• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

[ask] pendapat kalian tentang sufi?

gie

IndoForum Beginner A
No. Urut
15890
Sejak
20 Mei 2007
Pesan
1.172
Nilai reaksi
34
Poin
48
sebelumnya saya disini tidak ingin ada flame..mohon jgn sampe di moved ke FA..
karena disini saya sendiri ingin mengetahui tentang sufi..jadi mohon gunakan bahasa yg baik ya..no flame pliz.
saya melihat beberapa hal yg menurut saya agak aneh.

ok pertama setau saya sufi itu ada tingkatan2 yg menyatakan "saya bersatu dengan Allah"..


saya kok agak aneh ya??bersatu dengan Allah??artinya kita itu Allah kah??atau kita ga usah solat,,ato kita ga akan berdosa lagi karena kita Allah yg mustahil melakukan kesalahan??


trus ke2..kan sufi itu bahasa dulu nya mendekatkan diri dengan bertapa..memikirkan kehidupan akhirat saja..
tapi Allah menjadikan bumi kan untuk jalan ke surga..kita didunia ini menanam amal baik untuk ke surga nanti..kita diharuskan seimbang antara dunia dan akhirat..artinya kita harus memikirkan akhirat,,tanpa melupakan dunia kan??begitu juga sebaliknya..lalu benarkah ajaran sufi itu??


skali lagi mohon ga flame yah..saya mau tau aja tentang islam sufi.
semoga bisa menambah keimanan kita kepada Allah.
thx atas jawaban n kerja sama nya.
 
mas gie,
dengan pengetahuan saya saat ini , saya tidak setuju kalo ada golongan yang menyatakah sholat tidak wajib, bukankah baginda rosul bersabda:yang artinya
, “Islam ini dibangun di atas lima perkara: (1) Persaksian bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, (2) mendirikan sholat, (3) menunaikan zakat, (4) pergi haji ke baitullah, dan (5) berpuasa pada bulan Romadhon.” (HR. Bukhari Muslim)

Paham sufisme muncul sekitar abad ke-8, bukankah hal ini muncul setelah baginda nabi wafat ? jadi siapa yang mesti kita ikuti sudah jelas, kalau ajaran sufi bertentangan dengan apa yang baginda rosul lakukan, apa ya mesti kita ikuti?

Akan Tetapi dalam pemahaman sufi ini ada istilah yang menarik bagi saya yaitu "manunggale kawulo gusti"
mungkin persepsi yang terbentuk berbeda dengan kaum sufi,
dalam alqur'an surat Qaaf ayat ke 16 -17yang artinya :
16. Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya"
17. (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri.


Maka apalah yang kita bisa sembunyikan dari-Nya, (melalui catatan malaikat) sehingga keburukan apa yang bisa kita perbuat dengan pengawasan yang begitu dekat dari Dzat yang Maha mengetahui, yang maha Kuasa dan Maha berkehendak atas diri kita.
 
ok makasih mas argus..wah sepi nih./sob
 
hehe..mungkin pada bingung mo ngomong pa'an,gw juga bingung....

sufi tu orang2 yang tidak mau berhubungan dengan gemerlapnya dunia....
 
coba jawab yaa, mohon koreksinya kl salah...

persoalan yg pertama :
Bersatu dengan Tuhan (Allah),
yang dimaksud dengan bersatu dengan allah adalah bukan berarti bercampurnya Tuhan dengan Makhluknya, melainkan bahwa Sang Pencipta adalah tempat kembali semua makhluk. Dan dengan kembali kepada Tuhannya, manusia telah menjadi sangat dekat dengan Tuhannya.

'Manunggaling Kawula Gusti' adalah bahwa di dalam diri manusia terdapat ruh yang berasal dari ruh Tuhan sesuai dengan ayat Al Qur'an yang menerangkan tentang penciptaan manusia ("Ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya (Shaad; 71-72)")>. Dengan demikian ruh manusia akan menyatu dengan ruh Tuhan dikala penyembahan terhadap Tuhan terjadi. (itu menurut sufi)



untuk masalah sholat ada beberapa pendapat yang bisa menimbulkan konflik.

untuk paham syari'ah : sholah wajib dilakukan karena itu perintah Allah melalui Rasul. dan mengenai tata cara sholah ini di "baku"kan dengan cara kegiatan, seperti sholat Isya hingga Maghrib.

untuk paham ma'rifat : sholat wajib dilakukan namun bisa dilakukan tanpa cara seperti syari'ah, menurut paham ini sholat bisa dilakukan dimana saja,kapan saja dan dengan cara apa saja (dengan syarat kondisi badan kita bersih/suci dan bukan di tempat yang haram melakukan kegiatan ibadah seperti K.M (toilet), atw tempat yang kotor).

kalo sufi itu menjauhkan diri dengan duniawi itu salah besar....
yang dimaksudkan dengan menjauhkan diri disini adalah menjauhkan diri dari hal hal yang dapat merusak keimanan seseorang.
orang2 sufi berusaha untuk mematikan nafs dan berusaha untuk membangkitkan ketakwaan jiwa.

mohon koreksi bila salah yaa, maklum masih dasar...
 
