yg ini sedikit dipengaruhi oleh RO.... /heh /heh
To See You SUNFLOWER
Chapter1 > Segelas Jus Apel dan Tuak Manis
Angin yang berhembus di Midgard tidak pernah lepas dari aroma darah. Rumput dan pepohonan menari mengikuti irama takdir, menceritakan berbagai kisah kepahlawanan dari setiap pelosok tanah Midgard. Namun Prontera di pagi hari itu terasa begitu sejuk dan tenang, seolah tidak pernah tersentuh kerasnya peperangan. Dua tahun telah berlalu sejak disepakatinya perjanjian damai antara empat guild raksasa yang menguasai Valkyrie, Britoniah, Greenwood, dan Luina. Untuk sesaat para ksatria Midgard dapat meletakkan senjata dan tidur nyenyak; melupakan perang yang selama bertahun-tahun menguras habis keringat dan darah mereka.
Namun manusia, tetaplah manusia. Selama insan fana itu ada, perang tidak pernah terhenti.
Itulah yang dipikirkan oleh Kai ketika membuka jendela kamarnya. Pemuda berusia dua puluh satu tahun itu adalah seorang Knight muda yang mengabdikan diri pada Guild Grantgale, penguasa Valkyrie di Prontera. Pemimpinnya bernama Heath Savrille, seorang Wizard yang menghabiskan setengah abad hidupnya dalam Perang Emperium. Talenta dan dedikasi Kai menarik perhatian Heath; sehingga di usia semuda itu, Kai diberi kepercayaan untuk menjadi pengawal keluarga Savrille. Kini Kai adalah orang nomor satu yang paling dekat dengan Heath dan keluarganya.
Hari itu, Heath menugaskan Kai untuk menemani dia dan Cattleya, putrinya yang sebaya dengan Kai, untuk pergi ke Istana Greenwood di Payon. Tetua Su, pemimpin guild Minerva, akan merayakan ulangtahunnya yang ke tujuh puluh. Demi menjaga hubungan baik, perjalanan panjang pun harus ditempuh.
Ketika matahari sudah agak tinggi, Kai memulai perjalanan menuju Payon sambil memimpin rombongan kecil yang mengiringi tandu Heath dan Cattleya. Selama beberapa hari mereka harus melewati desa-desa kecil dan hutan yang mengitari Payon sebelum akhirnya tiba di Greenwood. Heath dan Cattleya dijamu dengan sangat baik oleh para petinggi Guild Minerva sehingga Kai merasa tenang.
“Kau boleh bersantai, Kai. Masih ada waktu beberapa jam sebelum pesta dimulai.” sahut Cattleya sebelum dia pergi beristirahat. “Kau harus mengunjungi bar di Payon. Minumannya terkenal enak, lho. Terutama jus buah-buahan.”
“Tidak apa, saya akan menemani Tuan dan Nona di sini.” kata Kai. “Lagipula saya tidak suka pergi ke bar.”
Ternyata bukan hanya Cattleya yang menyuruh Kai pergi beristirahat atau bersenang-senang. Heath pun menyarankan hal yang sama.
“Kamu masih muda, coba carilah hal-hal yang umum disukai anak muda. Di Payon kau bukan pengawal lagi, tapi pemuda biasa” begitulah kata Heath. Senyum jahil yang diwariskannya kepada Cattleya nampak di wajahnya yang sudah banyak kerutan. “Sekali-kali kau harus punya kekasih.”
Kai mengernyitkan kening mendengarnya. Dulu dia pernah bersumpah tidak akan mencari kekasih, apalagi sampai menikah. Bukannya antipati terhadap wanita, tapi dia ingin mengabdi pada Guild Grantgale seumur hidup; keberadaan kekasih hanya akan mengganggu keteguhan hatinya. Tapi itu adalah sumpahnya sewaktu berusia dua belas tahun, tanpa mengerti arti sebenarnya dari mencintai seseorang. Namun sampai detik itu, Kai masih bersikukuh pada sumpahnya.
