• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

BAHAS> Tentang Adat istiadat dalam islam yang salah!

basmallah.jpg


Permasalahan maulid...

Agar tidak takut bid’ah maka selayaknya kita belajar ta’shil (fondasi) ilmu, baik itu aqidah, manhaj, hadits dan selainnya, terutama dalam masalah bid’ah. Anda juga bisa mempelajari buku ‘Ilmu ‘Ushulil Bida’ karya Syaikh ‘Ali Hasan al-Halabi, atau buku-2 lainnya.
Untuk mencintai Rasulullah, maka ada banyak hal yang bisa kita lakukan, dan yang paling utama adalah kita berupaya mencontoh semua yang berasal dari beliau. Kecintaan kita kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan sekedar simbolis atau slogan belaka, namun harus termanifestasikan dalam kehidupan kita.
Sekiranya peringatan maulid Nabi itu sunnah atau dianjurkan, niscaya para sahabat dan salaf ridhwanullah ‘alaihim ajma’in akan lebih mendahului kita di dalam kebaikan. Namun kenyataannya tdk ada satupun dari mereka merayakan maulid.
Sesungguhnya, dengan mempelajari sirah, merupakan salah satu bentuk kecintaan kita kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Dan tidak ada korelasinya, antara mempelajari sirah yang dapat kita lakukan kapan saja, tanpa terikat dengan waktu mu’ayan, dengan peringatan-2 simbolis maulid Nabi yang seringkali penuh dengan kemungkaran dan kebid’ah, Wal’iyadzubillah.
Jadi, suatu hal yang cukup aneh bagi saya, ketika Anda mengkorelasikan antara peringatan maulid dengan mempelajari sirah Nabi… Semoga Alloh memberikan hidayah-Nya kepada kita semua. ( Abu Salma )

kita tidak perlu membayangkan...untuk itu kan Isa Al-Masih memohon untuk dirayakan...?lha...Nabiyullah SAW pernah memerintahkannya....?atau memohon untuk dirayakan...?
janganlah berlebih-lebihan...semua itu harus ada landasannya...
semoga bermanfaat...
 
Gara-gara maulid, masjid-masjid di desa gw pada gak ada yang adzan Isya', padahal sudah masuk waktunya. Biasanya selesai acara maulud-an. Orang-orang langsung pada pulang sendiri-sendiri dengan membawa makanan. Mereka lupa/tidak tahu bahwa sholat wajib berjamaah itu WAJIB hukumnya bagi mereka.

Gitu katanya mau menghormati dan meneladani Rosulullah. Perintah Rosulullah tentang sholat berjamaah aja diabaikan, gimana yang lainnya. Pantas aja negara Indonesia ini sering kena bencana.
 
wew
itumah uda jelas melenceng maulidnya dan jelas Haram
masa gk ada ulama disitu? Takmir masjidnya kmn tuh?

orang-orang sekarang sukanya hal-hal berbau gratis dan hura-hura (pesta)
sedihnya dengan keadaan muslim Indonesia sekarang
 
mengenai maulid Rosulullah saw...

1. Muslim meriwayatkan dalam shahihnya (2/819), dari Abu Qatadah bahwa Rosulullah saw pernah ditanya tentang puasa pada hari senin, maka beliau bersabda, “itulah hari aku dilahirkan, dan pada hari itu pula wahyu diturunkan kepadaku”.
Al-Hafid Ibn Rajab Al Hanbali berkata “ketika berbicara tentang dianjurkannya berpuasa pada hari-hari diperbaharuinya karunia-karunia Allah atas hamba-hamba-Nya : sesungguhnya di antara karunia-karunia Allah yang agung terhadap umat ini adalah lahirnya Muhammad saw dan pengutusannya kepada mereka, sebagaimana firman Allah :
“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri” (ali imron : 164)
Oleh karena itu, berpuasa pada hari yang diperbaharui di dalamnya karunia dari Allah swt ini kepada hamba-hamba-Nya yang berimah adalah perbuatan yang baik dan bagus. Ini termasuk kategori bersyukur atas karunia-karunia Allah.


2.As Suyuhti mengatakan : “dan jelas bagiku periwayatan hadis ini melalui jalur yang lain, yaitu yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dari Anas, bahwa Nabi saw. melakukan akikah terhadap dirinya sendiri setelah kenabian, padahal telah diriwayatkan bahwa kakeknya, Abdul Muthalib telah melakukan akikah terhadap beliau pada hari ketujuh kelahirannya, dan akikah itu tidak diulang sampai dua kali, maka kemungkinannya beliau melakukan hal itu (akikah) sebagai wujud syukur atas diciptakan-Nya beliau oleh Allah SWT sebagai rahmat bagi alam semesta, dan disyariatkannya hal itu bagi umatnya sebagaimana beliau bersalawat untuk dirinya sendiri. Oleh karena itu, dianjurkan juga bagi kita untuk melaksanakan syukur atas kelahiran beliau ini dengan berkumpul memberikan makanan (kepada kaum fakir miskin), dan yang serupa itu dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah dan menampakkan kebahagiaan (atas kelahiran Nabi Saw). (Terdapat dalam Al-Hawi Lil Fatawa As Suyuhti, 1/196)


nanya neh :
1. apakah tolak ukur suatu kebaikan itu dari sahabat dan salaf?? Jadi seandainya ada kebaikan tetapi tidak di amalkan oleh para sahabat dan salaf maka kebaikan itu tidak bisa disebut kebaikan???
2. apakah ada jaminan bahwa orang yang lahir pada jaman sahabat dan salaf itu lebih mulia derajatnya di banding orang yang lahir bukan pada jaman sahabat??


Gara-gara maulid, masjid-masjid di desa gw pada gak ada yang adzan Isya', padahal sudah masuk waktunya. Biasanya selesai acara maulud-an. Orang-orang langsung pada pulang sendiri-sendiri dengan membawa makanan. Mereka lupa/tidak tahu bahwa sholat wajib berjamaah itu WAJIB hukumnya bagi mereka.

Gitu katanya mau menghormati dan meneladani Rosulullah. Perintah Rosulullah tentang sholat berjamaah aja diabaikan, gimana yang lainnya. Pantas aja negara Indonesia ini sering kena bencana.

menurut saya, pembahasan ini adalah pembahasan mengenai hukum merayakan maulid Rosulullah. adapun perkara-perkara sampingan yang ditimbulkan oleh perayaan itu, tidak dapat dijadikan alasan untuk melarang perayaan maulid itu sendiri. Dan kasus-kasus seperti ini, tidak hanya sebatas pada perayaan maulid ROsulullah saja...
Oleh karena itu, orang-orang yang merayakan Maulid ROsulullah saw wajib memperhatikan hal ini.

terimakasih
 
cb jawab nomer 2
ada hadist yang intinya gini
Rasulullah bersabda "nanti akan ada zaman dimana umatku lebih baik 70x dari kalian (sahabat)" Salah seorang sahabat bertanya "Siapakah itu ya Rasul?" Rasullullah menjawab "Mereka adalah umatku yang tetap istoqomah membawa Islam, berdakwah,......(lupa) mereka akan hidup seperti orang asing, yang dianggap aneh diantara masyarakat yang jahiliyah."

intinya sperti. itu maap kl rada ngawur gk ada referensinya soalnya.
yah dari situ aq simpulin, nanti ada zaman dimana kemaksiatan bukanlah hal yang aneh. Namun kebenaran malah di anggap aneh. Di zaman Rasulullah wajar kalau banyak sekali muslim. Lha liad langsung wajah dan tingkah lakunya, ajarannya pun jelas.
Bayangkan, kita tidak mengenal, tahu wajahnya pun engga. Tapi kita tetap harus mencintai Rasulullah.
Mungkin itulah sebab kenapa ada umat islam yang diberikan derajat lebih baik dari 70 orang sahabat

Kapan kah zaman itu? ya kita liad aja sekarang gimana keadaannya.
 
baca baik2 semua...

Para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
adalah generasi terbaik dari seluruh umat, sebagaimana
telah dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam dengan sabdanya, "Sebaik-baik kurun (generasi)
adalah kurunku (Sahabat) kemudian yang sesudahnya
(Tabi'in) kemudian yang sesudahnya (Tabi'ut Tabi'in)
." (HR.
Bukhari [2509], Muslim [2533], dan Tirmidzi [3859])

Para sahabat adalah penyambung Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam dengan umatnya karena umat ini
menerima syariat dari mereka yang telah menerimanya
langsung dari Rasulullah.

kebaikan...?bukannya melebih-lebihkan...?

Imam Al Bukhari meriwayatkan dari Thariq bin Syihab, ia
mengisahkan: Orang-orang Yahudi berkata kepada Umar bin
Khattab radhiyallahu ‘anhu:
“Sesungguhnya kalian membaca satu ayat, seandainya ayat itu
turun pada kami kaum Yahudi, niscaya (hari diturunkannya ayat
itu) akan kami jadikan hari ‘Ied (perayaan).” Maka Umar
berkata: “Sungguh aku mengetahui kapan dan dimana ayat itu
diturunkan, dan dimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam
berada di saat ayat itu diturunkan, yaitu di padang arafah, dan
kami juga sedang berada di padang arafah… yaitu firman Allah:
“Pada hari ini, telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan
telah aku cukupkan atasmu kenikmatan-Ku, dan Aku ridlo Islam
menjadi agamamu.” (QS. Al Maidah: 3)(Riwayat Al Bukhari)

Ibnu Katsir menerangkan ayat ini dengan perkataannya:
“Disempurnakannya agama Islam merupakan kenikmatan Allah
Ta’ala yang paling besar atas umat ini, karena Ia telah
menyempurnakan agama mereka, sehingga mereka tidak
memerlukan lagi agama lainnya, dan tidak pula perlu seorang
nabi selain Nabi mereka sendiri Shallallahu ‘alaihi wa Salam.
Oleh karena itu Allah Ta’ala menjadikannya sebagai penutup
para nabi, dan mengutusnya kepada seluruh jin dan manusia.
Dengan demikian tidak ada suatu yang halal, melainkan yang
beliau halalkan, tidak ada sesuatu yang haram, melainkan
sesuatu yang beliau haramkan, dan tidak ada agama melainkan
ajaran agama yang telah beliau syari’atkan. Setiap yang beliau
kabarkan pasti benar lagi jujur, tidak mengandung kedustaan
sedikitpun, dan tidak akan menyelisihi realita.” [Tafsirul Qur’an
Al ‘Adlim oleh Ibnu Katsir As Syafi’i 2/12].

kenapa ayat di atas tidak dijadikan hari perayaan...?
padahal itu hari yang penting bagi umat Muslim...!