* tambahan

menyatu dengan tuhan itu yang mana neh?
"Manunggaling Kawula Gusti" atau "Wahdatul Wujud"??
karena ada perbedaan yang sangat dalam mengenai ini...

kalo boleh tau anda bertanya ini atas dasar apa yaa?? dari ajarannya SSDJ atau Al Hallaj??

trims.
Wassalam
 
@ atas

knapa dikau bisa bicara seperti itu?? apakah dkau punya dasar yang kuat mengenai hal ini?? mohon penjelasannya... <no offence : mode on>
 
NO OFFENSE
Hakikat Sufi

Membongkar Kedok Sufi : Hakikatnya
Sabtu, 28 Mei 2005 - 14:48:15 :: kategori Firqoh-Firqoh
Penulis: Buletin Islam Al Ilmu Edisi 46/III/I2/14
.: :.
Bashrah, sebuah kota di negeri Irak, merupakan tempat kelahiran pertama bagi Tasawuf dan Sufi. Yang mana (di masa tabi’in) sebagian dari ahli ibadah Bashrah mulai berlebihan dalam beribadah, zuhud dan wara’ terhadap dunia (dengan cara yang belum pernah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam), hingga akhirnya mereka memilih untuk mengenakan pakaian yang terbuat dari bulu domba (Shuuf/صُوْف). Meski kelompok ini tidak mewajibkan tarekatnya dengan pakaian semacam itu, namun atas dasar inilah mereka disebut dengan “Sufi”, sebagai nisbat kepada Shuuf (صُوْف).

Oleh karena itu, lafazh Sufi ini bukanlah nisbat kepada Ahlush Shuffah yang ada di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam, karena nisbat kepadanya dinamakan Shuffi (صُفِّيٌ), bukan pula nisbat kepada shaf terdepan di hadapan Allah Ta’ala, karena nisbat kepadanya dinamakan Shaffi (صَفِّيٌ), bukan pula nisbat kepada makhluk pilihan Allah (الصَّفْوَةُ مِنْ خَلْقِ اللهِ) karena nisbat kepadanya adalah Shafawi (صَفَوِيٌّ) dan bukan pula nisbat kepada Shufah bin Bisyr (salah satu suku Arab), walaupun secara lafazh bisa dibenarkan, namun secara makna sangatlah lemah, karena antara suku tersebut dengan kelompok Sufi tidak berkaitan sama sekali.

Para ulama Bashrah yang mendapati masa kemunculan mereka, tidaklah tinggal diam. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Asy Syaikh - Al Ashbahani rahimahullah dengan sanadnya dari Muhammad bin Sirin rahimahullah bahwasanya telah sampai kepadanya berita tentang orang-orang yang mengutamakan pakaian yang terbuat dari bulu domba, maka beliau pun berkata: “Sesungguhnya ada orang-orang yang mengutamakan pakaian yang terbuat dari bulu domba dengan alasan untuk meneladani Al Masih bin Maryam ! Maka sesungguhnya petunjuk Nabi kita lebih kita cintai (dari/dibanding petunjuk Al Masih), beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam biasa mengenakan pakaian yang terbuat dari bahan katun dan yang selainnya.” (Diringkas dari Majmu’ Fatawa, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Juz 11, hal. 6,16 ).

Siapakah Peletak/Pendiri Tasawuf ?
Ibnu ‘Ajibah seorang Sufi Fathimi, mengklaim bahwasanya peletak Tasawuf adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam sendiri. Yang mana beliau –menurut Ibnu ‘Ajibah - mendapatkannya dari Allah Ta’ala melalui wahyu dan ilham. Kemudian Ibnu ‘Ajibah berbicara panjang lebar tentang permasalahan tersebut dengan disertai bumbu-bumbu keanehan dan kedustaan. Ia berkata: “Jibril pertama kali turun kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam dengan membawa ilmu syariat, dan ketika ilmu itu telah mantap, maka turunlah ia untuk kedua kalinya dengan membawa ilmu hakikat. Beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam pun mengajarkan ilmu hakikat ini pada orang-orang khususnya saja. Dan yang pertama kali menyampaikan Tasawuf adalah Ali bin Abi Thalib Radiyallahu ‘anhu, kemudian Al Hasan Al Bashri rahimahullah menimba darinya.” (Iqazhul Himam Fi Syarhil Hikam, hal.5 dinukil dari At Tashawwuf Min Shuwaril Jahiliyah, hal. 8).

Asy Syaikh Muhammad Aman Al Jami rahimahullah berkata: “Perkataan Ibnu ‘Ajibah ini merupakan tuduhan keji lagi lancang terhadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam, ia menuduh dengan kedustaan bahwa beliau menyembunyikan kebenaran. Dan tidaklah seseorang menuduh Nabi dengan tuduhan tersebut, kecuali seorang zindiq yang keluar dari Islam dan berusaha untuk memalingkan manusia dari Islam jika ia mampu, karena Allah Ta’ala telah perintahkan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wassalam untuk menyampaikan kebenaran tersebut dalam firman-Nya (artinya): “Wahai Rasul sampaikanlah apa yang telah diturunkan kepadamu oleh Rabbmu, dan jika engkau tidak melakukannya, maka (pada hakikatnya) engkau tidak menyampaikan risalah-Nya.” (Al Maidah : 67)

Beliau juga berkata: “Adapun pengkhususan Ahlul Bait dengan sesuatu dari ilmu dan agama, maka ini merupakan pemikiran yang diwarisi oleh orang-orang Sufi dari pemimpin-pemimpin mereka (Syi’ah). Dan benar-benar Ali bin Abi Thalib Radiyallahu ‘anhu sendiri yang membantahnya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al Imam Muslim rahimahullah dari hadits Abu Thufail Amir bin Watsilah Radiyallahu ‘anhu ia berkata: “Suatu saat aku pernah berada di sisi Ali bin Abi Thalib Radiyallahu ‘anhu, maka datanglah seorang laki-laki seraya berkata: “Apa yang pernah dirahasiakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam kepadamu?” Maka Ali pun marah lalu mengatakan: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam belum pernah merahasiakan sesuatu kepadaku yang tidak disampaikan kepada manusia ! Hanya saja beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam pernah memberitahukan kepadaku tentang empat perkara. Abu Thufail Radiyallahu ‘anhu berkata: “Apa empat perkara itu wahai Amirul Mukminin ?” Beliau menjawab: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “(Artinya) Allah melaknat seorang yang melaknat kedua orang tuanya, Allah melaknat seorang yang menyembelih untuk selain Allah, Allah melaknat seorang yang melindungi pelaku kejahatan, dan Allah melaknat seorang yang mengubah tanda batas tanah.” (At Tashawwuf Min Shuwaril Jahiliyyah, hal. 7-8).