Walaupun demikian, Kai tetap pergi ke bar. Dia hanya ingin beristirahat, tidak lebih. Lagipula dia ingin mencoba jus buah-buahan Payon yang konon dapat membantu pemulihan cedera. Bar yang didatangi Kai bernama Sunflower. Kai duduk di salah satu bangku, kemudian seorang gadis novice bertopeng yang menggunakan celemek bermotif bunga matahari datang menghampirinya.
“Mau pesan apa, Tuan ?”
Kai memperhatikan gadis itu dengan seksama, terutama pada topengnya. Tidak seluruh wajah tertutup topeng, hanya sebelah kiri saja.
“Anda hendak memesan minuman atau ingin melihat topengku ?” tanya gadis itu lagi. Rupanya dia sadar kalau Kai memperhatikannya. Meski terkesan sinis, tapi gadis itu berbicara dengan nada ramah.
“Oh, maaf…” ujar Kai kikuk. Dia mendehem, kemudian berpikir sebentar. “Ermm, aku ingin jus. Jus apel.”
“Dicampur tuak atau tidak ?”
“Eh ?”
“Anda bukan orang Payon, ya ?” kata gadis itu lagi. Kai mengangguk. “Di sini, orang gemar mencampur jus apel dengan tuak manis untuk memperkuat rasa. Kalau Anda pendatang, maka Anda harus mencobanya. Bar ini terkenal dengan jus apelnya yang dicampur tuak.”
Kai pun mengangguk. “Baiklah. Kau pilihkan saja yang paling enak untukku.”
“Yang paling enak, tentu saja yang paling memabukkan. Tapi kalau Anda mabuk sampai mengamuk, harga jusnya ditambah biaya reparasi barang yang Anda rusak, loh.” sahut gadis itu sambil berlalu dengan senyum lebar.
Gadis yang kocak, pikir Kai. Kai sudah terbiasa dengan sifat Cattleya yang senang bercanda, tapi gaya gadis ini berbeda sekali. Mungkin karena dia mengenakan topeng sehingga muncul kesan misterius, berlawanan dengan sifatnya yang periang.
Tak lama kemudian, seorang wanita gemuk yang juga menggunakan celemek bermotif bunga matahari datang sambil membawa pesanan. “Ini jusnya, Tuan. Selamat menikmati.” ujarnya sambil meletakkan segelas besar jus apel di meja Kai.
“Loh, ke mana gadis pelayan yang tadi ?” tanya Kai.
“Gadis pelayan ?” wanita gemuk itu mengerutkan kening.
“Iya, gadis yang tadi. Ermm, yang bertopeng itu…”
“Maksudmu Vio, ya ? Dia bukan pelayan, tapi tetanggaku. Dia sering membantuku di sini.” kata wanita gemuk itu. Sepertinya dia adalah pemilik bar itu. “Tadi Vio pergi ke pasar untuk membeli apel.”
“Oh, jadi namanya Vio…”
Wanita itu mengangguk. “Namanya Violetta, tapi lebih sering dipanggil Vio.” Wanita itu segera pergi karena tak lama kemudian datang tamu lain yang harus dilayani.
Kai menghabiskan minumannya dengan cepat, dan ternyata rasanya lumayan enak. Aroma tuak tidak merusak rasa jus, tapi justru memberikan kesegaran yang melegakan tenggorokan. Benar-benar minuman yang cocok untuk sore sepanas itu. Sebenarnya Kai ingin mengucapkan terima kasih pada Vio atas sarannya untuk mencoba minuman yang lezat itu, tapi gadis itu tidak kunjung kembali. Tapi ketika baru saja Kai hendak membayar, tiba-tiba Vio muncul di ambang pintu.
