• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Tokoh Hindu

Status
Tidak terbuka untuk balasan lebih lanjut.

goesdun

IndoForum Junior A
No. Urut
32661
Sejak
7 Feb 2008
Pesan
3.022
Nilai reaksi
66
Poin
48
ENAM TOKOH SUCI DALAM PERKEMBANGAN HINDU DI BALI :

1. DANGHYANG MARKANDEYA


Pada abad ke-8 beliau mendapat pencerahan di Gunung Di Hyang (sekarang Dieng, Jawa Timur) bahwa bangunan palinggih di Tolangkir (sekarang Besakih) harus ditanami panca datu yang terdiri dari unsur-unsur emas, perak, tembaga, besi, dan permata mirah.

Setelah menetap di Taro, Tegal lalang - Gianyar, beliau memantapkan ajaran Siwa Sidhanta kepada para pengikutnya dalam bentuk ritual: Surya sewana, Bebali (Banten), dan Pecaruan.
Karena semua ritual menggunakan banten atau bebali maka ketika itu agama ini dinamakan Agama Bali.

Daerah tempat tinggal beliau dinamakan Bali. Jadi yang bernama Bali mula-mula hanya daerah Taro saja, namun kemudian pulau ini dinamakan Bali karena penduduk di seluruh pulau melaksanakan ajaran Siwa Sidanta menurut petunjuk-petunjuk Danghyang Markandeya yang menggunakan bebali atau banten.

Selain Besakih, beliau juga membangun pura-pura Sad Kahyangan lainnya yaitu : Batur, Sukawana, Batukaru, Andakasa, dan Lempuyang.

Beliau juga mendapat pencerahan ketika Hyang Widhi berwujud sebagai sinar terang gemerlap yang menyerupai sinar matahari dan bulan.

Oleh karena itu beliau menetapkan bahwa warna merah sebagai simbol matahari dan warna putih sebagai simbol bulan digunakan dalam hiasan di Pura antara lain berupa ider-ider, lelontek, dll.

Selain itu beliau mengenalkan hari Tumpek Kandang untuk mohon keselamatan pada Hyang Widhi, digelari Rare Angon yang menciptakan darah, dan hari Tumpek Pengatag untuk menghormati Hyang Widhi, digelari Sanghyang Tumuwuh yang menciptakan getah.


2. MPU SANGKULPUTIH

Setelah Danghyang Markandeya moksah, Mpu Sangkulputih meneruskan dan melengkapi ritual bebali antara lain dengan membuat variasi dan dekorasi yang menarik untuk berbagai jenis banten dengan menambahkan unsur-unsur tetumbuhan lainnya seperti daun sirih, daun pisang, daun janur, buah-buahan: pisang, kelapa, dan biji-bijian: beras, injin, kacang komak.

Bentuk banten yang diciptakan antara lain canang sari, canang tubugan, canang raka, daksina, peras, panyeneng, tehenan, segehan, lis, nasi panca warna, prayascita, durmenggala, pungu-pungu, beakala, ulap ngambe, dll. Banten dibuat menarik dan indah untuk menggugah rasa bhakti kepada Hyang Widhi agar timbul getaran-getaran spiritual.

Di samping itu beliau mendidik para pengikutnya menjadi sulinggih dengan gelar Dukuh, Prawayah, dan Kabayan.

Beliau juga pelopor pembuatan arca/pralingga dan patung-patung Dewa yang dibuat dari bahan batu, kayu, atau logam sebagai alat konsentrasi dalam pemujaan Hyang Widhi.

Tak kurang pentingnya, beliau mengenalkan tata cara pelaksanan peringatan hari Piodalan di Pura Besakih dan pura-pura lainnya, ritual hari-hari raya : Galungan, Kuningan, Pagerwesi, Nyepi, dll.

Jabatan resmi beliau adalah Sulinggih yang bertanggung jawab di Pura Besakih dan pura-pura lainnya yang telah didirikan oleh Danghyang Markandeya.

3. MPU KUTURAN

Pada abad ke-11 datanglah ke Bali seorang Brahmana dari Majapahit yang berperan sangat besar pada kemajuan Agama Hindu di Bali.

Seperti disebutkan oleb R. Goris pada masa Bali Kuna berkembang suatu kehidupan keagamaan yang bersifat sektarian.

Ada sembilan sekte yang pernah berkembang pada masa Bali Kuna antara lain sekte Pasupata, Bhairawa, Siwa Shidanta, Waisnawa, Bodha, Brahma, Resi, Sora dan Ganapatya.
Diantara sekte-sekte tersebut Çiwa Sidhanta merupakan sekte yang sangat dominan (Ardhana 1989:56).

Masing-masing sekte memuja Dewa-Dewa tertentu sebagai istadewatanya atau sebagai Dewa Utamanya dengan Nyasa (simbol) tertentu serta berkeyakinan bahwa istadewatalah yang paling utama sedangkan yang lainnya dianggap lebih rendah.

Perbedaan-perbedaan itu akhirnya menimbulkan pertentangan antara satu sekte dengan sekte yang lainnya yang menyebabkan timbulnya ketegangan dan sengketa didalam tubuh masyarakat Bali Aga.


Inilah yang merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban di masyarakat yang membawa dampak negative pada hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat.

Akibat yang bersifat negative ini bukan saja menimpa desa bersangkutan, tetapi meluas sampai pada pemerintahan kerajaan sehingga roda pemerintahan menjadi kurang lancar dan terganggu.

Dalam kondisi seperti itu, Raja Gunaprya Dharmapatni/Udayana Warmadewa perlu mendatangkan rohaniawan dari Jawa Timur yang oleh Gunaprya Dharmapatni sudah dikenal sejak dahulu semasih beliau ada di Jawa Timur.

