuh-Ku," dan "barangsaiapa makan dagingKu dan minum darahKu mendapat hidup yang kekal, " Katolik memahaminya secara literal. Ekaristi adalah tubuh-Nya dan sungguh-sungguh daging dan darah-Nya, meskipun tidak tampak demikian. Tetapi umumnya Protestan mengatakn roti dan anggur tetap sebagai roti dan anggur dan bahwa sekali lagi kita tidak boleh mengambil kata-kata Yesus secara literal.
Untuk menjawab ini, saya mencoba mulai dari Sabda Yesus: "Perkataan ini keras, siapakah sanggup mendengarkannya?" (Yoh 6:60)
Apabila Para Rasul hanya makan dan minum sepotong roti dan anggur, maka perkataan Yesus tentang: "makanlah dan Minumlah... dst" tidak akan terdengar keras.
Namun itu menjadi keras karena Yesus menyuruh Para Rasul memakan dan meminum "benar-benar" Tubuh dan Darah Yesus! (dalam tradisi yahudi, meminum darah dan memakan tubuh adalah ungkapan sangat keras dari kebencian seseorang kepada orang lain).
Lhoh, bukannya tubuh dan darah Yesus masih utuh? YUp, namun harap diingat bahwa Yesus adalah Allah. Yesus mampu menjadikan Roti dan Anggur menjadi benar2 Tubuh dan Darah Yesus sendiri!

1322 Ekaristi kudus menyempurnakan inisiasi Kristen. Oleh Pembaptisan orang diangkat ke martabat imamat rajawi dan oleh Penguatan makin dijadikan serupa dengan Kristus, oleh Ekaristi ia mengambil bagian dalam kurban Tuhan bersama seluruh jemaaat.

1323 "Pada perjamuan terakhir, pada malam Ia diserahkan, Penyelamat kita mengadakan kurban Ekaristi tubuh dan darah-Nya. Dengan demikian Ia mengabadikan kurban salib untuk selamanya, dan mempercayakan kepada Gereja. mempelai-Nya yang terkasih, kenangan wafat dan kebangkitan-Nya: Sakramen cinta kasih, lambang kesatuan, ikatan cinta kasih, perjamuan Paska. Dalam perjamuan itu Kristus disambut, jiwa dipenuhi rahmat, dan kita dikaruniai jaminan kemuliaan.

1324 Ekaristi adalah "sumber dan puncak seluruh hidup kristiani" (LG 11). "Sakramen-sakramen lainnya, begitu pula semua pelayanan gerejani serta karya kerasulan, berhubungan erat dengan Ekaristi suci dan terarahkan kepadanya. Sebab dalam Ekaristi suci tercakuplah seluruh kekayaan rohani Gereja, yakni Kristus sendiri, Paska kita" (PO 5).

1333 Didalam perayaan Ekaristi, roti dan anggur diubah melalui perkataan Kristus dan seruan kepada Roh Kudus, menjadi tubuh dan darah Kristus. Sesuai dengan petunjuk Tuhan, demi kenangan akan Dia, Gereja melanjutkan apa yang telah Ia lakukan pada malam sebelum sengsara-Nya sampai kedatangan-Nya kembali dalam kemuliaan: "Ia mengambil roti..... "Ia mengambil piala yang berisi air anggur". Roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus atas cara yang penuh rahasia, tetapi tinggal tanda-tanda tentang kebaikan ciptaan. Karena itu, dalam mempersiapkan persembahan kita berterima kasih kepada Pencipta untuk roti dan anggur, hasil dari usaha manusia", tetapi pertama-tama "hasil dari bumi" dan "pokok anggur", anugerah Pencipta. Gereja melihat di dalam tindakan Melkisedek, raja dan imam yang membawa "roti dan anggur" (Kej 14:18), satu pratanda bahan persembahannya sendiri.