Sejarah lahirnya Maulid
Syaikh ‘Ali Mahfudzh dalam bukunya menerangkan, “Ada yang mengatakan bahwa yang pertama kali mengadakannya ialah para Khalifah Bani Fahimiyyah di Kairo pada abad keempat Hijriyah. Mereka merayakan perayaan bid’ah enam maulid, yaitu: Maulid Nabi saw, Maulid Imam ‘Ali ra, Maulid Sayyidah Fathimah Az-Zahra radhiallahu ‘anha, Maulid Al-Hasan dan Al-Husein dan maulid Khalifah yang sedang berkuasa. Perayaan tersebut terus berlangsung dalam berbagai bentuknya sampai dilarang pada zaman pemerintahan Al-Afdhal Amirul Juyusy. Perayaan ini kemudian dihidupkan kembali di zaman pemerintahan Al-Hakim biamrillah pada tahun 524 Hijriyah setelah orang-orang hampir melupakannya. Dan yang pertama kali maulid Nabi dikota Irbil adalah Raja Al-Mudhaffar Abu Said di abad ketujuh dan terus berlangsung sampai di zaman kita ini. Orang-orang memperluas acaranya dan menciptakan bid’ah-bid’ah sesuai dengan selera hawa nafsu mereka yang diilhamkan oleh syaithan , jin dan manusia kepada mereka.” [Al-Ibda’ fi madhiril ibtida’: 126]. Satu hal yang sangat penting untuk diketahui bahwa Kerajaan Fathimiyyah didirikan oleh ‘Ubaidillah Al-Mahdi tahun 298 H di Maghrib (sekarang wilayah Maroko dan Aljazair) sedangakan di Mesir kerajan ini didirikan pada tahun 362 H oleh Jauhar As-Shaqali. Para pendiri dan raja-raja kerajaan ini beragama Syi’ah Islmailiyah Rafdliyah. Kerajaan ini didirikan sebagai misi dakwah agama tersebut dan merusak Islam dengan berkedok kecintaan terhadap Ahlul Bait (keluarga Nabi saw). Maka jelaslah sudah bagi mereka yang memiliki bashirah bahwa perayaan maulid dipelopori oleh kaum Syi’ah.

Hari lahir Nabi memang istimewa, akan tetapi…..
Tentang keistimewaan hari lahir Nabi saw, terdapat hadits shahih dari Abi Qatadah, beliau menceritakan bahwa seorang A’rabi (Badawi) bertanya kepada Rasulullah saw: “Bagaimana penjelasanmu tentang berpuasa di hari Senin? maka Rasulullah saw menjawab, ‘Ia adalah hari aku dilahirkan dan hari diturunkan kepadaku Al-Qur’an” [Syarh Shahih Muslim An-Nawawi 8 / 52]. Hari kelahiran Nabi adalah istimewa berdasarkan hadits tersebut, akan tetapi tidak terdapat dalam hadits tersebut perintah untuk merayakannya. Seandainya kita setuju dengan istilah “merayakan”, maka seharusnya kaum Muslimin merayakannya dengan berpuasa sebagaimana tersurat dalam hadits tersebut. Bukannya merayakan dengan berfoya-foya dan pesta arak-arakan seperti yang kita saksikan saat ini.
ente puasa teu...?



ANALISA DAMPAK PERAYAAN MAULID

Praktek Kesyirikan yang tidak Disadari
Kenyataan yang ada, bahwa pada sebagian kaum Muslimin dalam merayakan maulid mereka membacakan Barzanji, sebuah ritual membacakan puji-pujian kepada Nabi saw yang di dalamnya juga terdapat jentik-jentik kesyirikan dan pujian yang melampaui batas Syari’at terhadap Nabi saw (ithra’), namun mereka menganggap itu sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Hal ini membuat sebuah praktek kesyirikan menjadi terselubung dalam nuansa yang dianggap ibadah. Rasulullah saw bersabda : “Janganlah kalian berlebihan memujiku sebagaimana orang-orang Nashrani berlebihan memuji putera Maryam. Aku tidak lain hanyalah seorang hamba, maka Katakanlah hamba Allah dan Rasul-Nya.” [HR. Bukhari dari ‘Umar ra]
Inilah dampak yang terbesar dan tercantum di urutan pertama dari sekian kerusakan dalam ritual perayaan maulid. Karena perbuatan Syirik menghapus seluruh amal seorang hamba sebagaimana firman-Nya : “Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepada kamu (Hai Muhammad) dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, ‘Jika engkau berbuat syirik niscaya akan hapus amalmu dan niscaya engkau termasuk golongan orang-orang yang merugi.” [QS. Az-Zumar : 65]. Kaum Muslimin yang terlibat dalam pembacaan Barzanji tersebut juga meyakini datangnya ruh Muhammad sehingga mereka menyambutnya dengan berdiri. Ini adalah I’tiqad yang keliru dan melampaui batas terhadap Nabi saw . Keyakinan seperti ini bertentangan dengan firman Allah : “Kemudian, sesudah itu sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati, kemudian sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat.” [Al-Mukminun : 15-16]. Bertentangan pula dengan sabda Rasulullah saw : “Aku adalah orang yang pertama kali dibangkitkan dari kubur pada hari kiamat nanti, Aku adalah orang yang pertama kali memberi Syafa’at dan orang yang pertama kali diterima Syafa’atnya” Berkata Imam Ibnu Baaz setelah membawakan dua dalil tersebut, “Ayat dan Hadits di atas serta nash-nash lain yang semakna bahwa Nabi Muhammad saw dan siapapun yang sudah mati tidak akan bangkit kembali dari kuburnya, kecuali pada hari kiamat. Hal ini merupakan kesepakatan para ‘ulama Muslimin, tidak ada pertentangan diantara mereka”. [At-Tahdziru minal Bida’ oleh Syaikh Abdul ‘Aziz Abdullah bin Baaz].
Mendahului Allah dan Rasul-Nya dalam menetapkan Syari’at
Ini dikarenakan Allah dan Rasul-Nya tidak pernah menetapkan dalam Syari’at untuk beribadah dengan merayakan hari kelahiran Nabi. Perbuatan sebagian kaum Muslimin melakukan ritual dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah dengan sesuatu yang tidak ada contohnya dari Rasulullah dan Sahabat jelas merupakan sikap mendahului Allah dan Rasulullah dalam menetapkan Syari’at. Sedangkan Allah berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya...”[Al-Hujurat :1]. Maksudnya adalah, orang-orang Mukmin tidak boleh menetapkan sesuatu hukum, sebelum ada ketetapan dari Allah dan Rasul-Nya. Bagaimana pendapat Anda ? Jika Raja alam semesta ini menetapkan suatu aturan bagi kebahagian hambanya, kemudian Sang Raja menyatakan bahwa aturan-Nya itu telah sempurna. Lalu datanglah seorang hamba dengan membawa aturan baru yang dianggapnya baik bagi dirinya dan bagi hamba yang lain. Tidakkah ia (si hamba) tanpa disadari telah lancang menuduh aturan Sang Raja belum sempurna, sehingga perlu ditambahi ? Inilah hakikat Bid’ah, menyaingi bahkan mengambil hak Allah dalam menetapkan Syari’at. Padahal Allah berfirman: “Apakah mereka mempunyai sesembahan-sesembahan selain Allah yang mensyari’atkan untuk mereka (aturan) agama yang tidak diizinkan Allah ?” [Asy-Syuura :21]. Kita tak akan pernah menemukan adanya perayaan hari ulang tahun Nabi oleh para Sahabat terekam dalam lembaran-lembaran kitab hadits yang shahih, karena memang itu tidak pernah terjadi pada masa Sahabat baik tabi’in, tabi’ut tabi’in dan bahkan tidak pernah terjadi pada masa Imam Syafi’i (150 H - 204 H). Karena bid’ah maulid baru muncul pada abad ke-4 H. Kalau memang peringatan Maulid itu baik maka tentunya para sahabat telah mendahului kita melakukannya sebagaimana kata ulama : “walau kaana khairan lasabaquunaa ilaihi”
Munculnya wujud rasa cinta yang keliru
Perayaan maulid oleh sebagian kaum Muslimin dianggap sebagai bentuk ungkapan rasa cinta terhadap Nabi yang paling mulia Muhammad saw. Jika ini benar, siapakah diantara kita di zaman ini yang lebih dalam cintanya kepada Nabi ketimbang Sahabat ?. Tidak ada pilihan lain bagi kita kecuali menjawab “Sahabatlah yang paling dalam cintanya kepada Nabi”. Jika memang demikian, lalu mengapa para Sahabat tidak mewujudkan rasa cinta kepada Nabi dengan cara merayakan hari kelahiran Nabi sebagaimana sebagian muslim di zaman ini ? Mengapa para Sahabat tidak mengarang bait-bait syair untuk memuji Nabi di hari kelahirannya ? Mengapa pula para Sahabat tidak membentuk “Panitia Lomba Maulid” untuk memeriahkan HUT manusia terbaik di muka bumi ini ?. “Tunjukkanlah bukti kalian, jika kalian orang-orang yang benar” [Al-Baqarah : 111]. Sesungguhnya Ahlussunnah meyakini bahwa yang terpenting adalah bagaimana menjadi mukmin yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya. Karena ungkapan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya bisa juga diucapkan oleh orang-orang munafik, akan tetapi mereka bukan orang-orang yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya. Dan mustahil mendapatkan kecintaan Allah kecuali dengan mengikuti Sunnah Nabi yang mulia. Allah berfirman : “Katakanlah ; ‘jika kalian mencintai Allah, ikutilah aku (Muhamad)! Niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampunkan dosa-dosa kalian. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ” [QS.Ali-‘Imran: 31].
Bukannya kebaikan, justru sebaliknya
Tidak asing telinga kita mendengar hentakan-hentakan musik yang hingar bingar pada setiap tahunnya di bulan Rabiul Awwal dalam aneka ragam perayaan maulid. Alunan-alunan musik tersebut tidak jarang disertai juga oleh pemuda-pemuda mabuk yang bergoyang bersama mengikuti irama lagu. Bahkan musik-musik tersebut diperdengarkan di rumah Allah yang di dalamnya digunakan untuk bersujud kepada-Nya. (hanya kepada Allah memohon pertolongan dari kerusakan ini). Allah berfirman : “Dan diantara manusia ada yang menggunakan “lahwal hadits” untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azdab yang menghinakan ” [Luqman : 6]. Ibnu Mas’ud ra menafsirkan lahwal hadits dalam ayat tersebut adalah “nyanyian atau lagu”. [lih. Tafsir Ibnu Katsier Surat Luqman].
Jati diri Islam menjadi luntur, karena mengekor pada Nashrani
Maulid pada hakikatnya meniru Nashrani dalam hal merayakan hari kelahiran Nabi Isa yang mereka sebut dengan Natal. Kita, ummat Muhammad dilarang keras menyerupai Yahudi dan Nashrani apalagi meniru-niru ritual agama mereka. Allah berfirman : “Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka (Yahudi dan Nashrani) setelah datang kepadamu ilmu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk golongan orang-orang yang zhalim.” [Al-Baqarah :145]. Yang dimaksud ayat ini menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah adalah “meniru sesuatu yang menjadi ciri khas mereka, atau yang merupakan bagian dari ajaran Agama mereka” [Iqtidha’ shirathal mustaqim T. / 63-64]. Rasulullah juga bersabda : “Barang siapa menyerupai suatu kaum, berarti ia termasuk golongan kaum itu” [Ahmad dan Abu Dawud, shahih].
Kecenderungan bersikap tabdzir (menghamburkan harta secara mubazzir)
Bisa dibayangkan dana yang dikeluarkan oleh sebagian kaum muslimin yang merayakan maulid, andaikata dana-dana tersebut disedekahkan kemudian dikorbankan untuk berjihad di jalan Allah niscaya hal itu akan lebih bermanfaat ketimbang menggunakannya sebagai penyokong bid’ah yang tidak bernilai ibadah di sisi Allah. Bahkan diantara mereka ada yang sampai memberatkan diri untuk berhutang kepada saudara muslim lainnya. Ini adalah sikap mubazzir yang dapat menghantarkan kita menjadi saudara-saudara syaitan sebagaimana yang disebut oleh Al-Qur’an “…dan janganlah kamu menghamburkan hartamu secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar pada Tuhannya” [Al-Isra’ :26-27].
Membantu penyebaran hadits palsu
Perlu diketahui bahwa banyak beredar di tengah ummat hadits-hadits tentang keutamaan merayakan hari kelahiran Nabi. Dan semuanya adalah palsu tidak ada keraguan padanya. Di bulan Rabiul Awwal ini selalu disampaikan hadits-hadits tentang keutamaan maulid di atas-atas mimbar maupun pada saat acara perayaan dilangsungkan, ini tentu saja membantu menyebarkan kedustaan atas nama Rasulullah. Sedangkan Rasul bersabda :“Barang siapa mengatakan sesuatu atas namaku sesuatu yang tidak aku katakan maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya dalam neraka.” [Hadits Hasan riwayat Ahmad].
Persatuaan Islam yang semu
Sebagian kaum Muslimin masih berusaha melakukan pembelaan terhadap perayaan maulid dengan berkata : “Ini adalah momen yang istimewa untuk mempererat ukhuwah, silaturahmi dan menyemarakkan sedekah antara saudara Muslim. Jadi tidak ada salahnya kita merayakan maulid dengan kemeriyahannya”. Untuk menjawab ungkapan ini kita kembali kepada kaidah yang sangat kokoh bahwa generasi pertama ummat ini adalah sebaik-baik generasi, berdasarkan hadits “Sebaik-baik manusia adalah pada zamanku (Sahabat), kemudian yang sesudahnya (tabi’in) kemudian yang sesudahnya (tabi’ tabi’in)[HR. Bukhari]. Berangkat dari kaidah ini kita katakan bahwa para Sahabat adalah orang-orang yang paling kokoh ukhuwah dan silaturahminya terhadap saudara Muslim. Barisan shaf mereka rapat, bersambung dari bahu kebahu dari tumit ke tumit dan kokoh dihadapan Rabbul ‘alamin sewaktu mereka berdiri, ruku’ dan sujud. Jiwa-jiwa mereka bersatu di medan jihad. Begitu pula sedekah mereka tidak berbicara sebagaimana orang-orang di zaman ini. Dan tidaklah itu semua dikarenakan oleh perayaan maulid Nabi, tidak pula oleh aneka lomba dan permainan yang mereka adakan setiap Rabiul Awwal. Giliran kami yang bertanya, jika maulid adalah jembatan menuju persatuan Islam dan ukhuwah Islamiyah yang kokoh, lalu apa gerangan yang mengakibatkan kaum Muslimin sampai saat ini masih terkotak-kotak karena berpecah belah ? Padahal perayaan maulid telah berlangsung lebih dari sepuluh abad. Hanya kepada Allah kita kembali dan hanya kepada-Nya kita memohon pertolongan dari badai syubhat dan syahwat yang menerpa.
Sumber Bacaan:
- Iqtidha’ shirathal mustaqim
- Tahdziiru Minal Bida'