Oleh karena itu Raja Gunaprya Dharmapatni/Udayana Warmadewa bersekepatan untuk mendatangkan 4 orang Brahmana bersaudara yaitu:


a. Mpu Semeru, dari sekte Ciwa tiba di Bali pada hari jumat Kliwon, wuku Pujut, bertepatan dengan hari Purnamaning Kawolu, candra sengkala jadma siratmaya muka yaitu tahun caka 921 (999M) lalu berparhyangan di Besakih.


b. Mpu Ghana, penganut aliran Gnanapatya tiba di Bali pada hari Senin Kliwon, wuku Kuningan tanggal 7 tahun caka 922 (1000M), lalu berparhyangan di Gelgel


c. Mpu Kuturan, pemeluk agama Budha dari aliran Mahayana tiba di Bali pada hari Rabu Kliwon wuku pahang, maduraksa (tanggal ping 6), candra sengkala agni suku babahan atau tahun caka 923 (1001M), selanjutnya berparhyangan di Cilayukti (Padang)


d. Mpu Gnijaya, pemeluk Brahmaisme tiba di Bali pada hari Kamis Umanis, wuku Dungulan, bertepatan sasih kadasa, prati padha cukla (tanggal 1), candra sengkala mukaa dikwitangcu (tahun caka 928 atau 1006M) lalu berparhyangan di bukit Bisbis (Lempuyang)


Sebenarnya keempat orang Brahmana ini di Jawa Timur bersaudara 5 orang yaitu adiknya yang bungsu bernama Mpu Bharadah ditinggalkan di Jawa Timur dengan berparhyangan di Lemahtulis, Pajarakan.

Kelima orang Brahmana ini lazim disebut Panca Pandita atau “Panca Tirtha” karena beliau telah melaksanakan upacara “wijati” yaitu menjalankan dharma “Kabrahmanan”.

Dalan suatu rapat majelis yang diadakan di Bata Anyar yang dihadiri oleh unsur tiga kekuatan pada saat itu, yaitu :
o Dari pihak Budha Mahayana diwakili oleh Mpu Kuturan yang juga sebagai ketua sidang
o Dari pihak Ciwa diwakili oleh Mpu Semeru

o Dari pihak 6 sekte yang pemukanya adalah orang Bali Aga

Dalam rapat majelis tersebut Mpu Kuturan membahas bagaimana menyederhanakan keagamaan di Bali, yg terdiri dari berbagai aliran.


Tatkala itu semua hadirin setuju untuk menegakkan paham Tri Murti (Brahma,Wisnu,Ciwa) untuk menjadi inti keagamaan di Bali dan yang layak dianggap sebagai perwujudan atau manifestasi dari Sang Hyang Widhi Wasa.

Konsesus yang tercapai pada waktu itu menjadi keputusan pemerintah kerajaan, dimana ditetapkan bahwa semua aliran di Bali ditampung dalam satu wadah yang disebut “Ciwa Budha
sebagai persenyawaan Ciwa dan Budha.

Semenjak itu penganut Ciwa Budha harus mendirikan tiga buah bangunan suci (pura) untuk memuja Sang Hyang Widhi Wasa dalam perwujudannya yang masing-masing bernama:
ØPura Desa Bale Agung untuk memuja kemuliaan Brahma sebagai perwujudan dari Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan)
ØPura Puseh untuk memuja kemulian Wisnu sebagai perwujudan dari Sang Hyang Widhi Wasa
ØPura Dalem untuk memuja kemuliaan Bhatari Durga yaitu caktinya Bhatara Ciwa sebagai perwujudan dari Sang Hyang Widhi Wasa

Ketiga pura tersebut disebut Pura “Kahyangan Tiga” yang menjadi lambang persatuan umat Ciwa Budha di Bali.

Dalam Samuan Tiga juga dilahirkan suatu organisasi “Desa Pakraman” yang lebih dikenal sebagai “Desa Adat”.

Dan sejak saat itu berbagai perubahan diciptakan oleh Mpu Kuturan, baik dalam bidang politik, social, dan spiritual.

Jika sebelum keempat Brahmana tersebut semua prasasti ditulis dengan menggunakan huruf Bali Kuna, maka sesudah itu mulai ditulis dengan bahasa Jawa Kuna (Kawi). Akhirnya di bekas tempat rapat itu dibangun sebuah pura yang diberi nama Pura Samuan Tiga.

Atas wahyu Hyang Widhi beliau mempunyai pemikiran-pemikiran cemerlang mengajak umat Hindu di Bali mengembangkan konsep Trimurti dalam wujud simbol palinggih Kemulan Rong Tiga di tiap perumahan, Pura Kahyangan Tiga di tiap Desa Adat, dan Pembangunan Pura-pura Kiduling Kreteg (Brahma), Batumadeg (Wisnu), dan Gelap (Siwa), serta Padma Tiga, di Besakih.

Paham Trimurti adalah pemujaan manifestasi Hyang Widhi dalam posisi horizontal (pangider-ider).


4. MPU MANIK ANGKERAN

Setelah Mpu Sangkulputih moksah, tugas-tugas beliau diganti oleh Mpu Manik Angkeran. Beliau adalah Brahmana dari Majapahit putra Danghyang Siddimantra.

Dengan maksud agar putranya ini tidak kembali ke Jawa dan untuk melindungi Bali dari pengaruh luar, maka tanah genting yang menghubungkan Jawa dan Bali diputus dengan memakai kekuatan bathin Danghyang Siddimantra. Tanah genting yang putus itu disebut segara rupek.


5. MPU JIWAYA

Beliau menyebarkan Agama Budha Mahayana aliran Tantri terutama kepada kaum bangsawan di zaman Dinasti Warmadewa (abad ke-9).

