• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Adakah "orang beriman" selain kita?

eyeeye

IndoForum Beginner B
No. Urut
58548
Sejak
4 Des 2008
Pesan
992
Nilai reaksi
12
Poin
18
Saya kadang berpikir, sebelum Nabi Muhammad s.a.w, misalnya umat pengikut Nabi-nabi sebelum beliau kan juga berstatus orang-orang yang beriman atau orang-orang diridloi Allah s.w.t. Itu karena mereka dibimbing oleh Allah s.w.t melalui Nabi-nabi-Nya.

Tetapi, bagaimana jika ada orang yang berpikir dan merenungi alam semesta kemudian percaya dan beriman bahwa ada Tuhan Pengatur langit dan bumi?
Sedangkan orang itu "berjalan sendiri", atau tidak menemui Nabi yang diutus di masanya, sehingga ajal menemuinya dalam keadaan mengimani adanya Tuhan, tetapi dia hidup jauh sebelum Nabi Muhammad s.a.w.

Misalnya saja, para filosofis, para pemikir, dan lain-lain. Termasuk juga ilmuwan yang mendobrak ajaran agamanya dikarenakan penemuan ilmiahnya yg tidak sesuai dengan agamanya (contoh: Galileo Galilei, dll)

Istilahnya, mereka hanya bersyahadat satu kalimat saja karena belum mengetahui akan keberadaan Nabi Muhammad s.a.w atau tidak hidup setelah beliau s.a.w.

Yang jadi pertanyaan:
1. Apakah mereka termasuk orang-orang yang beriman?
2. Apakah ilmuwan itu juga termasuk orang yang beriman?

Wallahu a'lam
 
Misalnya saja, para filosofis, para pemikir, dan lain-lain
ibrahim mikir lhooo ...kemudian jadi nabi malah bapak para nabii

dikarenakan penemuan ilmiahnya yg tidak sesuai dengan agamanya (contoh: Galileo Galilei, dll)
tetap aja kresten biarr dah dihukum sama gereja

iman trehadap TAUHID ...
 
iya, seperti beliau juga, tetapi beliau kan emang Nabi, lalu bagaimana para filosof lain?

kasusnya kan begini:
misalnya ada filosofis yang hidup sebelum kelahiran Nabi Muhammad s.a.w, dan percaya adanya Tuhan Yang Mahaesa (otomatis Tuhan kan Allah s.w.t), kan dia belum mengetahui akan kenabian Muhammad s.a.w?
apakah orang tersebut termasuk golongan orang beriman?

terus, apakah orang seperti aristoteles juga termasuk beriman? dia kan percaya Tuhan, dan dia mengingkari tuhan-tuhan berhala pada kaumnya
 
Sebelum ane coba jawab pertanyaan ente, coba baca ayat ini :

Tetapi, bagaimana jika ada orang yang berpikir dan merenungi alam semesta kemudian percaya dan beriman bahwa ada Tuhan Pengatur langit dan bumi?
Sedangkan orang itu "berjalan sendiri", atau tidak menemui Nabi yang diutus di masanya, sehingga ajal menemuinya dalam keadaan mengimani adanya Tuhan, tetapi dia hidup jauh sebelum Nabi Muhammad s.a.w.

وَمَا كَانَ رَبُّكَ مُهْلِكَ الْقُرَى حَتَّى يَبْعَثَ فِي أُمِّهَا رَسُولًا يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِنَا وَمَا كُنَّا مُهْلِكِي الْقُرَى إِلَّا وَأَهْلُهَا ظَالِمُونَ (59)
Dan tidak adalah Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di ibukota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezaliman. (QS : Al Qashash ayat 59).