jelas...?masa belum jelas sih...
lamun teu jelas keneh teh...waduh2...kebangeutan ente...
sdh jelas2 hari perayaan Islam itu hanya ada dua...yaitu Idul Fitri & Idul Adha...!
atos di jawab nya sadaya na...
terima kasih kembali
 
baca baik2 semua...
Para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah generasi terbaik dari seluruh umat, sebagaimana telah dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan sabdanya, "Sebaik-baik kurun (generasi) adalah kurunku (Sahabat) kemudian yang sesudahnya (Tabi'in) kemudian yang sesudahnya (Tabi'ut Tabi'in)." (HR. Bukhari [2509], Muslim [2533], dan Tirmidzi [3859])
Para sahabat adalah penyambung Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan umatnya karena umat ini menerima syariat dari mereka yang telah menerimanya langsung dari Rasulullah.
kebaikan...?bukannya melebih-lebihkan...?

seharusnya anda juga menjelaskan kata “sebaik-baiknya”, dalam hal apa ketika kurun tersebut dianggap sebaik-baiknya?

1. Jika benar bahwa pada masa sahabat dan tabi’in itu sebaik-baiknya jaman, mengapa khalifah Usman mati terbunuh di dalam rumahnya sendiri di bawah penglihatan dan pendengaran kaum muhajirin dan anshar ?? mengapa juga khalifa Ali mati dibunuh??
2. Jika benar bahwa pada masa sahabat dan tabi’in itu sebaik-baiknya jaman, mengapa harus ada perang jamal (perang antara Ali dan Aisyah) dan perang Shiffin (perang antara Ali dan Muawiyah)? Yang mengakibatkan terbunuhnya ribuan orang…. Jika mereka (para sahabat) berbeda pendapat, mengapa penyelesaiannya harus dengan berperang??? Apakah perang merupakan jalan yang terbaik?
3. Jika benar bahwa pada masa sahabat dan tabi’in itu sebaik-baiknya jaman, mengapa terjadi pembantaian terhadap keturunan Rosulullah di Karbala? Yang diantara yang dibantai terdapat cucu dan kecintaan Rosulullah yaitu pemuka pemuda ahli surga Al-Husein.

Imam Al Bukhari meriwayatkan dari Thariq bin Syihab, ia mengisahkan: Orang-orang Yahudi berkata kepada Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu:
“Sesungguhnya kalian membaca satu ayat, seandainya ayat itu turun pada kami kaum Yahudi, niscaya (hari diturunkannya ayat itu) akan kami jadikan hari ‘Ied (perayaan).” Maka Umar berkata: “Sungguh aku mengetahui kapan dan dimana ayat itu diturunkan, dan dimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam berada di saat ayat itu diturunkan, yaitu di padang arafah, dan kami juga sedang berada di padang arafah… yaitu firman Allah:
“Pada hari ini, telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah aku cukupkan atasmu kenikmatan-Ku, dan Aku ridlo Islam menjadi agamamu.” (QS. Al Maidah: 3)(Riwayat Al Bukhari)

Ibnu Katsir menerangkan ayat ini dengan perkataannya:
“Disempurnakannya agama Islam merupakan kenikmatan Allah Ta’ala yang paling besar atas umat ini, karena Ia telah menyempurnakan agama mereka, sehingga mereka tidak memerlukan lagi agama lainnya, dan tidak pula perlu seorang nabi selain Nabi mereka sendiri Shallallahu ‘alaihi wa Salam. Oleh karena itu Allah Ta’ala menjadikannya sebagai penutup para nabi, dan mengutusnya kepada seluruh jin dan manusia. Dengan demikian tidak ada suatu yang halal, melainkan yang beliau halalkan, tidak ada sesuatu yang haram, melainkan
sesuatu yang beliau haramkan, dan tidak ada agama melainkan ajaran agama yang telah beliau syari’atkan. Setiap yang beliau kabarkan pasti benar lagi jujur, tidak mengandung kedustaan sedikitpun, dan tidak akan menyelisihi realita.” [Tafsirul Qur’an Al ‘Adlim oleh Ibnu Katsir As Syafi’i 2/12].

kenapa ayat di atas tidak dijadikan hari perayaan...?
padahal itu hari yang penting bagi umat Muslim...!

Kita punya hadis yang sama, tetapi kesimpulan yang berbeda
Al-Bukhori meriwayatkan dari Umar bin Khattab, ada seorang laki-laki Yahudi berkata kepadanya :
“wahai amirul mukminin, ada sebuah ayat di dalam kitab kalian (Al-Qur’an), sekiranya ia diturunkan kepada kami orang-orang Yahudi, niscaya akan kami jadikan hari itu sebagai hari raya. Umar bertanya, ayat apakah itu?, orang Yahudi itu menjawab,
“Pada hari ini, telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah aku cukupkan atasmu kenikmatan-Ku, dan Aku ridlo Islam menjadi agamamu.” (QS. Al Maidah: 3).
Umar berkata, “Sesungguhnya aku benar-benar mengetahui hari yang diturunkan di dalamnya ayat itu, dan tempat diturunkannya ayat itu, yaitu ketika itu Rosulullah saw sedang berdiri di Arafah pada hari Jum’at”.
At-Tirmidzi meriwayatkan dari Ibn Abbas, dia berkata :
“Ayat itu (al-maidah : 3) diturunkan pada hari raya di hari jum’at dan arafah.” At-Tirmidzi berkata, “ini shahih”.
Dalam riwayat tersebut, umar bin khattab setuju menjadikan hari tersebut (hari turunnya QS. Al-maidah ayat 3) yang terdapat di dalamnya karunia yang agung sebagai hari raya. Sebab, zaman itu adalah wadah bagi kejadian yang agung (bersejarah) sehingga ketika hari yang agung itu berulang, maka ia menjadi musim untuk mensyukuri nikmat, dan kesempatan untuk mereflesikan kebahagiaan dan kesenangan. (bulughul ma’mul, isa al-himyari hal. 29)


Sejarah lahirnya Maulid
Syaikh ‘Ali Mahfudzh dalam bukunya menerangkan, “Ada yang mengatakan bahwa yang pertama kali mengadakannya ialah para Khalifah Bani Fahimiyyah di Kairo pada abad keempat Hijriyah. Mereka merayakan perayaan bid’ah enam maulid, yaitu: Maulid Nabi saw, Maulid Imam ‘Ali ra, Maulid Sayyidah Fathimah Az-Zahra radhiallahu ‘anha, Maulid Al-Hasan dan Al-Husein dan maulid Khalifah yang sedang berkuasa. Perayaan tersebut terus berlangsung dalam berbagai bentuknya sampai dilarang pada zaman pemerintahan Al-Afdhal Amirul Juyusy. Perayaan ini kemudian dihidupkan kembali di zaman pemerintahan Al-Hakim biamrillah pada tahun 524 Hijriyah setelah orang-orang hampir melupakannya. Dan yang pertama kali maulid Nabi dikota Irbil adalah Raja Al-Mudhaffar Abu Said di abad ketujuh dan terus berlangsung sampai di zaman kita ini. Orang-orang memperluas acaranya dan menciptakan bid’ah-bid’ah sesuai dengan selera hawa nafsu mereka yang diilhamkan oleh syaithan , jin dan manusia kepada mereka.” [Al-Ibda’ fi madhiril ibtida’: 126]. Satu hal yang sangat penting untuk diketahui bahwa Kerajaan Fathimiyyah didirikan oleh ‘Ubaidillah Al-Mahdi tahun 298 H di Maghrib (sekarang wilayah Maroko dan Aljazair) sedangakan di Mesir kerajan ini didirikan pada tahun 362 H oleh Jauhar As-Shaqali. Para pendiri dan raja-raja kerajaan ini beragama Syi’ah Islmailiyah Rafdliyah. Kerajaan ini didirikan sebagai misi dakwah agama tersebut dan merusak Islam dengan berkedok kecintaan terhadap Ahlul Bait (keluarga Nabi saw). Maka jelaslah sudah bagi mereka yang memiliki bashirah bahwa perayaan maulid dipelopori oleh kaum Syi’ah.

