• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Februari, ingatan, dan Cinta

asoybanget

IndoForum Beginner A
No. Urut
52516
Sejak
12 Sep 2008
Pesan
1.375
Nilai reaksi
47
Poin
48
Di Februari inilah aku kembali mengingatmu, Cinta. Sebuah ingatan yang telah mengental di setiap sudut ruang pikiranku. Sebuah ingatan yang lebih berwarna, lebih bersuara, dan lebih gegap gempita daripada kenyataan itu sendiri. Sebuah ingatan yang tidak lagi apa adanya, sebab aku memang selalu merekonstruksi ingatan-ingatanku yang berhubungan denganmu. Ingatanku tentangmu sering sangat liar, meluncur mengikuti alur yang sesuai dengan kehendakku, menjauhi tepian kesedihan, menuruti emosiku, sehingga tidak aneh jika ingatanku tentangmu tidak lagi pernah selalu apa adanya bahkan sering berbeda dengan kenyataan. Tetapi dengan begitu aku selalu mengingatmu, Cinta. Ya, ingatan yang selalu berhasil menjebakku ke dalam pusaran kerinduan yang akut. Aku mengingatmu sekaligus sangat merindukanmu. O, dimanakah kini kamu berada, duhai Cinta?

Tangan-tangan waktu telah berhasil membunuh Januari dari kalender Gregorian dan Februari pun lahir kembali setelah sebelas bulan membisu dalam rahim waktu. Astaga. Betapa lekas detik terlepas. Kini aku kembali berjumpa dengan Februari, perjumpaan yang ke dua puluh delapan, dan ingatanku atas dirimu belum juga mati. Kekal. Imortal. Tak pernah usai. Aneh. Benar-benar aneh, Cinta. Padahal langit pun tahu betapa aku dan kamu belum pernah bertemu. Namun, mengapa ingatan-ingatan tentang dirimu begitu mengental di dalam pikiranku?

Seseorang pernah mengatakan bahwa tidak ada ingatan yang tidak diawali dengan mengalami. Benarkah begitu? Benarkah ingatan harus selalu diawali dengan mengalami? Apakah ingatan harus melulu memiliki objek yang kongkret dalam kenyataan? Aku sangat keberatan dengan anggapan seperti itu. Aku ingat tanggal, bulan, dan tahun berapa keruntuhan Khilafah Islamiyah di Turki terjadi. Aku ingat, sebelum menenggak racun cemara yang akan menghabisi nyawanya, Socrates sempat mengingatkan seorang temannya untuk membayarkan utangnya yang belum lunas. Aku ingat Nietszche adalah seorang filsuf pesakitan yang lantas menjadi gila sebelum mampus digerus waktu. Aku ingat tentang kaum Khawarij yang tidak mau ikut dalam barisan Ali bin Abi Thalib ataupun dalam barisan Mu'awiyah. Aku ingat tentang peringatan hari Assyura' di Karbala yang dirayakan oleh kaum Syi'ah, sebuah perayaan menyiksa diri yang terlihat sangat sadis dan mengerikan di awal bulan Muharam. Aku ingat tentang pembunuhan Jhon lennon yang dilakukan oleh penggemar fanatiknya sendiri. Dan banyak lagi contoh ingatan-ingatan lainnya yang ada di dalam kepalaku yang padahal tidak pernah aku alami. Sama seperti ingatanku kepada Allah Subhanahu wa ta'ala yang tidak pernah tidur di atas sana. Aku mengingat-Nya, padahal seluruh inderawiku tidak pernah sekalipun bersentuhan dangan-Nya. O, terbuat dari apakah ingatan? Katakanlah kepadaku, Cinta, terbuat dari apakah ingatan? Apakah ingatan yang diperoleh melalui bacaan itu sama dengan ingatan yang didapatkan secara empiris? Oh, sepertinya aku sudah mulai ngawur. Lihatlah, Cinta, aku sudah mulai ngawur.