Nah, berikutnya salah satu tafsir yang populer dari para mufasirin, mohon di simak :

Pada ayat ini Allah SWT menerangkan bahwa sesuai dengan Sunah-Nya pada hamba-hamba-Nya Ia tidak pernah membinasakan suatu kota, kecuali Ia lebih dahulu mengutus seorang Rasul ke kota itu untuk membacakan kepada penduduknya ayat-ayat Allah yang membawa kebenaran, menyeru dan memberi peringatan kepada mereka supaya mereka itu beriman kepada Allah SWT, kemudian mereka itu tidak mengindahkan Rasul dan seruannya. Sejalan dengan ayat ini firman Allah SWT:

وما كنا معذبين حتى نبعث رسولا
Artinya
Dan Kami tidak akan mengazab, sebelum Kami mengutus seorang Rasul. (Q.S. Al Isra: 15)
Sesudah Allah SWT mengutus Rasul untuk membimbing penduduk kota itu ke jalan yang benar, memberi petunjuk kepada kebenaran, tetapi mereka itu tetap melakukan kelaliman dan mendustakan Rasul, mengingkari ayat-ayat Allah SWT, barulah Allah SWT membinasakan kota-kota itu beserta penduduknya.

Nah, Sekarang baru opini ane. CMIIW :
berdasarkan firman Allah SWT diatas, sebenarnya dapat ditarik kesimpulan bahwa mustahil seseorang beriman tanpa ada Nabi atau Rasul yang memberikan peringatan baik langsung maupun tidak langsung kepadanya (kecuali beliau seorang Nabi, maka biasanya yang di terima ialah Wahyu dari Allah SWT).

coba ente cari atau tanya kepada guru ngaji ente, berapa banyak Nabi dan Rasul yang turun/diutus ke bumi? jawabannya pasti banyak jumlahnya.

misalnya ada filosofis yang hidup sebelum kelahiran Nabi Muhammad s.a.w, dan percaya adanya Tuhan Yang Mahaesa (otomatis Tuhan kan Allah s.w.t), kan dia belum mengetahui akan kenabian Muhammad s.a.w?
apakah orang tersebut termasuk golongan orang beriman?

terus, apakah orang seperti aristoteles juga termasuk beriman? dia kan percaya Tuhan, dan dia mengingkari tuhan-tuhan berhala pada kaumnya

Untuk kasus yang seperti ini, sngat tidak masuk akal, sebab para filosofi yang anda sebutkan itu hidup setelah zaman Nabi Isa A.S, sedangkan keberadaan agama setelah nabi Isa AS banyak pertentangan baik dari umat nasrani sendiri maupun para ahli kitab dan belum lagi kesesatan yang dihasutkan oleh para kaum Yahudi.

Jadi menurut ane, CMIIW :
Kalimat Syahadat Orang yang beriman itu tidak sah jika seseorang cuma Beriman kepada Allah tapi tidak beriman kepada Rasul-Nya.......

Sekali lagi ini opini ane, So.... CMIIW..:D
 
Sebelum ane coba jawab pertanyaan ente, coba baca ayat ini :



وَمَا كَانَ رَبُّكَ مُهْلِكَ الْقُرَى حَتَّى يَبْعَثَ فِي أُمِّهَا رَسُولًا يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِنَا وَمَا كُنَّا مُهْلِكِي الْقُرَى إِلَّا وَأَهْلُهَا ظَالِمُونَ (59)
Dan tidak adalah Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di ibukota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezaliman. (QS : Al Qashash ayat 59).

Nah, berikutnya salah satu tafsir yang populer dari para mufasirin, mohon di simak :

Pada ayat ini Allah SWT menerangkan bahwa sesuai dengan Sunah-Nya pada hamba-hamba-Nya Ia tidak pernah membinasakan suatu kota, kecuali Ia lebih dahulu mengutus seorang Rasul ke kota itu untuk membacakan kepada penduduknya ayat-ayat Allah yang membawa kebenaran, menyeru dan memberi peringatan kepada mereka supaya mereka itu beriman kepada Allah SWT, kemudian mereka itu tidak mengindahkan Rasul dan seruannya. Sejalan dengan ayat ini firman Allah SWT:

وما كنا معذبين حتى نبعث رسولا
Artinya
Dan Kami tidak akan mengazab, sebelum Kami mengutus seorang Rasul. (Q.S. Al Isra: 15)
Sesudah Allah SWT mengutus Rasul untuk membimbing penduduk kota itu ke jalan yang benar, memberi petunjuk kepada kebenaran, tetapi mereka itu tetap melakukan kelaliman dan mendustakan Rasul, mengingkari ayat-ayat Allah SWT, barulah Allah SWT membinasakan kota-kota itu beserta penduduknya.

