12qm7da
IndoForum Newbie B
- No. Urut
- 24616
- Sejak
- 25 Okt 2007
- Pesan
- 192
- Nilai reaksi
- 8
- Poin
- 18
Romanisme sekarang ini dihargai lebih besar oleh kaum Protestan daripada tahun-tahun sebelumnya. Di negara-negara di mana Katolikisme tidak menjadi agama yang berpengaruh, dan para pengikut paus mengambil sikap berbaikan agar memperoleh pengaruh, terdapat ketidakacuhan yang semakin bertambah mengenai doktrin-doktrin yang memisahkan gereja yang dibarui dari hirarki kepausan. Ada pendapat yang semakin kuat bahwa, sebenamya kita tidak berbeda jauh dalam pokok-po¬kok penting sebagaimana yang disangka sebelumnya, dan bahwa dengan sedikit kelonggaran dari pihak kita akan membawa pengertian yang lebih baik dengan Roma. Ada waktunya bilamana kaum Protestan memberikan penilaian yang tinggi kepada kebebasan hati nurani, yang Judah dibeli dengan begitu mahal. Mereka mengajar anak-anaknya untuk membenci kepausan dan berpendapat bahwa berusaha mencari persesuaian dengan Roma berarti tidak setia kepada Allah. Tetap sekarang betapa berbedanya sikap mereka.
Para pembela kepausan menyatakan bahwa gereja telah membuat kesa¬lahan; dan dunia Protestan cenderung menerima pernyataan itu. Banyak yang berpendapat bahwa tidaklah adil untuk menghakimi gereja sekarang dengan kekejian dan sesuatu yang mustahil yang menandai pemerintahannya selama abad-abad kebodohan dan kegelapan. Mereka memaafkan keke¬jamannya yang mengerikan itu sebagai akibat dari Barbarisms pada waktu itu, dan menyatakan bahwa pengaruh peradaban modern telah mengubah perasaan dan sentimennya.
Apakah orang-orang ini sudah lupa pernyataan tidak pernah bersalah selama delapan ratus tahun yang dinyatakan oleh penguasa yang sombong ini? Jauh dari dihapuskan, pernyataan Bahkan dikukuhkan pada abad ke sembilan belas dengan kepastian yang lebih besar dari sebelumnya. Sebagaimana Roma menyatakan bahwa gereja "tidak bersalah, atau tidak akan pernah bersalah, menurut Alkitab, " (Mosheim, "Eccl. Hist," b. 3, cent. 11, part 2, ch. 2, par. 9, note 1), bagaimanakah ia dapat meninggalkan prinsip-¬prinsip yang mengatur geraknya pada abad-abad sebelumnya?
Gereja kepausan tidak akan pernah meninggalkan pernyataannya seba¬gai yang tidak pernah salah. Semua yang telah dilakukannya dengan meng¬aniaya mereka yang menolak dogma-dogmanya, dinyatakan sebagai tin¬dakan yang benar. Dan tidakkah ia akan mengulangi tindakan-tindakan Yang serupa itu seandainya kesempatan diberikan? Seandainya segala pem¬batasan yang diberlakukan oleh pemerintah dicabut, dan Roma dikembalikan kepada kekuasaannya yang semula, maka akan segera bangkit kembali kelaliman dan penganiayaannya.
Seorang penulis kenamaan berbicara mengenai sikap, hirarki kepausan sehubungan dengan kebebasan hati nurani, dan bahaya yang terutama meng¬ancam Amerika Serikat dari keberhasilan politiknya:
"Banyak orang cenderung berpendapat bahwa ketakutan terhadap Ka¬tolikisme Romawi di Amerika Serikat adalah suatu kefanatikan atau sifat kekanak-kanakan. Mereka ini tidak melihat sesuatu dalam tabiat dan sikap, Romanisme yang bermusuhan dengan lembaga-lembaga kita, atau tidak menemukan sesuatu yang luar biasa di dalam pertumbuhannya. Kalau be¬gitu, marilah kita pertama-tama membandingkan beberapa prinsip-prinsip dasar pemerintahan Amerika Serikat dengan prinsip-prinsip Gereja Katolik.
"Konstitusi Amerika Serikat menjamin kebebasan hati nurani. Tidak ada yang lebih mahal atau lebih mendasar. Paus Pius IX, dalam Surat En¬siklikalnya pada tanggal 15 Agustus 1854 mengatakan, 'Doktrin-doktrin yang tidak masuk akal dan salah atau omongan yang tidak rasional dalam mempertahankan kebebasan hati nurani, adalah kesalahan yang paling mewabah—satu wabah dari semua yang lain, yang paling ditakuti di suatu negara.' Paus yang sama, dalam Surat Ensiklikalnya pada tanggal 8 Desember 1864, mengharamkan ‘mereka yang menyatakan kebebasan hati nurani dan kebebasan perbaktian keagamaan,' dan juga, 'semua yang mem¬pertahankan bahwa gereja tidak boleh menggunakan kekerasan.'
"Nada perdamaian Roma di Amerika Serikat tidak berarti adanya peru¬bahan hati. Ia akan bersikap toleransi bilamana ia tidak berdaya. Uskup O'Connor berkata, 'Kebebasan beragama hanya dapat bertahan sampai yang sebaliknya dapat dijalankan tanpa membahayakan dunia Katolik.' .Uskup besar St. Louis pernah berkata, 'Bidat dan ketidakpercayaan adalah kejahatan; dan di negara-negara Kristen, seperti di Italia dan Spanyol, se¬bagai contoh, di mana semua penduduk adalah penganut Katolik, dan di mana agama Katolik merupakan bagian penting dari hukum negara itu, mereka dihukum sebagaimana kejahatan-kejahatan lainnya.' .. .
"Setiap kardinal, uskup besar dan uskup dalam Gereja Katolik bersumpah setia kepada paus, di mana terdapat kata-kata berikut: 'Para bidat, pemecah belah, pemberontak kepada tuan kita (paus), atau para penerusnya, aku akan menganiaya dan melawan dengan sekuat tenaga."'—Strong,.Dr. Josiah, "Our Country," psl. 5, bagian. 1-3.
Adalah benar bahwa ada orang-orang Kristen sejati di dalam persekutuan Katolik. Ribuan orang di dalam gereja itu sedang melayani Allah sesuai dengan terang terbaik yang mereka miliki. Mereka tidak diizinkan memba¬ca firman-Nya, dan oleh sebab itu mereka tidak mengerti kebenaran. Mere¬ka tidak pernah melihat perbedaan antara pelayanan yang sejati yang dari dalam hati dengan serangkaian bentuk dan upacara-upacara. Allah meman-dang dengan belas kasihan yang lembut jiwa-jiwa ini, yg dididik dalam iman yang palsu dan yang tidak memuaskan. la akan mengirimkan sinar-¬sinar terang menembusi kegelapan yang mengelilingi mereka. Ia akan menyatakan kepada mereka kebenaran sebagaimana yang ada di dalam Yesus, dan banyak kelak yang akan bergabung dengan umat-Nya.
Tetapi Romanisme sebagai suatu sistem tidak lebih selaras dengan Injil Kristus sekarang daripada masa-masa sebelumnya dalam sejarahnya. Gereja-gereja Protestan berada dalam kegelapan besar; kalau tidak demikian, mereka tentu dapat memahami tanda-tanda zaman. Gereja Romawi mem¬punyai jangkauan luas dan jauh, dalam perencanaan dan operasinya. Ia menggunakan segala cara untuk meluaskan pengaruhnya dan menambah kekuasaannya untuk persediaan kepada pertentangan yang dahsyat dan menentukan untuk menguasai kembali dunia ini, untuk mengadakan kem¬bali penganiayaan, dan merusakkan semua yang telah dibuat oleh Protestan. Katolikisme sedang mencapai kekuatan di segala sudut. Lihatlah pertambah¬an gereja-gerejanya dan tempat-tempat perbaktian di negara-negara Pro¬testan. Perhatikan ketenaran perguruan-perguruan tinggi dan seminari-se¬minari mereka di Amerika, yang ditiru secara luas oleh Protestan. Perhatikan pertumbuhan ritualisme di Inggris, dan pembelotan-pembelotan kepada Katolik yang sering terjadi. Perkara-perkara ini seharusnya membangkit¬kan kecemasan semua orang yang menghargai dan menjunjung tinggi prin¬sip-prinsip injil.