Hakikat Tasawuf
Bila kita telah mengetahui bahwasanya Tasawuf ini bukanlah ajaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam dan bukan pula ilmu warisan dari Ali bin Abi Thalib Radiyallahu ‘anhu, maka dari manakah ajaran Tasawuf ini ?

Asy Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir rahimahullah berkata: “Tatkala kita telusuri ajaran Sufi periode pertama dan terakhir, dan juga perkataan-perkataan mereka baik yang keluar dari lisan atau pun yang terdapat di dalam buku-buku terdahulu dan terkini mereka, maka sangat berbeda dengan ajaran Al Qur’an dan As Sunnah. Dan kita tidak pernah melihat asal usul ajaran Sufi ini di dalam sejarah pemimpin umat manusia Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam , dan juga dalam sejarah para shahabatnya yang mulia, serta makhluk-makhluk pilihan Allah Ta’ala di alam semesta ini. Bahkan sebaliknya, kita melihat bahwa ajaran Sufi ini diambil dan diwarisi dari kerahiban Nashrani, Brahma Hindu, ibadah Yahudi dan zuhud Buddha. (At Tashawwuf Al Mansya’ Wal Mashadir, hal. 28). [1]

Asy Syaikh Abdurrahman Al Wakil rahimahullah berkata: “Sesungguhnya Tasawuf merupakan tipu daya syaithan yang paling tercela lagi hina, untuk menggiring hamba-hamba Allah Ta’ala di dalam memerangi Allah Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wassalam. Sesungguhnya ia (Tasawuf) merupakan topeng bagi Majusi agar tampak sebagai seorang Rabbani, bahkan ia sebagai topeng bagi setiap musuh (Sufi) di dalam memerangi agama yang benar ini. Periksalah ajarannya ! niscaya engkau akan mendapati padanya ajaran Brahma (Hindu), Buddha, Zaradisytiyyah, Manawiyyah, Dishaniyyah, Aplatoniyyah, Ghanushiyyah, Yahudi, Nashrani, dan Berhalaisme Jahiliyyah.” (Muqaddimah kitab Mashra’ut Tashawwuf, hal. 19). [2]

Beberapa Bukti Kesesatan Ajaran Tasawuf
1. Al Hallaj seorang dedengkot sufi, berkata : “Kemudian Dia (Allah) menampakkan diri kepada makhluk-Nya dalam bentuk orang makan dan minum.” (Dinukil dari Firaq Mua’shirah, karya Dr. Ghalib bin Ali Iwaji, juz 2 hal.600).
Padahal Allah Ta’ala telah berfirman :
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Asy Syuura : 11)
رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ قَالَ لَنْ تَرَانِي
“Berkatalah Musa : “Wahai Rabbku nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat-Mu.” Allah berfirman : “Kamu sekali-kali tidak akan sanggup melihat-Ku (yakni di dunia-pen)………” (Al A’raaf : 143).
2. Ibnu ‘Arabi, tokoh sufi lainnya, berkata : “Sesungguhnya seseorang ketika menyetubuhi istrinya tidak lain (ketika itu) ia menyetubuhi Allah !” (Fushushul Hikam).[3] Betapa kufurnya kata-kata ini …, tidakkah orang-orang Sufi sadar akan kesesatan gembongnya ini ?!
3. Ibnu ‘Arabi juga berkata : “Maka Allah memujiku dan aku pun memuji-Nya, dan Dia menyembahku dan aku pun menyembah-Nya.” (Al Futuhat Al Makkiyyah).[4]
Padahal Allah Ta’ala telah berfirman :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (Adz Dzariyat : 56).
إِنْ كُلُّ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ إِلاَّ ءَاتِي الرَّحْمَنِ عَبْدًا
“Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Allah Yang Maha Pemurah dalam keadaan sebagai hamba.” (Maryam : 93).
4. Jalaluddin Ar Rumi, seorang tokoh sufi yang kondang berkata : “Aku seorang muslim, tapi aku juga seorang Nashrani, Brahmawi, dan Zaradasyti, bagiku tempat ibadah sama … masjid, gereja, atau tempat berhala-berhala.” [5]
Padahal Allah Ta’ala berfirman :
يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali Imran : 85)
5. Pembagian ilmu menjadi Syari’at dan Hakikat, yang mana bila seseorang telah sampai pada tingkatan hakikat berarti ia telah mencapai martabat keyakinan yang tinggi kepada Allah Ta’ala, oleh karena itu gugurlah baginya segala kewajiban dan larangan dalam agama ini.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata : “Tidak diragukan lagi oleh ahlul ilmi dan iman bahwasanya perkataan tersebut termasuk sebesar-besar kekafiran dan yang paling berat. Ia lebih jahat dari perkataan Yahudi dan Nashrani, karena Yahudi dan Nashrani beriman dengan sebagian dari isi Al Kitab dan kafir dengan sebagiannya, sedangkan mereka adalah orang-orang kafir yang sesungguhnya (karena mereka berkeyakinan dengan sampainya kepada martabat hakikat, tidak lagi terkait dengan kewajiban dan larangan dalam agama ini, pen).” (Majmu’ Fatawa, juz 11 hal. 401).
6. Dzikirnya orang-orang awam adalah لا إله إلا الله , sedangkan dzikirnya orang-orang khusus dan paling khusus “الله / Allah”, “هو / Huu”, dan “آه / Aah” saja.
Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda :
أَفْضَلُ الذِّكْرَ لاَ إِلهِ إِلاَّ الله
“Sebaik-baik dzikir adalah لا إله إلا الله .” (H.R. Tirmidzi, dari shahabat Jabir bin Abdullah Radiyallahu ‘anhu, dihasankan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Shahih Al Jami’, no. 1104).[6]
Syaikhul Islam rahimahullah berkata : “Dan barangsiapa yang beranggapan bahwa لا إله إلا الله dzikirnya orang awam, sedangkan dzikirnya orang-orang khusus dan paling khusus adalah “هو / Huu”, maka ia seorang yang sesat dan menyesatkan.” (Risalah Al Ubudiyah, hal. 117-118, dinukil dari Haqiqatut Tashawwuf, hal. 13)
7. Keyakinan bahwa orang-orang Sufi mempunyai ilmu Kasyaf (dapat menyingkap hal-hal yang tersembunyi) dan ilmu ghaib. Allah Ta’ala dustakan mereka dalam firman-Nya:
قُلْ لاَ يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ
“Katakanlah tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui hal-hal yang ghaib kecuali Allah.” (An Naml : 65)
8. Keyakinan bahwa Allah Ta’ala menciptakan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam dari nuur / cahaya-Nya, dan Allah Ta’ala ciptakan segala sesuatu dari cahaya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam. Padahal Allah Ta’ala berfirman :
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ
“Katakanlah (Wahai Muhammad), sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia seperti kalian, yang diwahyukan kepadaku …” (Al Kahfi : 110).
إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ طِينٍ
“(Ingatlah) ketika Rabbmu berfirman kepada para Malaikat : “Sesungguhnya Aku akan ciptakan manusia dari tanah liat.” (Shaad : 71)