Di Februari ini aku kembali mengingatmu, sangat merindukanmu, dan aku pun sudah mulai ngawur. Katakanlah kepadaku, Cinta, dimanakah kini kamu berada? Lihatlah, di usia Februari yang ke empat belas ini, orang-orang mencarimu di antara kuntum-kuntum bunga, sepotong cokelat, dan warna-warna merah muda. Coba kamu saksikan pemuda itu, ia membeli setangkai mawar dengan mata berbinar-binar. Dengarlah suara hatinya: "Aku akan berikan bunga ini untuknya sebagai tanda cintaku kepadanya.". Ah, benarkah? Aku memang belum paham betul tentang semiotika. Tetapi, benarkah bunga merupakan simbol perwujudan atas dirimu? Aduh, aku kira pertanyaan itu tidaklah penting. Sebab, permasalahannya sekarang adalah, mengapa di Februari ini, yang kata banyak orang adalah bulan yang penuh cinta, airmata dan darah masih terus mengalir? Mengapa di Februari ini, yang katanya bulan penuh kasih sayang, kehidupan kaum mayoritas (proletar) masih terus ditindas oleh kaum minoritas (borjuis)? Di hari yang katanya penuh cinta dan kasih sayang ini, mengapa kaum muslimin di seluruh dunia masih terpecah-pecah menjadi berbagai negara dan masih diperbudak oleh nasionalisme-sekulerisme-demokrasi-kapitalisme dan belum juga bersatu dalam naungan Daulah Islamiyah? Di sudut dunia manakah kamu bersembunyi, duhai Cinta?

Oh, sepertinya proses berpikirku sudah mengalami lompatan-lompatan ide yang chaos. Tidak lagi teratur.

Tetapi, di bulan Februari ini, aku belum juga berhasil menemukanmu, Cinta. Belum berhasil! Benarkah kamu bersembunyi di antara tangkai-tangkai bunga, sepotong cokelat, dan warna-warna merah muda? Kalaupun benar begitu, apa boleh buat, aku tidak akan pernah mencarimu di sana. Sebab, menurutku semua itu hanyalah sebuah lelucon yang sama sekali tidak lucu, dan aku akan memutuskan untuk berhenti mencarimu! (Tukang Tidur)
 
Di Februari inilah aku kembali mengingatmu, Cinta. Sebuah ingatan yang telah mengental di setiap sudut ruang pikiranku. Sebuah ingatan yang lebih berwarna, lebih bersuara, dan lebih gegap gempita daripada kenyataan itu sendiri. Sebuah ingatan yang tidak lagi apa adanya, sebab aku memang selalu merekonstruksi ingatan-ingatanku yang berhubungan denganmu. Ingatanku tentangmu sering sangat liar, meluncur mengikuti alur yang sesuai dengan kehendakku, menjauhi tepian kesedihan, menuruti emosiku, sehingga tidak aneh jika ingatanku tentangmu tidak lagi pernah selalu apa adanya bahkan sering berbeda dengan kenyataan. Tetapi dengan begitu aku selalu mengingatmu, Cinta. Ya, ingatan yang selalu berhasil menjebakku ke dalam pusaran kerinduan yang akut. Aku mengingatmu sekaligus sangat merindukanmu. O, dimanakah kini kamu berada, duhai Cinta?

Tangan-tangan waktu telah berhasil membunuh Januari dari kalender Gregorian dan Februari pun lahir kembali setelah sebelas bulan membisu dalam rahim waktu. Astaga. Betapa lekas detik terlepas. Kini aku kembali berjumpa dengan Februari, perjumpaan yang ke dua puluh delapan, dan ingatanku atas dirimu belum juga mati. Kekal. Imortal. Tak pernah usai. Aneh. Benar-benar aneh, Cinta. Padahal langit pun tahu betapa aku dan kamu belum pernah bertemu. Namun, mengapa ingatan-ingatan tentang dirimu begitu mengental di dalam pikiranku?

