Senin, 25 Mei 2009 | 08:32 WIB
JEMBER, KOMPAS.com — Suswati (35), perempuan asal Desa Ketapang, Kecamatan Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi, yang diseruduk seekor banteng sampai bola matanya keluar, akhirnya mendapat bantuan dana pengobatan. Meski mata kanan ibu dua anak itu kini buta, ia lega karena biaya rumah sakitnya ditanggung Departemen Kehutanan.
Kejadian bermula pada pagi buta sekitar pukul 04.30 pada akhir tahun 2008. Saat ibu rumah tangga itu mencuci pakaian sambil buang hajat di Sungai Paliran yang jaraknya 100 meter dari pemukiman penduduk. “Biasanya saya mencuci agak siang, sekitar pukul 09.00, tetapi waktu itu saya pergi lebih pagi,” ujar Suswati di Jember.
Tanpa dia ketahui, seekor banteng dewasa berdiri di depannya. Sebetulnya, dari kejauhan, sejumlah warga yang melihat banteng itu mendekati Suswati telah berteriak untuk memperingatkan. Namun, Suswati tidak mendengar teriakan warga karena suara gemericik air.
Suswati pun kaget ketika menyadari banteng besar ada di depannya. Dia tak bisa mengingat dengan jelas bagaimana persis peristiwanya. Yang jelas, banteng besar itu langsung menyeruduk Suswati yang kala itu memakai baju berwarna merah. Dia mencoba menyelamatkan diri, tetapi ditanduk lagi. Totalnya sampai tiga kali.
Akibat serudukan yang keras itu, bola mata kanan Suswati keluar dari kelopak matanya. Bahkan, tanduk sang banteng menggores kepalanya. “Kata orang-orang yang menolong saat itu, tanduknya tembus ke kepala saya,” tutur Suswati.
Korban yang sudah tidak berdaya itu diselamatkan dua warga yang berada tak jauh dari situ, yakni Suwina dan Matrajid. Meski berhasil menyelamatkan Suswati dari tandukan berikutnya, dua warga tersebut juga sempat ditanduk sang banteng jantan.
“Suwina mengalami patah tulang dan Matrajid hanya luka-luka biasa,” ujar Suswati menceritakan pengalamannya pada Sabtu (23/5).
Warga sekitar baru bisa menolong Suswati dengan aman setelah banteng itu meninggalkan Suswati yang pingsan. Banteng masih berputar-putar di sekitar kandang sapi milik seorang warga hingga akhirnya berjalan kembali ke arah hutan lindung Perhutani yang berjarak sekitar 1 kilometer dari Desa Ketapang.
Suswati dirawat di RS Fatimah di Banyuwangi selama 15 hari dan menelan biaya lebih dari Rp 25 juta.
Karena banteng yang keluar merupakan tanggung jawab BKSDA, BKSDA Jawa Timur III pun mengajukan permintaan bantuan ke Departemen Kehutanan untuk membantu biaya perawatan Suswati. Akhirnya, permintaan itu dikabulkan dan Suswati mendapatkan bantuan sebesar Rp 25 juta pada Sabtu.
“BKSDA memberikan santunan kepada korban yang mengalami cacat permanen saja, yakni Suswati, karena salah satu mata korban tidak bisa melihat (cacat),” kata Kepala BKSDA Wilayah III Jatim Abdullah Efendi Abbas di Jember.
Sementara itu, Kepala Balai Besar KSDA Jatim Novianto Bambang mengatakan, warga yang berada di sekitar hutan lindung sebaiknya berhati-hati, terutama pada musim kemarau.
Ia menjelaskan, ada beberapa hal yang menyebabkan banteng keluar dari habitatnya, antara lain makanan banteng di dalam hutan sudah habis dan sumber mata air sudah mulai kering. “Biasanya banteng keluar hutan pada musim kemarau, ketika tidak ada makanan dan minuman yang tersedia di dalam hutan,” katanya.
Ia mengimbau kepada warga sekitar di kawasan hutan agar tidak keluar sendirian pada musim kemarau sehingga kasus yang dialami korban Suswati dan lainnya tidak terulang kembali. “Warga juga harus perhatian dengan jalur yang biasa dilintasi kawanan banteng atau daerah yang menjadi kawasan makan atau minumnya. Manusia jangan sampai mengusik wilayah banteng itu,” ujar Novianto.
Banteng banyak ditemukan di Taman Nasional Alas Purwo, Baluran, dan Meru Betiri yang sebagian berada di wilayah Kabupaten Banyuwangi. Selain itu, banteng juga kerap terlihat di kawasan hutan lindung milik Perhutani.
