Tmen2 IF..gw mau tanya dong..
emg kalo kita fitness bisa bikin pendek ya? atau memperhambat pertumbuhan??
gw tanyain ke instruktur fitness gw sih katanya enggak,asal gak ngangkat beban atau barbel yg overweight bgd..
gw soal nya baru2 ini aktif nyoba fitness..dan gw umur 17 thn tp tinggi gw cmn sktr 170 .. kl dipikir2 tmen2 gw kbnykan 170 keatas smua..
gw jg dah aktif rutin minum susu hiloteen segelas sehari..ada tips2 lain ga biar nambah tinggi? thx
sebenernya sih kalo umur 17 tahun mungkin uda masuk masa" 'mandek' kali yah.. kalo dari beberapa sumber, utk laki2 misalnya, umur 18-20 tahun pertumbuhannya uda mulai terhenti. ada yg blg umur 18 uda terhenti, ada juga yg bilang umur 17 udah mulai berenti
kl fitnes mgk menghambat pertumbuhan, tapi kalo misalnya ngangkat beban kearah atas, atau beban yg overweight. tp kalo maw optimalin tinggi badan, mening jangan angkat2 beban dl, tapi fitness kan ga harus selalu angkat beban? kan bisa treadmill, aerobic jg
selain itu sebenernya yg namanya tinggi badan, faktor utamanya adalah
genetik. olahraga seperti basket, renang, itu cuma faktor2 tambahan yang sebetulnya efek utamanya adalah kebugaran, jadi ga gitu bantu banyak.
mungkin kl kk mw tetep usahain ninggiin badan, coba aja olahraga2 tsb dan memperhatikan makanan bernutrisi seperti byk protein n kalsium, atau membiasakan diri duduk lebih tegak (bisa tinggi dikit loh, karena aslinya tulang belakang kita melengkung
)
semoga berhasilll dan membantuu
mitos dan fakta seputar tinggi badan
* Orang Asia (termasuk Indonesia) lebih pendek dari orang Eropa dan Amerika.
Ketimbang orang "bule" umumnya orang Asia lebih pendek karena potensi
genetiknya memang seperti itu. Tapi, bukan berarti patokan tinggi badan orang
Asia tidak akan berubah. Bangsa Jepang, misalnya, sejak 20-30 tahun setelah
Perang Dunia II (1942-1945) sampai sekarang, potensi genetiknya sudah berubah
sekali. Target tingginya bisa bertambah sekitar 8-9 cm dari target tinggi
potensi genetiknya. Potensi genetik bila ditambah dengan faktor gizi dan
lingkungan yang baik seperti yang dialami bangsa Jepang, hasilnya akan positif.
Hanya saja, potensi genetik tidak dapat berubah secara tiba-tiba melainkan
butuh proses lama.
* Panjang badan bayi baru lahir menentukan tinggi badannya saat dewasa.
Panjang lahir tidak menentukan tinggi badan anak kelak. Ada sebuah fase
pertumbuhan anak yang dikenal sebagai catch-up and down (kejar tumbuh dan
menurun). Bayi dengan panjang lahir 52 cm, saat berusia 2-3 tahun bisa menjadi
lebih pendek daripada bayi yang panjang lahirnya 49 cm. Mengapa demikian?
Karena pada usia 2-3 tahun masing-masing anak akan mencari sendiri jalur
potensi genetiknya. Artinya, bila kedua orang tuanya berperawakan tinggi maka
ia pun akan tumbuh ke jalur potensi genetik tersebut. Namun, bukan berarti jika
orang tua berperawakan pendek, maka anaknya langsung "masuk" ke jalur potensi
pendek. Jangan lupa, disamping faktor genetik ada faktor penunjang lain seperti
anak tak sakit-sakitan dan asupan gizi yang baik.
* Jika orang tua bertubuh pendek maka anak pun akan bertubuh pendek.
Memang ada istilah familial short stature, artinya perawakan orang tua akan
berpengaruh pada perawakan anak. Jadi, prediksi tinggi anak saat dewasa bisa
diukur dari tinggi orang tua. Inilah yang disebut dengan target potensi tinggi
akhir.