“Lho, Anda sudah mau pulang ? Padahal aku baru saja membeli apel, kupikir Anda akan ketagihan dan memesan segelas lagi.” kata Vio sambil menunjukkan sekeranjang apel di tangan kanannya.
Kai tertawa. “Ada-ada saja, kau …Dasar pelayan palsu.” sindirnya sambil tersenyum.
“Ketahuan, ya ?” Vio tersenyum. Dia menyerahkan belanjaannya pada wanita gemuk yang tadi, yang kemudian diketahui bernama Adela, kemudian duduk di samping Kai yang mengurungkan niat untuk pergi. “Namaku Vio. Anda adalah Knight dari Valkyrie, ya ?” tanyanya.
“Kok tahu ?”
Vio menunjuk emblem di dada Kai yang menggambarkan simbol Guild Grantgale. “Sejak berakhirnya Perang Emperium, hampir tidak pernah kulihat prajurit Valkyrie yang berkunjung ke Payon.” kata Vio lagi. “Anda datang ke sini karena ulangtahun Tetua Su, ya ?”
Kai membenarkan. “Tapi aku hanya pengawal.” tambahnya. “Oh ya, namaku Kai Riverwine. Panggil saja aku Kai.”
“Meskipun Anda orang Prontera dan aku adalah orang Payon, kuharap kita bisa berteman.” kata Vio.
“Tentu saja.” kata Kai. “Selama perjanjian damai tidak dikhianati, tidak ada alasan untuk tidak bersahabat.”
Vio mengangguk. “Sudahlah, sebaiknya kita tidak membicarakan hal-hal sulit. Bagaimana kalau kita minum saja ?”
“Boleh.” kata Kai semangat. “Bibi, aku pesan satu gelas lagi!” serunya pada Bibi Adela. “Eh tidak, DUA gelas lagi!”
“Aku juga, Bibi!” Vio ikut-ikutan menimpali.
“Segera!” jawab Bibi Adela.
Sore itu, Kai ngobrol dan minum-minum sampai mabuk. Pembicaraannya dengan Vio melantur sana-sini, tapi mereka nampak sangat menikmati saat-saat itu. Kai banyak bercerita tentang Prontera, sedangkan Vio menceritakan banyak hal tentang Payon. Selama ini Kai tidak pernah berbicara sesantai itu dengan wanita. Meskipun Cattleya sering mengajaknya bercanda, tapi dia terlalu segan untuk menimpali. Vio juga nampak sangat menikmati cerita Kai tentang masa pelatihannya di Valkyrie bersama Guild Grantgale. Kai lupa sampai mana dia bercerita karena tahu-tahu dia mabuk dan ketiduran karena minum terlalu banyak!
……
Esoknya, Kai kembali ke bar itu, tapi Vio tidak ada di sana. Dia bermaksud menyampailkan ucapan selamat tinggal karena dia akan segera pulang ke Prontera. Kai pun menitipkan pesan pada Bibi Adela sang pemilik bar, kemudian kembali Greenwood untuk mempersiapkan perjalanan pulang.
“Kemarin malam kau ke mana saja ?” tanya Cattleya sebelum menaiki tandunya. “Kupikir kau akan datang ke pesta, ternyata kau tidak muncul.”
Tapi sebelum Kai menjawab, Heath muncul dari belakangnya. Dia menepuk bahu Kai, kemudian tertawa. “Kudengar kemarin kau mabuk sampai ketiduran di bar, ya ?”
“M, maafkan saya…” sahut Kai sambil menundukkan kepala.
“Benarkah ?” tanya Cattleya tidak percaya. Dia tertawa. “Ternyata kau yang keras kepala ini bisa mabuk-mabukan juga ya ?”
“Saya tidak sengaja.”