Setau saya, orang masih simpang siur siapakah yang pertama kali merayakan Maulid Nabi saw., ada yang bilang dinasti Fathimiah, ada juga yang bilang Raja Mujaffar penguasa Irbil yang meninggal pda tahun 630 H, ada juga yang mengatakan maulid diperkenalkan oleh Abu Said al-Qakburi, seorang gubernur Irbil, di Irak, pada masa pemerintahan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (1138-1193). Adapula yang berpendapat bahwa idenya sendiri justru berasal dari Sultan Salahuddin sendiri dll.

Lagian, kenapa dengan orang-orang syi'ah??

Hari lahir Nabi memang istimewa, akan tetapi…..
Tentang keistimewaan hari lahir Nabi saw, terdapat hadits shahih dari Abi Qatadah, beliau menceritakan bahwa seorang A’rabi (Badawi) bertanya kepada Rasulullah saw: “Bagaimana penjelasanmu tentang berpuasa di hari Senin? maka Rasulullah saw menjawab, ‘Ia adalah hari aku dilahirkan dan hari diturunkan kepadaku Al-Qur’an” [Syarh Shahih Muslim An-Nawawi 8 / 52]. Hari kelahiran Nabi adalah istimewa berdasarkan hadits tersebut, akan tetapi tidak terdapat dalam hadits tersebut perintah untuk merayakannya. Seandainya kita setuju dengan istilah “merayakan”, maka seharusnya kaum Muslimin merayakannya dengan berpuasa sebagaimana tersurat dalam hadits tersebut. Bukannya merayakan dengan berfoya-foya dan pesta arak-arakan seperti yang kita saksikan saat ini.
ente puasa teu...?

mohon maaf, untuk yang satu ini saya tidak bisa jawab, khawatir jawaban saya nanti termasuk kepada kategori riya....

ANALISA DAMPAK PERAYAAN MAULID
Praktek Kesyirikan yang tidak Disadari
Kenyataan yang ada, bahwa pada sebagian kaum Muslimin dalam merayakan maulid mereka membacakan Barzanji, sebuah ritual membacakan puji-pujian kepada Nabi saw yang di dalamnya juga terdapat jentik-jentik kesyirikan dan pujian yang melampaui batas Syari’at terhadap Nabi saw (ithra’), namun mereka menganggap itu sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Hal ini membuat sebuah praktek kesyirikan menjadi terselubung dalam nuansa yang dianggap ibadah. Rasulullah saw bersabda : “Janganlah kalian berlebihan memujiku sebagaimana orang-orang Nashrani berlebihan memuji putera Maryam. Aku tidak lain hanyalah seorang hamba, maka Katakanlah hamba Allah dan Rasul-Nya.” [HR. Bukhari dari ‘Umar ra]

Mohon maaf juga, saya tidak pernah baca barzanji dan tidak tahu kitabnya seperti apa... mungkin ada baiknya anda memberikan contoh yang terdapat dalam kitab barzanji tentang puji-pujian kepada Nabi saw yang melampaui batas Syari’at..

Setau saya, hanya Nabi saw saja yang Allah dan malaikat bershalawat untuk Beliau, seperti dalam surat al-ahzab ayat 56
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi . Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”
Apakah ini salah satu bentuk penghormatan / puji-pujian yang berlebihan yang dilakukan Allah terhadap makhluknya atau bukan???
Selain itu Allah pun sangat menghormati Nabi Muhammad buktinya Allah memanggil para Nabi dengan sebutan namanya : Musa, Ayyud, Zakaria dan tidak pernah memanggil Nabi Muhammad dengan sebutan Muhammad, tetapi dengan sebutan “Wahai Nabi, atau Rosulullah atau bahkan dalam surat al muzammil, Allah memanggil Nabi Muhammad dengan sebutan “Hai orang yang berselimut”, jadi tidak dengan sebutan nama. Nah apakah ini termasuk penghormatan terhadap Rosulullah yang berlebihan atau bukan?? Jika bukan, mengapa Allah tidak menyamakan penyebutan kepada para Nabi yang lain seperti kepada Rosulullah saw??
 
Inilah dampak yang terbesar dan tercantum di urutan pertama dari sekian kerusakan dalam ritual perayaan maulid. Karena perbuatan Syirik menghapus seluruh amal seorang hamba sebagaimana firman-Nya : “Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepada kamu (Hai Muhammad) dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, ‘Jika engkau berbuat syirik niscaya akan hapus amalmu dan niscaya engkau termasuk golongan orang-orang yang merugi.” [QS. Az-Zumar : 65]. Kaum Muslimin yang terlibat dalam pembacaan Barzanji tersebut juga meyakini datangnya ruh Muhammad sehingga mereka menyambutnya dengan berdiri. Ini adalah I’tiqad yang keliru dan melampaui batas terhadap Nabi saw . Keyakinan seperti ini bertentangan dengan firman Allah : “Kemudian, sesudah itu sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati, kemudian sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat.” [Al-Mukminun : 15-16]. Bertentangan pula dengan sabda Rasulullah saw : “Aku adalah orang yang pertama kali dibangkitkan dari kubur pada hari kiamat nanti, Aku adalah orang yang pertama kali memberi Syafa’at dan orang yang pertama kali diterima Syafa’atnya” Berkata Imam Ibnu Baaz setelah membawakan dua dalil tersebut, “Ayat dan Hadits di atas serta nash-nash lain yang semakna bahwa Nabi Muhammad saw dan siapapun yang sudah mati tidak akan bangkit kembali dari kuburnya, kecuali pada hari kiamat. Hal ini merupakan kesepakatan para ‘ulama Muslimin, tidak ada pertentangan diantara mereka”. [At-Tahdziru minal Bida’ oleh Syaikh Abdul ‘Aziz Abdullah bin Baaz].

Maaf Kang, mungkin karena ilmu saya kurang, saya masih mencari-cari syirik yang Akang maksud yang sebeleh mana nya???? Atau mungkin ada definisi lain tentang syirik???

Sayang, anda tidak membedakan antara jasad dengan Ruh. Jasad, jika sudah mati ya hancur sedangkan Ruh tidak. Seperti firmah Allah dalam surat Ali Imran ayat 169-170
“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka....”

Jadi, orang yang mati di jalan Allah itu masih hidup disisi Allah, masih mendapat rezki dan masih bisa bergembira. Sebagaimana mereka bergembira dan diberi rezki, mereka pun mendengar ucapan dan menjawabnya. Namun, ada hijab yang menghalangi pendengaran kita sehingga kita tidak mampu mendengar perkataan dan jawaban dari mereka. Karena itu, orang yang masuk kuburan dianjurkan mengucapkan salam.

Dalam nahjul balaghah, khutbah Ali yang ke-82 tentang Ahlul bait nabi dan keutamaan mereka, “wahai manusia, orang yang mati diantara kami tidaklah mati, dan orang yang hancur di antara kami tidaklah hancur”. Ibnu Abi al-Hadid al-Maitsami dan Syaikh Muhammad Abduh, mufti mesir, memberi penjelasan tentang khutbah itu dengan penjelasan singkat bahwa para Ahlul bait Nabi saw pada hakikatnya tidak mati sebagaimana umumnya manusia.

Mendahului Allah dan Rasul-Nya dalam menetapkan Syari’at
Ini dikarenakan Allah dan Rasul-Nya tidak pernah menetapkan dalam Syari’at untuk beribadah dengan merayakan hari kelahiran Nabi. Perbuatan sebagian kaum Muslimin melakukan ritual dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah dengan sesuatu yang tidak ada contohnya dari Rasulullah dan Sahabat jelas merupakan sikap mendahului Allah dan Rasulullah dalam menetapkan Syari’at. Sedangkan Allah berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya...”[Al-Hujurat :1]. Maksudnya adalah, orang-orang Mukmin tidak boleh menetapkan sesuatu hukum, sebelum ada ketetapan dari Allah dan Rasul-Nya. Bagaimana pendapat Anda ? Jika Raja alam semesta ini menetapkan suatu aturan bagi kebahagian hambanya, kemudian Sang Raja menyatakan bahwa aturan-Nya itu telah sempurna. Lalu datanglah seorang hamba dengan membawa aturan baru yang dianggapnya baik bagi dirinya dan bagi hamba yang lain. Tidakkah ia (si hamba) tanpa disadari telah lancang menuduh aturan Sang Raja belum sempurna, sehingga perlu ditambahi ? Inilah hakikat Bid’ah, menyaingi bahkan mengambil hak Allah dalam menetapkan Syari’at. Padahal Allah berfirman: “Apakah mereka mempunyai sesembahan-sesembahan selain Allah yang mensyari’atkan untuk mereka (aturan) agama yang tidak diizinkan Allah ?” [Asy-Syuura :21]. Kita tak akan pernah menemukan adanya perayaan hari ulang tahun Nabi oleh para Sahabat terekam dalam lembaran-lembaran kitab hadits yang shahih, karena memang itu tidak pernah terjadi pada masa Sahabat baik tabi’in, tabi’ut tabi’in dan bahkan tidak pernah terjadi pada masa Imam Syafi’i (150 H - 204 H). Karena bid’ah maulid baru muncul pada abad ke-4 H. Kalau memang peringatan Maulid itu baik maka tentunya para sahabat telah mendahului kita melakukannya sebagaimana kata ulama : “walau kaana khairan lasabaquunaa ilaihi”