Protestan telah berubah kepada dan meniru kepausan; mereka telah ber¬kompromi dan memberi konsepsi di mana para pengikut kepausan sendiri heran melihatnya, dan tidak dapat memahaminya. Manusia sedang menutup mata terhadap tabiat Romanisme yang sebenarnya, dan bahaya yang akan timbul dari keunggulannya. Orang-orang perlu dibangunkan untuk mena¬han lajunya musuh kebebasan sipil dan agama yang paling berbahaya ini.
Banyak orang Protestan menganggap bahwa agama Katolik tidak menarik, dan bahwa perbaktiannya adalah upacara yang menjemukan dan tidak berarti. Mereka salah. Walaupun Romanisme didasarkan atas peni¬puan, ia tidak melakukannya dengan kasar dan kaku. Upacara keagamaan Gereja Roma adalah suatu upacara yang sangat berkesan. Peragaannya yang indah dan upacara-upacaranya yang khidmat mempesona perasaan orang-¬orang dan membungkam suara pertimbangan dan hati nurani. Mata terpikat. Gedung-gedung gereja yang indah dan megah, prosesi yang mengagum¬kan, altar-altar keemasan, tempat-tempat pemujaan yang berhias permata, lukisan-lukisan pilihan dan pahatan halus patung-patung menggugah ke¬cintaan kepada keindahan. Telinga juga ikut terpikat Musiknya tiada tan¬dingannya. Alunan nada-nada lembut dari suara organ dipadu dengan lagu dari paduan suara yangberkumandang memenuhi kubah-kubah yang tinggi dan lorong-lorong berpilar pada katedral-katedral besar, tidak boleh ti¬dak akan memberi kesan kagum dan rasa hormat kepada pikiran.
Kemegahan peragaan lahiriah, pertunjukan dan upacara ini, yang hanya mecemoohkan kerinduan jiwa yang berpenyakit dosa, adalah suatu bukti kejahatan batiniah. Agama Kristen tidak membutuhkan penarikan seperti itu. Dalam terang yang bersinar dari salib, Kekristenan yang benar tampak begitu murni dan indah sehingga tidak ada dekorasi luar yang dapat me¬ninggikan nilainya yang sebenarnya. Keindahan kesucian, roh yang lemah lembut dan tenteramlah yang berharga di hadapan Allah.
Kecemerlangan gaya tidak selalu merupakan ukuran pemikiran murni dan agung. Konsep-konsep yang tinggi mengenai seni, kehalusan cita rasa sering timbul dalam pikiran-pikiran duniawi dan yang penuh hawa nafsu. Hal-hal ini sering digunakan oleh Setan untuk menuntun orang-orang un¬tuk melupakan kebutuhan-kebutuhan jiwa, menghilangkan pandangan ke¬pada masa depan, kehidupan yang kekal, untuk menjauhi Penolongnya yang kekal, dan hidup hanya bagi dunia ini saja.
Agama lahiriah menarik bagi hati yang tidak dibarui. Pertunjukan megah dan upacara perbaktian Katolik mempunyai kuasa memikat dan menggoda, oleh mana banyak orang disesatkan; sehingga mereka melihat Gereja Roma itu benar-benar sebagai pintu gerbang surga. Hanya mereka yang telah berpijak dengan kukuh di atas dasar kebenaran, yang hatinya dibarui oleh Roh Allah, yang dapat bertahan melawan pengaruhnya. Ribuan orang yang belum mengalami pengetahuan tentang Kristus akan dituntun menerima bentuk-bentuk kefasikan tanpa berdaya. Agama yang seperti inilah yang diinginkan oleh orang banyak.
Pernyataan gereja mengenai hak mengampuni dosa, menuntun pengikut-¬pengikut Romanisme merasa bebas berbuat dosa; dan peraturan pengaku¬an, tanpa itu pengampunan tidak diberikan, juga cenderung memberi izin untuk melakukan kejahatan. la yang berlutut di depan orang yang sudah jatuh, dan membukakan pengakuan pikiran-pikiran yang tersembunyi dan imaginasi hati, merendahkan kemanusiaannya, dan merendahkan derajat setiap naluri jiwanya yang agung. Di dalam membukakan dosa-dosa hi¬dupnya kepada seseorang imam,—suatu kesalahan dan dosa fana, dan ter¬lalu seringkali dikuasai anggur dan hawa nafsu—standar tabiatnya diren¬dahkan,, dan akibatnya ia dicemarkan. Pemikirannya mengenai Allah di¬rendahkan kepada keserupaan dengan manusia yang telah jatuh, karena imam bertindak selaku wakil Allah. Pengakuan dosa manusia kepada ma¬nusia yang merendahkan derajat ini adalah mata air rahasia dari mana mengalir banyak kejahatan yang mencemarkan dunia ini, dan melayakkannya kepada kebinasaan terakhir. Namun bagi mereka yang mencintai pemanja¬an diri, lebih menyenangkan mengakui kepada sesama manusia fana dari¬pada membukakan jiwa kepada Allah. Adalah lebih enak kepada alamiah manusia membayar Benda daripada meninggalkan dosa, adalah lebih mu¬dah merendahkan diri dengan berpakaian karung dan daun jelatang serta rantai kehinaan daripada menyalibkan nafsu daging. Beratlah kuk yang rela dipikul oleh hati duniawi daripada menunduk kepada kuk Kristus.
Ada persamaan yang mencolok antara Gereja Roma dengan Gereja Yahudi pada waktu kedatangan Kristus yang pertama. Pada waktu orang Yahudi secara diam-diam menginjak-injak setiap prinsip hukum Allah, secara lahiriah mereka dengan ketat mematuhi semua ajaran-ajarannya, membebani diri dengan ketetapan-ketetapan dan tradisi yang membuat penurutan itu menyakitkan dan menjadi beban. Sebagaimana orang-orang Yahudi mengaku menghormati hukum, demikian juga pengikut-pengikut Romawi mengatakan menghormati Salib. Mereka meninggikan lambang penderitaan Kristus, sementara di dalam hidup mereka, mereka menyang¬kal Dia yang dilambangkannya.
Para pengikut paus menempatkan salib-salib di atas gereja-gereja me¬reka, di atas altar-altar mereka dan pada jubah mereka. Di mana-mana ter¬lihat tanda-tanda salib. Di mana saja secara luar salib itu dihormat dan di¬tinggikan. Tetapi ajaran-ajaran Kristus dikubur di bawah sejumlah tradisi yang tak ada arti, penafsiran palsu dan peraturan-peraturan yang keras. Kata¬-kata Juruselamat mengenai orang-orang Yahudi yang fanatik, mengena de¬ngan tepat kepada para pemimpin Gereja Katolik Roma: "Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya." (Matius 23:4). Jiwa-jiwa yang berhati¬-hati terus menerus diteror ketakutan akan murka Allah, sementara banyak para pejabat-pejabat gereja hidup dalam kemewahan dan kesenangan hawa nafsu.
Penyembahan patung dan benda-benda keramat, doa-doa kepada orang¬-orang suci dengan pengagungan dan pemujaan paus, adalah alat-alat Setan untuk mengalihkan perhatian manusia dari Allah dan dari Anaknya. Untuk mencapai kehancuran mereka, ia berusaha mengalihkan perhatian mereka dari Dia, yang hanya melalui Dia saja mereka boleh mendapat keselamat¬an. Setan itu akan menuntun mereka kepada apa saja yang dapat menggan¬tikan Dia yang sudah berkata, "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu." (Matius 11:28).