Nah, Sekarang baru opini ane. CMIIW :
berdasarkan firman Allah SWT diatas, sebenarnya dapat ditarik kesimpulan bahwa mustahil seseorang beriman tanpa ada Nabi atau Rasul yang memberikan peringatan baik langsung maupun tidak langsung kepadanya (kecuali beliau seorang Nabi, maka biasanya yang di terima ialah Wahyu dari Allah SWT).

coba ente cari atau tanya kepada guru ngaji ente, berapa banyak Nabi dan Rasul yang turun/diutus ke bumi? jawabannya pasti banyak jumlahnya.



Untuk kasus yang seperti ini, sngat tidak masuk akal, sebab para filosofi yang anda sebutkan itu hidup setelah zaman Nabi Isa A.S, sedangkan keberadaan agama setelah nabi Isa AS banyak pertentangan baik dari umat nasrani sendiri maupun para ahli kitab dan belum lagi kesesatan yang dihasutkan oleh para kaum Yahudi.

Jadi menurut ane, CMIIW :
Kalimat Syahadat Orang yang beriman itu tidak sah jika seseorang cuma Beriman kepada Allah tapi tidak beriman kepada Rasul-Nya.......

Sekali lagi ini opini ane, So.... CMIIW..:D
kalo syahadat sih sudah jelas harus dua kesaksian atau dua pernyataan

bagus bro
 
setau ane sih:

1. Orang yang tidak mengetahui islam sama sekali dari sarana manapun. Beliau (Ghozali) mengatakan bahwa orang yang semacam ini akan selamat.

2. Orang yang telah sampai kepadanya da’wah islamiyah dengan tampilan yang sebenarnya namun orang itu tidak ingin melihat kepada bukti-buktinya dikarenakan enggan, sombong dan menentangnya. Beliau mengatakan bahwa orang yang semacam ini akan mendapat siksa.

3. Orang yang telah sampai kepadanya da’wah islamiyah dengan tampilan yang tidak sebenarnya, seperti orang yang telah sampai kepadanya nama Muhammad saw dan tidak sampai kepadanya tentang sifat-sifat beliau saw akan tetapi dia mendengar namanya saw sejak kecil dari musuh-musuhnya yang pendusta dan membenci nabi saw. Beliau mengatakan bahwa orang yang semacam ini seperti golongan pertama.

Realitanya bahwa berjuta-juta manusia termasuk dalam golongan orang-orang yang pada asalnya tidak sampai kepadanya da’wah islam walaupun waktu diutusnya Muhammad saw dengan membawa aqidah dan syariah islam telah berlalu empat belas abad.

Hal itu bisa dikarenakan kebodohan mereka sama sekali terhadap islam, Rasulullah Muhammad saw, Qur’annya dan seluruh ajarannya. Atau bisa jadi mereka mengetahuinya dari musuh-musuh islam yang dikepalanya penuh dengan kebencian. Barangkali mereka termasuk orang-orang yang dimaafkan dalam berpalingnya mereka dari islam karena mereka tidak mendapatkan islam yang benar dari orang-orang yang benar.

Mereka adalah orang-orang yang disamakan dengan ahlul fatroh—orang-orang yang hidup setelah Nabi Isa as hingga diutusnya Muhammad saw—.