Keterkaitan Antara Sufi dengan Kelompok “JI”

Keterkaitan antara Sufi dengan kelompok “JI” (Jama'ah Tabligh dan Ikhwanul Muslimin) sangatlah erat karena pendiri kelompok “JI” ini adalah seorang Sufi. Jama'ah Tabligh, didirikan oleh Muhammad Ilyas Al-Kandahlawi seorang Sufi dari tarekat Jisytiyyah. Dan seiring bergulirnya waktu, Jama'ah Tabligh kemudian berbai’at di atas empat tarekat Sufi: Jisytiyyah, Qadiriyyah, Sahruwardiyyah, dan Naqsyabandiyyah. (Lihat kitab Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, karya Asy-Syaikh Hasan Janahi, hal. 2, 12.) Adapun Ikhwanul Muslimin, pendirinya adalah Hasan Al-Banna, seorang Sufi dari tarekat Hashafiyyah, sebagaimana yang ia katakan sendiri: “…Di Damanhur aku bergaul dengan kawan-kawan dari tarekat Hashafiyyah dan setiap malamnya aku selalu mengikuti acara hadhrah yang diadakan di Masjid At-Taubah…”

Ia juga berkata: “Terkadang kami berziarah ke daerah Azbah Nawam, karena di sana terdapat makam Asy-Syaikh Sayyid Sanjar, salah seorang dari tokoh tarekat Hashafiyyah.” (Mudzakkiratud Da’wah Wad Da’iyah, hal. 19, 23, dinukil dari kitab Fitnatut Takfir Wal Hakimiyah, karya Muhammad bin Abdullah Al-Husain, hal. 63-64) (Sumber : http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=155)

Wallahu A’lam Bish Shawab

Hadits-hadits palsu atau lemah yang tersebar di kalangan umat

Hadits Abu Umamah
عَلَيْكُمْ بِلِبَاسِ الصُّوفِ، تَجِدُوْا حَلاَوَةَ الإيْمَانِ فِيْ قُلُوْبِكُمْ
“Pakailah pakaian yang terbuat dari bulu domba, niscaya akan kalian rasakan manisnya keimanan di hati kalian”(HR Al Baihaqi dlm Syu’abul Iman).
Keterangan : Hadits ini palsu karena di dalam sanadnya terdapat seorang perawi yang bernama Muhammad bin Yunus Al Kadimy. Dia seorang pemalsu hadits, Al Imam Ibnu Hibban berkata : “Dia telah memalsukan kira-kira lebih dari dua ribu hadits”. (Lihat Silsilah Al Ahadits Adh Dhoifah Wal Maudhu’ah, no:90)

Footnote :
[1][2] Dinukil dari kitab Haqiqatut Tashawwuf karya Asy Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan, hal.7
[3][4][5] Dinukil dari kitab Ash Shufiyyah Fii Mizanil Kitabi Was Sunnah karya Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, hal. 24-25.
[6] Lihat kitab Fiqhul Ad ‘Iyati Wal Adzkar, karya Asy Syaikh Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al Badr, hal. 173.

(Dikutip dari Buletin Islam Al Ilmu Edisi 46/III/I2/1425, diterbitkan Yayasan As Salafy Jember. Judul asli "Hakekat Tasawuf dan Sufi". Penulis Al Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi, Lc. Dikirim oleh al Al Akh Ibn Harun via email.)
 
@ atas

berarti menurut dikau syekh abdulkadir jaelani juga pembohong?? dia mengetahui hal2 ghoib.. dan dia juga merupakan tokoh tareqat yang paling disegani dan dia juga merupakan tokoh sufi yang terkenal... tokoh2 yang dikau berikan diatas memang tokoh sufi garis keras.. namun banyak pula tokoh islam yang memuji al hallaj, ibnu arabi. dan banyak pula ahli fikih mengambil ilmu dari poem (puisi) yang dibuat oleh jalaluddin rumi.

mohon penjelasannya (no offence : mode on) :D
 
@ atasku
k-lo spengetahuan aku Syekh Jaelani itu Ahlusunnah dan bukan sperti orang sufi
tp orang-orang saja yg keliru dan buku-2x sufi yg dikarang dia sebenarnya bukan karyanya [saya ga bisa terangin detail soalnya saya juga dapat tahu waktu kajian]...:p

Apa tokoh yang memuji Al-Hallaj adalah tokoh Islam yg manhaj benar-benar lurus...?
Atau tokoh Islam ahli Bid'ah dan Kurafat....?
 
saya coba jelasin sedikit deh...