Adalah usaha tetap Setan untuk salah melukiskan tabiat Allah, sifat dosa, dan masalah sebenarnya yang dipersoalkan dalam pertikaian besar itu. Penipuannya mengurangi kewajiban menuruti hukum Ilahi, dan memberi¬kan izin bagi manusia untuk berbuat dosa. Pada waktu yang sama ia mem¬buat mereka menyenangi konsepsi yang salah mengenai Allah, sehingga mereka menurutinya dengan rasa takut dan benci, gantinya karena kasih. Kekejaman yang menyatu dalam tabiatnya dikenakan kepada Pencipta; yang diwujudkan dalam sistem agama, dan dinyatakan di dalam cara perbaktian. Dengan demikian pikiran manusia dibutakan, dan Setan memastikan me¬reka sebagai agen-agennya untuk berperang melawan Allah. Dengan konsep-¬konsep yang salah mengenai sifat-sifat Ilahi, bangsa-bangsa kafir telah dituntun untuk mempercayai pengorbanan-pengorbanan manusia yang perlu untuk memperoleh perkenanan ilahi; dan kekejaman-kekejaman yang me¬ngerikan telah dilakukan di bawah berbagai bentuk penyembahan berhala.
Gereja Katolik Roma, yang mempersatukan bentuk-bentuk kekafiran dan Kekristenan, dan seperti, kekafiran menyalahgambarkan tabiat Allah, telah menjalankan praktik-praktik yang tidak kurang kejamnya dan sangat menjijikkan. Pada zaman keunggulan Roma, ada alat-alat penyiksa untuk memaksa orang-orang setuju kepada doktrin-doktrinnya. Ada tiang tempat menganiaya mereka yang tidak mau mengakui tuntutannya. Ada pembunuh¬an masal dengan jumlah yang tidak akan pernah diketahui sampai kelak dinyatakan di penghakiman Tuhan. Para pejabat tinggi gereja mempela¬jari, di bawah pimpinan Setan tuan mereka, Cara untuk menciptakan pe¬nyiksaan yang paling mengerikan, namun tidak sampai menghabisi nyawa korban. Dalam banyak kasus, proses yang sangat mengerikan itu diulangi sampai ke batas kesanggupan manusia menahannya, sampai akhirnya alam menghentikan pergumulan itu alias mati, dan si penderita menyambutnya sebagai suatu kelepasan yang menyenangkan.
Demikianlah nasib lawan-lawan Roma. Bagi para pengikut-pengikutnya ia menyediakan disiplin dengan cambuk, dengan kelaparan, siksaan fisik dalam berbagai bentuk yang dapat dilakukan, dan yang menyakitkan hati. Untuk memperoleh perkenanan surga, orang yang bertobat melanggar hukum Allah oleh melanggar hukum alam. Mereka telah diajar untuk me¬mutuskan ikatan-ikatan yang telah dibuat-Nya untuk memberkati dan meng¬gembirakan kehidupan duniawi manusia. Pekarangan gereja berisi berjuta-¬juta korban yang telah mengorbankan nyawanya dengan sia-sia dalam usahanya untuk menaklukkan kasih alamiah mereka, untuk menekan seti¬ap pikiran dan perasaan simpati kepada sesama makhluk, sebagaimana hal itu merupakan pelanggaran kepada Allah.
Jikalau kita ingin mengerti kekejaman yang pasti dari Setan yang di¬nyatakan selama ratusan tahun, bukan di antara mereka yang tidak pernah mendengar tentang Allah, tetapi justru pada jantung dan sepanjang masa Kekristenan, kita cukup melihat pada sejarah Romanisme. Melalui sistem penipuan raksasa ini raja kejahatan mencapai tujuannya untuk menghina Allah dan menyengsarakan manusia. Dan sebagaimana kita lihat bagaima¬na ia berhasil menyamarkan dirinya dan melaksanakan pekerjaannya me¬lalui para pemimpin gereja, kita boleh mengerti lebih baik mengapa ia sa¬ngat membenci Alkitab. Jika kitab itu dibaca, kemurahan dan kasih Allah akan dinyatakan, akan kelihatan bahwa Ia tidak menimpakan kepada manusia beban-beban berat. Apa yang diminta-Nya adalah hati yang han¬cur dan menyesal, roh yang merendahkan diri dan menurut.
Kristus tidak memberikan teladan dalam hidup-Nya bagi pria dan wanita untuk mengurung diri di dalam biara-biara agar layak masuk surga. Ia tidak pernah mengajarkan bahwa kasih dan simpati harus ditindas. Hati Juruse¬lamat dipenuhi dengan kasih. Semakin dekat seseorang kepada kesempur¬naan moral, semakin tajam perasaannya, semakin tajam pengamatannya kepada dosa, dan semakin dalam simpatinya kepada mereka yang mende-rita. Paus menyatakan dirinya wakil Kristus, tetapi bagaimanakah tabiatnya dibandingkan dengan tabiat Juruselamat kita itu? Pernahkah Kristus mengirimkan orang ke penjara atau ke tempat penyiksaan oleh karena mereka tidak menghormati-Nya sebagai Raja Surga? Pernahkah terdengar suaranya menghukum mati mereka yang tidak menerima-Nya? Pada waktu la di¬remehkan orang-orang di suatu desa Samaria, Rasul Yohanes sangat marah, dan bertanya, "Tuhan, apakah Engkau mau, supaya kami menyuruh api turun dari langit'untuk membinasakan mereka?" Yesus memandang mu¬rid-Nya ini dengan rasa kasihan, dan menegur rohnya yang kasar itu de¬ngan berkata, "Anak Manusia datang bukan untuk membinasakan manusia tetapi menyelamatkan mereka." (Lukas 9:54, 56—terjemahan langsung). Betapa berbedanya roh yang ditunjukkan Kristus dengan yang ada pada dia yang mengaku wakil-Nya.
Gereja Roma sekarang ini menampilkan wajah yang menyenangkan kepada dunia, menutupi catatan kekejamannya yang mengerikan dengan berbagai permohonan maaf. la telah menutupi dirinya dengan jubah yang menyerupai Kristus, tetapi ia sendiri tidak berubah. Segala prinsip kepausan yang ada pada zaman-zaman dulu ada sekarang ini. Doktrin-doktrin yang dibuat pada zaman yang paling gelap masih tetap dipertahankan. Biarlah jangan seorang pun menipu dirinya sendiri. Kepausan yang akan dihormati oleh Protestan sekarang ini adalah sama dengan yang memerintah dunia pada zaman Pembaruan, pada waktu mana hamba-hamba Allah berdiri mempertaruhkan nyawa mereka, untuk menelanjangi kejahatan kepausan. Kepausan memiliki keangkuhan dan kesombongan yang berkuasa atas raja-raja dan pangeran-pangeran, dan mengatakan mempunyai hak-hak istime¬wa dari Allah. Rohnya tidak kurang kejamnya dan kesewenang-wenang¬annya sekarang dibandingkan dengan waktu ia menindas kebebasan umat manusia, dan membantai orang-orang kudus Yang Mahatinggi.
Kepausan adalah apa yang dinyatakan oleh nubuatan yang menjadi ke¬murtadan pada akhir zaman. (2 Tesalonika 2:3, 4). Adalah menjadi bagian dari kebijakannya untuk memakai tabiat yang membantu mencapai tujuan¬nya, tetapi di balik penampilannya yang berubah-ubah bagaikan bunglon itu, ia menyembunyikan bisa ular yang tidak berubah-ubah. "Iman jangan¬lah dipelihara bersama para bidat atau orang-orang yang dicurigai memi¬liki aliran swat."7---Lenfant,, "History of the Council of Constance," Jld. I, hlm. 516, katanya. Haruskah kekuasaan ini, yang catatannya selama seribu tahun telah dituliskan dengan darah orang-orang kudus, diakui sebagai bagian dari gereja Kristus?
Bukan tanpa alasan bahwa pernyataan telah diketengahkan di Negara-¬negara Protestan, yang mengatakan bahwa ajaran Katolik tidak berbeda jauh dari ajaran Protestan, dibandingkan dengan zaman dulu. Telah terjadi suatu perubahan, tetapi perubahan itu tidak terjadi pada kepausan. Memang benar, ajaran Katolik sekarang banyak menyerupai ajaran Protestan yang ada sekarang, oleh karena ajaran Protestan telah mengalami degenerasi yang besar sejak zaman para Pembaru.