Apakah dalil ini tidak cukup bahwa hari lahir Rosulullah itu istimewa dan mensyukurinya itu dicontohkan oleh Rosulullah.
1. Muslim meriwayatkan dalam shahihnya (2/819), dari Abu Qatadah bahwa Rosulullah saw pernah ditanya tentang puasa pada hari senin, maka beliau bersabda, “itulah hari aku dilahirkan, dan pada hari itu pula wahyu diturunkan kepadaku”.
Al-Hafid Ibn Rajab Al Hanbali berkata “ketika berbicara tentang dianjurkannya berpuasa pada hari-hari diperbaharuinya karunia-karunia Allah atas hamba-hamba-Nya : sesungguhnya di antara karunia-karunia Allah yang agung terhadap umat ini adalah lahirnya Muhammad saw dan pengutusannya kepada mereka, sebagaimana firman Allah :
“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri” (ali imron : 164)
Oleh karena itu, berpuasa pada hari yang diperbaharui di dalamnya karunia dari Allah swt ini kepada hamba-hamba-Nya yang berimah adalah perbuatan yang baik dan bagus. Ini termasuk kategori bersyukur atas karunia-karunia Allah.
2. As Suyuhti mengatakan : “dan jelas bagiku periwayatan hadis ini melalui jalur yang lain, yaitu yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dari Anas, bahwa Nabi saw. melakukan akikah terhadap dirinya sendiri setelah kenabian, padahal telah diriwayatkan bahwa kakeknya, Abdul Muthalib telah melakukan akikah terhadap beliau pada hari ketujuh kelahirannya, dan akikah itu tidak diulang sampai dua kali, maka kemungkinannya beliau melakukan hal itu (akikah) sebagai wujud syukur atas diciptakan-Nya beliau oleh Allah SWT sebagai rahmat bagi alam semesta, dan disyariatkannya hal itu bagi umatnya sebagaimana beliau bersalawat untuk dirinya sendiri. Oleh karena itu, dianjurkan juga bagi kita untuk melaksanakan syukur atas kelahiran beliau ini dengan berkumpul memberikan makanan (kepada kaum fakir miskin), dan yang serupa itu dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah dan menampakkan kebahagiaan (atas kelahiran Nabi Saw). (Terdapat dalam Al-Hawi Lil Fatawa As Suyuhti, 1/196)
Jadi apakah orang yang mensyukuri akan hari lahir Rosulullah itu telah mendahului Rosulullah dalam menetapkan syari’at??

Munculnya wujud rasa cinta yang keliru
Perayaan maulid oleh sebagian kaum Muslimin dianggap sebagai bentuk ungkapan rasa cinta terhadap Nabi yang paling mulia Muhammad saw. Jika ini benar, siapakah diantara kita di zaman ini yang lebih dalam cintanya kepada Nabi ketimbang Sahabat ?. Tidak ada pilihan lain bagi kita kecuali menjawab “Sahabatlah yang paling dalam cintanya kepada Nabi”. Jika memang demikian, lalu mengapa para Sahabat tidak mewujudkan rasa cinta kepada Nabi dengan cara merayakan hari kelahiran Nabi sebagaimana sebagian muslim di zaman ini ? Mengapa para Sahabat tidak mengarang bait-bait syair untuk memuji Nabi di hari kelahirannya ? Mengapa pula para Sahabat tidak membentuk “Panitia Lomba Maulid” untuk memeriahkan HUT manusia terbaik di muka bumi ini ?. “Tunjukkanlah bukti kalian, jika kalian orang-orang yang benar” [Al-Baqarah : 111]. Sesungguhnya Ahlussunnah meyakini bahwa yang terpenting adalah bagaimana menjadi mukmin yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya. Karena ungkapan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya bisa juga diucapkan oleh orang-orang munafik, akan tetapi mereka bukan orang-orang yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya. Dan mustahil mendapatkan kecintaan Allah kecuali dengan mengikuti Sunnah Nabi yang mulia. Allah berfirman : “Katakanlah ; ‘jika kalian mencintai Allah, ikutilah aku (Muhamad)! Niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampunkan dosa-dosa kalian. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ” [QS.Ali-‘Imran: 31].

Waduh, balik lagi ke sahabat ya....
Begini saja, orang yang mencintai Rosulullah itu kan menurut Akang akan mencontoh apa-apa yang Rosulullah ajarkan. Nah salah satu apa yang Rosulullah ajarkan adalah menjaga silaturahmi, seperti hadis-hadis di bawah ini :
1. "Artinya : Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya) [1] maka hendaklah ia menyambung (tali) silaturrahim" [Shahihul Bukhari, Kitabul Adab, Bab Man Busitha Lahu fir Rizqi Bishilatir Rahim, no. 5985, 10/415]
2. "Artinya : Siapa yang suka untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan usianya (dipanjangkan umurnya), hendaklah ia menyambung silaturrahim". [Shahihul Bukhari, Kitabul Adab, Bab Man Busitha Lahu fir Rizqi Bishilatir Rahim, no. 5986, 10/415]

Nah, apakah para sahabat menjaga silaturahmi dengan para sahabat lain??? Kalau iya, mengapa ada perang jamal, perang shiffin. Bukankah perang itu malah memecahkan silaturahmi???

Bukannya kebaikan, justru sebaliknya
Tidak asing telinga kita mendengar hentakan-hentakan musik yang hingar bingar pada setiap tahunnya di bulan Rabiul Awwal dalam aneka ragam perayaan maulid. Alunan-alunan musik tersebut tidak jarang disertai juga oleh pemuda-pemuda mabuk yang bergoyang bersama mengikuti irama lagu. Bahkan musik-musik tersebut diperdengarkan di rumah Allah yang di dalamnya digunakan untuk bersujud kepada-Nya. (hanya kepada Allah memohon pertolongan dari kerusakan ini). Allah berfirman : “Dan diantara manusia ada yang menggunakan “lahwal hadits” untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azdab yang menghinakan ” [Luqman : 6]. Ibnu Mas’ud ra menafsirkan lahwal hadits dalam ayat tersebut adalah “nyanyian atau lagu”. [lih. Tafsir Ibnu Katsier Surat Luqman].

Karena itu saya katakan pada postingan saya yang terdahulu, bahwa orang yang merayakan Maulid Nabi, harus memperhatikan hal-hal seperti ini, jadi gak hanya asal ngerayain aja. Harus dipikirkan juga tempatnya, acaranya dll.

Jati diri Islam menjadi luntur, karena mengekor pada Nashrani
Maulid pada hakikatnya meniru Nashrani dalam hal merayakan hari kelahiran Nabi Isa yang mereka sebut dengan Natal. Kita, ummat Muhammad dilarang keras menyerupai Yahudi dan Nashrani apalagi meniru-niru ritual agama mereka. Allah berfirman : “Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka (Yahudi dan Nashrani) setelah datang kepadamu ilmu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk golongan orang-orang yang zhalim.” [Al-Baqarah :145]. Yang dimaksud ayat ini menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah adalah “meniru sesuatu yang menjadi ciri khas mereka, atau yang merupakan bagian dari ajaran Agama mereka” [Iqtidha’ shirathal mustaqim T. / 63-64]. Rasulullah juga bersabda : “Barang siapa menyerupai suatu kaum, berarti ia termasuk golongan kaum itu” [Ahmad dan Abu Dawud, shahih].

Al-Qur’an mengajarkan kepada kita untuk mengucapkan selamat hari lahir kepada Nabi Isa.
Tercantum di dalam surat maryam ayat 15 dan diulang pada ayat 33 yang artinya :
“Keselamatan atas dirinya pada hari ia dilahirkan dan pada hari ia meninggal dan pada hari ia dibangkitkan hidup kembali.”
“Dan keselamatan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali”.

Kecenderungan bersikap tabdzir (menghamburkan harta secara mubazzir)
Bisa dibayangkan dana yang dikeluarkan oleh sebagian kaum muslimin yang merayakan maulid, andaikata dana-dana tersebut disedekahkan kemudian dikorbankan untuk berjihad di jalan Allah niscaya hal itu akan lebih bermanfaat ketimbang menggunakannya sebagai penyokong bid’ah yang tidak bernilai ibadah di sisi Allah. Bahkan diantara mereka ada yang sampai memberatkan diri untuk berhutang kepada saudara muslim lainnya. Ini adalah sikap mubazzir yang dapat menghantarkan kita menjadi saudara-saudara syaitan sebagaimana yang disebut oleh Al-Qur’an “…dan janganlah kamu menghamburkan hartamu secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar pada Tuhannya” [Al-Isra’ :26-27].

Iya neh, mungkin ada baiknya nanti jangan ngenet neh, uangnya buat disedekahkan untuk orang yang berjihad di Jalah Allah, gak usah traktir temen-temen atau orang tua, mending buat sedekah untuk orang yang jihad di jalan Allah. Gak usah beli barang-barang baru juga ya Kang, kan uangnya disedekahkan saja untuk orang yang jihad di jalan Allah.

Kalau boleh tau, kira-kira berapa banyak, kalau mo pake nominal, berapa juta uang yang sudah Akang sedekahkan di Jalah Allah??

Membantu penyebaran hadits palsu
Perlu diketahui bahwa banyak beredar di tengah ummat hadits-hadits tentang keutamaan merayakan hari kelahiran Nabi. Dan semuanya adalah palsu tidak ada keraguan padanya. Di bulan Rabiul Awwal ini selalu disampaikan hadits-hadits tentang keutamaan maulid di atas-atas mimbar maupun pada saat acara perayaan dilangsungkan, ini tentu saja membantu menyebarkan kedustaan atas nama Rasulullah. Sedangkan Rasul bersabda :“Barang siapa mengatakan sesuatu atas namaku sesuatu yang tidak aku katakan maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya dalam neraka.” [Hadits Hasan riwayat Ahmad].

Sebaiknya Akang menyebutkan hadis-hadisnya, jadi muslim-muslim di IF ini bisa dapet ilmu dari Akang....

Persatuaan Islam yang semu
Sebagian kaum Muslimin masih berusaha melakukan pembelaan terhadap perayaan maulid dengan berkata : “Ini adalah momen yang istimewa untuk mempererat ukhuwah, silaturahmi dan menyemarakkan sedekah antara saudara Muslim. Jadi tidak ada salahnya kita merayakan maulid dengan kemeriyahannya”. Untuk menjawab ungkapan ini kita kembali kepada kaidah yang sangat kokoh bahwa generasi pertama ummat ini adalah sebaik-baik generasi, berdasarkan hadits “Sebaik-baik manusia adalah pada zamanku (Sahabat), kemudian yang sesudahnya (tabi’in) kemudian yang sesudahnya (tabi’ tabi’in)” [HR. Bukhari]. Berangkat dari kaidah ini kita katakan bahwa para Sahabat adalah orang-orang yang paling kokoh ukhuwah dan silaturahminya terhadap saudara Muslim. Barisan shaf mereka rapat, bersambung dari bahu kebahu dari tumit ke tumit dan kokoh dihadapan Rabbul ‘alamin sewaktu mereka berdiri, ruku’ dan sujud. Jiwa-jiwa mereka bersatu di medan jihad. Begitu pula sedekah mereka tidak berbicara sebagaimana orang-orang di zaman ini. Dan tidaklah itu semua dikarenakan oleh perayaan maulid Nabi, tidak pula oleh aneka lomba dan permainan yang mereka adakan setiap Rabiul Awwal. Giliran kami yang bertanya, jika maulid adalah jembatan menuju persatuan Islam dan ukhuwah Islamiyah yang kokoh, lalu apa gerangan yang mengakibatkan kaum Muslimin sampai saat ini masih terkotak-kotak karena berpecah belah ? Padahal perayaan maulid telah berlangsung lebih dari sepuluh abad. Hanya kepada Allah kita kembali dan hanya kepada-Nya kita memohon pertolongan dari badai syubhat dan syahwat yang menerpa.