Sisa-sisa ajaran itu kini dijumpai dalam bentuk kepercayaan kekuatan mistik yang berkaitan dengan keangkeran (tenget) dan pemasupati untuk kesaktian senjata-senjata alat perang, topeng, barong, dll.


6. DANGHYANG DWIJENDRA
Datang di Bali pada abad ke-14 ketika Kerajaan Bali Dwipa dipimpin oleh Dalem Waturenggong.


Atas wahyu Hyang Widhi di Purancak, Jembrana, Beliau mempunyai pemikiran-pemikiran cemerlang bahwa di Bali perlu dikembangkan paham Tripurusa yakni pemujaan Hyang Widhi dalam manifestasi-Nya sebagai Siwa, Sadha Siwa, dan Parama Siwa.

Bentuk bangunan pemujaannya adalah Padmasari atau Padmasana.

Jika konsep Trimurti dari Mpu Kuturan adalah pemujaan Hyang Widhi dalam kedudukan horizontal, maka konsep Tripurusa adalah pemujaan Hyang Widhi dalam kedudukan vertikal.

Ketika itu Bali Dwipa mencapai jaman keemasan, karena semua bidang kehidupan rakyat ditata dengan baik.

Hak dan kewajiban para bangsawan diatur, hukum dan peradilan adat/agama ditegakkan, prasasti-prasasti yang memuat silsilah leluhur tiap-tiap soroh/klan disusun.
Awig-awig Desa Adat pekraman dibuat, organisasi subak ditumbuh-kembangkan dan kegiatan keagamaan ditingkatkan.

Selain itu beliau juga mendorong penciptaan karya-karya sastra yang bermutu tinggi dalam bentuk tulisan lontar, kidung atau kekawin.

Karya sastra beliau yang terkenal antara lain : Sebun bangkung, Sara kusuma, Legarang, Mahisa langit, Dharma pitutur, Wilet Demung Sawit, Gagutuk menur, Brati Sesana, Siwa Sesana, Aji Pangukiran, dll.

Beliau juga aktif mengunjungi rakyat di berbagai pedesaan untuk memberikan Dharma wacana.

Saksi sejarah kegiatan ini adalah didirikannya Pura-Pura untuk memuja beliau di tempat mana beliau pernah bermukim membimbing umat misalnya : Purancak, Rambut siwi, Pakendungan, Hulu watu, Bukit Gong, Bukit Payung, Sakenan, Air Jeruk, Tugu, Tengkulak, Gowa Lawah, Ponjok Batu, Suranadi (Lombok), Pangajengan, Masceti, Peti Tenget, Amertasari, Melanting, Pulaki, Bukcabe, Dalem Gandamayu, Pucak Tedung, dll.

Ke-enam tokoh suci tersebut telah memberi ciri yang khas pada kehidupan beragama Hindu di Bali sehingga terwujudlah tattwa dan ritual yang khusus yang membedakan Hindu-Bali dengan Hindu di luar Bali.
 
Mahavatar Babaji adalah orang suci agama Hindu, yogi, dan pahlawan budaya legendaris. Riwayat hidupnya pertama kali didokumentasikan oleh Paramahansa Yogananda dalam bukunya Autobiography of a Yogi (1946). Menurut Yogananda, Mahavatar Babaji adalah guru dari Lahiri Mahasaya dan merupakan titisan Krishna.
 
Swami Vivekananda (bahasa Bengali: স্বামী বিবেকানন্দ Shami Bibekanondo) (12 Januari, 1863 - 4 Juli, 1902), dilahirkan dengan nama Narendranath Dutta (নরেন্দ্রনাথ দত্ত Nôrendronath Dotto), adalah seorang tokoh dalam sejarah Hindu, India dan pemikir Timur (orientalis) yang ada di Barat. Ia adalah saudara dari Shri Bhupendranath Dutt, seorang revolusioner di India.

Vivekananda merupakan pribadi yang amat dikenal dunia sebagai seorang pemimpin spiritual yang memiliki pengaruh besar dari ajaran Vedanta dan Yoga. Ia adalah Swami Hindu pertama yang datang ke Barat, untuk mengenalkan Hindu, Yoga dan Vedanta pada World's Parliament of Religions, sehubungan dengan diadakannya World's Fair di Chicago pada tahun 1893. Disini namanya mulai melambung dan dikenal luas, seantero Chicago, menyusul kemudian di seluruh Amerika.

Svami Vivekananda yang saat kanak-kanaknya bernama Narendra Nath Dutt sering dianggap misionaris luar negeri pertama agama Hindu modern. Beberapa idenya antara lain, pendefinisiannya tentang Tuhan sebagai intisari dari kasih yang tak terjelaskan. Idenya tentang manusia yang harus "bekerja seperti singa" merupakan refleksi karma yoga. Baik gurunya, Ramakrishna dan dia sendiri sebagai guru, telah memenuhi cita-citanya ini dengan benar. Menurutnya, seluruh rahasia dari eksistensi (kehidupan) adalah untuk tidak memiliki rasa takut. Keberanian yang tak terbatas adalah agama dan Tuhan. Ketakutan adalah kematian. Inilah resep Vivekananda untuk melawan "mental budak".
 
Ketut Bangbang Gde Rawi (lahir 17 September 1910, meninggal 18 April 1989) adalah ilmuwan dan pakar kalender Bali.
 
George Harrison adalah musisi terkenal dan gitaris yang legendaris dari band The Beatles.

Lahir pada 24 Februari 1943 di Wavertree, Liverpool, Inggris. George memulai karirnya di bidang musik saat ia berusia 15 tahun, bersama rekannya yang lain yaitu John Lennon, Paul McCartney, Stuart Sutcliffe dan Pete Best dalam sebuah band yang nantinya merupakan cikal bakal dari The Beatles (ketika itu masih bernama "The Quarrymen").

