facebookeb
IndoForum Senior A
- No. Urut
- 210735
- Sejak
- 9 Jan 2013
- Pesan
- 7.471
- Nilai reaksi
- 96
- Poin
- 48
Kabel-kabel itu menyambung dengan steker (colokan) ke masing-masing rumah warga, tanpa meteran listrik. "Mana ada pakai meteran Listrik, Mas. Ini nyambungnya langsung ke colokan," ungkap Agus, salah satu penghuni kolong tol.
Pemakaian listrik tersebut menyesuaikan dengan masa aktif lampu jalan tol. Artinya, Listrik akan menyala sejak pukul 18.00-06.00 WIB. Namun, itu pun juga dibatasi untuk penggunaan lampu dan satu unit televisi.
"Emang enggak bisa banyak juga pakainya. Paling buat lampu dan TV aja," ucap lelaki tamatan SD tersebut.
Meski tak ada meteran, warga lainnya, Nisa (28), mengaku tetap harus membayar iuran bulanan. Namun, berhubung penggunaan listrik yang tidak terlalu banyak, hanya dikenakan Rp 30.000 - 50.000.
"Tergantung kebutuhan, Mas. Kan tiap rumah beda-beda. Kalau saya paling Rp 30.000. Tapi, tetangganya saya ada juga yang bayar Rp 40.000 - 50.0000," ujarnya.
Menurut ibu dua anak tersebut, Setiap bulan dirinya akan membayar ke salah satu warga yang mengkoordinir iuran listrik tersebut. Jika sudah terkumpul, akan dibayarkan ke salah satu petugas yang mengaku dari PLN.
"Ada kok petugas PLN yang nagih listrik tiap bulan. Tapi, tidak datang ke warga satu-satu, soalnya ada yang tegasnya ngumpulin uangnya," ucap Nisa.
Permukiman paling ujung dari seluruh hunian ilegal sepanjang 2 kilometer di daerah Pejagalan tersebut, diakui warganya sebagai lokasi pindah alternatif. Bahkan, ada juga warga yang mengaku hanya sebagai tempat transit sebelumnya menemukan hunian baru.
"Ada juga yang cuma transit. Jadi, rumahnya cuma disekat aja. Enggak pake listrik. Nanti, kalau nemu yang baru, pindah lagi," ujar Naisya (50) yang baru tujuh bulan tinggal di sana.
Naisya mengaku sebagai salah satu korban gusuran kolong Tol Kali Adem, tak jauh dari lokasi tempatnya sekarang. Menurut dia, pengungsi dari gusuran hunian liar tempat lain bukan hanya dirinya.
"Banyak, Mas. Ini aja abis di gusur paling cari tempat baru. Nanti, digusur lagi? Ya pindah lagi," ujarnya.
Bangunan semi permanen sepanjang 800 meter yang juga berada di samping embung Kali Angke itu dianggap menyalahi aturan. Bangunan tersebut berdiri di lahan milik Jasa Marga yang berada di bawah naungan Kementrian PU dan Pera RI.
Camat Penjaringan Yani Wahyu Purwoko menyebutkan jika permukiman yang dihuni120 KK itu dibangun tanpa izin dan menyalahi Perda DKI Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.
"Bangunan liar di sana memanggil melanggar aturan. Selain itu, mereka juga menggunakan sambungan listrik ilegal," ucap Yani.
Keberadaan listrik ilegal, kata Yani, berimbas pada potensi kebakaran di kawasan tersebut. Ketika kebakaran terjadi, dapat berimbas pada konstruksi jalan tol yang ikut terbakar.
"Kalau sudah kebakaran, nanti imbasnya imbasnya dapat merusak struktur tol. Sepertinya yang terjadi daerah Kali Adem sebelumnya," ujarnya.
Menurut dia, pembongkaran di lokasi itu merupakan salah satu titik dari berbagai lokasi hunian liar yang ada di Kecamatan Penjaringan, yakni Kali Adem, Kali Karang, Kali Air Baja, Kali Krendang, Kali Tubagus Angke, Kali Pakin, Kali Duri, Kali Asin,belakang Pos Pol Intan, dan sekitar Rusunawa Tanah Pasir.