Terhadap Ahlul Fatroh ini maka terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulam :

1. Jumhur ulama Ahlus Sunnah mengatakan bahwa mereka selamat (dari adzab) dikarenakan tidak terkena pembebanan syari’at dan da’wah dan mereka termasuk orang-orang yang tidak sampai kepadanya da’wah.

2. Orang-orang mu’tazilah dan sekelompok ulama Hanafi mengatakan bahwa akal mempunyai kemampuan untuk mengetahui yang wajib, haram, keyakinan yang benar dan batil. Karena itu ahlul fatroh dan orang-orang yang tidak sampai kepadanya da’wah tidaklah selamat.

3. Jumhur Ahlus Sunnah (al asya’iroh) mengatakan bahwa tidak mungkin akal mengetahuinya apabila tidak melalui syariat.

Disebutkan pula didalam kitab “Kasyful Mubham” bahwa seorang anak yang kemudian baligh yang berada di suatu gunung yang tinggi dan tidak sampai kepadanya da’wah maka orang-orang asya’iroh dan para imam, seperti Bukhori dan para ulama Hanafi mengatakan bahwa orang itu tidak terkena beban untuk beriman hanya sebatas kemampuan akalnya selama tidak berlalu atasnya waktu untuk ia bisa memahami dan prakiraan rentang waktu tersebut diserahkan kepada Allah swt.

Kemudian disebutkan bahwa siapa yang mencapai usia baligh sementara dia berada di suatu gunung yang tinggi dan tidak sampai kepadanya da’wah, tidak meyakini berbagai keyakinan dan tidak mengamalkan berbagai syari’at maka menurut mu’tazilah dan sebagian ulama Hanafi orang itu akan mendapat siksa di akherat dikarenakan tidak menggunakan potensi akalnya. Sedangkan menurut al asya’iroh dan jumhur ulama Hanafi bahwa orang itu tidaklah diadzab dikarenakan hukum ditetapkan dengan syari’at dan telah diketahui bahwa syari’at tidak sampai kepadanya.

Didalam fatwanya beliau menyebutkan bahwa manusia terbagi menjadi tiga golongan :
1. Orang yang beriman yaitu yang mengimani Allah saja, membenarkan seluruh nabi dan rasul-Nya, mengarahkan wajahnya kepada Allah dalam keadaan baik dan mendapatkan hidayah kepada jalan Allah melalui wahyu Al Qur’an yang diturunkan kepada Rasulullah Muhammad saw untuk seluruh alam... maka orang-orang ini termasuk yang selamat sebagaimana firman-Nya :


إِنَّ اللَّهَ يُدْخِلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ


Artinya : “Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh ke dalam surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.”(QS. Al Hajj : 14)

2. Orang yang kafir yaitu orang-orang yang telah sampai kepadanya da’wah islam, kenabian terakhir yang membawa aqidah dan syariat yang terdapat didalam Al Qur’an yang selalu dibaca, kebenaran yang murni tanpa ada cacatnya, tidak bercampur dengan berbagai penyimpangan dan kekacauan dalam makna dan pemahamannya, sebagaimana firman-Nya,”kemudian dia memikirkan. Sesudah itu dia bermasam muka dan merenggut. Kemudian dia berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri.” (QS, Al Mudatsir : 21 – 23).

Kemudian orang itu merasa nyaman dengan kekufuran dan keingkarannya bagaikan matahari ditengah hari mereka menolak untuk tunduk dengan kebenaran padahal ia memiliki kemampuan untuk menjadikan hatinya mendapat hidayah dan redho Tuhannya. Dan orang itu—tidak disangsikan lagi—telah berada dalam kekafiran yang jelas, sebagaimana firman Allah ;

ذَلِكَ بِأَنَّهُمُ اتَّبَعُوا مَا أَسْخَطَ اللَّهَ وَكَرِهُوا رِضْوَانَهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ


Artinya : “Yang demikian itu adalah karena Sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan Allah dan karena mereka membenci keridhaan-Nya, sebab itu Allah menghapus (pahala) amal-amal mereka.” (QS. Muhammad : 28)