Kemudian, seiring perjalanan waktu, band terkaya di dunia itu harus melewati masa-masa sulit yang mana pada akhirnya membubarkan diri.

Setelah The Beatles bubar, ia tetap berkarir di dunia musik dan lebih dikenal sebagai penyanyi dengan karya berupa solo gitar.

George juga membuka bisnis yang cukup besar di lahan perfilman dan rekaman. Dalam bisnis ini George pernah terancam bangkrut pada era 80-an.

George menikah dua kali: Patricia (dinikahinya pada 1966 kemudian bercerai 1975) dan Olivia (menikah pada 1978). Dari Olivia, George memiliki seorang putra yang diberi nama Dhani Harrison (lahir 1978).

Harrison meninggal dunia pada 29 November 2001 di Beverly Hills, Los Angeles, Amerika Serikat dalam usia 58 tahun karena kanker.
 
Mpu Sindok, adalah raja terakhir dari Wangsa Sanjaya, yang berkuasa di Kerajaan Mataram Kuno pada tahun 928-929. Diduga karena letusan Gunung Merapi, pada tahun 929 Mpu Sindok memindahkan pusat kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Ibukota baru tersebut adalah Watugaluh, di tepi Sungai Brantas, sekarang kira-kira adalah wilayah Kabupaten Jombang (Jawa Timur). Kerajaan baru ini tidak lagi disebut Mataram, melainkan disebut Medang (meski beberapa literatur masih menyebut Mataram). Mpu Sindok juga merupakan pendiri Wangsa Isyana, sehingga kerajaan baru tersebut kadang juga disebut Isyana.

Mpu Sindok memiliki dua istri, salah satunya bernama Sri Parameswari Dyah Kbi, yang mungkin adalah puteri Dyah Wawa, raja terakhir Mataram di Jawa Tengah. Jadi, Mpu Sindok menjadi penerus Kerajaan Mataram karena pernikahannya. Sebuah prasasti yang kini disimpan di Museum Calcutta (India), menyebutkan silsilah Mpu Sindok hingga Airlangga.

Mpu Sindok meninggal pada tahun 947, dan digantikan oleh putrinya, Sri Isyana Tunggawijaya.
 
Rsi Markandya, seorang pendeta Hindu dari Gunung Raung di Jawa, melakukan perjalanan suci ke Bali sebagai basis perkembangan agama Hindu di Bali abad ke 8.

Disebutkan, mereka datang merabas hutan guna dijadikan lahan pertanian. Sebelum pekerjaan itu dilakukan, dilangsungkan upacara penanaman pancadatu (lima jenis logam mulia) seperti emas, perak, tembaga, timah, besi, dengan maksud agar tak tertimpa petaka atau marabahaya. Penataannya disesuaikan dengan tatanan kosmologis (pengider-ider) jagat. Nah, tempat penanaman pancadatu itulah akhirnya dinamakan Basuki, yang punya arti rahayu (diberi keselamatan). Lantas para ahli memperkirakan tempat itu sebagai Pura Agung Besakih.
 
Kebo Iwa adalah salah seorang panglima militer Bali pada masa pemerintahan Prabu Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten pada awal abad ke-14. Nama lain dari Kebo Iwa adalah Kebo Wandira atau Kebo Taruna yang bermakna kerbau yang perjaka. Pada masa itu nama-nama binatang tertentu seperti kebo (kerbau), gajah, mahisa (banteng), banyak (angsa) lazim dipakai sebagai titel kehormatan khususnya di Bali ataupun Jawa.

Panglima muda yang bertempat tinggal di desa Blahbatuh dan anak dari Panglima Rakyan Buncing ini sering digambarkan sebagai pemuda bertubuh tinggi besar yang mengusai seni perang selain ilmu arsitektur. Undagi (arsitek tradisonal Bali) ini membangun berbagai tempat ibadah di Bali dan tak segan-segan mengangkut sendiri batu-batu besar dengan kekuatan fisiknya.

Mahapatih Majapahit, Gajah Mada, memandang Kebo Iwa dan Pasung Grigis, panglima Bali yang lebih senior dan ahli strategi militer, sebagai batu sandungan politik ekspansionisnya. Untuk itu ia melakukan tipu muslihat dengan menghadap raja Bali dan menawarkan perdamaian. Ia mengundang Kebo Iwa untuk datang ke Majapahit dan dinikahkan dengan seorang putri dari Lemah Tulis sebagai tanda persahabatan antar kedua negara. Namun sesampai di Majapahit, Kebo Iwa kemudian dibunuh.

Gugurnya Kebo Iwa mempermudah ekspedisi penaklukan Bali yang dipimpin Adityawarman, panglima berdarah Singhasari-Dharmasraya, pada tahun 1343.
 
Gedong Bagus Oka (lahir 2 Oktober 1921 di Karangasem, Bali - 14 November 2002 di Jakarta) adalah tokoh pembaruan Hindu dan gerakan anti kekerasan di Indonesia.

Gedong Bagus Oka dilahirkan dengan nama Ni Wayan Gedong dari ayahnya, I Komang Layang dan ibunya, Ni Komang Pupuh. Keluarganya berpikiran maju, dan memberikan kebebasan penuh kepada anaknya, termasuk tinggal jauh dari keluarganya, demi mendapatkan pendidikan yang baik.
 
Putu Wijaya (bernama asli I Gusti Ngurah Putu Wijaya) adalah seorang sastrawan yang dikenal serba bisa. Putu Wijaya lahir di Puri Anom, Tabanan, Bali pada tanggal 11 April 1944. Ia adalah bungsu dari lima bersaudara seayah maupun dari tiga bersaudara seibu. Ia tinggal di kompleks perumahan besar, yang dihuni sekitar 200 orang, yang semua anggota keluarganya dekat dan jauh, dan punya kebiasaan membaca. Ayahnya, I Gusti Ngurah Raka, seorang pensiunan punggawa yang keras dalam mendidik anak. Semula, ayahnya mengharapkan Putu jadi dokter. Namun, Putu lemah dalam ilmu pasti. Ia akrab dengan sejarah, bahasa, dan ilmu bumi.