Seseorang pernah mengatakan bahwa tidak ada ingatan yang tidak diawali dengan mengalami. Benarkah begitu? Benarkah ingatan harus selalu diawali dengan mengalami? Apakah ingatan harus melulu memiliki objek yang kongkret dalam kenyataan? Aku sangat keberatan dengan anggapan seperti itu. Aku ingat tanggal, bulan, dan tahun berapa keruntuhan Khilafah Islamiyah di Turki terjadi. Aku ingat, sebelum menenggak racun cemara yang akan menghabisi nyawanya, Socrates sempat mengingatkan seorang temannya untuk membayarkan utangnya yang belum lunas. Aku ingat Nietszche adalah seorang filsuf pesakitan yang lantas menjadi gila sebelum mampus digerus waktu. Aku ingat tentang kaum Khawarij yang tidak mau ikut dalam barisan Ali bin Abi Thalib ataupun dalam barisan Mu'awiyah. Aku ingat tentang peringatan hari Assyura' di Karbala yang dirayakan oleh kaum Syi'ah, sebuah perayaan menyiksa diri yang terlihat sangat sadis dan mengerikan di awal bulan Muharam. Aku ingat tentang pembunuhan Jhon lennon yang dilakukan oleh penggemar fanatiknya sendiri. Dan banyak lagi contoh ingatan-ingatan lainnya yang ada di dalam kepalaku yang padahal tidak pernah aku alami. Sama seperti ingatanku kepada Allah Subhanahu wa ta'ala yang tidak pernah tidur di atas sana. Aku mengingat-Nya, padahal seluruh inderawiku tidak pernah sekalipun bersentuhan dangan-Nya. O, terbuat dari apakah ingatan? Katakanlah kepadaku, Cinta, terbuat dari apakah ingatan? Apakah ingatan yang diperoleh melalui bacaan itu sama dengan ingatan yang didapatkan secara empiris? Oh, sepertinya aku sudah mulai ngawur. Lihatlah, Cinta, aku sudah mulai ngawur.

Di Februari ini aku kembali mengingatmu, sangat merindukanmu, dan aku pun sudah mulai ngawur. Katakanlah kepadaku, Cinta, dimanakah kini kamu berada? Lihatlah, di usia Februari yang ke empat belas ini, orang-orang mencarimu di antara kuntum-kuntum bunga, sepotong cokelat, dan warna-warna merah muda. Coba kamu saksikan pemuda itu, ia membeli setangkai mawar dengan mata berbinar-binar. Dengarlah suara hatinya: "Aku akan berikan bunga ini untuknya sebagai tanda cintaku kepadanya.". Ah, benarkah? Aku memang belum paham betul tentang semiotika. Tetapi, benarkah bunga merupakan simbol perwujudan atas dirimu? Aduh, aku kira pertanyaan itu tidaklah penting. Sebab, permasalahannya sekarang adalah, mengapa di Februari ini, yang kata banyak orang adalah bulan yang penuh cinta, airmata dan darah masih terus mengalir? Mengapa di Februari ini, yang katanya bulan penuh kasih sayang, kehidupan kaum mayoritas (proletar) masih terus ditindas oleh kaum minoritas (borjuis)? Di hari yang katanya penuh cinta dan kasih sayang ini, mengapa kaum muslimin di seluruh dunia masih terpecah-pecah menjadi berbagai negara dan masih diperbudak oleh nasionalisme-sekulerisme-demokrasi-kapitalisme dan belum juga bersatu dalam naungan Daulah Islamiyah? Di sudut dunia manakah kamu bersembunyi, duhai Cinta?

Oh, sepertinya proses berpikirku sudah mengalami lompatan-lompatan ide yang chaos. Tidak lagi teratur.

Tetapi, di bulan Februari ini, aku belum juga berhasil menemukanmu, Cinta. Belum berhasil! Benarkah kamu bersembunyi di antara tangkai-tangkai bunga, sepotong cokelat, dan warna-warna merah muda? Kalaupun benar begitu, apa boleh buat, aku tidak akan pernah mencarimu di sana. Sebab, menurutku semua itu hanyalah sebuah lelucon yang sama sekali tidak lucu, dan aku akan memutuskan untuk berhenti mencarimu! (Tukang Tidur)

syair yang bernuansa intelektual, pejuang yang memiliki kwalitas intelektual, memiliki kepibadian yang keras dan berkemampuan.
sayang....aku tidak bertatapan langsung dgn nya. aku menyukai orang2 hebat, apapun latar belakangnya.
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.