Sementara gereja-gereja Protestan berusaha agar diterima dan disukai dunia, kebaikan hati palsu telah membutakan mata mereka. Mereka meli¬hat bahwa adalah benar mempercayai kebaikan dari segala kejahatan, dan sebagai akibatnya, pada akhirnya mereka mempercayai kejahatan dari segala kebaikan. Sebagai gantinya berdiri mempertahankan iman yang pada suatu saat diberikan kepada orang-orang kudus, sekarang mereka, seperti sebelumnya, memohon maaf kepada Roma atas pendapat yang tidak baik mengenai dia, dan memohon keampunan atas kefanatikannya.
Sebagian besar orang-orang, bahkan termasuk mereka yang tidak me¬nyukai Romanisme, tidak begitu menyadari bahaya yang timbul dari kekua¬saan dan pengaruh kepausan itu. Banyak yang berpendapat,bahwa kegelapan intelektual dan moral yang merajalela pada Abad Pertengahan memudahkan penyebaran dogma-dogmanya, ketakhyulannya dan penindasannya. Dan pemikiran dan kecerdasan yang lebih meningkat pads zaman modern, pe¬nyebaran pengetahuan secara umum, dan meningkatnya kebebasan dalam hal-hal agama, akan mencegah timbulnya kembali sikap tidak toleran dan kelaliman. Pendapat yang mengatakan keadaan seperti itu akan timbul pads zaman modem ini adalah suatu perkara yang lucu. Benar bahwa terang be¬sar pemikiran dan kecerdasan, moral dan keagamaan sedang bersinar ke atas generasi ini. Dalam halaman-halaman terbuka firman Allah yang suci, terang dari surga telah dipancarkan ke dunia ini. Tetapi harus diingat, bah-wa semakin besar terang yang dikaruniakan, semakin besar kegelapan pada mereka yang memutarbalikkan dan menolak terang itu.
Pelajaran Alkitab yang disertai doa akan menunjukkan kepada Protestan tabiat sejati kepausan, dan akan mengakibatkan mereka tidak menyukainya dan menjauhkan diri dari padanya. Tetapi banyak yang merasa begitu bijak dalam keangkuhan mereka sehingga mereka merasa tidak perlu men¬cari Allah dalam kerendahan hati, yang dapat menuntun mereka kepada kebenaran. Walaupun mereka berbangga dalam pengetahuan, mereka se-benarnya bodoh dalam Alkitab dan kuasa Allah. Mereka pasti mempunyai cara untuk mendiamkan hati nurani mereka, dan mereka mencari yang ku¬rang rohani dan merendahkan. Apa yang mereka inginkan adalah metode untuk melupakan Allah yang akan melampaui metode mengingat-Nya. Kepausan dapat menyesuaikan diri untuk menghadapi semua ini. Kepausan dipersiapkan bagi dua kelompok umat manusia, yang mencakup hampir seluruh dunia—mereka yang akan diselamatkan oleh jasa-jasa perbuatan mereka sendiri, dan mereka yang akan diselamatkan di dalam dosa-dosa¬nya sendiri. Inilah rahasia kuasanya.
Telah ditunjukkan bahwa suatu masa kegelapan intelektual adalah masa yang menguntungkan demi suksesnya kepausan. Masih akan ditunjukkan bahwa suatu masa terang intelektual pun sama menguntungkan kesuksesan¬nya. Pada zaman yang lampau bilamana orang-orang tanpa firman Allah, dan tanpa pengetahuan kebenaran, mata mereka ditutupi, dan ribuan orang terjerat, tidak dapat melihat jerat yang ditebarkan di kaki mereka. Pada generasi ini banyak orang yang matanya menjadi silau oleh gemerlapnya spekulasi manusia, "yang secara salah dikatakan ilmu pengetahuan." Me¬reka tidak mengetahui jaring itu, dan berjalan masuk ke dalamnya seolah¬-olah matanya ditutupi dengan kain. Allah merencanakan bahwa kuasa inte¬lektual manusia itu dipertahankan sebagai suatu karunia dari Penciptanya, dan harus digunakan untuk melayani kebenaran dan keadilan. Tetapi bila¬mana kesombongan dan ambisi menguasai, dan manusia meninggikan teori mereka sendiri di atas firman Allah, maka intelektual manusia dapat men¬datangkan bahaya yang lebih besar daripada, kebodohan. Demikianlah ilmu pengetahuan palsu zaman ini, yang merusakkan kepercayaan kepada Alkitab, akan membuktikan kesuksesannya dalam menyediakan jalan untuk mene¬rima kepausan, dengan bentuk-bentuknya yang menyenangkan, sebagaima¬na dengan menahan pengetahuan membuka jalan kepada keagungannya pada Zaman Kegelapan.
Dalam pergerakan-pergerakan yang sekarang berlangsung di Amerika Serikat untuk memperoleh dukungan pemerintah kepada institusi-institusi dan tradisi gereja, Protestan mengikuti jejak para pengikut kepausan. Bah¬kan, lebih dari itu, mereka membuka pintu kepada kepausan untuk menda¬patkan kembali dalam Protestan Amerika keunggulan yang telah hilang di Dunia Lama (Eropa). Dan apa yang paling penting dalam gerakan ini ialah kenyataan bahwa tujuan utama yang terkandung di dalamnya ialah pemak¬saan pemeliharaan hari Minggu suatu kebiasaan yang bermula dari Roma, dan yang dikatakannya sebagai tanda kekuasaannya. Adalah roh kepaus¬an,—roh menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan dunia, meninggi¬kan tradisi manusia di atas perintah-perintah Allah—yang menembusi ge¬reja-gereja Protestan, dan menuntun mereka terus melakukan pekerjaan yang sama, yaitu meninggikan hari Minggu, yang telah dilakukan oleh kepausan sebelum mereka.
jikalau pembaca mau mengerti agen-agen yang akan digunakan dalam pertarungan yang akan segera datang, maka pembaca harus menelusuri catatan mengenai sarana-sarana yang digunakan Roma untuk tujuan yang sama pada zaman lampau. Jikalau hendak mengetahui bagaimana para pengikut kepausan dan Protestan yang bersatu itu memperlakukan mereka yang menolak dogma-dogma mereka, perhatikanlah roh yang ditunjukkan oleh Roma terhadap hari Sabat dan para pendukungnya.
Titah kerajaan, konsili-konsili umum dan peraturan-peraturan gereja yang didukung oleh kekuasaan sekular atau pemerintah, adalah langkah-lang¬kah oleh mana perayaan-perayaan kekafiran mendapat tempatnya yang terhormat di dunia Kristen. Undang-undang pertama yang memaksakan pemeliharaan hari Minggu adalah undang-undang yang diberlakukan oleh Constantine (AD. 321 ) Perintah ini mengharuskan penduduk kota beristirahat pada "hari matahari yang dihormati," tetapi mengizinkan penduduk desa meneruskan pekerjaan bertani mereka. Walaupun perintah itu sebenarnya adalah suatu undang-undang kekafiran, namun telah dipaksakan oleh kaisar setelah ia menerima Kekristenan secara nominal.
Perintah raja itu tidak terbukti sebagai pengganti kekuasaan Ilahi, oleh karena itu Eusebius, seorang uskup yang mengupayakan perkenanan para pangeran, dan yang menjadi teman khusus dan penyanjung Constantine, mengajukan pernyataan bahwa Kristus telah memindahkan Sabat ke hari Minggu. Tidak satu pun kesaksian Alkitab yang membuktikan dukungan kepada doktrin yang baru ini. Eusebius sendiri secara tidak sadar mengakui kepalsuannya, dan menunjuk kepada mereka-mereka yang mengadakan perubahan itu. "Segala sesuatu," katanya, "apa sajapun yang menjadi ke¬wajiban yang dilakukan pada hari Sabat, semua ini telah kami pindahkan ke hari Tuhan."--Cox, R., "Sabbath Laws and Sabbath Duties," hlm. 538. Tetapi argumentasi mengenai hari Minggu ini, meskipun tidak berdasar, memberikan semangat kepada orang-orang untuk menginjak-injak Sabat Tuhan. Semua yang mau dihormati oleh dunia menerima perayaan populer ini.