Sufisme adalah ilmu berjalan menuju Sang Raja. Secara etimologi berasal dari kata suf, wol-kulit domba. Shaykh Hasan al-Basri berkata, ’Aku menjumpai 40 orang sahabat (yang turut serta di perang) Badr dan mereka semua memakai wol.’ Ini berarti bahwa si sufi — tasawwafa (orang yang bertasawwuf) — telah memakai wol. Ini berbeda dengan mereka yang meneguhkan jalan Islam dengan lidahnya dan belajar dari buku. Ini berarti mereka mengambil jalan asali, jalan setapak awal pengalaman langsung tentang Kenyataan. Imam Junayd berkata: ‘Si sufi seperti bumi, kotoran ditimpakan kepadanya namun bunga mawar tumbuh darinya.’ Ia juga berkata: ‘Si sufi seperti bumi yang menopang si benar dan si salah, seperti langit yang menaungi segala, seperti hujan yang mencuci semua.’ Si sufi bersemesta. Ia telah mempreteli dan menghilangkan ciri-ciri keakuannya untuk memperoleh wawasan nyata kenyataan semesta. Selanjutnya ia telah menggulung semesta dan menghapusnya. Ia telah melampauiny a. Si sufi telah menyebut ’Allah’ — hingga ia paham. Semua pria dan wanita bermain di dunia seperti kanak-kanak. Tugas si sufi adalah mengenali akhir di awalnya, menerima awal di akhirnya, tiba pada kenyataan tawhid. Ketika perbedaan lahiriah sudah serupa (tidak ada bedanya), dan saat itu hadir, dan hati tenang, kosong dan penuh, cahaya atas cahaya, seseorang yang berpakaian wol telah diselubungi jubah kemuliaan dan telah lengkap.

Imam Junayd juga berkata: ‘Seandainya aku tahu ada ilmu lain yang lebih tinggi dari sufisme tentu aku akan pergi kepadanya, sekalipun harus dengan merangkak.’ ( Dari buku 100 Langkah Shaykh Abdalqadir As-Sufi)

Imam al-Junayd, radiya'llahu ' anhu, Imamnya para kaum Arifin dan para orang-orang Jalan ini, Jalan Allah, berkata: "Para sufi seperti pupuk, tanah di bumi dan berbagai macam biji-bijian yang ditebarkan kepadanya, dan dari ini, mawar-mawar dan bunga-bunga yang indah tumbuh dan mekar".

Abdullah al Abhury
Abu Bakr Abdullah bin Thahir al Abhury (wafat sekitar 330 H./942 M.). la termasuk teman asy Syibly, dan tergolong syeikh besar yang memiliki ilmu pengetahuan luas dan wara'. la berguru kepada Yusuf ibnul Husain dan tokoh lainnya.

Di antara ucapannya, "Di antara aturan kefakiran, seseorang tidak boleh meraih kesenangan. Kalaupun harus ada kesenangan, Maka tidak boleh melampaui kebutuhan sekadarnya." Katanya pula, "Bila Anda mencintai saudara demi Allah swt, maka pergaulan dunia harus diminimalkan."

Ruwaym bin Ahmad
Abu Muhammad Ruwaym bin Ahmad (wafat 303 H./915 M.), berasal dari Baghdad dan menjadi tokoh terbesar di sana. la dikenal sebagal ahli qiraat dan seorang ahli fiqih dari mazhab Dawud.

Di antara ucapannya, "Di antara kebijaksanaan orang yang bijak, hendaknya ia memberi keleluasaan hukum kepada temannya, sedang untuk dirinya memilih hukum yang sempit. Sebab, keleluasaan bagi mereka sebagai bentuk penyertaan ilmu. Sedangkan penyempitan untuk dirinya sendiri sebagai aturan wara'. "
Abdullah bin Khafif berkata, "Aku pernah meminta kepada Ruwaym, 'Berilah aku wasiat!' la menjawab, 'Perkara tasawuf tiada lain kecuali mencurahkan jiwa. Bila Anda berkenan, maka Anda masuk dengan semangat tersebut. Bila tidak, Anda jangan menyibukkan dengan lorong lorong kaum Sufi'."
Ucapan ucapan Ruwaym yang lain:
"Engkau duduk bersama manusia pada umumnya, lebih selamat daripada duduk bersama

kaum Sufi. Khalayak manusia duduk di atas aturan aturan, sedangkan kelompok Sufi duduk di atas hakikat. Tuntutan khalayak adalah menerapkan praktik lahirlah syariat, sedangkan mereka menuntut dirinya dengan hakikat wara' dan pelestarian kejujuran hati. Barangsiapa duduk dengan mereka, lantas kontra dengan mereka dalam suatu persoalan hakikat, Allah swt. akan mencabut cahaya iman dari hatinya."

"Aku pernah. melintasi salah satu jalan di Baghdad pada terik siang hari, sedangkan aku sangat haus. Aku berusaha mencari minuman di suatu rumah. Seorang bocah wanita membukakan pintunya sembari membawa cangkir. Ketika ia memandangku, bocah itu berkata, 'Seorang Sufi minum di siang hari ...' Maka, sejak saat itu aku tidak pernah berbuka (putus puasa)."
"Apabila Allah swt. menganugerahkan rezeki kepada Anda dengan ucapan dan perbuatan, Allah swt. akan menghilangkan ucapan, dan melestarikan perbuatan. Sebab yang demikian merupakan nikmat. Namun apabila Allah swt. melestarikan ucapan dan menghilangkan perbuatan, itulah musibah. Apabila kedua duanya dihilangkan, itulah penderitaan. "

Ahmad al Adamy
Abul Abbas Ahmad bin Muhammad bin Sahl bin Atha' alAdamy (wafat 309 H./921 M.), salah seorang tokoh terkemuka di kalangan kaum Sufi, dan tergolong ulama mereka. Al Kharraz sangat mengagungkan perilakunya. Ahmad termasuk teman. al junayd, dan berguru kepada Ibrahim al Maristany.
Di antara ucapan ucapannya:
"Siapa mendisiplinkan diri pada etika syariat, Allah swt. melimpahkan cahaya di hatinya dengan nur ma'rifat. Tidak ada maqam yang lebih mulia dibanding mengikuti sang kekasih Muhammad saw. dalam segala perintah, perbuatan dan akhlaknya."
"Kealpaan terbesar adalah kealpaan hamba terhadap Tuhannya Azza wa Jalla kemudian alpa dari perintah dan larangan Nya, dan alpa dari adab bermuamalat dengan Nya."

