• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

[Sharing] Mengintip Perjalanan Arwah - Tulisan herman dan selvie utomo

sambungannya nti yah :) kasih komen dulu bagi yg membaca... :) >:D<
 
lanjutkan deh.. /no1
dtunggu kelanjutannya
 
Buku ke-5 DIALOG DENGAN ALAM DEWA

KATA PENGANTAR

Seperti semua buku yang telah kami tulis, isi buku ini juga tidak mewakili salah satu aliran kepercayaan dan agama. Tulisan dalam buku ini berdasarkan pengalaman yang telah saya dan istri jalani selama puluhan tahun dalam meniti laku spiritual setahap demi setahap dibawah bimbingan guru roh kami berdua. Menerima petunjuk, penjelasan, nasehat, dan pelajaran-pelajaran spiritual, bukan hanya dari guru sejati kami masing-masing, tetapi juga dari para guru roh kami yang lain. Sebagian besar berupa dialog walaupun ada yang berupa kasus dan kejadian. Beberapa dialog kasus dan wejangan inilah yang akan kami tulis dalam buku ini. Siapa tahu ada yang cocok dan bermanfaat bagi pemahaman anda.
Kalau di dalam buku ini ada kutipan kata dan kalimat maupun istilah yang sama atau mirip dengan kata dan kalimat dalam ajaran salah satu agama. Itu semata-mata hanya untuk tujuan penjelasan agar mudah dimengerti, dengan meminjam atau memakai istilah yang sudah banyak dikenal dalam masyarakat. Jadi hanya meminjam istilahnya saja, bukan mewakili ajarannya.
Begitu juga lambang TAO di sampul depan buku ini juga tidak mewakili aliran TAO dan umat Tao-is. Gambar TAO yang merupakan lambang keseimbangan adalah wujud hukum alam semesta, berada di pusat jagad raya. Semua yang ada di alam semesta dapat berjalan dengan baik karena adanya hukum keseimbangan, yang keluar dari keseimbangan akan bermasalah dan hancur.
Setelah buku ke-3 saya yang berjudul “Menelusuri Jalan Spiritual” diterbitkan, begitu banyak orang menanyakan tentang guru roh, siapa guru rohnya, bagaimana cara memperoleh guru roh, dimana dapat mengangkat guru roh, dan ritualnya bagaimana? Begitu juga banyak yang menanyakan mengenai strata roh, apakah punya strata nirvana atau tidak? Bagaimana mengetahuinya? Dan banyak lagi mengenai strata roh dan strata para roh suci atau para dewa, strata altar, dan lain-lain. Semoga apa yang saya tulis dalam buku ini mengenai roh dan strata roh dapat menjawab sebagian pertanyaan-pertanyaan diatas. Tidak semuanya dapat terjawab, sebab adanya unsur “garis pribadi” yang harus diperhitungkan dan diteliti.
Saya selalu menjaga untuk tidak mencela altar rumahan seseorang, mencela tempat ibadah seseorang, mencela ilmu spiritual seseorang dan mencela ajaran dari guru-guru spiritual. Walaupun saya tahu ada yang kurang baik atau adanya unsur non Ilahi. Sebagian besar dari mereka saya anjurkan untuk bertanya sendiri kepada para dewa dan roh suci yang ada di altar Vihara Tri Dharma. Sebab kebijaksanaan para dewa dan roh suci di altar Vihara jauh lebih baik dan lebih luas jangkauannya. Jadi banyak yang saya anjurkan untuk bertanya sendiri di Vihara Dewi Kwan Im Banten. Dampaknya kemudian muncul lah isu bahwa “HERMAN Banten sentris”. Saya bukan Banten sentris, kalau anda mau ke Plered-Cirebon, Welahan-Kudus atau Tuban juga boleh. Jarak Jakarta-Banten jauh lebih dekat dibandingkan yang lain.
Beberapa kasus dalam buku ini dapat memperjelas sampai seberapa jauh kebijaksanaan para dewa dan roh suci dibandingkan manusia. Karena beberapa kasus dalam buku ini bersifat pribadi, yang kurang baik untuk diketahui orang lain, maka nama dan tempat pelakunya telah kami samarkan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada kedua anak kami, Chris Rahmat Utomo dan Maria L. Sari yang telah membantu pengetikan naskah, mengoreksi dan mengedit. Juga kepada Ali Susanto yang telah melakukan setting dan pencetakan buku ini. Juga kepada para sponsor dan semua pihak sehingga buku ini dapat diterbitkan.