3. Manusia baik laki-laki maupun perempuan yang tidak sampai kepadanya da’wah islam dari berbagai jalan penyampaian sehingga ia menerima atau membelakanginya maka ia menyandarkan kehidupannya sesuai dengan warisan dari nenek moyangnya dan tidak mendapatkan keyakinan dan pemikiran apa pun. Dan golongan yang ini banyak terdapat di tengah-tengah manusia dengan berbagai karakter, tabiat, lapisan dan keyakinan sehingga sulit untuk menyatukan mereka dalam satu hukum. Dari mereka mungkin ada yang terbuka fitrahnya hingga sempurna, memuliakan akal sehingga menjauhi dosa dan melakukan berbagai perbuatan mulia dan memenuhi hak-haknya. Atau ada juga dari mereka ada yang membebek kepada orang lain dan lainnya ....

Ringkasnya : Apabila telah ada bukti bahwa suatu kaum itu tidak mengetahui segala sesuatu yang ada di alam ini dari berbagai sarana informasi, komunikasi dan transportasi dan tidak mengetahui dan tidak sampai kepadanya islam, baik aqidah, syariat dan akhlaknya melalui sumbernya Al Qur’an, Sunnah Nabi yang mulia maka mereka adalah seperti ahlul fatroh dari kalangan orang-orang arab yang tidak tersentuh dengan da’wah islam dan tidak mengetahuinya.

Dan apabila telah sampai kepada mereka da’wah islam dan mengetahuinya, baik aqidah dan syariatnya namun kemudian mereka enggan menerimanya dan tidak meluangkan waktunya bersama para alim ulama maka ia tidaklah dimaafkan dan tidak dianggap sebagai orang yang bodoh (tidak mengetahui). (disarikan dari Buhuts wa Fatawa Islamiyah juz IV hal 317 – 326)

Jadi terhadap orang-orang yang seperti anda tanyakan, yaitu orang-orang yang sama sekali belum pernah mengenal islam dikarenakan keterasingannya dari dunia luar sehingga tidak pernah mengetahui bahwa di alam ini telah diutus Muhammad saw dengan membawa syari’at yang lurus dengan membawa Al Qur’an yang mengajak kepada kebenaran maka mereka termasuk orang-orang yang dimaafkan, sebagaimana firman Allah swt :

ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لاَّ يَعْلَمُونَ


Artinya : “demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.” (QS. At Taubah : 6)
 
setau ane sih:

1. Orang yang tidak mengetahui islam sama sekali dari sarana manapun. Beliau (Ghozali) mengatakan bahwa orang yang semacam ini akan selamat.

2. Orang yang telah sampai kepadanya da’wah islamiyah dengan tampilan yang sebenarnya namun orang itu tidak ingin melihat kepada bukti-buktinya dikarenakan enggan, sombong dan menentangnya. Beliau mengatakan bahwa orang yang semacam ini akan mendapat siksa.

3. Orang yang telah sampai kepadanya da’wah islamiyah dengan tampilan yang tidak sebenarnya, seperti orang yang telah sampai kepadanya nama Muhammad saw dan tidak sampai kepadanya tentang sifat-sifat beliau saw akan tetapi dia mendengar namanya saw sejak kecil dari musuh-musuhnya yang pendusta dan membenci nabi saw. Beliau mengatakan bahwa orang yang semacam ini seperti golongan pertama.

Realitanya bahwa berjuta-juta manusia termasuk dalam golongan orang-orang yang pada asalnya tidak sampai kepadanya da’wah islam walaupun waktu diutusnya Muhammad saw dengan membawa aqidah dan syariah islam telah berlalu empat belas abad.