1334 Di dalam Perjanjian Lama roti dan anggur dipersembahkan di antara buah-buah sulung, sebagai tanda terima kasih kepada Pencipta. Tetapi dalam hubungan dengan keluaran dari Mesir ia memiliki lagi satu arti baru... Roti yang tak beragi, yang umat Israel makan dalam perayaan Paska setiap tahun, mengingatkan pada ketergesahan keluaran dari Mesir yang membebaskan; kenangan akan manna di padang gurun selalu mengingatkan Israel bahwa ia hidup dari roti Sabda Allah. Dan roti sehari-hari adalah buah tanah terjanji, satu jaminan bahwa Allah tetap setia kepada janji-janji-Nya. "Piala pengucapan syukur" (1 Kor 10:16) pada akhir perjamuan Paska Yahudi menambahkan arti eskatologis pada kegembiraan pesta anggur: penantian mesianis akan pembangunan kembali Yerusalem. Yesus telah menciptakan Ekaristi-Nya dengan memberikan satu arti baru dan definitif kepada pemberkatan roti dan anggur.

1335 Mukjizat perbanyakan roti menunjukkan lebih dahulu kelimpahan roti istimewa dari Ekaristi-Nya. Tuhan mengucapkan syukur, memecahkan roti dan membiarkan murid-murid-Nya membagi-bagikannya, untuk memberi makan kepada orang banyak. Tanda perubahan air menjadi anggur di Kana telah memaklumkan saat kemuliaan Yesus. Ia menyampaikan penyempurnaan perjamuan pernikahan dalam Kerajaan Bapa, di mana umat beriman akan minum anggur baru, yang telah menjadi darah Kristus.

1336 Pernyataan pertama mengenai Ekaristi, memisahkan murid-murid-Nya dalam dua kelompok, sebagaimana juga penyampaian mengenai sengsara-Nya menimbulkan reaksi menolak pada mereka: "Perkataan ini keras, siapakah sanggup mendengarkannya?" (Yoh 6:60). Ekaristi dan salib adalah batu-batu sandungan. Keduanya membentuk misteri yang sama, yang tidak berhenti menjadi sebab perpecahan. "Apakah kamu tidak mau pergi juga?" (Yoh 6:67). Pertanyaan Tuhan ini bergema sepanjang masa; melalui pertanyaan ini cinta-Nya mengundang kita, supaya mengakui bahwa hanya Dialah memiliki "perkataan hidup kekal" (Yoh 6:68) dan bahwa siapa yang menerima anugerah Ekaristi-Nya dengan penuh iman, menerima Dia sendiri.


Jadi, Ekaristi semata-mata bukan hanya mengenang akan karya keselamatan Yesus Kristus, namun terlebih bahwa Tubuh dan DarahNya sendiri menjadi kurban kudus, sehingga bersamaNya manusia berdosa yg ikut dalam perjamuan kudus itu turut serta dan menjadi bagian di dalam segenap karya keselamatan Allah.



III. Iman dan Perbuatan

Ketika Yakobus berkata, "Kamu lihat bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman," Katolik memahaminya secara literal. "Bukan hanya karena iman" sama dengan "bukan hanya karena iman." Tetapi Protestan bersikeras bahwa "bukan hanya karena iman" sesungguhnya artinya kita dibenarkan oleh iman saja. Ini sebenarnya adalah salah satu doktrin inti Protestanisme, yakni Sola Fide.
Kata-kata St. Yakobus sudah jelas: "Bukan hanya karena Iman!".
mengandung arti: Karena Iman dan ..... (Perbuatan).

Mengapa kedua hal tersebut tidak dihubungkan dengan kata "atau"?
Seandainya kedua hal tersebut dihubungkan dengan kata "atau" maka pengertiannya keselamatan dapat diperoleh dengan hanya iman, tetapi juga oleh hanya perbuatan. Dan itu pastilah lebih sangat tidak sesuai dengan paham sola fidenya St. Yosef.

Jadi, jelaslah mengapa konsep sola fide ditolak oleh Gereja Katolik!

Maaf, kalau tidak salah Gereja Katholik dan Lutheran telah memiliki kesepakatan mengenai hal ini. Mungkin ada yang bisa menambahkan?
Maaf, tidak ada kesepakatan dalam hal iman!


Salam
Jebling
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.