"Segala yang Anda tanyakan, maka carilah dalam kebajikan ilmu; bila Anda tidak menemukan, carilah di medan hikmah. Bila tidak Anda temukan, maka timbanglah dengan tauhid. Masih saja tidak Anda temukan pada ketiga tempat di atas, maka pukulkan ke muka setan! "

Ibrahim bin Adham
Abu Ishaq Ibrahim bin Adham bin Manshur (161 H /778 M.) dari daerah Balkh. Ibrahim merupakan salah seorang anak raja. Suatu hari ia keluar untuk berburu. la sangat menginginkan memburu kelinci. Lalu ada sebuah bisikan, "Hai Ibrahim, apakah untuk itu engkau diciptakan? Apakah dengan (perburuan) itu engkau diperintah?" Kemudian bisikan itu muncul kembali, "Tidak untuk itu engkau diciptakan, dan tidak pula untuk tindakan demikian diperintahkan."
Ibrahim langsung turun dari kendaraannya. Ia menemui penggembala yang bekerja untuk ayahnya. Baju wol penggembala itu diambil dan dipakai. Sementara kuda dan apa yang dimilikinya diberikan kepada penggembala itu. la pergi melintasi padang pasir, sampai masuk di Mekkah. Di sana ia berguru kepada Sufyan ats-Tsaury dan al Fudhail bin 'Iyadh. Akhirnya mukim di Syam dan meninggal di sana.

Ibrahim makan dari hasil jerih payahnya sendiri, seperti bekerja sebagai pengetam dan pekerjaan lain di kebun kebun, serta yang lainnya.
Suatu ketika ia pernah di padang pasir berjumpa seseorang yang mengajari Asma Allah Yang Agung. Kemudian ia berdoa dengan Asma Allah tersebut, setelah itu tiba tiba melihat Khidhr as. yang berkata kepadanya, "Orang yang mengajarimu Asma Allah Yang Agung itu adalah saudaraku Daud." Kami mendapatkan kisah ini dari Abu Abdurrahman as Sulamy, "Ibrahim bin Bisyar berkata, Aku belajar kepada Ibrahim bin Adham, dan aku bertanya kepadanya, 'Kabarkanlah tentang awal mula perjalanan ruhanimu! 'Lalu Ibrahim menyebutkan kisah tersebut'."

Doa yang sering dibaca adalah, "Ya Allah, pindahkanlah diriku dari kehinaan maksiat kepada Mu menuju keagungan taat kepada-Mu! "
Suatu ketika ia pernah berkata kepada seseorang yang sedang thawaf, "Ketahuilah, Anda tidak akan memperoleh derajat orang-orang saleh, sampai Anda melampaui enam langkah ini: Pertama, Anda rnenutup pintu nikmat dan membuka pintu bencana. Kedua, Anda menutup pintu kemuliaan dan membuka pintu kehinaan. Ketiga, Anda menutup pintu istirahat dan membuka pintu ketekunan. Keempat, Anda menutup pintu tidur dan membuka pintu jaga. Kelima, Anda menutup pintu kekayaan dan membuka pintu kefakiran. Keenam, Anda menutup pintu angan angan dan membuka pintu persiapan kematian."
Suatu hari Ibrahim sedang menjaga tanaman anggur. Seorang tentara lewat, dan meminta, "Berikan kami anggur itu!" Ibrahim menjawab, "Pemiliknya tidak menyuruhku memberikan kepada Anda." Seketika itu pula tentara tadi memukul Ibrahim dengan cemetinya. Namun demikian Ibrahim justru menyodorkan kepalanya, sembari berkata, "Pukullah kepala yang selalu maksiat kepada Allah swt." Tentara itu pun lunglai dan pergi berlalu begitu saja.

Sahl bin Ibrahim berkata, 'Aku berteman dengan Ibrahim bin Adham, lantas aku sakit. Ia memberikan nafkahnya untuk diriku. Suatu saat aku ingin sekali pada sesuatu, lantas Ibrahim menjual kudanya, dan uangnya diberikan kepadaku. Ketika aku ingin minta penjelasan, 'Hai Ibrahim, mana kudanya?' Ia menjawab, 'Sudah kujual!' Kukatakan, "Lantas aku naik apa?' Dijawabnya, 'Saudaraku, engkau naik di atas leherku.' Dan benar, sepanjang tiga pos ia menggendongku."

Ali al Ashbahany
Abul Hasan Ali bin Sahl al Ashbahany, merupakan salah seorang teman al junayd. Ia pernah dipaksa membayar dari hutang kendaraan oleh Amr bin Utsman al Makky, kemudian melunasinya, yakni sebesar tigapuluh ribu dirham. Ali bertemu dengan Abu Turab an-Nakhsyaby serta generasi kaum Sufi.
Di antara ucapannya, "Bersegera menuju taat kepada Allah swt. merupakan tanda tanda taufik. Sedangkan menjauhkan diri dari pelanggaran adalah salah satu tanda tanda kebaikan menjaga diri. Sedangkan menjaga rahasia rahasia termasuk tanda tanda tergugahnya jiwa. Memamerkan pengakuan pengakuan termasuk ketololan manusia. Siapa yang tidak benar awal kehendaknya, tidak akan selamat akibat akibat akhirnya."