Sementara kepausan menjadi semakin kokoh, usaha pemujaan hari Minggu diteruskan. Untuk sementara orang-orang bekerja di pertanian bi¬lamana mereka tidak pergi ke gereja, dan hari yang ketujuh masih dianggap sebagai hari Sabat. Tetapi perubahan terus terjadi. Mereka yang mendu¬duki jabatan suci dilarang memberikan pertimbangan dalam setiap perti¬kaian sipil mengenai hari Minggu. Segera sesudah itu, semua orang, dari berbagai lapisan masyarakat, diperintahkan untuk berhenti dari pekerjaan biasa, dengan ancaman denda bagi orang bebas, dan cambukan bagi para budak. Kemudian orang-orang kaya harus dihukum dengan menyita sete¬ngah dari harta mereka; dan akhirnya, bila mereka masih keras kepala me¬reka harus dijadikan budak. Golongan masyarakat yang lebih rendah harus dibuang atau diusir selama-lamanya.
Para pembela kepausan menyatakan bahwa gereja telah membuat kesa¬lahan; dan dunia Protestan cenderung menerima pernyataan itu. Banyak yang berpendapat bahwa tidaklah adil untuk menghakimi gereja sekarang dengan kekejian dan sesuatu yang mustahil yang menandai pemerintahannya selama abad-abad kebodohan dan kegelapan. Mereka memaafkan keke¬jamannya yang mengerikan itu sebagai akibat dari Barbarisms pada waktu itu, dan menyatakan bahwa pengaruh peradaban modern telah mengubah perasaan dan sentimennya.
Apakah orang-orang ini sudah lupa pernyataan tidak pernah bersalah selama delapan ratus tahun yang dinyatakan oleh penguasa yang sombong ini? Jauh dari dihapuskan, pernyataan Bahkan dikukuhkan pada abad ke sembilan belas dengan kepastian yang lebih besar dari sebelumnya. Sebagaimana Roma menyatakan bahwa gereja "tidak bersalah, atau tidak akan pernah bersalah, menurut Alkitab, " (Mosheim, "Eccl. Hist," b. 3, cent. 11, part 2, ch. 2, par. 9, note 1), bagaimanakah ia dapat meninggalkan prinsip-¬prinsip yang mengatur geraknya pada abad-abad sebelumnya?
Gereja kepausan tidak akan pernah meninggalkan pernyataannya seba¬gai yang tidak pernah salah. Semua yang telah dilakukannya dengan meng¬aniaya mereka yang menolak dogma-dogmanya, dinyatakan sebagai tin¬dakan yang benar. Dan tidakkah ia akan mengulangi tindakan-tindakan Yang serupa itu seandainya kesempatan diberikan? Seandainya segala pem¬batasan yang diberlakukan oleh pemerintah dicabut, dan Roma dikembalikan kepada kekuasaannya yang semula, maka akan segera bangkit kembali kelaliman dan penganiayaannya.
Seorang penulis kenamaan berbicara mengenai sikap, hirarki kepausan sehubungan dengan kebebasan hati nurani, dan bahaya yang terutama meng¬ancam Amerika Serikat dari keberhasilan politiknya:
"Banyak orang cenderung berpendapat bahwa ketakutan terhadap Ka¬tolikisme Romawi di Amerika Serikat adalah suatu kefanatikan atau sifat kekanak-kanakan. Mereka ini tidak melihat sesuatu dalam tabiat dan sikap, Romanisme yang bermusuhan dengan lembaga-lembaga kita, atau tidak menemukan sesuatu yang luar biasa di dalam pertumbuhannya. Kalau be¬gitu, marilah kita pertama-tama membandingkan beberapa prinsip-prinsip dasar pemerintahan Amerika Serikat dengan prinsip-prinsip Gereja Katolik.
"Konstitusi Amerika Serikat menjamin kebebasan hati nurani. Tidak ada yang lebih mahal atau lebih mendasar. Paus Pius IX, dalam Surat En¬siklikalnya pada tanggal 15 Agustus 1854 mengatakan, 'Doktrin-doktrin yang tidak masuk akal dan salah atau omongan yang tidak rasional dalam mempertahankan kebebasan hati nurani, adalah kesalahan yang paling mewabah—satu wabah dari semua yang lain, yang paling ditakuti di suatu negara.' Paus yang sama, dalam Surat Ensiklikalnya pada tanggal 8 Desember 1864, mengharamkan ‘mereka yang menyatakan kebebasan hati nurani dan kebebasan perbaktian keagamaan,' dan juga, 'semua yang mem¬pertahankan bahwa gereja tidak boleh menggunakan kekerasan.'
"Nada perdamaian Roma di Amerika Serikat tidak berarti adanya peru¬bahan hati. Ia akan bersikap toleransi bilamana ia tidak berdaya. Uskup O'Connor berkata, 'Kebebasan beragama hanya dapat bertahan sampai yang sebaliknya dapat dijalankan tanpa membahayakan dunia Katolik.' .Uskup besar St. Louis pernah berkata, 'Bidat dan ketidakpercayaan adalah kejahatan; dan di negara-negara Kristen, seperti di Italia dan Spanyol, se¬bagai contoh, di mana semua penduduk adalah penganut Katolik, dan di mana agama Katolik merupakan bagian penting dari hukum negara itu, mereka dihukum sebagaimana kejahatan-kejahatan lainnya.' .. .
"Setiap kardinal, uskup besar dan uskup dalam Gereja Katolik bersumpah setia kepada paus, di mana terdapat kata-kata berikut: 'Para bidat, pemecah belah, pemberontak kepada tuan kita (paus), atau para penerusnya, aku akan menganiaya dan melawan dengan sekuat tenaga."'—Strong,.Dr. Josiah, "Our Country," psl. 5, bagian. 1-3.
Adalah benar bahwa ada orang-orang Kristen sejati di dalam persekutuan Katolik. Ribuan orang di dalam gereja itu sedang melayani Allah sesuai dengan terang terbaik yang mereka miliki. Mereka tidak diizinkan memba¬ca firman-Nya, dan oleh sebab itu mereka tidak mengerti kebenaran. Mere¬ka tidak pernah melihat perbedaan antara pelayanan yang sejati yang dari dalam hati dengan serangkaian bentuk dan upacara-upacara. Allah meman-dang dengan belas kasihan yang lembut jiwa-jiwa ini, yg dididik dalam iman yang palsu dan yang tidak memuaskan. la akan mengirimkan sinar-¬sinar terang menembusi kegelapan yang mengelilingi mereka. Ia akan menyatakan kepada mereka kebenaran sebagaimana yang ada di dalam Yesus, dan banyak kelak yang akan bergabung dengan umat-Nya.
Tetapi Romanisme sebagai suatu sistem tidak lebih selaras dengan Injil Kristus sekarang daripada masa-masa sebelumnya dalam sejarahnya. Gereja-gereja Protestan berada dalam kegelapan besar; kalau tidak demikian, mereka tentu dapat memahami tanda-tanda zaman. Gereja Romawi mem¬punyai jangkauan luas dan jauh, dalam perencanaan dan operasinya. Ia menggunakan segala cara untuk meluaskan pengaruhnya dan menambah kekuasaannya untuk persediaan kepada pertentangan yang dahsyat dan menentukan untuk menguasai kembali dunia ini, untuk mengadakan kem¬bali penganiayaan, dan merusakkan semua yang telah dibuat oleh Protestan. Katolikisme sedang mencapai kekuatan di segala sudut. Lihatlah pertambah¬an gereja-gerejanya dan tempat-tempat perbaktian di negara-negara Pro¬testan. Perhatikan ketenaran perguruan-perguruan tinggi dan seminari-se¬minari mereka di Amerika, yang ditiru secara luas oleh Protestan. Perhatikan pertumbuhan ritualisme di Inggris, dan pembelotan-pembelotan kepada Katolik yang sering terjadi. Perkara-perkara ini seharusnya membangkit¬kan kecemasan semua orang yang menghargai dan menjunjung tinggi prin¬sip-prinsip injil.
Protestan telah berubah kepada dan meniru kepausan; mereka telah ber¬kompromi dan memberi konsepsi di mana para pengikut kepausan sendiri heran melihatnya, dan tidak dapat memahaminya. Manusia sedang menutup mata terhadap tabiat Romanisme yang sebenarnya, dan bahaya yang akan timbul dari keunggulannya. Orang-orang perlu dibangunkan untuk mena¬han lajunya musuh kebebasan sipil dan agama yang paling berbahaya ini.