Penulis,

Herman Utomo
Ny. Silvie Utomo
 
Pendahuluan

Banyak diantara tamu yang datang untuk diskusi maupun konsultasi mengenai spiritual yang menanyakan kepada saya dan istri, apa sebenarnya aliran kepercayaan atau agama yang kami anut. Sebentar mereka bertemu dengan kami di beberapa Vihara Budhis, baik aliran Theravada maupun aliran besar Mahayana. Juga melihat kami berdoa dan bersembahyang di gereja Kathedral maupun di gereja Protestan, di pura-pura Hindu di pulau Bali, di candi-candi Hindu dan Budha di pulau Jawa, di petilasan-petilasan suci aliran Kejawen di pulau jawa dan juga sembahyang di banyak Klenteng / Vihara Tri Dharma.
Kami memang bersujud dan berdoa kepada Sang Budha Gautama, tapi kami tidak bersujud kepada Theravada maupun kepada Mahayana, Ekayana, Sutrayana, Tantrayana atau yana yang lain. Oleh karena itu kami juga tidak terikat oleh aturan dan ajaran spesifik mereka.
Begitu juga kami berdua bersujud dan berdoa kepada Yesus Kristus, kami tidak bersujud kepada gereja katholik maupun kepada gereja protestan. Oleh karena itu kamipun tidak terikat oleh aturan-aturan gereja Katholik maupun ajaran dan aturan ritual gereja Protestan. Begitu juga untuk aliran Tao, Hindu, Kejawen dan lain-lain.
Banyak petilasan suci dan keramat suci dari banyak aliran kami kunjungi untuk beribadah dan kami banyak mendapatkan wejangan, penjelasan dan pelajaran-pelajaran mengenai perjalanan hidup, makna hidup dan laku spiritual. Yang diberikan oleh banyak roh suci dan tokoh suci. Seperti Dewi Kwan Im, Dewa Hian Thian Siang Tee, Eyang Semar, Kanjeng Ratu Kidul para Budha, para Bathara dan lain-lain.
Di dalam buku ini saya hanya memilihkan beberapa kasus untuk menunjukkan kebijaksanaan para roh suci dan para dewa yang begitu tinggi. Roh suci dan para dewa tidak selalu memberikan yang sebenarnya, tetapi selalu yang terbaik untuk manusia. Buat apa kebenaran kalau tidak membawa kebaikan.
Juga beberapa wejangan yang kami terima dari para roh suci di tempat-tempat yang kami kunjungi bersama rombongan. Seperti di Jumprit, Parang Tritis, Jambe Pitu dan lain-lain. Wejangan mengenai perlunya wadah persaudaraan dalam sesama pelaku spiritual, agar kalau ada kesalahan atau penyimpangan segera dapat diketahui. Kesalahan sendiri sulit untuk diketahui atau disadari, orang lain yang lebih tahu. Perlunya guru-guru roh yang lain disamping guru roh yang sudah ada, sebab dalam laku spiritual, seseorang membutuhkan bermacam-macam bekal sesuai dengan misinya masing-masing. Perlunya fondasi spiritual yang pembentukannya dapat diperoleh dari roh suci dan dewa tertentu. Perlunya “membersihkan diri” yang dapat diperoleh di tempat tertentu dengan memohon kepada roh suci yang bersemayam disitu. Perlunya petunjuk dan nasehat dari para guru roh agar dapat menemukan “jalan kebenaran”, jalan yang perlu ditempuh oleh seorang pelaku spiritual. Dan supaya tidak sesat ke jalan non-Ilahi tanpa disadari.
Kesemuanya ini tentu tidak mudah untuk diketahui. Pertama perlu pengertian spiritual dan pemahaman spiritual yang harus dibina setahap demi setahap, yang umumnya membutuhkan waktu yang lama. Kedua, perlunya mempunyai sarana untuk dapat berkomunikasi dengan guru roh, walau awalnya harus dengan sarana komunikasi searah yang sangat sederhana, baru kemudian setahap demi setahap ditingkatkan.
Komunikasi yang lebih mudah dan efektif adalah kalau anda dapat memohon petunjuk dan nasehat kepada para dewa di Kelenteng Tri Dharma dengan memakai sarana pak-pwee. Sarana umat untuk dapat bertanya sendiri kepada para dewa hanya ada di Kelenteng / Vihara Tri Dharma. Maka beruntunglah mereka yang masih mau memakai sarana ini.
Bagi seorang pelaku spiritual yang telah mempunyai kemampuan supranatural, baik berupa mata gaib maupun telinga gaib, petunjuk, nasehat dan ajaran dari guru roh dapat cepat diterima dan dimengerti. Diujung tulisan ini saya berikan contoh beberapa ajaran Sang Budha yang diterima oleh Mira, seorang ibu rumah tangga yang mempunyai pengelihatan dan kemampuan dialog dengan gaib yang sangat prima.
Bagi yang belum memiliki kemampuan berkomunikasi dengan para dewa dan roh suci, kami muat beberapa diagram prosedur bertanya untuk beberapa keperluan. Semoga semuanya dapat bermanfaat dan membantu anda menemukan jalan keluar masalah yang sedang anda hadapi. Silahkan ikuti semua informasi yang ada dalam buku ini.
 