Putu Wijaya sudah menulis kurang lebih 30 novel, 40 naskah drama, sekitar seribu cerpen, ratusan esei, artikel lepas, dan kritik drama. Ia juga telah menulis skenario film dan sinetron. Sebagai seorang dramawan, ia memimpin Teater Mandiri sejak 1971, dan telah mementaskan puluhan lakon di dalam maupun di luar negeri. Puluhan penghargaan ia raih atas karya sastra dan skenario sinetron.

Cerita pendek karangannya kerap mengisi kolom pada Harian Kompas dan Sinar Harapan. Novel-novel karyanya sering muncul di majalah Kartini, Femina, dan Horison. Sebagai penulis skenario, ia telah dua kali meraih piala Citra di Festival Film Indonesia (FFI), untuk Perawan Desa (1980), dan Kembang Kertas (1985). Sebagai seorang penulis fiksi sudah banyak buku yang dihasilkannya. Di antaranya, yang banyak diperbincangkan adalah Bila Malam Bertambah Malam, Telegram, Pabrik, Keok, Tiba-Tiba Malam, Sobat, Nyali.
 
Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai (Desa Carangsari, Kabupaten Badung, 30 Januari 1917–Marga, Tabanan, 20 November 1946) adalah seorang pahlawan Indonesia dari Kabupaten Badung, Bali.

Beliau memiliki pasukan yang bernama "Ciung Wenara" melakukan pertempuran terakhir yang dikenal dengan nama Puputan Margarana. (Puputan, dalam bahasa bali, berarti "habis-habisan", sedangkan Margarana berarti "Pertempuran di Marga"; Marga adalah sebuah desa ibukota kecamatan di pelosok Kabupaten Tabanan, Bali)

Bersama 1.372 anggotanya pejuang MBO (Markas Besar Oemoem) Dewan Perjoeangan Republik Indonesia Sunda Kecil (DPRI SK) dibuatkan nisan di Kompleks Monumen de Kleine Sunda Eilanden, Candi Marga, Tabanan. Detil perjuangan I Gusti Ngurah Rai dan resimen CW dapat disimak dari beberapa buku, seperti "Bergerilya Bersama Ngurah Rai" (Denpasar: BP, 1994) kesaksian salah seorang staf MBO DPRI SK, I Gusti Bagus Meraku Tirtayasa peraih "Anugrah Jurnalistik Harkitnas 1993", buku "Orang-orang di Sekitar Pak Rai: Cerita Para Sahabat Pahlawan Nasional Brigjen TNI (anumerta) I Gusti Ngurah Rai" (Denpasar: Upada Sastra, 1995), atau buku "Puputan Margarana Tanggal 20 Nopember 1946" yang disusun oleh Wayan Djegug A Giri (Denpasar: YKP, 1990).

Pemerintah Indonesia menganugerahkan Bintang Mahaputra dan kenaikan pangkat menjadi Brigjen TNI (anumerta). Namanya kemudian diabadikan dalam nama bandar udara di Bali, Bandara Ngurah Rai.
 
Ida Bagus Mantra (lahir 1928) adalah Gubernur Bali periode 1978–1988.

Ida Bagus Mantra adalah Gubenur yang paling amat mulia yg pernah memerintah di pulau dewata ini, Beliau sangat peduli dengan nilai-nilai budaya timur khususnya budaya Bali. Untuk menjaga budaya Bali tetap hidup beliau rela mengngorbankan tanah pribadinya sebagai pusat kesenian yg kita kennal dengan Art Center yg terletak di Jaln Nusaindah, setiap tahun pentas budaya selalu deadakan hingga duta budaya dari negara tetangga pun ikut ambil bagian dalam pertunjukan tersebut.

Ketika blio memerintah Bali, ke khasan pulau dewata ini tetap terjaga namun entah alasan apa, beliau dipindahkan ke India sebagai duta besar, sehingga Gubenur Bali digantikan oleh I.B.Oka, semenjak dia menjabat , perubahan dibali sangat pesat, hotel-hotel terus dibagun, dan lain sebagainya.
 
I Goesti Ngoerah Gde Ngoerah

Tepat tanggal 18 September pukul 12.30 WITA pada tahun 2001, Prof. dr. I Goesti Ngoerah Gde Ngoerah wafat dengan tenang. Beliau yang terlahir tanggal 31 Maret 1922 (tercatat 1923) merupakan seorang tokoh. Hal ini secara lengkap dituliskan dalam buku Prof. dr. I Goesti Ngoerah Gde Ngoerah, Sebuah Biografi Pendidikan yang ditulis oleh Tim Fakultas Sastra Universitas Udayana. Seorang tokoh menurut Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan adalah seorang yang pada masa hidupnya, karena terdorong oleh rasa cinta tanah air sangat berjasa dalam memimpin suatu kegiatan yang teratur guna menentang penjajahan di Indonesia, melawan musuh atau sangat berjasa dalam lapangan politik, sosial-ekonomi, kebudayaan maupun dalam lapangan ilmu pengetahuan yang erat hubungannya dengan perjuangan kemerdekaan dan perkembangan masyarakat Indonesia.