Rumusnya, pada anak laki-laki yaitu: (tinggi ibu + 13) + tinggi ayah, lalu
hasilnya dibagi dua. Perolehan ini menunjukkan tinggi akhir anak. Angka yang
didapat masih bisa bergeser ke bawah atau ke atas dengan kemungkinan plus-minus
8,5 cm. Sedangkan untuk anak perempuan rumusnya: (tinggi ayah - 13) + tinggi
ibu, hasilnya juga dibagi dua. Perolehan akhirnya juga disertai kemungkinan
plus-minus 8,5 cm.
Tugas orang tua adalah mengejar pencapaian tinggi akhir anak tersebut. Tentunya
dengan menciptakan lingkungan yang kondusif dan asupan gizi yang mencukupi bagi
tumbuh kembang si kecil. Kesimpulannya, memang sangat mungkin perawakan pendek
orang tua akan menurun pada anaknya. Namun, tidak mesti demikian karena ada
faktor lingkungan yang juga berpengaruh.
* Tinggi badan akan mandek saat remaja.
Hal ini tergantung pada masing-masing anak. Pertumbuhan tinggi badan anak
laki-laki akan berhenti di usia 20 tahun. Sementara pada anak perempuan sampai
usia 18 tahun. Namun, usia bukanlah patokan mati karena tinggi badan juga
berkaitan dengan fase cepat pertumbuhan yang biasanya terjadi sebelum pubertas.
Nah, datangnya masa pubertas bervariasi pada setiap anak. Anak laki-laki
umumnya mengalami puber saat usia 9-14 tahun dan anak perempuan antara usia
8-13 tahun.
Pada fase pertengahan pubertas ada istilah "pacu tumbuh". Pada anak perempuan
biasanya terjadi sebelum mendapat haid pertama. Jadi, meskipun setelah mendapat
haid masih terjadi pertumbuhan, kecepatannya tidaklah sepesat pertumbuhan
sebelumnya. Berarti, pada anak perempuan yang lebih dini mendapat haid, ada
kemungkinan tinggi badan akhirnya kurang dari target.
* Anak laki-laki lebih tinggi daripada anak perempuan.
Secara genetik anak laki-laki memang lebih tinggi ketimbang anak perempuan.
Dari rumus penghitungan tinggi akhir pun tampak adanya perbedaan tinggi anak
laki-laki dengan perempuan. Lihat rumusnya, perhitungan tinggi anak laki-laki
ditambah 13, sedangkan tinggi badan anak perempuan dikurangi 13.
* Senam membuat anak jadi pendek.
Suatu penelitian menyingkap, olahraga senam yang dilakukan secara berlebihan
(seperti pada atlet senam) akan mengakibatkan gangguan pada pertumbuhan anak.
Akibatnya, target tinggi akhir anak tidak tercapai alias tubuhnya tetap pendek.
Ini terjadi karena latihan senam yang terlampau berat akan menekan poros pusat
pengatur hormon pertumbuhan anak. Bila pusat hormonnya terganggu, maka
pertumbuhan anak pun ikut terganggu, termasuk pertumbuhan tinggi badannya.
* Renang dan basket bisa menambah tinggi badan anak.
Baik renang maupun basket tidak akan dapat menambah tinggi badan anak. Anak
akan tetap tumbuh sesuai dengan target tingginya. Kalau memang target tingginya
pendek, maka tubuh anak tetap saja pendek. Olahraga hanya berfungsi membugarkan
tubuh saja.
* Bergelantungan di tiang palang bisa bikin tinggi.
Meski otot-otot tampak teregang kala bergelantungan di tiang palang, tetap saja
latihan ini tidak akan menambah tinggi anak. Asal tahu saja, proses pertambahan
tinggi tak bisa dilakukan dengan cara seperti itu. Proses tinggi badan juga
dipengaruhi 3 hormon pertumbuhan, yaitu hormon tiroid, hormon pertumbuhan, dan
hormon seks seperti estrogen dan testosteron. Hormon tiroid dan hormon
pertumbuhan sudah diproduksi sejak bayi dilahirkan, sementara hormon seks baru
mulai dibuat pada masa pubertas. Bila ada gangguan pada salah satu hormon
tersebut, maka pertumbuhan tinggi anak pun akan terpengaruh.