“Tak apa, lagipula aku ‘kan sudah mengizinkan. Lagipula, pesta ulangtahun kakek-kakek berumur tujuh puluh tahun tidak lebih menyenangkan daripada bar.” canda Heath dengan suara setengah berbisik. Wajah Kai memerah karena malu. Tapi kemudian Heath memasang wajah serius dan berbicara dengan lebih tegas. “Tapi sekarang, kau kembali lagi menjadi pengawal. Mulai sekarang kau harus hati-hati.”
“Baik!”
Dengan diiringi ucapan terima kasih dari Tetua Su dan keluarganya, rombongan dari Guild Grantgale pun pulang ke Prontera. Sebenarnya Kai merasa agak kikuk, meskipun Heath tidak marah, tetap saja dia merasa malu pada dirinya sendiri. Tapi Kai tidak menyesal pergi ke bar itu, karena di sana dia mengenal seorang teman yang menyenangkan.
Sama seperti saat pergi, perjalanan pulang pun terasa jauh dan lama. Saat menjelang malam, Kai dan rombongannya tiba di tepi hutan, tiba suasana berubah menjadi mencekam. Kai merasakan ada bahaya, tapi yang ditangkap mata dan telinganya hanyalah kegelapan dan suara angin yang mendesir di antara pepohonan.
“Waaaaa…!!!” tiba-tiba terdengar erangan seorang prajurit pengiring di barisan belakang.
Kai segera menoleh, tiba-tiba dirasakan kehadiran seseorang mendekati. Seorang Assassin! Assassin yang menggunakan jubah ungu itu melesat sambil menghubuskan katar di kedua tangannya, begitu cepat hingga Kai tidak bisa menghindar. Dia menangkis dengan pedang yang masih tersarung. Sarung pedang itu terbelah dua dan jatuh ke lantai hutan. Assassin itu melompat, kemudian melesat pergi dari hadapan Kai. Insting mendorong Kai untuk menoleh ke belakang, dan ternyata Assassin itu benar-benar muncul di sana. Gerakannya yang cepat membuat Kai kesulitan untuk memperkirakan di mana dia akan diserang. Selain itu, Kai juga kesulitan membalas serangan karena Assassin itu dengan mudahnya menghindari tebasan pedang Kai.
“Ah…” erang Kai. Akhirnya katar assassin itu berhasil melukai pangkal lengan kiri Kai, menembus pelindung bahunya.
Assassin itu menyerang ke arah luka itu lagi, namun Kai memanfaatkan hal itu untuk menangkap tangan sang assassin. Assassin itu mencoba meloloskan diri, tapi dengan cepat dan tanpa ragu, Kai menusuk perut assassin yang meronta itu dengan pedangnya. Assassin itu mengerang kesakitan dan tewas seketika.
“Cih, sial…” desis Kai. Dia mendorong tubuh assassin itu, kemudian mencabut lagi pedangnya. Darah menyembur, membasahi tangan Kai.
Tapi Kai terlalu cepat menghembuskan nafas, karena detik berikutnya, jeritan terdengar lagi. Di antara pengiring yang terluka atau mencoba membela diri, nampak seorang Blacksmith sedang memutar-mutar palu raksasa di atas kepalanya.
“Hammer Fall…!!!”
Blacksmith itu memukulkan palunya ke tanah, dan tiba-tiba bumi bergetar hebat seperti terjadi gempa. Tandu Heath dan Cattleya terjatuh, serta seluruh pengiring yang berada di sana. Kai pun terhuyung-huyung karena kuatnya getaran yang ditimbulkan Blacksmith itu.
Heath menarik putrinya ke balik punggungnya, lalu berdri. Dia mengangkat tangan sambil membaca spell magic. “Fire Bolt…!!!” serunya.
Mendadak langit menjadi merah dan berapi-api seperti lava; dan detik berikutnya, jatuhlah hujan api yang terfokus kepada Blacksmith di hadapan Heath. Tubuh blacksmith itu kejang-kejang, tubuhnya nampak terbakar karenanya. Tapi ketika api sihir itu lenyap dan menyisakan kepulan asap, nampak blacksmith itu berdiri dengan bertumpu pada palu raksasanya. Sebuah senyum licik nampak di wajahnya yang puas.