Prof. Ngoerah, demikian biasanya beliau disebut, merupakan Anggota Pejuang Prapatan 10 Jakarta yaitu kelompok mahasiswa pejuang yang bermarkas di asrama Jalan Prapatan 10 Jakarta (Lahirnya Satu Bangsa dan Negara, hal 397). Pada jaman perjuangan, beliau juga sebagai dokter bedah unit Palang Merah di Jakarta dan Purwakarta (Jawa Barat). Beliau adalah dokter pejuang berjiwa nasionalis yang mengabdikan dirinya bagi nusa dan bangsa.

Ketokohan Prof Ngoerah dalam bidang pengabdian masyarakat, dimulai pada 1953 setelah beliau mulai bertugas di Bali sebagai dokter Dinas Kesehatan Wilayah Badung dan Distrik Marga (1953-1959). Setiap hari beliau bertugas ke desa-desa membantu masyarakat dalam bidang kesehatan. Pengabdian di bidang penyakit jiwa dan saraf sekaligus sebagai kepala bagian Neorologi di Rumah Sakit Umum Wangaya (1959-1988). Pada 1 Maret 1959 beliau diangkat sebagai Kepala Rumah Sakit RSU Wangaya Denpasar (1959-1968). Selain tugas tersebut, beliau juga membantu pelayanan di rumah sakit Sanglah. Selama RSUP Sanglah hanya memiliki satu–dua orang dokter (antara lain dr. Angsar, dr Sukarjo), Prof Ngoerah selalu membantu proses kelahiran baik operasi maupun kelahiran normal di rumah sakit ini. Demikian pula saat RSUP Sanglah mengalami kehilangan pimpinan saat G30S 1965. Prof Ngoerah meskipun tidak pernah menjabat sebagai kepala RSUP Sanglah namun jasanya untuk RSUP Sanglah sangatlah besar. Hal ini menjadi kenangan bagi para perawat dan bidan senior maupun yang sudah pensiun dari RSUP Sanglah seperti Bidan Rai Murni, Bidan Siti, Bidan Sagung Mas, Bidan Oka Daryati dan banyak lagi lainnya. Selain memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit, Prof. Ngoerah juga sebagai pengajar bagi pendidikan bidan. Prof Ngoerah juga menciptakan alat penyembuhan bagi pasien penyakit jiwa dan saraf yang kini tersimpan di Museum Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta. Dapat disimpulkan bahwa pengabdian Prof Ngoerah pada pengembangan kedokteran di Bali tidak dapat diragukan lagi. Selain itu, karena kepribadiannya dan keahliannya, Prof. Ngoerah juga merupakan dokter kepresidenan disaat Presiden Sukarno berada di Bali. Merupakan tugas rutinnya melakukan pemeriksaan atas kesehatan Bapak Presiden selama menginap di Istana Tampak Siring. Meskipun menjadi dokter kepresidenan namun bila ada masyarakat kurang mampu berobat padanya tidak akan diberikan untuk membayar jasa pengobatannya karena beliau juga mengabdikan ilmunya untuk kemanusiaan. Prof Ngoerah sebagai pendidik dan cendikiawan juga tidak diragukan. Pengabdiannya pada Universitas Udayana dimulai pada tahun 1961. Beliau menduduki jabatan sebagai wakil ketua Badan Perguruan Tinggi untuk pendirian Universitas Udayana. Pada tahun 1963 menjadi dosen luar biasa dalam mata kuliah Penyakit Jiwa dan Saraf, dan 1965 diangkat menjadi dosen tetap. Gelar Professor Fakultas Kedokteran Universitas Udayana disandangnya pada tahun 1967 (guru besar pertama yang dikukuhkan di Universitas Udayana). Pada saat pelantikannya (2 Mei 1967) untuk pertama kalinya Hymne Universitas Udayana dinyanyikan. Prof. Ngoerah merupakan Profesor Emeritus setelah pensiun pada tahun 1988. Kecintaan pada pendidikan mengantarnya untuk menulis buku Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Syaraf(Penerbit: Airlangga University Press (1991)), yang dipakai di Fakultas Kedokteran pada universitas-universitas terkenal di Indonesia. Juga kecintaan Prof Ngoerah pada Fakultas Kedokteran dan Universitas Udayana, mengantarkannya selama dua periode menjabat sebagai Dekan Fakultas Kedokteran (1965-1968) dan selama dua periode juga menjabat sebagai Rektor Universitas Udayana (1968-1977). Selama menjadi Dekan Fakultas Kedokteran, Prof. Ngoerah mengembangkan pendirian bagian-bagian klinik di RSUP Sanglah. Selain itu beliau juga pernah menjabat sebagai anggota MPRS Republik Indonesia (1968). Prof. Ngoerah, karena jasa-jasanya, beliau tercatat dalam buku Men of Achievement, England, 1982 dan buku Who’s Who in the World, USA, 1988 (hal. 829). Dalam masa tugas keprofesiannya, beliau tercatat sebagai anggota PNPNch, IDASI, PERDOSSI, WFN dan IDI. Tanda penghargaan yang diterima berupa Satya Lencana Karya Satya 1976 (Jakarta), Alma Nugraha UNUD 1987 (Denpasar), Adi Karya Satya PERDOSI 1996 (Palembang).

Di luar kesibukan beliau dalam dunia profesi dan pelayanan masyarakat, lingkungan keluarga Puri Gerenceng, membentuk Prof. Ngoerah menjadi seorang seniman lukis aliran Denpasar (seperti disebutkan oleh Prof Ngurah Bagus dalam Bali Post 26-12-2000). Lukisannya yang terkenal adalah ‘Sutasoma Gajah Waktra’. Selain melukis, beliau juga seorang pengukir sama dengan ayah dan kakeknya. Kecintaan Prof. Ngoerah pada dunia seni mengantarkan beliau mengetuai penelitian tentang arsitektur yang terbit sebagai buku Arsitektur Tradisional Bali (1981).

