roughtorer
IndoForum Senior A
- No. Urut
- 44416
- Sejak
- 24 Mei 2008
- Pesan
- 6.755
- Nilai reaksi
- 174
- Poin
- 63
Ini kisah nyata, dengan beberapa dramatisasi ala Roughtorer, sekedar untuk latihan menulis, sekedar untuk curhat monolog pada layar monitor Phillips LCD 17" yang baru mau ditest hari ini. Kejadiannya asli. Namanya dipalsukan, untuk menghindari ketidak seragaman persepsi. Bumbu bumbu ditorehkan, agar anda tidak mengantuk membacanya. Karena ini panjang.... paling tidak lumayan panjang....
Tahun 1997 an barangkali. Sekitar 10 tahunan yang lalu.
Aku mengenal seorang sepecial. Gak gitu cakep, gentleman, lucu, pinter dan supel. Kita sekelas, kuliah padat di Politeknik USU Medan. Masuk jam 7 pagi, pulang jam 3 sore. Diledek anak fakultas lain, sebagai SMA kelas 4. Gpp.... nyaman-nyaman saja. Kadang justru terlihat keren dengan seragam baju lab warna putih ala dokter. Kadang gaya dengan sepatu PDL (Pakaian Dinas Lapangan). Karna anak Poltek rata-rata Menwa. Resimen Mahasiswa, yang suka sok gaya, ceprak ceprok kalau melangkah. Kadang menggertak. Walau kadang kelelahan juga dengan beban ransel di pundak yang beratnya diatas 15 kilo.
Nah. Temanku ini sekelas denganku. Kita teman sekelas, tentu saja.... wekekekeke.... ada kedekatan bathin. Saya sering nyontek ujian dia. Dia juga sering ngotot minta diajari matematika. Karna aku dulunya anak Fisika, sementara dia anak Sos. Jadi, kalau ada pelajaran Statistik, matematika akuntansi, hitung-hitungan.... paling gegaslah saya dibanding dia.
Tapi dia juga kamus berjalan. Bahasa Inggrisnya heboh. Kayanya kata apa saja yang ada di text book akuntansi dasar dan lanjutan, dia tahu artinya. Oh, iya.... di Poltek jurusan akuntansi di jaman saya. Semua diwajibkan memakai text book bahasa Inggris. Jadi, untuk satu pelajaran akuntansi, ada 3 buku sangat tebal. Satu versi asli bahasa Inggris, satu terjemahan, dan satu lagi.... wekekeke buku bahasan soal.... ini untuk mengakali saat ada PR yang diberikan guru/dosen. Kalau pas disuruh ngerjain ke papan tulis gak bisa. Di Poltek dihukum berdiri sambil jewer telinga sih biasa. Namanya juga SMA kelas 4.
Hubungan perteman yang semakin dekat. Kelas berikutnya, aku memilih duduk semeja dengannya. Di Poltek Akuntansi, kami disediakan meja panjang dengan 2 kursi. Tidak seperti anak fakultas yang pakai kursi yang sudah menyatu dengan meja. Ini karena, yah... tiap hari harus menjurnal kan... bukunya gede... wekekeke... namanya saja buku besar.
Dan. Hubungan ini semakin dekat lagi akhirnya. Saling ngerti deh. Saya mau apa, keknya dia tahu. Dia mau apa... kayanya saya juga tahu. Walau kadang pura-pura sih... pake merajuk-merajuk.... ngambeg kata orang Jakarta. Pokoknya indah. Kalau gak sengaja (atau sengaja) karena ngantuk, tiduran di meja sekolah, tangan atau kepala bersenggolan. Buru-buru sadar, seakan-akan malu... malu maluin maksudnya.
Aku suka padanya. Tak tahu ini cinta atau bullshit. Yang pasti, dimana ada saya... disitu ada dia... paling gak mungkin dia terlambat 5 menit, atau saya yang molor 10 menit.... kan saya perlu berhias bentar.... make up sih ogah....
Dan, rupanya waktu berubah. Entah kenapa Rio berubah. Agak murung belakangan ini. Sudah beberapa hari cabut terus kerjanya. Kadang bawa gitar ke sekolah. Pas jam break ke II yang hampir 1 jam, suka nyanyi nyanyi sendiri dengan nada nyayat nyayat telinga. Lirih.
Aku temannya, teman baik. Bohong kalo aku gak tanya-tanya. Maka, memang benar aku tanya. Ada Apa?...... dan dia bales pake nyanyi....
'Bimbim..... bimbim jangan menangis...... bim bim... jangan pernah menangis.....'
Emang dia Slanker.
Dan, dia hanya senyum senyum kurang ajar kalo aku sudah maksa. Pake ngancem gak mau kasi contekan.