Mengenai ukhuwah dan silaturahmi para sahabat, silahkan dilihat lagi pada bagian atas....

Terima kasih....
 
ga ada yang salah dengan adat istiadat kita..... mo salaman silakan...ngga juga monggo langsung pergi aja....jelas milih salaman la wong itu silaturahmi....

tahlilan....? silakan kalo mo tahlilan, ngga juga gpp...paling dicemooh aja...coz diluar kebiasaan bermasyarakat...kan kita bangsa yang guyub...plis deh bedain sama adat arab....
 
1. Muslim meriwayatkan dalam shahihnya (2/819), dari Abu Qatadah bahwa Rosulullah saw pernah ditanya tentang puasa pada hari senin, maka beliau bersabda, “itulah hari aku dilahirkan, dan pada hari itu pula wahyu diturunkan kepadaku”.
i Ibnu Hajar untuk menguatkan pendapat beliau mengenai maulid adalah hadits tenAl-Hafid Ibn Rajab Al Hanbali berkata “ketika berbicara tentang dianjurkannya berpuasa pada hari-hari diperbaharuinya karunia-karunia Allah atas hamba-hamba-Nya : sesungguhnya di antara karunia-karunia Allah yang agung terhadap umat ini adalah lahirnya Muhammad saw dan pengutusannya kepada mereka, sebagaimana firman Allah :
“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri” (ali imron : 164)
Oleh karena itu, berpuasa pada hari yang diperbaharui di dalamnya karunia dari Allah swt ini kepada hamba-hamba-Nya yang berimah adalah perbuatan yang baik dan bagus. Ini termasuk kategori bersyukur atas karunia-karunia Allah.
dengan segala hormat terhadap kamu....tolong dong tunjukkanlah kepada ku diantara kalimat tersebut yang menunjukkan dalil bahwa maulid diperbolehkan?

adapun yang saya pahami dari dalil tersebut...dalil itu mensyari'atkan tentang puasa senin dan kamis...bukan tentang berpuasa pada hari maulid atau bahkan merayakan maulid itu sendiri...

Sebab...apabila memang betul pemahaman yang kamu maksud terhadap dalil tersebut...bahwasanya dalil ini merupakan legalitas atas perayaan maulid...kenapa Rosulullah tidak secara langsung menyebut untuk merayakan hari kelahiran beliau?
Bahkan para Shahabat yang paling mengerti betul tentang beliau...dan ada ketika beliau mengucapkan hal tersebut tidak merayakannya sebagaimana yang kita lihat seperti sekarang ini ?
Apakah Shahabat yang keliru dalam memaknai ucapan Rosulullah?
Ataukah justru kita yang keliru dalam memahaminya?

Kita lihat saja sejarah...jikalau memang betul ini adalah perintah untuk merayakan maulid seperti jaman sekarang ini...maka kenapa maulid itu sendiri timbul pada abad2 setelah Rosulullah dan para Shahabatnya wafat?

2. As Suyuhti mengatakan : “dan jelas bagiku periwayatan hadis ini melalui jalur yang lain, yaitu yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dari Anas, bahwa Nabi saw. melakukan akikah terhadap dirinya sendiri setelah kenabian, padahal telah diriwayatkan bahwa kakeknya, Abdul Muthalib telah melakukan akikah terhadap beliau pada hari ketujuh kelahirannya, dan akikah itu tidak diulang sampai dua kali, maka kemungkinannya beliau melakukan hal itu (akikah) sebagai wujud syukur atas diciptakan-Nya beliau oleh Allah SWT sebagai rahmat bagi alam semesta, dan disyariatkannya hal itu bagi umatnya sebagaimana beliau bersalawat untuk dirinya sendiri. Oleh karena itu, dianjurkan juga bagi kita untuk melaksanakan syukur atas kelahiran beliau ini dengan berkumpul memberikan makanan (kepada kaum fakir miskin), dan yang serupa itu dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah dan menampakkan kebahagiaan (atas kelahiran Nabi Saw). (Terdapat dalam Al-Hawi Lil Fatawa As Suyuhti, 1/196)
Dalil mu yang aq quote diatas itu perkataan yang dipotong kan?

Lebih lengkapnya bunyinya seperti ini

Imam al Huffadz Abu Fadhl Ahmad bin Hajar -AlAsqalani- telah mentakhrij mengenai masalah Maulid yang didasarkan kepada Sunnah, maka saya mentakhrijnya sebagai sumber kedua, “Syaikhul Islam Hafidz Al Ashr Abu Al Fadhl Ahmad bin Hajar -Al Asqalani- ditanya tentang peringatan Maulid, maka dia menjawab:“Pada dasarnya peringatan Maulid adalah bid’ah karena tidak seorangpun dari ulama salafusholih 3 abad pertama yang melakukannya. Akan tetapi, bagaimanapun peringatan itu telah mencakup kebaikan dan juga kejelekan, maka barangsiapa bisa mengambil baiknya dan membuang jeleknya, peringatan Maulid itu menjadi bid’ah hasanah; jika memang tidak maka tidak menjadi bid’ah hasanah. ”Dia (Ibnu Hajar) berkata,“Adapun saya mengembalikan masalah ini kepada sumber pokoknya, yaitu sebuah hadits yang diriwayatkan dalam Shahihain dari Nabi Shalallahu alaihi wa sallam, Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu anhu berkata,

Sewaktu Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam tiba di Madinah, baginda mendapati orang-orang Yahudi berpuasa pada hari AsySyura. Ketika ditanya tentang puasa mereka, mereka menjawab,

“Hari ini adalah hari kemenangan yang telah diberikan oleh Allah kepada Nabi Musa alaihi salam dan kaum Bani Israel dari Fir’aun. Kami merasa perlu berpuasa pada hari ini sebagai ucapan terima kasih kami kepadaNya. ”

Lalu Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabda:

“Kami lebih berhak daripada kamu dan Nabi Musa dalam hal ini. Kemudian baginda memerintahkan para shahabat supaya berpuasa pada hari tersebut. ” (Mutafaq alaihi) 2

Dari hadits diatas dapat ditarik benang merah bahwa untuk bersyukur kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan kepada kita pada hari tertentu atau untuk mencegah musibah dan bencana tertentu.

Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita agar memperbanyak ibadah didalamnya dengan berbagai macam bentuknya, seperti shalat, puasa, shadaqoh, membaca al Qur’an dan sebagainya. Nikmat mana yang lebih besar daripada nikmat datangnya nabi yang penuh rahmat pada hari kelahirannya.

Maka dari itu, hendaknya pada hari kelahirannya itu dirayakan dengan ibadah, sehingga sama dengan kisah Musa alaihi salam pada bulan AsySyura. Orang yang tidak memperhatikan masalah ini, tidak akan peduli hari apa dan bulan apa melakukan perayaan Maulid, bahkan ada sekelompok orang yang memindahkan hari peringatan Maulid itu pada satu hari, kapanpun dalam satu tahun itu. Ini sudah menyimpang dari pokok persoalan.3

(Sampai sini perkataan As-Suyuthi)
Nah...untuk memahami perkataan Imam As Suyuthi ini mari kita bedah satu persatu

1. Lihat bold saya yang pertama...bahwasanya Imam Ibnu Hajar sebagaimana yang dikutip oleh Imam As Suyuthi telah berkata dengan jelas...bahwa hal ini jelas bid'ah...sebab beliau bilang bahwa tidak seorang pun dari 3 generasi salafush shalih (Shahabat, Tabi'in dan Tabi'ut tabi'in) yang pernah melakukannya sehingga dapat kuat menjadi sebuah istinbat....
Jadi...pada dasarnya jelas ini adalah perkara bid'ah...wajib dijauhi oleh sebab Rosulullah berkata "Segala bid'ah adalah sesat"

Nah...adapun kenapa Ibnu Hajar membaginya menjadi bid'ah hasanah dan bid'ah dholalah....maka pembagian ini tertolak...oleh sebab Rosulullah jelas2 mengatakan kata "Kullu"...dimana ini dalam bahasa arab mempunyai derajat yang umum dan menyeluruh...

Jadi...apakah bid'ah itu bersifat baik...atau bersifat buruk...maka seharusnya dibuang....

Dan ini sendiri dikuatkan oleh para Shahabat Rosulullah sendiri...mereka jg menolak adanya bid'ah sekalipun itu baik
seperti Perkataan Ibnu Umar

Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata,

كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ ، وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً

“Setiap bid’ah adalah sesat, walaupun manusia menganggapnya baik.” (Lihat Al Ibanah Al Kubro li Ibni Baththoh, 1/219, Asy Syamilah)

dan jg perkataan Ibnu Mas'ud

Juga terdapat kisah yang telah masyhur dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu ketika beliau melewati suatu masjid yang di dalamnya terdapat orang-orang yang sedang duduk membentuk lingkaran. Mereka bertakbir, bertahlil, bertasbih dengan cara yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu Ibnu Mas’ud mengingkari mereka dengan mengatakan,

فَعُدُّوا سَيِّئَاتِكُمْ فَأَنَا ضَامِنٌ أَنْ لاَ يَضِيعَ مِنْ حَسَنَاتِكُمْ شَىْءٌ ، وَيْحَكُمْ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ مَا أَسْرَعَ هَلَكَتَكُمْ ، هَؤُلاَءِ صَحَابَةُ نَبِيِّكُمْ -صلى الله عليه وسلم- مُتَوَافِرُونَ وَهَذِهِ ثِيَابُهُ لَمْ تَبْلَ وَآنِيَتُهُ لَمْ تُكْسَرْ ، وَالَّذِى نَفْسِى فِى يَدِهِ إِنَّكُمْ لَعَلَى مِلَّةٍ هِىَ أَهْدَى مِنْ مِلَّةِ مُحَمَّدٍ ، أَوْ مُفْتَتِحِى بَابِ ضَلاَلَةٍ.

“Hitunglah dosa-dosa kalian. Aku adalah penjamin bahwa sedikit pun dari amalan kebaikan kalian tidak akan hilang. Celakalah kalian, wahai umat Muhammad! Begitu cepat kebinasaan kalian! Mereka sahabat nabi kalian masih ada. Pakaian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga belum rusak. Bejananya pun belum pecah. Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, apakah kalian berada dalam agama yang lebih baik dari agamanya Muhammad? Ataukah kalian ingin membuka pintu kesesatan (bid’ah)?”