Hal itu bisa dikarenakan kebodohan mereka sama sekali terhadap islam, Rasulullah Muhammad saw, Qur’annya dan seluruh ajarannya. Atau bisa jadi mereka mengetahuinya dari musuh-musuh islam yang dikepalanya penuh dengan kebencian. Barangkali mereka termasuk orang-orang yang dimaafkan dalam berpalingnya mereka dari islam karena mereka tidak mendapatkan islam yang benar dari orang-orang yang benar.

Mereka adalah orang-orang yang disamakan dengan ahlul fatroh—orang-orang yang hidup setelah Nabi Isa as hingga diutusnya Muhammad saw—.

Terhadap Ahlul Fatroh ini maka terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulam :

1. Jumhur ulama Ahlus Sunnah mengatakan bahwa mereka selamat (dari adzab) dikarenakan tidak terkena pembebanan syari’at dan da’wah dan mereka termasuk orang-orang yang tidak sampai kepadanya da’wah.

2. Orang-orang mu’tazilah dan sekelompok ulama Hanafi mengatakan bahwa akal mempunyai kemampuan untuk mengetahui yang wajib, haram, keyakinan yang benar dan batil. Karena itu ahlul fatroh dan orang-orang yang tidak sampai kepadanya da’wah tidaklah selamat.

3. Jumhur Ahlus Sunnah (al asya’iroh) mengatakan bahwa tidak mungkin akal mengetahuinya apabila tidak melalui syariat.

Disebutkan pula didalam kitab “Kasyful Mubham” bahwa seorang anak yang kemudian baligh yang berada di suatu gunung yang tinggi dan tidak sampai kepadanya da’wah maka orang-orang asya’iroh dan para imam, seperti Bukhori dan para ulama Hanafi mengatakan bahwa orang itu tidak terkena beban untuk beriman hanya sebatas kemampuan akalnya selama tidak berlalu atasnya waktu untuk ia bisa memahami dan prakiraan rentang waktu tersebut diserahkan kepada Allah swt.

Kemudian disebutkan bahwa siapa yang mencapai usia baligh sementara dia berada di suatu gunung yang tinggi dan tidak sampai kepadanya da’wah, tidak meyakini berbagai keyakinan dan tidak mengamalkan berbagai syari’at maka menurut mu’tazilah dan sebagian ulama Hanafi orang itu akan mendapat siksa di akherat dikarenakan tidak menggunakan potensi akalnya. Sedangkan menurut al asya’iroh dan jumhur ulama Hanafi bahwa orang itu tidaklah diadzab dikarenakan hukum ditetapkan dengan syari’at dan telah diketahui bahwa syari’at tidak sampai kepadanya.

Didalam fatwanya beliau menyebutkan bahwa manusia terbagi menjadi tiga golongan :
1. Orang yang beriman yaitu yang mengimani Allah saja, membenarkan seluruh nabi dan rasul-Nya, mengarahkan wajahnya kepada Allah dalam keadaan baik dan mendapatkan hidayah kepada jalan Allah melalui wahyu Al Qur’an yang diturunkan kepada Rasulullah Muhammad saw untuk seluruh alam... maka orang-orang ini termasuk yang selamat sebagaimana firman-Nya :


إِنَّ اللَّهَ يُدْخِلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ


Artinya : “Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh ke dalam surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.”(QS. Al Hajj : 14)

2. Orang yang kafir yaitu orang-orang yang telah sampai kepadanya da’wah islam, kenabian terakhir yang membawa aqidah dan syariat yang terdapat didalam Al Qur’an yang selalu dibaca, kebenaran yang murni tanpa ada cacatnya, tidak bercampur dengan berbagai penyimpangan dan kekacauan dalam makna dan pemahamannya, sebagaimana firman-Nya,”kemudian dia memikirkan. Sesudah itu dia bermasam muka dan merenggut. Kemudian dia berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri.” (QS, Al Mudatsir : 21 – 23).