"Biasanya masalah bapak sama Ibu.... udah mau pisah kayanya...."
Simpati itu yang bisa aku berikan, selain mencoba untuk selalu mencairkan suasana, seperti banyolan-banyolanku, yang mungkin semakin lama semakin basi. Yang pasti, apapun usahaku. Rio tidak juga kelihatan ceria.
Rio semakin hari semakin gak karuan. Seminggu mungkin hanya 2 hari dia di kampus. Selebihnya aku tak tahu. Mungkin dia gabung dengan anak-anak ITM. Aku takut dan risau. Tak pernah aku memikirkan ornag lain seperti aku mikiran dia. Rio menghindar dari kami, teman-teman sekelasnya. Hukuman guru semakin banyak untuknya. Wajahnya yang kasar semakin kasar belakangan ini. Rio mulai menarik diri. Banyak yang mulai menghindari bau tembakaunya. Entah dia dikucilkan, atau dia yang mengucilkan diri. Kesupelan yang dulu ada padanya entah kenapa, raib. Katanya adiknya sudah putus sekolah. Rio bertahan, karena di universitas negri biayanya masih bisa dibilang teramat murah.
Dan dia kemaren sakit. Sudah 4 hari di opname kata adiknya. Sore ini, dengan teman sekelas mau menjenguk Rio. Oh yah... di Poltek, kelas 2A Akuntansi, penghuninya tinggal 22 orang, awal tahun ajaran pertama dulu kelasku ada 24 orang, malang nasib temanku, ada 2 orang yang DO. Kedua-duanya anak PMDA (lulus masuk perg negri tanpa test). Yang satu, dengan nama Yani akhirnya gila, karena stress.... saat kami mengunjunginya Juni yang lalu, dia sudah tidak mengenali kami lagi
. Tapi asik bicara dengan tembok. Aku menangis saat itu. Beberapa teman juga sama. Bagaimanapun susah getir, capek dan ketatnya disiplin di Politeknik membuat kekeluargaan mahasiswa Politeknik sangat kuat. Kami menyebutnya jiwa korsa.Dan, kali ini jangan Rio deh.... entah mengapa, ini makluk Tuhan paling dekat denganku di kampus ini.
Rio terbaring lemah. Matanya mungkin sudah tidak sampai 5 watt lagi. Selang infus menusuk nadinya. Rambutnya yang sedikit gondrong awut awutan. Mukanya sudah hampir sewarna tembok putih. Tapi dia masih mengenal aku.
Dan aku tersenyum.... Rio terkene typus. Kelelahan fisik kata dokter. Semuanya akan baik-baik saja.... Hingga semua teman sudah pulang. Aku memandang Rio. Takjub dengan betapa berubahnya wajah keras di depanku ini.
"Linda.... makasih yah.... " suaranya lemah.....
"Kamu istirahat yang banyak, bentar lagi cece Lidia datang...." katanya
Akhirnya aku pulang. Naik angkot no 17.... jurusan Padang Bulan.
............
...........
...........
Rio Mati. Aku bergegas ke rumah sakit. Menangis tentu saja. Didepanku tubuh kaku, sangat pucat, tergeletak seperti tidur. Matanya tertutup damai. Urat-urat di tangannya kelihatan kebiruan. Secarik kertas di genggamanya, aku ambil.... tulisan tangannya pakai spidol warna merah....
'Linda, I love you......
Maaf meninggalkanmu seperti ini. Kesalahan demi kesalahan aku lakukan. Bahkan untuk mengakui aku mencintai orang yang kucinta sepenuh hatipun aku tak berani.... Jangan menangis sayang..... Rio sayang Linda sampai mati....
Rio'
Kemudian ada lagi. Cover album 'Orang Gila' Iwan Fals.... Kasetnya ada di walkman yang headphonenya di kuping Rio.... Bagian tertentu di stabillo....
'Pernah kita sama sama susah.... terperangkap di dingin malam...
Terjerumus dalam lubang jalanan, tergilas kaki sang waktu yang sombong'
Sahabat, masih ingatkah, kau?.....'
Aku memeluk tubuh kaku itu. Menyesal. Menyesali. Menangis
---------------------------------------------------
Bila anda jatuh cinta, katakan sejujurnya. Jangan takut mencintai. Jangan takut ditolak. Jangan takut.... Takutlah bila membenci. Aku benci pengalaman ini. Aku tak mau ini terjadi lagi.
Mencinta bukan dosa.
Alienisasi, pengucilan. Seringkali sekejam penolakan. Disaat terpuruk, perlu ada bahu untuk bersandar. Takdir memisahkan. Tapi penyesalan memang selalu terlambat. Mengapa tidak sejak awal sadar bahwa ada rasa cinta?....
Jangan takut jatuh cinta.
liat aja deh di forum poetry...
)
