Vans eiger
IndoForum Senior C
- No. Urut
- 69130
- Sejak
- 22 Apr 2009
- Pesan
- 5.332
- Nilai reaksi
- 212
- Poin
- 63
Hanya tiga universitas di Indonesia masuk 400 universitas terbaik untuk riset. Itupun UGM menempati ranking ke 360, ITB ranking 369, dan UI hampir di nomor buntut, 395. Salah satu penyebabnya adalah kelemahan dalam bahasa Inggris.
Kurangnya dana untuk melakukan riset dan qualitas riset itu sendiri, merupakan kendala besar untuk bisa menjadikan universitas-universitas di Indonesia masuk sebagai institusi kelas dunia di bidang riset. Menurut Fasli Jalal, Dirjen Pendidikan Tinggi, Depdikbud, pada sebuah diskusi alumni ITB, 28 Agustus 2008, yang lalu, di kampus ITB, Indonesia hanya memproduksi sedikit scientific journals tiap tahunnya.
Mengutip sebuah data, menurut Fasli, Indonesia hanya mengeluarkan 0.8 technical journal articles per 1 million people. Angka itu jauh di bawah, misalnya India yang memproduksi sebanyak 12 technical journal articles per 1 million people dan Malaysia dengan 21.3.
Menurut rektor ITB, Djoko Santoso, penyebabnya adalah dana yang kecil, sehingga universitas tak mampu membikin riset. ITB katanya, hanya punya dana Rp.35 milyar, dan tahun ini cuma naik menjadi Rp.37 milyar. Bisa dibayangkan, kata Djoko lagi, dana untuk riset bagi universitas-universitas lain pasti jauh lebih sedikit. Padahal, kata Thoby Mutis, Rektor Trisakti, bedanya dengan universitas di Amerika, di sana sebagian besar dana untuk universitas.
Indonesia memiliki sekitar 1500 universitas, tetapi the Times Higher Education Supplement yang mengeluarkan ranking itu, dari 400 universitas Dunia, hanya memasukan tiga saja universitas di Indonesia. Itupun, dengan ranking mepet di nomor terakhir: UGM nomor 360, ITB nomor 369, dan UI nyaris nomor buncit, 395. The Webometrics Ranking of World Universities, yang menggunakan the intensity of information and communication technology utilization, sebagai indikator universitas yang bagus, menempatkan UGM pada ranking ke 819, ITB 826 dan UI nomor 1.290. Bahkan Shanghai Jiao Tong University’s Academic Ranking for World Universities (ARWU), dari pemilihan 500 universitas di dunia, dan 100 universitas di Asia Pasific, sama sekali tidak memasukkan satu pun universitas di Indonesia ke dalam susunan ranking itu.
Alasan yang menarik dikemukakan oleh Benyamin Lakitan, seketaris Kementerian Riset dan Teknologi, yang mengatakan universitas di Inggris dan Amerika Serikat diuntungkan karena mereka sudah berbahasa Inggris sebagai mother tongue, while English papers had greater chances of having high citation indexes. Tapi bisa juga, terpuruknya universitas-universitas di Indonesia di tingkat dunia, selain kendala dana dan bahasa Inggris, kegiatan riset juga belum belum terlalu membudaya.
Kurangnya dana untuk melakukan riset dan qualitas riset itu sendiri, merupakan kendala besar untuk bisa menjadikan universitas-universitas di Indonesia masuk sebagai institusi kelas dunia di bidang riset. Menurut Fasli Jalal, Dirjen Pendidikan Tinggi, Depdikbud, pada sebuah diskusi alumni ITB, 28 Agustus 2008, yang lalu, di kampus ITB, Indonesia hanya memproduksi sedikit scientific journals tiap tahunnya.
Mengutip sebuah data, menurut Fasli, Indonesia hanya mengeluarkan 0.8 technical journal articles per 1 million people. Angka itu jauh di bawah, misalnya India yang memproduksi sebanyak 12 technical journal articles per 1 million people dan Malaysia dengan 21.3.
Menurut rektor ITB, Djoko Santoso, penyebabnya adalah dana yang kecil, sehingga universitas tak mampu membikin riset. ITB katanya, hanya punya dana Rp.35 milyar, dan tahun ini cuma naik menjadi Rp.37 milyar. Bisa dibayangkan, kata Djoko lagi, dana untuk riset bagi universitas-universitas lain pasti jauh lebih sedikit. Padahal, kata Thoby Mutis, Rektor Trisakti, bedanya dengan universitas di Amerika, di sana sebagian besar dana untuk universitas.
Indonesia memiliki sekitar 1500 universitas, tetapi the Times Higher Education Supplement yang mengeluarkan ranking itu, dari 400 universitas Dunia, hanya memasukan tiga saja universitas di Indonesia. Itupun, dengan ranking mepet di nomor terakhir: UGM nomor 360, ITB nomor 369, dan UI nyaris nomor buncit, 395. The Webometrics Ranking of World Universities, yang menggunakan the intensity of information and communication technology utilization, sebagai indikator universitas yang bagus, menempatkan UGM pada ranking ke 819, ITB 826 dan UI nomor 1.290. Bahkan Shanghai Jiao Tong University’s Academic Ranking for World Universities (ARWU), dari pemilihan 500 universitas di dunia, dan 100 universitas di Asia Pasific, sama sekali tidak memasukkan satu pun universitas di Indonesia ke dalam susunan ranking itu.
Alasan yang menarik dikemukakan oleh Benyamin Lakitan, seketaris Kementerian Riset dan Teknologi, yang mengatakan universitas di Inggris dan Amerika Serikat diuntungkan karena mereka sudah berbahasa Inggris sebagai mother tongue, while English papers had greater chances of having high citation indexes. Tapi bisa juga, terpuruknya universitas-universitas di Indonesia di tingkat dunia, selain kendala dana dan bahasa Inggris, kegiatan riset juga belum belum terlalu membudaya.
Kode:
http://bimbelmaster21.com/index.php?option=com_content&view=article&id=44:3-universitas-terbaik&catid=31:general&Itemid=46