Banyak orang Protestan menganggap bahwa agama Katolik tidak menarik, dan bahwa perbaktiannya adalah upacara yang menjemukan dan tidak berarti. Mereka salah. Walaupun Romanisme didasarkan atas peni¬puan, ia tidak melakukannya dengan kasar dan kaku. Upacara keagamaan Gereja Roma adalah suatu upacara yang sangat berkesan. Peragaannya yang indah dan upacara-upacaranya yang khidmat mempesona perasaan orang-¬orang dan membungkam suara pertimbangan dan hati nurani. Mata terpikat. Gedung-gedung gereja yang indah dan megah, prosesi yang mengagum¬kan, altar-altar keemasan, tempat-tempat pemujaan yang berhias permata, lukisan-lukisan pilihan dan pahatan halus patung-patung menggugah ke¬cintaan kepada keindahan. Telinga juga ikut terpikat Musiknya tiada tan¬dingannya. Alunan nada-nada lembut dari suara organ dipadu dengan lagu dari paduan suara yangberkumandang memenuhi kubah-kubah yang tinggi dan lorong-lorong berpilar pada katedral-katedral besar, tidak boleh ti¬dak akan memberi kesan kagum dan rasa hormat kepada pikiran.
Kemegahan peragaan lahiriah, pertunjukan dan upacara ini, yang hanya mecemoohkan kerinduan jiwa yang berpenyakit dosa, adalah suatu bukti kejahatan batiniah. Agama Kristen tidak membutuhkan penarikan seperti itu. Dalam terang yang bersinar dari salib, Kekristenan yang benar tampak begitu murni dan indah sehingga tidak ada dekorasi luar yang dapat me¬ninggikan nilainya yang sebenarnya. Keindahan kesucian, roh yang lemah lembut dan tenteramlah yang berharga di hadapan Allah.
Kecemerlangan gaya tidak selalu merupakan ukuran pemikiran murni dan agung. Konsep-konsep yang tinggi mengenai seni, kehalusan cita rasa sering timbul dalam pikiran-pikiran duniawi dan yang penuh hawa nafsu. Hal-hal ini sering digunakan oleh Setan untuk menuntun orang-orang un¬tuk melupakan kebutuhan-kebutuhan jiwa, menghilangkan pandangan ke¬pada masa depan, kehidupan yang kekal, untuk menjauhi Penolongnya yang kekal, dan hidup hanya bagi dunia ini saja.
Agama lahiriah menarik bagi hati yang tidak dibarui. Pertunjukan megah dan upacara perbaktian Katolik mempunyai kuasa memikat dan menggoda, oleh mana banyak orang disesatkan; sehingga mereka melihat Gereja Roma itu benar-benar sebagai pintu gerbang surga. Hanya mereka yang telah berpijak dengan kukuh di atas dasar kebenaran, yang hatinya dibarui oleh Roh Allah, yang dapat bertahan melawan pengaruhnya. Ribuan orang yang belum mengalami pengetahuan tentang Kristus akan dituntun menerima bentuk-bentuk kefasikan tanpa berdaya. Agama yang seperti inilah yang diinginkan oleh orang banyak.
Pernyataan gereja mengenai hak mengampuni dosa, menuntun pengikut-¬pengikut Romanisme merasa bebas berbuat dosa; dan peraturan pengaku¬an, tanpa itu pengampunan tidak diberikan, juga cenderung memberi izin untuk melakukan kejahatan. la yang berlutut di depan orang yang sudah jatuh, dan membukakan pengakuan pikiran-pikiran yang tersembunyi dan imaginasi hati, merendahkan kemanusiaannya, dan merendahkan derajat setiap naluri jiwanya yang agung. Di dalam membukakan dosa-dosa hi¬dupnya kepada seseorang imam,—suatu kesalahan dan dosa fana, dan ter¬lalu seringkali dikuasai anggur dan hawa nafsu—standar tabiatnya diren¬dahkan,, dan akibatnya ia dicemarkan. Pemikirannya mengenai Allah di¬rendahkan kepada keserupaan dengan manusia yang telah jatuh, karena imam bertindak selaku wakil Allah. Pengakuan dosa manusia kepada ma¬nusia yang merendahkan derajat ini adalah mata air rahasia dari mana mengalir banyak kejahatan yang mencemarkan dunia ini, dan melayakkannya kepada kebinasaan terakhir. Namun bagi mereka yang mencintai pemanja¬an diri, lebih menyenangkan mengakui kepada sesama manusia fana dari¬pada membukakan jiwa kepada Allah. Adalah lebih enak kepada alamiah manusia membayar Benda daripada meninggalkan dosa, adalah lebih mu¬dah merendahkan diri dengan berpakaian karung dan daun jelatang serta rantai kehinaan daripada menyalibkan nafsu daging. Beratlah kuk yang rela dipikul oleh hati duniawi daripada menunduk kepada kuk Kristus.
Ada persamaan yang mencolok antara Gereja Roma dengan Gereja Yahudi pada waktu kedatangan Kristus yang pertama. Pada waktu orang Yahudi secara diam-diam menginjak-injak setiap prinsip hukum Allah, secara lahiriah mereka dengan ketat mematuhi semua ajaran-ajarannya, membebani diri dengan ketetapan-ketetapan dan tradisi yang membuat penurutan itu menyakitkan dan menjadi beban. Sebagaimana orang-orang Yahudi mengaku menghormati hukum, demikian juga pengikut-pengikut Romawi mengatakan menghormati Salib. Mereka meninggikan lambang penderitaan Kristus, sementara di dalam hidup mereka, mereka menyang¬kal Dia yang dilambangkannya.
Para pengikut paus menempatkan salib-salib di atas gereja-gereja me¬reka, di atas altar-altar mereka dan pada jubah mereka. Di mana-mana ter¬lihat tanda-tanda salib. Di mana saja secara luar salib itu dihormat dan di¬tinggikan. Tetapi ajaran-ajaran Kristus dikubur di bawah sejumlah tradisi yang tak ada arti, penafsiran palsu dan peraturan-peraturan yang keras. Kata¬-kata Juruselamat mengenai orang-orang Yahudi yang fanatik, mengena de¬ngan tepat kepada para pemimpin Gereja Katolik Roma: "Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya." (Matius 23:4). Jiwa-jiwa yang berhati¬-hati terus menerus diteror ketakutan akan murka Allah, sementara banyak para pejabat-pejabat gereja hidup dalam kemewahan dan kesenangan hawa nafsu.
Penyembahan patung dan benda-benda keramat, doa-doa kepada orang¬-orang suci dengan pengagungan dan pemujaan paus, adalah alat-alat Setan untuk mengalihkan perhatian manusia dari Allah dan dari Anaknya. Untuk mencapai kehancuran mereka, ia berusaha mengalihkan perhatian mereka dari Dia, yang hanya melalui Dia saja mereka boleh mendapat keselamat¬an. Setan itu akan menuntun mereka kepada apa saja yang dapat menggan¬tikan Dia yang sudah berkata, "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu." (Matius 11:28).
Adalah usaha tetap Setan untuk salah melukiskan tabiat Allah, sifat dosa, dan masalah sebenarnya yang dipersoalkan dalam pertikaian besar itu. Penipuannya mengurangi kewajiban menuruti hukum Ilahi, dan memberi¬kan izin bagi manusia untuk berbuat dosa. Pada waktu yang sama ia mem¬buat mereka menyenangi konsepsi yang salah mengenai Allah, sehingga mereka menurutinya dengan rasa takut dan benci, gantinya karena kasih. Kekejaman yang menyatu dalam tabiatnya dikenakan kepada Pencipta; yang diwujudkan dalam sistem agama, dan dinyatakan di dalam cara perbaktian. Dengan demikian pikiran manusia dibutakan, dan Setan memastikan me¬reka sebagai agen-agennya untuk berperang melawan Allah. Dengan konsep-¬konsep yang salah mengenai sifat-sifat Ilahi, bangsa-bangsa kafir telah dituntun untuk mempercayai pengorbanan-pengorbanan manusia yang perlu untuk memperoleh perkenanan ilahi; dan kekejaman-kekejaman yang me¬ngerikan telah dilakukan di bawah berbagai bentuk penyembahan berhala.