1. Semar Siapa dan Ada Dimana

Pada bulan Maret 1995, di Taman Mini Indonesia Indah, saya dan istri menghadiri seminar dengan judul “Semar Siapa dan Ada Dimana”. Hadir dalam seminar ini adalah para undangan dari berbagai kalangan, seperti para sastrawan dan budayawan, para dalang wayang, para spiritualis dan paranormal serta para pemerhati metafisika.
Masing-masing golongan mengemukakan dan memberikan pendapat serta penjelasan mengenai tokoh Semar ini.

Secara garis besar dapat saya singkat seperti ini :
1. Golongan sastrawan dan budayawan mengatakan bahwa tokoh Semar dan punakawannya ditemukan dalam cerita klasik Maha Bharata, dari kebudayaan Hindu di India. Di dalam naskah asli Maha Bharata di India, tokoh Semar dan punakawannya Petruk, Gareng dan Bagong ini tidak ada. Jadi tokoh Semar dalam kisah Maha Bharata versi pewayangan tanah Jawa ini adalah rekayasa manusia. Tokoh buatan manusia di Jawa.
2. Golongan dalang-wayang mengatakan bahwa tokoh Semar dan punakawannya ada di dalam pakem pewayangan wayang-purwa. Jadi tokoh Semar memang ada di pakem wayang-purwa.
3. Golongan spiritualis dan paranormal mengatakan bahwa mereka pernah bertemu dan berdialog dengan tokoh Semar ini, pernah menerima wejangan dan lain-lain dari beliau. Jadi tokoh Semar memang ada.

Suatu diskusi yang sangat menarik. Saya dan istri mengikuti dengan seksama semua versi penjelasan dan pemahaman yang mereka kemukakan. Tetapi saya dan istri mempunyai versi pemahaman sendiri.
Eyang Semar, demikian kami berdua menyebut beliau. Eyang Semar adalah salah satu dari Guru Roh saya, juga Guru Roh istri saya. Jadi kami berdua sudah sering bertemu dan menghadap beliau untuk menerima pelajaran dan bimbingan dalam laku spiritual yang kami jalani.
Suatu hari di dalam meditasi, Eyang Semar hadir memberikan pelajaran dan bimbingan spiritual kepada kami berdua. Pada kesempatan itu kami menanyakan pada beliau, Semar siapa dan ada dimana. Beliau menjawab : “Itu adalah urusan gaib, kalian tidak perlu tahu.”
Tentu saja jawaban seperti ini belum membuat kami puas, rasa ingin tahu kami tentang tokoh Semar masih tetap menggoda kami untuk bertanya lagi.
Pada suatu waktu dimana ada kesempatan untuk bertanya, kami menanyakan lagi kepada beliau, Eyang Semar menjelaskan : “Kalau ada jurnalis menulis tentang kalian berdua, maka dia akan menulis apa saja yang dilihat, didengar dan diketahui oleh panca indranya. Tetapi kalau yang menulis tentang kalian berdua adalah seorang spiritualis yang mempunyai indra ke-enam, maka dia akan menulis apa saja yang dia ketahui melalui panca indranya, juga melalui indra ke-enamnya. Jadi dimensi gaib dan tokoh gaib yang ada di sekeliling kalian akan ikut ditulis. Apakah sekarang kalian sudah mengerti mengapa pada versi India dan versi Jawa berbeda?”
Semua penjelasan Eyang Semar ini juga belum membuat saya dan istri berhenti untuk mencari tahu, siapa tokoh Semar ini? Setelah berselang lama sejalan dengan laku spiritual yang kami jalani, sejalan dengan peningkatan pemahaman spiritual yang kami dapat, kami berdua memohon penjelasan lagi kepada Guru Roh kami Eyang Semar. Inilah penjelasan beliau :
- Aku ini adalah pembantunya Gusti Allah.
- Akulah yang paling tahu “kehendak Allah” untuk manusia.
- Tugasku adalah mengasuh para satria yang sedang menjalankan tugas “kebenaran Allah”.
- Aku dapat memakai “jati diri” siapa saja, dimana saja dan kapan saja.
- Wujudku dapat menjadi putri yang cantik sampai raksasa yang mengerikan.