Demikian kenangan-kenangan Prof. Ngoerah sebagai seorang tokoh dokter pejuang, pendidik, cendikiawan dan abdi masyarakat.
 
I Gusti Ketut Jelantik adalah pahlawan nasional Indonesia yang berasal dari Karangasem, Bali. Ia berperan dalam Perang Jagaraga yang terjadi di Bali pada tahun 1849 – 1906. Perlawanan ini bermula karena Belanda ingin menghapuskan hak tawan karang yang berlaku di Bali, yaitu hak bagi raja-raja yang berkuasa di Bali untuk mengambil kapal yang kandas di perairannya beserta seluruh isinya. Perang ini berakhir sebagai suatu Perang Puputan, di mana seluruh anggota kerajaan dan rakyatnya bertarung mempertahankan daerahnya sampai titik darah penghabisan.
 
Prof. Dr. I Made Titib Ph.D,

Seorang doktor lulusan Universitas Udayana dan Ph.d university Haridvar, Uttar Pradesh India ini merupakan tokoh kelahiran Muncan karangasem Bali

Tulisan P. Titib :
Aktualisasi ajaran Tri Hita Karana dalam kehidupan modern
Penyakit Masyarakat ( Persefektif Teology Hindu )


Prof. Titib di berbagai media
* Harian Umum PELITA pemujaan kepada Roh Leluhur di Bali lebih dominan dibandingkan dengan pemujaan kepada Sang Hyang Widhi Wasa atau para Dewa manifestasi-Nya.
* KOmpas "Tat Twam Asi yang berarti aku adalah kamu, kamu adalah aku, merupakan dasar bagi terciptanya kerukunan dan kedamaian tanpa mempermasalahkan perbedaan yang ada dalam masyarakat,"
* PHDI umat Hindu diharapkan mampu menghadapi musuh-musuh yang ada dalam diri seperti kebodohan, kegelapan, kemelaratan, keterbelakangan dan sebagainya
 
Mahatma Gandhi

Salah satu dari cita-cita besar Gandhi adalah satyagraha yang secara harfiah berarti "berpegang pada kebenaran". Ini adalah metode kekuatan jiwa sebagai lawan dari kekuatan tubuh. Afrika Selatan adalah laboratorium percobaan bagi metode ini, yang menggunakan cara-cara non-kekerasan untuk melawan ketidakadilan. Sikap Gandhi terhadap kaum chandala (yang kemudian disebutnya harijan atau anak-anak Tuhan) membantu menjelaskan pandangannya terhadap kasta. Baginya perbedaan kasta hanyalah pembagian kerja, bukan perbedaan derajat atau kemuliaan. Dengan kata lain, kasta berarti pelayanan seperti maknanya dalam Veda, dan bukan suatu hak yang bersifat khusus.


Obama Kagumi Mahatma Gandhi
0842184p.jpg


Presiden AS Barack Obama mengungkapkan kekagumannya kepada pemimpin spiritual India Mohandas K Gandhi.

Gandhi lahir pada 2 Oktober 1869 dan hari ini, Jumat, adalah ulangtahun kelahirannya yang ke 140.

Obama mengatakan AS bergabung dengan rakyat India merayakan kelahiran seorang pria yang mengabdikan hidupnya untuk mewujudkan keadilan, toleransi dan menciptakan perubahan melalui cara-cara antikekerasan.

Obama juga mengatakan Amerika saat ini memiliki kaitan dengan Gandhi karena ajaran Gandhi ditularkan kepada aktivis HAM AS, Martin Luther King Jr, yang membantu perubahan masyarakat AS.

Gandhi dikenal dengan sebutan "Mahatma" atau "jiwa agung". Dia tewas dibunuh oleh seorang penganut Hindu radikal pada 1948. *ONO

Sumber : AP
Sandal dan Kacamata Gandhi Kembali ke India
0757364p.jpg


Kacamata, sandal, dan dompet Mahatma Gandhi terjual di balai lelang New York, AS, sampai 1,4 juta euro.

Penjualan barang bersejarah itu kontroversial. Pemerintah India memprotes karena menilai bahwa barang-barang itu memiliki nilai sejarah nasional India. Seharusnya dimasukan dalam museum.

Pemilik koleksi itu sedianya menawarkan hasil penjualan barang Gandhi untuk membantu penduduk paling miskin India. Pemerintah India menolak tawaran itu. Pemilik baru barang itu adalah seorang usahawan India. Ia gembira karena barang-barang itu kembali ke India lagi.

Barang bersejarah itu adalah kacamata bundar Gandhi, sandal, dan jam saku. Selain itu juga piring dan mangkuk yang terakhir dipakai makan Mahatma Gandhi.

Kacamata Gandhi berbentuk bulat, terlihat unik. Suatu ketika Gandhi menyebut kacamata itu mampu memberinya visi kebebasan India. Gandhi adalah tokoh penuh inspirasi. Sayang, tahun 1948 ia dibunuh seorang radikal Hindu.

Gandhi menghadiahkan kacamata yang dilelang itu kepada perwira Angkatan Darat India Kolonel HA Shiri Diwan Nawabin pada 1930-an. "Gandhi memberinya kacamata dan mengatakan, 'Ini memberi saya visi kebebasan India'," kata Michelle Halpern dari Antiquorum Auctioneers di New York yang mengadakan lelang tersebut pada 4-5 Maret. ONO

Sumber : BBC
 
Swami Dayananda Sarasvati

Teologi Swami Dayananda Sarasvati yang banyak didorong oleh filsafat shamkya menyumbangkan pemikiran tentang zat atau materi (prakirti) dan jiwa (purusha) dan Yoga yang menyumbangkan pemikiran tentang Tuhan. Dari Hindu ortodok ia mengambil doktrin tentang keabadian dan kebenaran mutlak dari Veda. Dia juga mengambil doktrin punarbawa dan karma. Ia adalah tokoh sentral dari Arya Samaj. Kepribadiannya yang kuat dan memberi inspirasi disebarluaskan kepada masyarakat yang ia dirikan. Ia mewariskan kepada masyarakat semangat yang kuat dan optimistis, satu semangat Arya dan Veda, Swami Dayananda adalah rasionalis tulen dan non-mistik.
 