Gereja Katolik Roma, yang mempersatukan bentuk-bentuk kekafiran dan Kekristenan, dan seperti, kekafiran menyalahgambarkan tabiat Allah, telah menjalankan praktik-praktik yang tidak kurang kejamnya dan sangat menjijikkan. Pada zaman keunggulan Roma, ada alat-alat penyiksa untuk memaksa orang-orang setuju kepada doktrin-doktrinnya. Ada tiang tempat menganiaya mereka yang tidak mau mengakui tuntutannya. Ada pembunuh¬an masal dengan jumlah yang tidak akan pernah diketahui sampai kelak dinyatakan di penghakiman Tuhan. Para pejabat tinggi gereja mempela¬jari, di bawah pimpinan Setan tuan mereka, Cara untuk menciptakan pe¬nyiksaan yang paling mengerikan, namun tidak sampai menghabisi nyawa korban. Dalam banyak kasus, proses yang sangat mengerikan itu diulangi sampai ke batas kesanggupan manusia menahannya, sampai akhirnya alam menghentikan pergumulan itu alias mati, dan si penderita menyambutnya sebagai suatu kelepasan yang menyenangkan.
Demikianlah nasib lawan-lawan Roma. Bagi para pengikut-pengikutnya ia menyediakan disiplin dengan cambuk, dengan kelaparan, siksaan fisik dalam berbagai bentuk yang dapat dilakukan, dan yang menyakitkan hati. Untuk memperoleh perkenanan surga, orang yang bertobat melanggar hukum Allah oleh melanggar hukum alam. Mereka telah diajar untuk me¬mutuskan ikatan-ikatan yang telah dibuat-Nya untuk memberkati dan meng¬gembirakan kehidupan duniawi manusia. Pekarangan gereja berisi berjuta-¬juta korban yang telah mengorbankan nyawanya dengan sia-sia dalam usahanya untuk menaklukkan kasih alamiah mereka, untuk menekan seti¬ap pikiran dan perasaan simpati kepada sesama makhluk, sebagaimana hal itu merupakan pelanggaran kepada Allah.
Jikalau kita ingin mengerti kekejaman yang pasti dari Setan yang di¬nyatakan selama ratusan tahun, bukan di antara mereka yang tidak pernah mendengar tentang Allah, tetapi justru pada jantung dan sepanjang masa Kekristenan, kita cukup melihat pada sejarah Romanisme. Melalui sistem penipuan raksasa ini raja kejahatan mencapai tujuannya untuk menghina Allah dan menyengsarakan manusia. Dan sebagaimana kita lihat bagaima¬na ia berhasil menyamarkan dirinya dan melaksanakan pekerjaannya me¬lalui para pemimpin gereja, kita boleh mengerti lebih baik mengapa ia sa¬ngat membenci Alkitab. Jika kitab itu dibaca, kemurahan dan kasih Allah akan dinyatakan, akan kelihatan bahwa Ia tidak menimpakan kepada manusia beban-beban berat. Apa yang diminta-Nya adalah hati yang han¬cur dan menyesal, roh yang merendahkan diri dan menurut.
Kristus tidak memberikan teladan dalam hidup-Nya bagi pria dan wanita untuk mengurung diri di dalam biara-biara agar layak masuk surga. Ia tidak pernah mengajarkan bahwa kasih dan simpati harus ditindas. Hati Juruse¬lamat dipenuhi dengan kasih. Semakin dekat seseorang kepada kesempur¬naan moral, semakin tajam perasaannya, semakin tajam pengamatannya kepada dosa, dan semakin dalam simpatinya kepada mereka yang mende-rita. Paus menyatakan dirinya wakil Kristus, tetapi bagaimanakah tabiatnya dibandingkan dengan tabiat Juruselamat kita itu? Pernahkah Kristus mengirimkan orang ke penjara atau ke tempat penyiksaan oleh karena mereka tidak menghormati-Nya sebagai Raja Surga? Pernahkah terdengar suaranya menghukum mati mereka yang tidak menerima-Nya? Pada waktu la di¬remehkan orang-orang di suatu desa Samaria, Rasul Yohanes sangat marah, dan bertanya, "Tuhan, apakah Engkau mau, supaya kami menyuruh api turun dari langit'untuk membinasakan mereka?" Yesus memandang mu¬rid-Nya ini dengan rasa kasihan, dan menegur rohnya yang kasar itu de¬ngan berkata, "Anak Manusia datang bukan untuk membinasakan manusia tetapi menyelamatkan mereka." (Lukas 9:54, 56—terjemahan langsung). Betapa berbedanya roh yang ditunjukkan Kristus dengan yang ada pada dia yang mengaku wakil-Nya.
Gereja Roma sekarang ini menampilkan wajah yang menyenangkan kepada dunia, menutupi catatan kekejamannya yang mengerikan dengan berbagai permohonan maaf. la telah menutupi dirinya dengan jubah yang menyerupai Kristus, tetapi ia sendiri tidak berubah. Segala prinsip kepausan yang ada pada zaman-zaman dulu ada sekarang ini. Doktrin-doktrin yang dibuat pada zaman yang paling gelap masih tetap dipertahankan. Biarlah jangan seorang pun menipu dirinya sendiri. Kepausan yang akan dihormati oleh Protestan sekarang ini adalah sama dengan yang memerintah dunia pada zaman Pembaruan, pada waktu mana hamba-hamba Allah berdiri mempertaruhkan nyawa mereka, untuk menelanjangi kejahatan kepausan. Kepausan memiliki keangkuhan dan kesombongan yang berkuasa atas raja-raja dan pangeran-pangeran, dan mengatakan mempunyai hak-hak istime¬wa dari Allah. Rohnya tidak kurang kejamnya dan kesewenang-wenang¬annya sekarang dibandingkan dengan waktu ia menindas kebebasan umat manusia, dan membantai orang-orang kudus Yang Mahatinggi.
Kepausan adalah apa yang dinyatakan oleh nubuatan yang menjadi ke¬murtadan pada akhir zaman. (2 Tesalonika 2:3, 4). Adalah menjadi bagian dari kebijakannya untuk memakai tabiat yang membantu mencapai tujuan¬nya, tetapi di balik penampilannya yang berubah-ubah bagaikan bunglon itu, ia menyembunyikan bisa ular yang tidak berubah-ubah. "Iman jangan¬lah dipelihara bersama para bidat atau orang-orang yang dicurigai memi¬liki aliran swat."7---Lenfant,, "History of the Council of Constance," Jld. I, hlm. 516, katanya. Haruskah kekuasaan ini, yang catatannya selama seribu tahun telah dituliskan dengan darah orang-orang kudus, diakui sebagai bagian dari gereja Kristus?
Bukan tanpa alasan bahwa pernyataan telah diketengahkan di Negara-¬negara Protestan, yang mengatakan bahwa ajaran Katolik tidak berbeda jauh dari ajaran Protestan, dibandingkan dengan zaman dulu. Telah terjadi suatu perubahan, tetapi perubahan itu tidak terjadi pada kepausan. Memang benar, ajaran Katolik sekarang banyak menyerupai ajaran Protestan yang ada sekarang, oleh karena ajaran Protestan telah mengalami degenerasi yang besar sejak zaman para Pembaru.
Sementara gereja-gereja Protestan berusaha agar diterima dan disukai dunia, kebaikan hati palsu telah membutakan mata mereka. Mereka meli¬hat bahwa adalah benar mempercayai kebaikan dari segala kejahatan, dan sebagai akibatnya, pada akhirnya mereka mempercayai kejahatan dari segala kebaikan. Sebagai gantinya berdiri mempertahankan iman yang pada suatu saat diberikan kepada orang-orang kudus, sekarang mereka, seperti sebelumnya, memohon maaf kepada Roma atas pendapat yang tidak baik mengenai dia, dan memohon keampunan atas kefanatikannya.