“Dia masih hidup!” ujar Cattleya.
“Tak mungkin! Jangan-jangan, armornya…” gumam Heath tak percaya.
Blacksmith itu tertawa. “Heath Savrille, penguasa Valkyrie, ternyata Anda memang hebat. Kau benar, armor ini telah dirasuki roh Pasana.”
“Baiklah, kalau begitu…” Heath memejamkan mata dan membaca spell lagi. “Frost…”
Sebelum dia menyelesaikannya spellnya, dari tengah rimbunnya hutan, melesat sebatang anak panah, berkilau di bawah cahaya lembayung. Anak panah mendesis melawan angin dan menembus perut Heath. Spell terhenti, Heath mengerang, lalu batuk darah.
“Papa…!!!” jerit Cattleya.
“Nona Cattleya, awas!” Kai melompat ke arah Cattleya dan Heath, dan tiba-tiba anak panah kedua melesat menyerempet kaki Kai. “Uh!” Kai tidak terluka, tapi cukup sakit.
“Kai!”
“Nona, bersembunyilah! Bawa Tuan Heath ke balik tandu!” ujar Kai. ”Biar aku yang mengalihkan perhatian mereka!”
Ternyata masih ada seorang Hunter di pihak musuh. Kai mulai terjepit. Satu orang pengawal telah tewas karena serangan pertama, beberapa terluka dan sisanya pingsan karena serangan blacksmith. Kedaan Heath pun buruk sekali. Wajahnya mulai pucat dan bibirnya membiru. Sepertinya anak panah itu dilumuri racun. Kai yang bersikeras melawan blacksmith tadi pun tidak dapat berbuat banyak, apalagi hunter di tengah hutan tidak henti-hentinya melepaskan anak panah. Kai benar-benar kesulitan karena harus bertarung sambil menghindari anak panah. Akhirnya Kai terpojok, lalu jatuh terjerembab.
“Si, siapa kalian ?” tanya Kai.
Blacksmith itu menghampirinya, kemudian berjongkok. “Kami adalah utusan Greenwood.” katanya.
“Apa, Greenwood ?! Mustahil!”
“Mustahil ? Dalam politik tidak ada yang mustahil. Tapi kau boleh tenang, prajurit muda, kau tidak berarti apa-apa untuk dibunuh.” Blacksmith menoleh ke arah Heath, lalu mengangkat palu raksasanya. “Kaulah yang harus mati, Heath Savrille!”
“TIDAK!” seru Kai dan Cattleya bersamaan.
Tiba-tiba, angin berhembus. Kai dan Cattleya tidak tahu apa yang terjadi karena tiba-tiba saja, blacksmith itu terpelanting dan jatuh ke tanah. Seseorang memukulnya. Kemudian Kai menyadari kalau ‘pihak ketiga’ yang menolongnya adalah seorang monk wanita! Rambutnya yang panjang berkibar dipermainkan angin. Monk itu menoleh, dan hal pertama yang terlihat di mata Kai adalah topeng yang menutup setengah wajahnya.
“V, Vio ?!” Kai berseru keheranan.
Tapi monk yang tidak lain adalah Vio itu tidak bergeming ketika Kai memanggilnya karena saat itu, sang blacksmith sudah bangkit lagi. Blacksmith itu mendengus, kemudian berteriak dengan keras seperti orang gila. Tiba-tiba saja otot-otot tangan dan dadanya mengeras, wajahnya memerah karena peningkatan adrenalin. Dengan setengah mengamuk, blacksmith itu menyerang Vio.
“Awas Vio!”