قَالُوا : وَاللَّهِ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ مَا أَرَدْنَا إِلاَّ الْخَيْرَ. قَالَ : وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ

Mereka menjawab, “Demi Allah, wahai Abu ‘Abdurrahman (Ibnu Mas’ud), kami tidaklah menginginkan selain kebaikan.”

Ibnu Mas’ud berkata, “Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun tidak mendapatkannya.” (HR. Ad Darimi. Dikatakan oleh Husain Salim Asad bahwa sanad hadits ini jayid)

Lalu bagaimanakah dengan perkataan Umar dengan redaksinya "bahwa ini adalah sebaik2nya bid'ah?"

Maka terlebih dahulu sebelum kita memahami makna kata bid'ah yang diucapkan Umar...kita harus memahami...perkara apa seh yang dibilang Umar sebagai sebaik2nya bid'ah tersebut?

Umar berkata demikian ketika beliau kembali mengumpulkan orang untuk sholat tarawih berjama'aah....

Adakah sholat tarawih berjama'ah sebuah bid'ah?

Shahabat manapun...tidak ada yang berani bilang ini bid'ah...sebab perkara ini telah dikerjakan oleh Rosulullah....kemudian oleh Rosulullah beliau tidak kerjakan lagi disebabkan kekhawatiran menjadi wajib...namun...Rosulullah tidak pernah berkata bahwa ini tidak boleh dilakukan lagi....

Oleh karena itu...perkara Tarawih berjama'ah...bukanlah bid'ah...akan tetapi ini merupakan Sunnah

Nah...lantas kenapa Umar berkata ini bid'ah?

Sebab...hal ini (tarawih berjama'ah) adalah baru diadakan lage setelah sebelumnya dikerjakan...kemudian tidak dikerjakan...

Dari sini kita dapat tarik kesimpulan...bahwasanya perkataan bid'ah yang dibawakan oleh Umar ra...merupakan bid'ah dalam artian bahasa bukan dalam pengertian syar'at...bukankah bahasa yang digunakan Umar adalah bahasa arab?dan bahasa arab untuk segala yang baru disebut dengan kata "bid'ah"?

lagepula...anak nya Umar sendiri dengan jelas bilang bahwa Bid'ah adalah sesat sekalipun manusianya menganggapnya baik....

Dan telah tegas As Syathibi mengatakan dalam kitab Al Muwafaqaat fi Ushul Al Ahkaam bahwasanya siapapun yang menyalahi Ijma' 3 generasi terdahulu adalah salah

Jadi...aq harap kamu dapat mengambil pelajaran...

2. Takhrij Ibnu Hajar untuk beristimbat bahwa Maulid adalah bid'ah hasanah dengan menggunakan dalil puasa asyura jelas keliru...sebab ini merupakan 2 hal yang berbeda...kalaulah ini disamakan...kenapa lantas kita tidak menambahkan hari raya maulid kelahiran Rosulullah menjadi bertambah 1 hari lage?Kenapa kita merayakannya hanya pada tanggal 12 robi'ul awal?

Kenapa saya mengatakan demikian...sebab...Ibnu Hajar menggunakan dalil puasa asyura sebagai penguat maulid nabi bahwa ini bid'ah hasanah...tetapi -semoga Allah merahmati Ibnu Hajar- bukankah kita mengetahui bahwasanya puasa asyura' yang disyari'atkan bukan hanya sehari?
Sebab Rosulullah dalam hadits shahih nya berkata...bahwa beliau menambah puasa hari asyura' 1 hari lage untuk menyaingi orang Yahudi...silahkan kamu cek kitab hadits kembali....

Dan jg...puasa asyura' itu disyar'atkan...tetapi apakah Maulid disyari'atkan?

Oke lah kalau misalkan kita ambil hukum maulid dari situ...tetapi itu berarti kita menyamakan Maulid masuk kedalam hukum Ibadah dong?sebab puasa asyura' bernilai ibadah...maka mafhumnya seharusnya kan derajat ke 2 hal tersebut sama...

Akan tetapi...jelas maulid tertolak...oleh sebab apa?

lihat perkataan Ibnu Katsir dalam tafsir nya...

Bahwasanya beliau menyatakan bahwa ada 2 syarat mutlak dalam ibadah agar bisa diterima oleh Allah
1. Ikhlas
2. Ittiba' kepada Rosul

Ittiba' diatas ialah mengikuti tanpa menambah atau mengurangi...Bukan berarti menambahkan yang penting baik...

Sebab...Ibnu Mas'ud sendiri berkata
"Ittiba' lah kepada Rosul...janganlah kamu beribtida' "

Jikalau konsep "menambahkan gak apa2 yang penting tujuannya baik"...kenapa Ibnu Mas'ud marah kepada orang2 yang berdzikir pakai batu padahal alasan mereka jg baik?

Semoga ini menjadi pelajaran bagi kita
 
Waduh, balik lagi ke sahabat ya....
Begini saja, orang yang mencintai Rosulullah itu kan menurut Akang akan mencontoh apa-apa yang Rosulullah ajarkan. Nah salah satu apa yang Rosulullah ajarkan adalah menjaga silaturahmi, seperti hadis-hadis di bawah ini :
1. "Artinya : Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya) [1] maka hendaklah ia menyambung (tali) silaturrahim" [Shahihul Bukhari, Kitabul Adab, Bab Man Busitha Lahu fir Rizqi Bishilatir Rahim, no. 5985, 10/415]
2. "Artinya : Siapa yang suka untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan usianya (dipanjangkan umurnya), hendaklah ia menyambung silaturrahim". [Shahihul Bukhari, Kitabul Adab, Bab Man Busitha Lahu fir Rizqi Bishilatir Rahim, no. 5986, 10/415]
Tidak sah kalau dalil ini diambil sebagai dalil maulid...sebab dalil ini merupakan penegas bahwasanya bersedekah dan menyambung silaturrahmi hukumnya adalah mutlak (bebas tidak terikat waktu apapun atau acara apapun) bukan hukumnya adalah muqoyyad (terikat)

Adapun kalau misalkan orang2 berpendapat bahwa dalam maulid kan ada jalinan sedekah silaturrahmi dan sebagainya...

Tetapi kita bisa menyanggahnya dengan mengatakan...maulid memang ada jalinan sedekah dan silaturrahmi...akan tetapi kenapa kita seakan2 membatasi bersedekah dan silaturahmi cuma pada maulid saja?

Sekalipun dalam acara maulid terdapat 1000 kebaikan...tetap saja acara tersebut tidak menghilangkan dirinya dari derajat bid'ah yang jelas haram untuk diikuti....

Sebab apa?

sebab Allah baik...dan tidak menerima sesuatu kecuali yang baik

adakah boleh orang mencampurkan yang haQ dengan bathil?

Nah, apakah para sahabat menjaga silaturahmi dengan para sahabat lain??? Kalau iya, mengapa ada perang jamal, perang shiffin. Bukankah perang itu malah memecahkan silaturahmi???
janganlah kamu berani mengkomentari fitnah yang terjadi diantara para Shahabat wahai saudaraku....sebab dengan tegas Rosulullah berkata "Apabila sampai kepada kalian berita tentang Shahabat ku maka ucapkanlah "Yaa Allah ampunilah mereka yang telah mendahului kami"

Adapun para Shahabat...mereka itu tetap dalam kebenaran yang haQ...mereka tetap dalam silaturrahmi...

Adapun terjadi perang Jamal dan shiffin ini karena fitnah sangat besar...jadi diantara para shahabat banyak kesalahan tafsir

sebagaimana diungkapkan oleh para periwayat ketika meriwayatkan bagaimana Aisyah menyesali keikutsertaannya dalam perang jamal

Berkata Syaikh Abdul Malik membantah khatib kondangtersebut, “Wahai khatib apakah engkau bangga dengan umat yang telah sirna kejantanan para lelakinya hingga wanitanya ikut turun ke jalanan?, apakah dengan keluar rumah para wanita telah menegakkan syariat Alloh? Bukankah di antara syariat Alloh adalah firman-Nyaَ
قَ
Dan hendaklah kalian tetap di rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliah yang dahulu” (QS Al Ahzab: 33)

Seharusnya engkau katakan pada wanita tersebut “Mulailah penerapan hukum Islam pada diri kalian,baru tuntutlah orang lain untuk menerapkannya melalui prosedur yang dibenarkan syariat!!”. Ataukah geliat politik tidak memberikan bagi engkau dan juga para
wanita yang engkau banggakan kesempatan agar kalian bisa berpikir jernih tentang hukum-hukum Alloh yang mestinya kaian lakukan?

Memang Aisyah telah keluar dalam peperangan Jamal,namun para sahabat tidak memuji tindakan beliau,bahkan beliau sendiri tidak memuji perbuatannya. Ibnu Hajar berkata “Ibnu Jarir Ath-Thobari mencantumkan riwayat dengan sanad yang shahih dari abu Yazid
Al-Madini yang berkata bahwa ‘Ammar bin Yasir berkata kepada ‘Aisyah sekembalinya dari peperangan Jamal “Betapa jauhnya perjalanan yang telah engkau lakukan dari perjanjian (kewajiban) yang telah ditetapkan bagi kalian” beliau mengisyaratkan kepada firman Alloh, “Dan hendaklah kalian tetap di rumah-rumah kalian-kalian” (QS. Al-Ahzab 33)

Maka Aisyah pun berkata, “Apakah yang berbicara ini adalah Abul Yaqson (Ammar bin Yasir)?”, Ammar menjawab “Benar”. Aisyah berkata “Sesungguhnya sepanjang pengetahuanku engkau adalah orang yang mengatakan kebenaran”, Ammar menanggapi: “Segala puji bagi Alloh yang telah menetapkan sifat tersebut bagiku melalui lisanmu”. (Fathul Bari 13/58)

Aku (Syaikh Abdul Malik) berkata, “Tahukah engkau (wahai khatib) bahwasanya ‘Aisyah menangis sejadi-jadinya atas tindakannya itu?”. Dari Qois bin Hazim mengisahkan tatkala Aisyah berangkat menuju peperangan Jamal dan ia sampai suatu malam di sebuah
mata air bani ‘Amir, tiba-tiba anjing-anjing menggonggong. Aisyah bertanya: “Mata air siapakah ini?”. “Mata air Al-Hau’ab”, jawab mereka,Aisyah berkata lagi “Menurutku aku tidak punya pilihan lain kecuali harus kembali”. Orang-orang yang menyertainya berkata “Tidak engkau harus meneruskan perjalanan agar kaum muslimin dapat
melihatmu, mudah-mudahan dengan usaha ini Alloh mendamaikan kedua belah pihak yang berseteru!”.
Aisyah berkata “Sungguh pada suatu hari Rosululloh pernah berkata kepadaku: “Bagaimana nasib salah seorang dari kalian manakala anjing-anjing di mata air
Al-Hau’ab menggonggong kepadanya?” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Hibban dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban, Al Hakim, Adz Dzahabi dan Ibnu Katsir.