Hatim al Asham
Abu Abdurrahman Hatim bin Alwan, Populer dengan panggilan al Asham (wafat 237 H./851 M.), termasuk salah seorang tokoh besar di Khurasan. la murid dari Syaqiq dan guru dari Ahmad bin Khadhrawaih. Dikisahkan, bahwa sebenarnya ia bukanlah orang yang tuli (asham) tetapi karena sering berpura pura tuli, ia populer dengan panggilan si tuli.

Syeikh Abu Ali ad Daqqaq rahimahullah ta'ala berkata, "Ada wanita yang datang kepada Hatim, untuk suatu masalah yang harus diselesaikan. Tiba tiba muncul suara [semacam kentut,pent.] ketika itu. Wanita itu tampak berubah roman mukanya, karena malu. Hatim lantas berkata, 'Tolong keraskan suaramu!' Hatim menampakkan seakan akan dirinya tuli. Melihat ketulian Hatim, wanita itu berubah menjadi amat gembira. Lantas wanita itu bilang, 'Sungguh, Hatim itu tidak dapat mendengarkan. suara.' Sejak saat itu ia dikenal dengan sebutan al Asham (si tuli)."
Di antara ucapannya, "Tiada pagi, tanpa ucapan setan yang muncul, 'Anda mau makan apa? Mau memakai pakaian mana? Mau ke mana hari ini?' Lantas kukatakan pada setan, 'Aku akan makan kematian dan memakai kafan, serta aku akan menghuni kuburan'."

la pernah ditanya, "Apa yang palingAnda senangi?" la menjawab, 'Aku senang menjadi orang yang diampuni sejak siang hari sampai malam hari." Ditanya lagi, "Bukankah hari hari penuh ampunan?" Ia menjawab, 'Ampunanku hari ini adalah bahwa diriku, pada hari ini, tidak maksiat kepada Allah swt."
la mengisahkan, "Dalam suatu pertempuran, aku tertangkap oleh tentara Turki. Lantas aku ditelentangkan hendak dipenggal. Dalam keadaan seperti itu, hatiku sama sekall tidak berubah, bahkan aku menunggu apa hukuman Allah swt. yang akan dijatuhkan kepadaku. Di saat tentara musuh itu mencabut pedang dari sarungnya, tiba-tiba ada anak panah yang menghujam tubuhnya, hingga ia terbunuh dan terlempar dariku dengan sendirinya. Lantas aku bangkit dari tempat pembaringanku."

Ucapannya yang lain, "Siapa yang memasuki mazhab kami (tasawuf), hendaknya empat perkara kematian ini ada dalam dirinya: (1) Mati putih, yaitu berlapar lapar; (2) Mati hitam, yaitu menanggung beban penderitaan orang lain; (3) Mati merah, yaitu beramal secara ikhlas dalam menentang bawa nafsu; dan (4) Mati hijau, yaitu membuang ketololan satu demi satu."

Abul Khair al Aqtha'
Abul Khair al Aqtha' (wafat 340 H./952 M.), berasal dari Maghriby, tinggal di sebuah kandang. Beliau memiliki banyak karamah. dan firasat yang tajam. Budi pekertinya sangat agung.
Di antara ucapannya, "Tidak seorang pun mencapai tahap kemuliaan, kecuali menetapi keserasian, memeluk adab serta menunaikan fardhu dan kewajiban, dan bergaul dengan orang orang saleh."

Ahmad at Anthaky
Abu Ali Ahmad bin Ashim al Anthaky, salah satu teman Bisyr ibnul Harits, Sary as Saqathy dan al Harits al Muhasiby. Abu Sulaiman ad Darany memberi nama dengan sebutan "Si Mata mata Hati" (Jasusul QuIub) karena firasatnya yang tajam.
Di antara ucapannya, "Bila engkau mencari kesalehan hatimu, mohonlah pertolongan kepada Nya agar menjaga lisanmu."
Ia juga berkata dengan mengutip sebuah ayat, "Sesungguhnya harta-hartamu dan anak-anakmu menjadi ujian (bagimu), (Q.s. At-Thaghaabun: 15), dan kami senantiasa meraih tambahan cobaan itu."
 
wah makasih nih atas tanggepannya..bisa jadi masukan yg bagus..tapi saya mau tanya,,tanpa mengurangi rasa hormat terhadap muslim lain,,maupun kepada ulama2 sufi,,tapi sepengetahuan saya,,maarifatullah itu artinya menyatu dengan Allah..seperti yg udah dijelaskan,,kita bisa solat kapan aja,,dmn aja,,kaya gmn aja..
padahal Rasulullah bersabda "Solatlah seperti Aku Solat"..tentunya Solat Rasul sudah menjadi standart baku bagi mukmin dan sudah "disah"kan oleh Allah menjadi cara solat bagi kaum muslim..lalu ketika ada solat diluar syariat dan bisa dilakukan dimana saja,,apakah itu tidak bertentangan dengan ajaran Islam???
ketika kita merasa bersatu dengan Allah,,apakah akan tidak ada jaminan klo kita ga akan berfikir "kita ga akan berdosa lagi,,apapun yg kita lakukan benar karena Allah sudah bersatu dengan kita"..
gmn??
 
yah k-lo saran saya sih mending ga usah aneh2x ISLAM itu adlah sesuai Qura'n dan Sunnah Rasulullah bagaimanakah cara rosul mengajarkan kita solat..? ya 5 waktu..? gitu aja Trus yg lain-lain misal puasa ato ibadah HARUS ADA CONTOH DARI ROSUL dan dari Qur'an k-lo ga ada ya tolak.....!!!!!!
Karena sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalh perkataan ALLAH dan sebaik-baik jalan hidup adalah jalan hidup Muhammad. 1 lagi Muhammad adalah manusia paling mulia dan belau seloat 5 waktu seperti kita....
 