Kemudian orang itu merasa nyaman dengan kekufuran dan keingkarannya bagaikan matahari ditengah hari mereka menolak untuk tunduk dengan kebenaran padahal ia memiliki kemampuan untuk menjadikan hatinya mendapat hidayah dan redho Tuhannya. Dan orang itu—tidak disangsikan lagi—telah berada dalam kekafiran yang jelas, sebagaimana firman Allah ;

ذَلِكَ بِأَنَّهُمُ اتَّبَعُوا مَا أَسْخَطَ اللَّهَ وَكَرِهُوا رِضْوَانَهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ


Artinya : “Yang demikian itu adalah karena Sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan Allah dan karena mereka membenci keridhaan-Nya, sebab itu Allah menghapus (pahala) amal-amal mereka.” (QS. Muhammad : 28)


3. Manusia baik laki-laki maupun perempuan yang tidak sampai kepadanya da’wah islam dari berbagai jalan penyampaian sehingga ia menerima atau membelakanginya maka ia menyandarkan kehidupannya sesuai dengan warisan dari nenek moyangnya dan tidak mendapatkan keyakinan dan pemikiran apa pun. Dan golongan yang ini banyak terdapat di tengah-tengah manusia dengan berbagai karakter, tabiat, lapisan dan keyakinan sehingga sulit untuk menyatukan mereka dalam satu hukum. Dari mereka mungkin ada yang terbuka fitrahnya hingga sempurna, memuliakan akal sehingga menjauhi dosa dan melakukan berbagai perbuatan mulia dan memenuhi hak-haknya. Atau ada juga dari mereka ada yang membebek kepada orang lain dan lainnya ....

Ringkasnya : Apabila telah ada bukti bahwa suatu kaum itu tidak mengetahui segala sesuatu yang ada di alam ini dari berbagai sarana informasi, komunikasi dan transportasi dan tidak mengetahui dan tidak sampai kepadanya islam, baik aqidah, syariat dan akhlaknya melalui sumbernya Al Qur’an, Sunnah Nabi yang mulia maka mereka adalah seperti ahlul fatroh dari kalangan orang-orang arab yang tidak tersentuh dengan da’wah islam dan tidak mengetahuinya.

Dan apabila telah sampai kepada mereka da’wah islam dan mengetahuinya, baik aqidah dan syariatnya namun kemudian mereka enggan menerimanya dan tidak meluangkan waktunya bersama para alim ulama maka ia tidaklah dimaafkan dan tidak dianggap sebagai orang yang bodoh (tidak mengetahui). (disarikan dari Buhuts wa Fatawa Islamiyah juz IV hal 317 – 326)

Jadi terhadap orang-orang yang seperti anda tanyakan, yaitu orang-orang yang sama sekali belum pernah mengenal islam dikarenakan keterasingannya dari dunia luar sehingga tidak pernah mengetahui bahwa di alam ini telah diutus Muhammad saw dengan membawa syari’at yang lurus dengan membawa Al Qur’an yang mengajak kepada kebenaran maka mereka termasuk orang-orang yang dimaafkan, sebagaimana firman Allah swt :

ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لاَّ يَعْلَمُونَ


Artinya : “demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.” (QS. At Taubah : 6)
bener, cocok dgn maksud threadnya

jadi perumpamaannya begini:
Masa jauh sebelum Nabi Muhammad s.a.w: anggap saja di masa Nabi yang laen juga tetapi orang itu hidup di tempat yang jauh (tidak mengetahui adanya Nabi yang menyiarkan agama dari Allah s.w.t), tetapi orang itu adalah orang yang percaya adanya Tuhan
Masa setelah Nabi Muhammad s.a.w: anggap saja orang itu hidup di tempat yang jauh sehingga tidak mengetahui, atau hidup di kalangan musuh yang tidak menyebutkan sedikitpun kebaikan beliau
__________________________________________
mengapa saya bertanya begini?