Patanjali

Patanjali, dengan mengambil sumber dari berbagai aliran filsafat dan tradisi menyusun satu buku teks singkat yang mudah dihafal, dimana dia menyarikan dan mengaitkan beberapa teknik meditasi yoga (yogasutra). Buku teks Patanjali ini terus diberikan komentar selama berabad-abad dan telah menjadi penuntun standar baik dari aspek teori maupun praktik meditasi di India.
 
Rabindranath Tagore

Rabindranath Tagore yang merupakan contoh sempurna filsafat kearifan, keharmonisan, cinta dan kebahagiaan. Salah satu kualitasnya yang dominan, yang mungkin menjelaskan kepribadian dan kejeniusannya adalah "cinta". Menurutnya, dia yang pertama, terakhir, dan di atas semuanya adalah seorang "pencinta".

Rabindranath Tagore (1861-1941) was the youngest son of Debendranath Tagore, a leader of the Brahmo Samaj, which was a new religious sect in nineteenth-century Bengal and which attempted a revival of the ultimate monistic basis of Hinduism as laid down in the Upanishads. He was educated at home; and although at seventeen he was sent to England for formal schooling, he did not finish his studies there. In his mature years, in addition to his many-sided literary activities, he managed the family estates, a project which brought him into close touch with common humanity and increased his interest in social reforms. He also started an experimental school at Shantiniketan where he tried his Upanishadic ideals of education. From time to time he participated in the Indian nationalist movement, though in his own non-sentimental and visionary way; and Gandhi, the political father of modern India, was his devoted friend. Tagore was knighted by the ruling British Government in 1915, but within a few years he resigned the honour as a protest against British policies in India.

Tagore had early success as a writer in his native Bengal. With his translations of some of his poems he became rapidly known in the West. In fact his fame attained a luminous height, taking him across continents on lecture tours and tours of friendship. For the world he became the voice of India's spiritual heritage; and for India, especially for Bengal, he became a great living institution.

Although Tagore wrote successfully in all literary genres, he was first of all a poet. Among his fifty and odd volumes of poetry are Manasi (1890) [The Ideal One], Sonar Tari (1894) [The Golden Boat], Gitanjali (1910) [Song Offerings], Gitimalya (1914) [Wreath of Songs], and Balaka (1916) [The Flight of Cranes]. The English renderings of his poetry, which include The Gardener (1913), Fruit-Gathering (1916), and The Fugitive (1921), do not generally correspond to particular volumes in the original Bengali; and in spite of its title, Gitanjali: Song Offerings (1912), the most acclaimed of them, contains poems from other works besides its namesake. Tagore's major plays are Raja (1910) [The King of the Dark Chamber], Dakghar (1912) [The Post Office], Achalayatan (1912) [The Immovable], Muktadhara (1922) [The Waterfall], and Raktakaravi (1926) [Red Oleanders]. He is the author of several volumes of short stories and a number of novels, among them Gora (1910), Ghare-Baire (1916) [The Home and the World], and Yogayog (1929) [Crosscurrents]. Besides these, he wrote musical dramas, dance dramas, essays of all types, travel diaries, and two autobiographies, one in his middle years and the other shortly before his death in 1941. Tagore also left numerous drawings and paintings, and songs for which he wrote the music himself.
 
moz-screenshot-4.png
Sri Aurobindo (श्री अरविन्द) (1872-1950) penyair, filsuf, dan sastrawan India.

Sri Aurobindo (Born 1872 Passed Away 1950) was a leading force in the early indian idependence movement. Later on known for his philosophical writings and as Yogi and Spiritual Guru.

One of Sri Aurobindo's main philosophical achievements was to introduce the concept of evolution into Vedantic thought.

Sri Aurobindo rejected a major conception of Indian philosophy that says that the World is a Maya (illusion) and that living as a renunciate was the only way out. He says that it is possible, not only to transcend human nature but also to transform it and to live in the world as a free and evolved human being with a new consciousness and a new nature which could spontaneously perceive truth of things, and proceed in all matters on the basis of inner oneness, love and light.

Sri Aurobindo argues that humankind as an entity is not the last rung in the evolutionary scale, but can evolve spiritually beyond its current limitations associated with an essential ignorance to a future state of supramental existence. This further evolutionary step would lead to a divine life on Earth characterized by a supramental or truth-consciousness, and a transformed and divinised life and material form.

The aim of Sri Aurobindos ‘Integral Yoga’ is to enable the individual who undertakes it to attain conscious identity with the Divine, the true Self, and to transform the mind, life, and body so they would become fit instruments for a divine life on earth.

The Integral Yoga utilizes various yogic practices of India's cultural heritage and synthesizes them with its own unique methods, however, there is no one set method or practice that its practitioners follow. Certain broad guidelines have been provided, several basic approaches have been described, and many specific practices and techniques have been suggested. But for each individual who undertakes this discipline, the specific path will differ. The reasons for this are twofold. The first is that, according to Sri Aurobindo, the goals of this yoga can be achieved only through the guidance and power and action of the Divine. The Divine uses many methods and the circumstances of life flexibly with a wisdom and subtle precision impossible in a rigid programme. The second reason is that each individual presents unique characteristics, possibilities, and obstacles that can only be taken into account by the Divine that sees and holds all things
in its total regard.
 
Status
Tidak terbuka untuk balasan lebih lanjut.
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.