Vio tidak membalas, dia malah menghindar dengan kecepatan yang luar biasa, jauh lebih cepat daripada Assassin tadi. Dia seperti menghilang dan muncul lagi di tempat lain, benar-benar bagaikan sihir. Konon itu adalah salah satu jurus relokasi monk yang sangat sulit dipelajari. Tapi Vio nampak melakukannya dengan mudah seperti membalikkan telapak tangan. Blacksmith itu kembali menyerang, tapi Vio hanya menghindar. Dia seperti sedang mengumpulkan tenaga.
“Apa-apaan kau ?!” tanya blacksmith itu murka. “Lawan aku, perempuan! Jangan kabur!”
Vio tersenyum tipis. “Kau tahu, mengapa manusia menjadi kuat ?”
“Tentu saja dengan senjata dan armor terbaik! Itulah sebabnya aku akan menghabisimu, karena akulah yang terkuat!” balas si Blacksmith.
“Kau salah.” Kemudian Vio memejamkan mata, tapi tetap berbicara. “Manusia seperti alam yang menyimpan kekuatan besar. Tubuhnya adalah tanah, yang fana namun wujud bagi yang tak tersentuh.” Dari tanah, muncullah bola roh dan bergerak mengelilingi Vio. “Darah dan nafas manusia adalah air dan angin – mengalir, berhembus, dan memberi kehidupan. Jiwa manusia adalah api, membara dan melahirkan emosi.” tiga bola roh muncul, dan bergerak lagi. “Hati manusia adalah logam, emas yang berharga, atau menjadi besi yang berkarat dan layak untuk dimusnahkan.”
“Berisik!”
“Kekuatan lahir karena adanya kesatuan dalam diri manusia. Kau adalah manusia yang kuat, tapi hatimu berkarat. Oleh karena itu, sekuat apapun dirimu, pada akhirnya kau ada untuk dimusnahkan.” Kemudian Vio membuka matanya, nampak bola matanya memerah. Dia seperti dilingkupi kekuatan yang luar biasa.
“Cih! Seenaknya saja bicara! Matilah kau!” teriak Blacksmith itu sambil maju menyerang Vio.
Tapi Blacksmith itu melakukan kesalahan. Saat itu, lima bola roh terkumpul mengelilingi Vio. Bersamaan dengan ayunan palu sang Blacksmith, Vio pun menerjang sambil mengerahkan seluruh bola roh yang mengelilingi dirinya. Detik berikutnya, Kai dan Cattleya tidak dapat melihat apa-apa, selain cahaya terang yang melingkupi Vio dan blacksmith tersebut. Kai sempat mendengar blacksmith itu berteriak, dan detik berikutnya, nampak pecahan palunya terlempar ke sana-sini. Cahaya menghilang, dan yang tersisa hanyalah Vio sendiri. Blacksmith itu menghilang seperti tidak pernah ada. Tidak ada darah, tidak ada tubuh, yang tersisa hanyalah debu yang terbawa angin malam.
“A, apa yang terjadi ?” tanya Cattleya.
“Ashura. Blacksmith itu dikalahkan... ah bukan... dimusnahkan. Jurus yang sangat mengerikan!” kata Kai. Dia pernah mendengar rumor tentang jurus itu, tapi baru sekali ini dia melihatnya langsung. “Blacksmith itu kembali menjadi debu…”
“Mengerikan…” gumam Cattleya. “…tapi hebat!”
Namun Vio pun nampak sangat kelelahan. Dia terjatuh, kemudian menghela nafas panjang. Sepertinya dia kehabisan tenaga. Tapi tak lama, dia segera pulih. Vio pun cepat-cepat menghampiri Kai.
“Kai, kau tidak apa-apa ?” kata Vio sambil memeriksa luka-luka di tubuh Kai.
“Vio, kenapa kau…” Kai tidak percaya. Dia mengira Vio hanyalah novice biasa. Tapi kini yang berdiri di hadapannya bukan seorang gadis biasa yang ceria, melainkan seorang monk yang hebat dan mengerikan.