karena saya berpikir, Islam itu agama yang adil bagi manusia, begitu juga kriteria orang beriman atau sebaliknya kriteria orang kafir, pasti begitu diperhitungkan

dan saya merasa kasihan juga, bila ada orang yang beriman kepada Allah s.w.t, apalagi orangnya berakhlak mulia, tetapi tidak mengetahui kenabian Muhammad s.a.w, lalu tidak digolongkan sebagai orang yang beriman

tidak seperti para penyangkal, yang mengetahui keberadaan Nabi Muhammad s.a.w, tetapi tidak mempelajari dan tidak membuka hati untuk agama beliau atau agama kita

karena itulah, menurut saya mungkin pernyataan ini benar:
yang paling ditakuti orang-orang kafir adalah, perbandingan agama
 
Saya kadang berpikir, sebelum Nabi Muhammad s.a.w, misalnya umat pengikut Nabi-nabi sebelum beliau kan juga berstatus orang-orang yang beriman atau orang-orang diridloi Allah s.w.t. Itu karena mereka dibimbing oleh Allah s.w.t melalui Nabi-nabi-Nya.

Tetapi, bagaimana jika ada orang yang berpikir dan merenungi alam semesta kemudian percaya dan beriman bahwa ada Tuhan Pengatur langit dan bumi?
Sedangkan orang itu "berjalan sendiri", atau tidak menemui Nabi yang diutus di masanya, sehingga ajal menemuinya dalam keadaan mengimani adanya Tuhan, tetapi dia hidup jauh sebelum Nabi Muhammad s.a.w.

Misalnya saja, para filosofis, para pemikir, dan lain-lain. Termasuk juga ilmuwan yang mendobrak ajaran agamanya dikarenakan penemuan ilmiahnya yg tidak sesuai dengan agamanya (contoh: Galileo Galilei, dll)

Istilahnya, mereka hanya bersyahadat satu kalimat saja karena belum mengetahui akan keberadaan Nabi Muhammad s.a.w atau tidak hidup setelah beliau s.a.w.

Yang jadi pertanyaan:
1. Apakah mereka termasuk orang-orang yang beriman?
2. Apakah ilmuwan itu juga termasuk orang yang beriman?

Wallahu a'lam

Kalo pendapatku jelas orang itu tetep beriman, nabikan ada banyak, rasul ada 4. Nabi juga mengemban perintah Allah SWT. sedangkan rasul dilengkapi kitab suci, seperti zabur, taurat, injil dan Al-Qur'an maka Rasul ada 4 dan yang terakhir Muhammad SAW membawa Al-Qur'an. Al-Qur'an adalah kitab suci terakhir penyempurna dari kitab sebelumnya dan di dalamnya:
Surat Al 'Ankabuut ayat 52:
Katakanlah: "Cukuplah Allah menjadi saksi antaraku dan antaramu. Dia mengetahui apa yang di langit dan di bumi. Dan orang-orang yang percaya kepada yang batil dan ingkar kepada Allah, mereka itulah orang-orang yang merugi.
Jadi kesimpulannya: cukuplah Allah SWT yang menjadi saksi diantara kita sebagaimana firman Allah SWT sendiri.
 
Kalo pendapatku jelas orang itu tetep beriman, nabikan ada banyak, rasul ada 4. Nabi juga mengemban perintah Allah SWT. sedangkan rasul dilengkapi kitab suci, seperti zabur, taurat, injil dan Al-Qur'an maka Rasul ada 4 dan yang terakhir Muhammad SAW membawa Al-Qur'an. Al-Qur'an adalah kitab suci terakhir penyempurna dari kitab sebelumnya dan di dalamnya:
Surat Al 'Ankabuut ayat 52:
Katakanlah: "Cukuplah Allah menjadi saksi antaraku dan antaramu. Dia mengetahui apa yang di langit dan di bumi. Dan orang-orang yang percaya kepada yang batil dan ingkar kepada Allah, mereka itulah orang-orang yang merugi.
Jadi kesimpulannya: cukuplah Allah SWT yang menjadi saksi diantara kita sebagaimana firman Allah SWT sendiri.

mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang beriman dan bertaqwa, aamiin.
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.