Sebagian besar orang-orang, bahkan termasuk mereka yang tidak me¬nyukai Romanisme, tidak begitu menyadari bahaya yang timbul dari kekua¬saan dan pengaruh kepausan itu. Banyak yang berpendapat,bahwa kegelapan intelektual dan moral yang merajalela pada Abad Pertengahan memudahkan penyebaran dogma-dogmanya, ketakhyulannya dan penindasannya. Dan pemikiran dan kecerdasan yang lebih meningkat pads zaman modern, pe¬nyebaran pengetahuan secara umum, dan meningkatnya kebebasan dalam hal-hal agama, akan mencegah timbulnya kembali sikap tidak toleran dan kelaliman. Pendapat yang mengatakan keadaan seperti itu akan timbul pads zaman modem ini adalah suatu perkara yang lucu. Benar bahwa terang be¬sar pemikiran dan kecerdasan, moral dan keagamaan sedang bersinar ke atas generasi ini. Dalam halaman-halaman terbuka firman Allah yang suci, terang dari surga telah dipancarkan ke dunia ini. Tetapi harus diingat, bah-wa semakin besar terang yang dikaruniakan, semakin besar kegelapan pada mereka yang memutarbalikkan dan menolak terang itu.
Pelajaran Alkitab yang disertai doa akan menunjukkan kepada Protestan tabiat sejati kepausan, dan akan mengakibatkan mereka tidak menyukainya dan menjauhkan diri dari padanya. Tetapi banyak yang merasa begitu bijak dalam keangkuhan mereka sehingga mereka merasa tidak perlu men¬cari Allah dalam kerendahan hati, yang dapat menuntun mereka kepada kebenaran. Walaupun mereka berbangga dalam pengetahuan, mereka se-benarnya bodoh dalam Alkitab dan kuasa Allah. Mereka pasti mempunyai cara untuk mendiamkan hati nurani mereka, dan mereka mencari yang ku¬rang rohani dan merendahkan. Apa yang mereka inginkan adalah metode untuk melupakan Allah yang akan melampaui metode mengingat-Nya. Kepausan dapat menyesuaikan diri untuk menghadapi semua ini. Kepausan dipersiapkan bagi dua kelompok umat manusia, yang mencakup hampir seluruh dunia—mereka yang akan diselamatkan oleh jasa-jasa perbuatan mereka sendiri, dan mereka yang akan diselamatkan di dalam dosa-dosa¬nya sendiri. Inilah rahasia kuasanya.
Telah ditunjukkan bahwa suatu masa kegelapan intelektual adalah masa yang menguntungkan demi suksesnya kepausan. Masih akan ditunjukkan bahwa suatu masa terang intelektual pun sama menguntungkan kesuksesan¬nya. Pada zaman yang lampau bilamana orang-orang tanpa firman Allah, dan tanpa pengetahuan kebenaran, mata mereka ditutupi, dan ribuan orang terjerat, tidak dapat melihat jerat yang ditebarkan di kaki mereka. Pada generasi ini banyak orang yang matanya menjadi silau oleh gemerlapnya spekulasi manusia, "yang secara salah dikatakan ilmu pengetahuan." Me¬reka tidak mengetahui jaring itu, dan berjalan masuk ke dalamnya seolah¬-olah matanya ditutupi dengan kain. Allah merencanakan bahwa kuasa inte¬lektual manusia itu dipertahankan sebagai suatu karunia dari Penciptanya, dan harus digunakan untuk melayani kebenaran dan keadilan. Tetapi bila¬mana kesombongan dan ambisi menguasai, dan manusia meninggikan teori mereka sendiri di atas firman Allah, maka intelektual manusia dapat men¬datangkan bahaya yang lebih besar daripada, kebodohan. Demikianlah ilmu pengetahuan palsu zaman ini, yang merusakkan kepercayaan kepada Alkitab, akan membuktikan kesuksesannya dalam menyediakan jalan untuk mene¬rima kepausan, dengan bentuk-bentuknya yang menyenangkan, sebagaima¬na dengan menahan pengetahuan membuka jalan kepada keagungannya pada Zaman Kegelapan.
Dalam pergerakan-pergerakan yang sekarang berlangsung di Amerika Serikat untuk memperoleh dukungan pemerintah kepada institusi-institusi dan tradisi gereja, Protestan mengikuti jejak para pengikut kepausan. Bah¬kan, lebih dari itu, mereka membuka pintu kepada kepausan untuk menda¬patkan kembali dalam Protestan Amerika keunggulan yang telah hilang di Dunia Lama (Eropa). Dan apa yang paling penting dalam gerakan ini ialah kenyataan bahwa tujuan utama yang terkandung di dalamnya ialah pemak¬saan pemeliharaan hari Minggu suatu kebiasaan yang bermula dari Roma, dan yang dikatakannya sebagai tanda kekuasaannya. Adalah roh kepaus¬an,—roh menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan dunia, meninggi¬kan tradisi manusia di atas perintah-perintah Allah—yang menembusi ge¬reja-gereja Protestan, dan menuntun mereka terus melakukan pekerjaan yang sama, yaitu meninggikan hari Minggu, yang telah dilakukan oleh kepausan sebelum mereka.
jikalau pembaca mau mengerti agen-agen yang akan digunakan dalam pertarungan yang akan segera datang, maka pembaca harus menelusuri catatan mengenai sarana-sarana yang digunakan Roma untuk tujuan yang sama pada zaman lampau. Jikalau hendak mengetahui bagaimana para pengikut kepausan dan Protestan yang bersatu itu memperlakukan mereka yang menolak dogma-dogma mereka, perhatikanlah roh yang ditunjukkan oleh Roma terhadap hari Sabat dan para pendukungnya.
Titah kerajaan, konsili-konsili umum dan peraturan-peraturan gereja yang didukung oleh kekuasaan sekular atau pemerintah, adalah langkah-lang¬kah oleh mana perayaan-perayaan kekafiran mendapat tempatnya yang terhormat di dunia Kristen. Undang-undang pertama yang memaksakan pemeliharaan hari Minggu adalah undang-undang yang diberlakukan oleh Constantine (AD. 321 ) Perintah ini mengharuskan penduduk kota beristirahat pada "hari matahari yang dihormati," tetapi mengizinkan penduduk desa meneruskan pekerjaan bertani mereka. Walaupun perintah itu sebenarnya adalah suatu undang-undang kekafiran, namun telah dipaksakan oleh kaisar setelah ia menerima Kekristenan secara nominal.
Perintah raja itu tidak terbukti sebagai pengganti kekuasaan Ilahi, oleh karena itu Eusebius, seorang uskup yang mengupayakan perkenanan para pangeran, dan yang menjadi teman khusus dan penyanjung Constantine, mengajukan pernyataan bahwa Kristus telah memindahkan Sabat ke hari Minggu. Tidak satu pun kesaksian Alkitab yang membuktikan dukungan kepada doktrin yang baru ini. Eusebius sendiri secara tidak sadar mengakui kepalsuannya, dan menunjuk kepada mereka-mereka yang mengadakan perubahan itu. "Segala sesuatu," katanya, "apa sajapun yang menjadi ke¬wajiban yang dilakukan pada hari Sabat, semua ini telah kami pindahkan ke hari Tuhan."--Cox, R., "Sabbath Laws and Sabbath Duties," hlm. 538. Tetapi argumentasi mengenai hari Minggu ini, meskipun tidak berdasar, memberikan semangat kepada orang-orang untuk menginjak-injak Sabat Tuhan. Semua yang mau dihormati oleh dunia menerima perayaan populer ini.
Sementara kepausan menjadi semakin kokoh, usaha pemujaan hari Minggu diteruskan. Untuk sementara orang-orang bekerja di pertanian bi¬lamana mereka tidak pergi ke gereja, dan hari yang ketujuh masih dianggap sebagai hari Sabat. Tetapi perubahan terus terjadi. Mereka yang mendu¬duki jabatan suci dilarang memberikan pertimbangan dalam setiap perti¬kaian sipil mengenai hari Minggu. Segera sesudah itu, semua orang, dari berbagai lapisan masyarakat, diperintahkan untuk berhenti dari pekerjaan biasa, dengan ancaman denda bagi orang bebas, dan cambukan bagi para budak. Kemudian orang-orang kaya harus dihukum dengan menyita sete¬ngah dari harta mereka; dan akhirnya, bila mereka masih keras kepala me¬reka harus dijadikan budak. Golongan masyarakat yang lebih rendah harus dibuang atau diusir selama-lamanya.