Untuk mendeteksi adanya gangguan hormon, diperlukan kontrol rutin (sebulan
sekali) ke dokter hingga anak berusia 1 tahun untuk mengamati BB, TB, dan
lingkar kepalanya. Setelah usia itu, kontrol bisa dilakukan tiap 3 bulan
sekali. Perhatikan juga dengan seksama kurva pertumbuhan anak. Dengan begitu,
peyimpangan pertumbuhan anak dari alur normal bisa segera dicari penyebabnya
dan ditangani.
* Pertambahan tinggi melesat saat pubertas.
Memang, pada fase pertengahan pubertaslah pertambahan tinggi akan melesat. Jika
ditelusuri, pertambahan tinggi badan anak sejak lahir sampai usia 1 tahun
adalah sekitar 25 cm atau 1,5 kali panjang lahir. Pada usia 2 tahun,
pertambahan tinggi yang diperoleh sekitar 12-13 cm. Di atas 3 tahun hingga
pubertas, pertambahannya tak banyak, antara 4-7 cm per tahun. Setelah masa
pubertas, pertambahan tinggi akan meningkat kembali hingga belasan sentimeter,
sebelum kemudian pertumbuhan tinggi badannya akan berhenti
* Anak laki-laki akan bertambah tinggi setelah dikhitan.
Tak ada pengaruhnya sama sekali antara khitan dan tinggi badan. Mengapa sunat
diidentikkan dengan pertambahan tinggi badan? Karena umumnya anak laki-laki
dikhitan menjelang masa pubertasnya. Saat itu, hormon seks (testosteron) sudah
mulai diproduksi oleh tubuhnya. Jadi, bukan karena dikhitan anak jadi bertambah
tinggi, tapi memang sudah waktunya ia tumbuh tinggi dengan adanya pengaruh
hormon tadi.
* Ikut ortopedi bisa tambah tinggi.
Kiat ortopedi dengan menggunakan alat-alat tertentu tidak akan menambah tinggi
badan anak. Jadi tidak ada gunanya, karena proses pertambahan tinggi tidak
sesederhana itu.
* Pertumbuhan tulang berkaitan dengan tinggi badan.
Memang ada kaitannya. Bila terjadi gangguan atau kelainan perkembangan tulang
pada anak seperti akondroplasia (kelainan bawaan dalam proses pengapuran tulang
rawan), rakitis atau lainnya, maka akan terjadi hambatan pertumbuhan sehingga
perawakan anak bisa tetap pendek. Adanya gangguan tulang bisa dilihat dari
pemantauan secara berkala berdasarkan pengukuran tinggi badan, tinggi duduk,
tinggi berdiri, panjang ekstrimitas dan lainnya.
* Kurang kalsium sebabkan anak pendek.
Kekurangan kalsium bisa menyebabkan gangguan pada tulang sehingga anak tidak
tumbuh dengan baik dan perawakannya pendek. Hanya saja, faktor ini merupakan
parameter yang kecil sekali dibandingkan pengaruh faktor lain, seperti genetik,
hormon, gizi sehari-hari, dan lingkungan. Lagi pula, kekurangan kalsium tak
akan terjadi bila tak ada gangguan, misalnya menurunnya fungsi ginjal yang
menyebabkan proses penyerapan kalsium oleh tubuh jadi terganggu.
* Anak kembar yang terpisah dari ibu akan pendek.
Kedengarannya agak aneh, tapi hal ini ternyata benar. Dalam dunia kedokteran
ada istilah devrivasi maternal atau memisahkan salah satu anak kembar dari
ibunya. Anak yang dipisahkan itu biasanya akan mengalami hambatan proses tumbuh
kembang yang mempengaruhi tinggi badannya. Penyebabnya, selain masalah
psikologis dalam diri anak, juga tentunya faktor lingkungan dan asupan gizi
yang tidak maksimal.
* Stres dan penyakit kronik mempengaruhi tinggi anak Stres yang terjadi pada
anak bisa menekan pengeluaran hormon pertumbuhan. Akibatnya pertumbuhan anak
jadi terganggu. Selain itu, penyakit yang bersifat kronik, seperti asma juga
dapat mengganggu pertumbuhan anak. Kala asmanya kambuh, anak tak bisa tidur
nyenyak dan kurang beristiharat. Padahal, hormon pertumbuhan akan keluar
optimal saat anak memperoleh istirahat cukup.