“Sudahlah, akan kujelaskan nanti. Yang penting keadaanmu dulu!” kata Vio.
“Hati-hati, masih ada seorang hunter yang bersembunyi di dalam hutan!” kata Cattleya memperingatkan. “Papa terpanah dan kondisinya benar-benar gawat!”
“Aku sudah membunuh pecundang itu terlebih dahulu. Dia bahkan tidak berani memunculkan diri, dan hanya bisa menyerang diam-diam.” kata Vio. Dia kemudian berpaling ke arah Heath. “Tuan Heath!” serunya sambil memeriksa gejala keracunan di wajah Heath. “Dia terkena racun argiope!”
“Apa ?!”
Vio melihat sekelilingnya, kemudian mengambil daun green herb dan menghancurkan dengan tangannya. Kai dan Cattleya melakukan hal yang sama, kemudian membeberkan daun green plant itu pada luka di tubuh Heath. Atas petunjuk Vio, Cattleya juga meramunya dan mencampurnya dengan air. Ampas daun dibuang, sedangkan airnya diminumkan pada Tuan Heath.
“Racunnya sudah menyebar, kuharap daun-daunan ini dapat menolongnya.” kata Vio.
Tidak lama kemudian, Heath terbatuk dan muntah darah yang bercampur potion buatan Cattleya. Namun menurut Vio, itu adalah pertanda baik karena racunnya pun ikut keluar. Wajah Tuan Heath berangsur-angsur normal dan tidak pucat lagi. Tidak lama kemudian, Heath sadarkan diri. Kai dan Cattleya segera menceritakan apa yang terjadi, termasuk pengakuan blacksmith tersebut bahwa dia adalah utusan Greenwood.
“Bukan!” bantah Vio. “Orang-orang ini bukan utusan Greenwood.”
“Bagaimana kau tahu ?” tanya Heath.
“Sayalah utusan Greenwood.” kata Vio. Dia pun segera menunduk hormat pada Heath. “Nama saya Violetta Kirran, prajurit rahasia Greenwood. Penyamaran ini terpaksa kubongkar karena Kai mengenalku sebagai sahabat, dan penghargaanku pada Tuan Heath.” katanya memperkenalkan diri. “Sebenarnya sudah sejak lama Tetua Su mencurigai adanya pihak yang berusaha mengadu domba guild-guild besar untuk menyulut kembali Perang Emperium. Untuk itulah dia mengutus saya dan beberapa monk lain untuk meyakinkan bahwa setiap tamu yang datang ke Greenwood tidak diserang oleh orang-orang macam mereka.”
“Aku tidak mengerti. Mengapa orang-orang ini menginginkan perang ? Apa untungnya bagi mereka ?” tanya Cattleya.
“Kurasa mereka hanya pembunuh bayaran. Orang di balik penyerangan ini bisa saja pengusaha senjata atau obat-obatan. Sulit untuk melacaknya.” kata Heath. Dia memandang Vio, lalu berterima kasih. “Kau telah menyelamatkan kami. Nampaknya aku juga harus berterima kasih pada Tetua Su.”
“Saya hanya menjalankan tugas. Lagipula hal ini penting untuk menjaga nama baik Greenwood.” kata Vio.
“Jangan begitu, Vio.” kata Kai. Dia memegang tangan Vio, lalu tersenyum. Itu adalah senyum pertamanya setelah semua keributan terjadi. “Kau menyelamatkanku. Juga Tuan Heath dan Nona Cattleya. Aku berhutang banyak padamu.”
Kemudian, Vio dan Cattleya pun menolong pengawal-pengawal lain yang masih bisa diselamatkan. Sebenarnya mereka tidak luka parah, tapi mengalami kelumpuhan sementara akibat jurus hammer fall blacksmith itu. Beberapa orang yang terkena racun pun berhasil diselamatkan dengan ramuan green plant.
bersambung chapter 2