Berkata Ibnu hajar, “Sanadnya sesuai dengan kriteria Bukhori dalam sahihnya” (Al-Fath 13/55). Al Albani berkata “Sanadnya shahih jiddan” As-Sunnah-Sahihah
no 474)

Berkata Az-Zaila’i, “Aisyah telah menunjukkan rasa penyesalannya sebagaimana diriwayatkan oleh ‘Ibnu ‘Abdil Barr dalam kitab Al-Istii’aab dari Ibnu Abi
‘Atiq yaitu Abdulloh bin Muhammad bin Abdurrahman bin Abu Bakr As-Sunnah Siddiq, ia berkata, “Aisyah berkata kepada Ibnu Umar, “Wahai Abu Abdirrohman,apakah yang menghalangimu untuk mencegah perjalananku ini?”, ia berkata “Saya melihat seseorang telah mendominasimu!” (yaitu Abdulloh bin Zubair). Aisyah
berkata “Demi Alloh seandainya engkau melarangku niscaya aku tidak akan keluar” (Nashbur Royah4/69-70)

Imam Adz Dzahabi berkata: “Kemudian dalam riwayat lain disebutkan bahwa keluarnya Aisyah ini mengurungkan keinginannya agar jenazahnya dimakamkan
di kamarnya bersama Rosululloh”. Dari Ismail bin Abi Kholid dari Qois berkata “Tatkala Aisyah menyampaikan keinginannya agar jenazahnya dimakamkan di kamarnya ia berkata: “Sesungguhnya aku telah melakukan kesalahan sepeninggal Rosululloh. Oleh karena itu kuburkanlah aku bersama istri-istri beliau yang lain”. Maka beliau pun dimakamkan di pekuburan Baqi’.

Berkata Adz-Dzahabi “Kesalahan yang dimaksudkan oleh Aisyah adalah perjalanannya menuju perang Jamal, sesungguhnya ia sangat menyesal dan bertaubat dari kesalahan tersebut. Padahal ia tidak melakukan kesalahan tersebut kecuali karena salah takwil (salahtafsir) dan hanya mengharapkan kebaikan, sebagaimana halnya ijtihad Tholhah bin Abdillah dan Zubair bin Awwam dan sahabat yang lainnya, semoga Alloh meridhai mereka semuanya’. (As-Siar 2/193. Dan atsar Aisyah ini diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad di At Thobaqoot
8/59 dan Al-Hakim 4/6)
 
Al-Qur’an mengajarkan kepada kita untuk mengucapkan selamat hari lahir kepada Nabi Isa.
Tercantum di dalam surat maryam ayat 15 dan diulang pada ayat 33 yang artinya :
“Keselamatan atas dirinya pada hari ia dilahirkan dan pada hari ia meninggal dan pada hari ia dibangkitkan hidup kembali.”
“Dan keselamatan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali”.
lantas kenapa Rosulullah dan para Shahabatnya tidak mengatakan "SELAMAT ULANG TAHUN WAHAI ISA PUTRA MARYAM?"

Terhadap para nabi...yang diutus sebelum Rosulullah...bukankah cukup bagi kita untuk mengatakan alaihis salam ketika nama mereka disebut?

Sebaiknya Akang menyebutkan hadis-hadisnya, jadi muslim-muslim di IF ini bisa dapet ilmu dari Akang....
jikalau saudara ku tidak menyebut dalil apa itu...maka ijinkanlah aq menyebut dalil2 palsu yang biasa digunakan dalam perayaan maulid...

adapun dalilnya yang sering aq dengar yang ini...

"Barangsiapa yang merayakan hari kelahiranku, maka aku akan menjadi pemberi syafa'atnya dihari Kiamat. dan berangsiapa yang menginfaqkan satu dirhaam untuk maulidku maka seakan-akan dia telah menginfaqkan satu gunung emas di jalan Allah.

dan dalil2 palsu lainnya tentang nur muhammad...yang seringkali disebutkan ketika merayakan hari bathil ini...

Setau saya, hanya Nabi saw saja yang Allah dan malaikat bershalawat untuk Beliau, seperti dalam surat al-ahzab ayat 56
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi . Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”
Apakah ini salah satu bentuk penghormatan / puji-pujian yang berlebihan yang dilakukan Allah terhadap makhluknya atau bukan???
Selain itu Allah pun sangat menghormati Nabi Muhammad buktinya Allah memanggil para Nabi dengan sebutan namanya : Musa, Ayyud, Zakaria dan tidak pernah memanggil Nabi Muhammad dengan sebutan Muhammad, tetapi dengan sebutan “Wahai Nabi, atau Rosulullah atau bahkan dalam surat al muzammil, Allah memanggil Nabi Muhammad dengan sebutan “Hai orang yang berselimut”, jadi tidak dengan sebutan nama. Nah apakah ini termasuk penghormatan terhadap Rosulullah yang berlebihan atau bukan?? Jika bukan, mengapa Allah tidak menyamakan penyebutan kepada para Nabi yang lain seperti kepada Rosulullah saw??
bersholawat kepada Rosulullah bukan seperti kebanyakan orang salah memahami nya seperti yang ada dalam kitab barzanji....sebab dalam kitab tersebut pujiannya sudah terlalu kebangetan...begitu jg dalam shalawat nariyah dan sebagainya

Hal ini telah dibahas habis oleh Syekh Jamil Zainu dalam kitabnya Sufi menurut timbangan Qur'an dan Sunnah

Adapun kesalahan yang paling kita dengar ketika orang bershalawat kepada nabi...baik itu hari maulid atau tidak...ialah menyebut nama nabi dengan tambahan Sayyid...

inilah kesalahan dasar nya...

Jadi...dari ayat Al Qur'an tersebut...seharusnya ditafsiri bahwasanya shalawat haruslah sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rosulullah....jangan mengada2
 
ga ada yang salah dengan adat istiadat kita..... mo salaman silakan...ngga juga monggo langsung pergi aja....jelas milih salaman la wong itu silaturahmi....

tahlilan....? silakan kalo mo tahlilan, ngga juga gpp...paling dicemooh aja...coz diluar kebiasaan bermasyarakat...kan kita bangsa yang guyub...plis deh bedain sama adat arab....
kurang tepat kalau tuan berkata seperti ini....
sebab kalau tuan berkata demikian...berarti secara tidak langsung dapat ditarik mafhum bahwasanya Islam tidak universal dong?karena memandang suku dan budaya...

Bukankah Allah telah berfirman dalam Al Qur'an "Apa2 yang diperintah oleh Rosul ini maka kerjakanlah dan apa2 yang dilarangnya maka tinggalkanlah?"

"Ta'atilah Allah, Ta'atilah Rosul, dan pemimpin diantara kamu"

"Pada hari ini telah kusempurnakan bagimi agamamu"
 
nah itu tuan....pemimpin diantara mu...selama adat itu tak bertentangan sama sekali...saya pikir tak apa2 tuan...

ambil apinya jangan abunya.....
 
nah itu tuan....pemimpin diantara mu...selama adat itu tak bertentangan sama sekali...saya pikir tak apa2 tuan...

ambil apinya jangan abunya.....
Oke...aq setuju...bahwasanya selama adat itu tak bertentangan sama sekali...memang tidak apa...

tetapi adat Indonesia (yang disebut adat Islam) manakah yang disebut oleh mu tidak bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri?

Boleh kah aq meminta salah satu contohnya?
 
tuan saya pun yakin islam adalah agama yang universal yang bisa berlaku di seluruh sudut semesta ini....akan tetapi dalam sejarahnya di indonesia tidak secara paksaan merusak tatanan budaya kita...jujur saja tuan saya tidak akan pernah setuju jika ada yang tahlilan tiba2 dibubar paksa, hanya karena penafsiran secara saklek saja...justru islam diterima karena tidak memaksakan suatu agama, akan tetapi dengan cara mempelajari budaya sebuah bangsa terlebih dahulu...

ambil apinya tuan...jangan abunya...
 
tuan saya pun yakin islam adalah agama yang universal yang bisa berlaku di seluruh sudut semesta ini....akan tetapi dalam sejarahnya di indonesia tidak secara paksaan merusak tatanan budaya kita...jujur saja tuan saya tidak akan pernah setuju jika ada yang tahlilan tiba2 dibubar paksa, hanya karena penafsiran secara saklek saja...justru islam diterima karena tidak memaksakan suatu agama, akan tetapi dengan cara mempelajari budaya sebuah bangsa terlebih dahulu...

ambil apinya tuan...jangan abunya...
Islam universal...tetapi bukan berarti harus dipaksakan menjadi universal oleh karena budaya tersebut sudah melekat kuat pada diri kita....

Kamu kan setuju seperti dibawah ini kan?

selama adat itu tak bertentangan sama sekali...saya pikir tak apa2 tuan
Nah...lantas kenapa justru kamu tidak menjadi konsisten?

Kalau kamu konsisten...berarti sekarang tinggal kita bedah isi budaya tersebut...apakah bertentangan dengan Islam atau tidak...kalau tidak bertentangan lantas kita ambil...tapi kalau bertentangan kita tinggalkan...

tetapi...kalau kamu tidak konsisten terhadap perkataan mu sendiri...ya sudah lah...

Jadi...kamu pilih kamu konsisten dengan pendapat kamu yang mana?
apakah yang ada dalam quote yang tidak saya bold...ataukah dalam quote yang saya bold...
 
tidak bertentangan kan tuan? saya jadi bingung dimana inkonsistensi saya? saya tak bermaksud bermain api dengan tuan...saya cuma mo bilang "ambil apinya jangan abunya" ambil hakikatnya jangan plek saklek.
 
tidak bertentangan kan tuan? saya jadi bingung dimana inkonsistensi saya? saya tak bermaksud bermain api dengan tuan...saya cuma mo bilang "ambil apinya jangan abunya" ambil hakikatnya jangan plek saklek.

piss ah
 
tidak bertentangan kan tuan? saya jadi bingung dimana inkonsistensi saya? saya tak bermaksud bermain api dengan tuan...saya cuma mo bilang "ambil apinya jangan abunya" ambil hakikatnya jangan plek saklek.
aq tidak bilang ini tidak bertentangan...tetapi aq bilang...kamu konsisten dengan yang mana?

Kalo kamu konsisten dengan perkataan mu yang dibawah ini neh
nah itu tuan....pemimpin diantara mu...selama adat itu tak bertentangan sama sekali...saya pikir tak apa2 tuan...

ambil apinya jangan abunya.....
terutama yang saya bold....maka oke kita akan lanjutkan...

tetapi kalo kamu tidak konsisten dengan hal tersebut...maka ya sudah...

coz...kata2 yang aq bold diatas...itu mempunyai mafhum
1. Kalo suatu adat tidak bertentangan dengan ajaran Islam yang shahih...maka adat tersebut boleh
2. Tapi kalo tidak bertentangan...maka tidak boleh....

begitu kan?

jadi kalo sekarang terserah kamu...maw konsisten atau tidak?
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.