Wihdatul wujud yang saya tau... mungkin lebih tepatnya wihdatul wujud dalam penafsiran saya. pake analogi jelasinnya biar mudah.

Anggap saja bahwa kita sedang jatuh cinta dengan si A, orang yang sedang jatuh cinta, biasanya pikirannya melambung kepada orang yang dicintainya. Kalau anda mencintai A, maka pikiran2 anda akan dipenuhi oleh si A saja, yang lain gak kepikiran.
Ketika anda mendengarkan lagu tentang Cinta, maka anda teringat akan si A, ketika ada melihat warna yang disukai si A, pikiran anda langsung tersambung dengan si A, ketika anda makan, pikiran anda teringat akan si A, bahkan mikiran si A, apakah si A udah makan atau belum?Ketika anda bahagia, juga mikirin apakah si A juga sedang bahagia. Bahkan terkadang perasaan kita juga jadi nyambung sama si A, misalkan ketika si A sakit, kadang kita merasakan rasa sakit yang diderita si A. Bahkan juga kadang kalau kita lagi jauh sama si A yang sedang sakit, kita jadi gak enak hati, ada apa denga si A, ketika di cari tau penyebabnya, ternyata si A sakit. Sama seperti seorang Ibu yang feelingnya kuat tentang anaknya, ia tau anaknya sakit, suka bahagia dll.

Orang yang dilanda cinta akan merasakan hal2 yang seperti itu. Perasaan kita akan tersambung dengan orang yang kita cintai. bahkan diri kita seolah-olah melebur menjadi satu dengan orang yang kita cintai.

Mungkin, begitu juga dengan konsep Wihdatul wujud. Karena rasa cinta kita kepada Tuhan, jadi yang dipikirkan hanyalah Tuhan saja. Hati kita seolah2 sudah melebur dengan Tuhan. Menurut saya, wajar saja jika suatu kali Al-Hallaj pernah berkata :" ana al haq" akulah sang kebenaran, atau akulah Tuhan (tergantung anda mau menerjemahkan seperti apa). karena hati dia sudah tersambung dengan Tuhan. hati dia dipenuhi rasa cinta kepada Tuhan. hati dia sudah melebur dengan Tuhan. Jadi yang ada dipikirannya hanyalah Tuhan.
Ketika melihat manusia lain, ia akan berpikir, inilah kebesaran Tuhan. ketika melihat pemandangan yang indah, ia akan berpikir, inilah kebesaran Tuhan. ketika melihat apapun, maka yang dipikirkannya hanyalah TUhan.

Saya tidak mempunyai pemahaman yang bagus tentang konsep ini, ini hanyalah penafsiran saya saja.

terima kasih...

@gie
ngomong2 kemana saja neh.... kok jarang liat lagi post-an nya? gi sibut ya?.... hehehehe
 
bersatu dengan ALLOH...bukannya Syeikh Siti Jenar juga ngajarin itu ya?
 
@jailanus...

penjelasan yang menarik...

@tenkawa

SSDJ asas nya manunggaling kawula gusti beda dengan al hallaj yang wahdatul wujud
 
saya bukan muslim sih tapi bolehlah aku numpang berpendapat :)
saya menghormati ajaran sufi dan menurut subyektif itu adalah inti ajaran murni.
teori saya dari setiap agama2 yang ada, jika diambil sari intinya, maka akan jadi universal, dan dari Islam saya melihat itu adalah Sufi.
tapi ini pendapat subjektif :D
 
jadi gini ya
Aku Cinta Allah
Hmm aku adalah Allah
Waduuh aku mencintai mu Anni...
Hmm AKu adalah Anni... [ga nyambung]
Brarti Al Hallaj MABOK.....
 
@accethegunnerzz
terima kasih...
mungkin penafsiran saya tentang wihdatul wujud belum anda pahami.... Karena saya pribadi belum begitu memahaminya, saya hanya mencoba menafsirkannya saja.

Trus mengenai kafir atau tidaknya, mungkin akan saya coba utarakan (inipun hanya pemikiran saya saja). Tapi sebelum kesitu, ada penjelasan dulu tentang alquran.

Dalam memaknai Al-qur'an itu ada yang namanya Tanjili dan Takwili

Tanjili adalah makna Alquran secara harfiah/lahiriah, jadi memahami alquran seperti yang terjemahannya. Sepanjang yang saya ketahui, yang biasanya menggunakan makna ini adalah Wahabi atau kalau di Indonesia katanya Salafi (maaf kalau salah)

Sedangkan Takwilli adalah makna alquran secara makna terdalamnya. Jadi tidak hanya berpegang pada terjemah saja, memaknainya dengan cara2 lain.
Setau saya, kedua cara ini sah2 saja dipakai.

Dan menurut saya, dalam memaknai istilah2 atau ungkapan2 para sufi, mungkin kita juga bisa memaknainya dengan kedua cara tersebut. Misalkan ketika kita memahami ungkapan "ana al haq", kita bisa memaknai secara Tanjili bisa juga secara Takwili.

Kalau kita memaknainya secara Tanjili, maka besar kemungkinan kita akan mengkafirkan Al-hallaj (dan sufi2 lainnya) dengan ungkapan itu (ana al haq). Sebab kita memaknainya hanya dari terjemahannya saja. Karena Al-Hallaj sudah ngaku2 sebagai kebenaran atau bisa juga sebagai Tuhan.

Itu kalau hanya memaknai ungkapan2nya secara Tanjili.

Tetapi jika kita memaknainya secara Takwili, mungkin kita akan mencari makna lain dari ungkapan Al-Hallaj tersebut, misalkan seperti yang pernah saya utarakan di atas. Dan dengan begitu, menurut saya, tidak usah lagi mengkafirkan Al-Hallaj, karena kita memaknai lain dari ungkapan2 nya.

Dalam pandangan saya, kita smua boleh saja memaknai ungkapan2 para sufi dengan apapun. Sah2 saja...

terima kasih....
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.