JEMBER, KOMPAS.com — Suswati (35), perempuan asal Desa Ketapang, Kecamatan Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi, yang diseruduk seekor banteng sampai bola matanya keluar, akhirnya mendapat bantuan dana pengobatan. Meski mata kanan ibu dua anak itu kini buta, ia lega karena biaya rumah sakitnya ditanggung Departemen Kehutanan.
Kejadian bermula pada pagi buta sekitar pukul 04.30 pada akhir tahun 2008. Saat ibu rumah tangga itu mencuci pakaian sambil buang hajat di Sungai Paliran yang jaraknya 100 meter dari pemukiman penduduk. “Biasanya saya mencuci agak siang, sekitar pukul 09.00, tetapi waktu itu saya pergi lebih pagi,” ujar Suswati di Jember.
Tanpa dia ketahui, seekor banteng dewasa berdiri di depannya. Sebetulnya, dari kejauhan, sejumlah warga yang melihat banteng itu mendekati Suswati telah berteriak untuk memperingatkan. Namun, Suswati tidak mendengar teriakan warga karena suara gemericik air.
Suswati pun kaget ketika menyadari banteng besar ada di depannya. Dia tak bisa mengingat dengan jelas bagaimana persis peristiwanya. Yang jelas, banteng besar itu langsung menyeruduk Suswati yang kala itu memakai baju berwarna merah. Dia mencoba menyelamatkan diri, tetapi ditanduk lagi. Totalnya sampai tiga kali.
Akibat serudukan yang keras itu, bola mata kanan Suswati keluar dari kelopak matanya. Bahkan, tanduk sang banteng menggores kepalanya. “Kata orang-orang yang menolong saat itu, tanduknya tembus ke kepala saya,” tutur Suswati.
Korban yang sudah tidak berdaya itu diselamatkan dua warga yang berada tak jauh dari situ, yakni Suwina dan Matrajid. Meski berhasil menyelamatkan Suswati dari tandukan berikutnya, dua warga tersebut juga sempat ditanduk sang banteng jantan.
“Suwina mengalami patah tulang dan Matrajid hanya luka-luka biasa,” ujar Suswati menceritakan pengalamannya pada Sabtu (23/5).
Warga sekitar baru bisa menolong Suswati dengan aman setelah banteng itu meninggalkan Suswati yang pingsan. Banteng masih berputar-putar di sekitar kandang sapi milik seorang warga hingga akhirnya berjalan kembali ke arah hutan lindung Perhutani yang berjarak sekitar 1 kilometer dari Desa Ketapang.
Suswati dirawat di RS Fatimah di Banyuwangi selama 15 hari dan menelan biaya lebih dari Rp 25 juta.
Karena banteng yang keluar merupakan tanggung jawab BKSDA, BKSDA Jawa Timur III pun mengajukan permintaan bantuan ke Departemen Kehutanan untuk membantu biaya perawatan Suswati. Akhirnya, permintaan itu dikabulkan dan Suswati mendapatkan bantuan sebesar Rp 25 juta pada Sabtu.
“BKSDA memberikan santunan kepada korban yang mengalami cacat permanen saja, yakni Suswati, karena salah satu mata korban tidak bisa melihat (cacat),” kata Kepala BKSDA Wilayah III Jatim Abdullah Efendi Abbas di Jember.
Sementara itu, Kepala Balai Besar KSDA Jatim Novianto Bambang mengatakan, warga yang berada di sekitar hutan lindung sebaiknya berhati-hati, terutama pada musim kemarau.
Ia menjelaskan, ada beberapa hal yang menyebabkan banteng keluar dari habitatnya, antara lain makanan banteng di dalam hutan sudah habis dan sumber mata air sudah mulai kering. “Biasanya banteng keluar hutan pada musim kemarau, ketika tidak ada makanan dan minuman yang tersedia di dalam hutan,” katanya.
Ia mengimbau kepada warga sekitar di kawasan hutan agar tidak keluar sendirian pada musim kemarau sehingga kasus yang dialami korban Suswati dan lainnya tidak terulang kembali. “Warga juga harus perhatian dengan jalur yang biasa dilintasi kawanan banteng atau daerah yang menjadi kawasan makan atau minumnya. Manusia jangan sampai mengusik wilayah banteng itu,” ujar Novianto.
Banteng banyak ditemukan di Taman Nasional Alas Purwo, Baluran, dan Meru Betiri yang sebagian berada di wilayah Kabupaten Banyuwangi. Selain itu, banteng juga kerap terlihat di kawasan hutan lindung milik Perhutani.