Apakah kalian sudah mengerti?

Selesai Eyang Semar menjelaskan, kami berdua menitikkan air mata karena terharu, berbahagia dan bersyukur, bahwa di dalam kehidupan ini Eyang Semar berkenan membimbing kami dalam laku spiritual yang kami tempuh sebagai salah satu dari Guru Roh kami.

Sedikit tambahan untuk penjelasan :
1. Kami berdua bersama teman-teman berjumlah 9 orang membuat sanggar spiritual di salah satu rumah teman tersebut. Di ruang kami berkumpul pada dinding depan akan dipasang sebuah wayang tokoh Semar. Eyang Semar memang sering hadir dalam memberikan bimbingan dan wejangan spiritual. Pada suatu kesempatan seluruh anggota sanggar ingin mendapat nasehat mengenai sebuah wayang Semar yangakan dipasang dalam ruangan tersebut. Apakah sebaiknya dipasang wayang Semar dengan jati diri seperti di pemakaman atau seperti tokoh semar dengan jati diri sosok Resi Badramaya atau Begawan Ismaya.
Eyang semar menjelaskan, “Jati diriku tidak penting, akan tetapi jati diriku yang sudah banyak dikenal secara merakyat adalah sebagai Semar dan punakawannya, maka pakailah jati diri Semar sebagai punakawan.”
2. Eyang Semar adalah Roh Suci dari tingkat langit yang tinggi sekali atau dari tingkat Nirvana yang tinggi sekali. Roh Suci ini turun di tanah Jawa sebagai tokoh Semar. Roh Suci ini juga pernah turun di Mesir, di Timur Tengah, di India dan di negri Tiongkok dengan jati diri yang berbeda dan di jaman yang berbeda pula.
3. Jati diri tokoh Semar banyak dipalsu oleh makhluk gaib non Illahi atau makhluk gaib jenis jin. Jadi sebaiknya selalu waspada, hati-hati dan teliti dalam memasuki alam gaib dan bertemu dengan tokoh Semar.
 
nanti disambung lagi yaa.. ini daftar isinya aja dulu..

daftar isi

kata pengantar

pendahuluan

1. Semar siapa dan ada dimana

2. Kebijaksanaan para dewa
kasus i. Vihara rumahan
kasus ii. Medium
kasus iii. Perubahan drastis

3. Hukum alam semesta
kasus i. Mau menerima kesembuhan, tidak memberi kepedulian
kasus ii. Mau menerima kesembuhan, tidak lupa memberi kepedulian
kasus iii. Yang diberikan menentukan yang akan diterima

4. Roh dan strata roh
• kehidupan manusia dengan strata nirwana
kasus i. Joko yang pengusaha
kasus ii. Halim, suhu dan sin she
• apa keuntungan mempunyai strata nirwana?
• skkb = 0

5. Strata altar

6. Apa kata para dewa tentang amal
• peranan kotak amal
• perpuluhan dan 2,5
• amal dan persembahan
• tahu beres = instan

7. Ziarah ritual di lorong kecil
8. Kanjeng ratu kidul
9. Garis kodrat hidup
10. Umbul jumprit
11. Parang tritis
12. Petilasan suci dan berkahnya
13. Ziarah ke petilasan jambe pitu
14. Memohon maaf dan memaafkan
15. Bertanya di altar
16. Ajaran sang budha untuk mira
 
buku II menelusuri jalan spiritual Bab II.6 mantera dan doa

Banyak mantra Budhis dicetak dan disebarkan lewat Vihara dan Klenteng Tri Dharama. Diikuti dengan penjelasan panjang lebar mengenai keampuhan matra itu danpromosinya.

Saya tertarik satu mantra terkenal dari banyak mantra yang ada yaitu Ta Pei Cou atau Maha Karuna Darani. Mantra ini memang mempunyai kekuatan spiritual yang tinggi, oleh karena itu tidak semua orang cocok membaca mantra ini. Pembaca mantra ini perlu punya fondasi spiritual, mempunyai wadah spiritual untuk menampung kekuatan mantra dan mempunyai pemahaman spiritual yang memadai untuk dapat mengontrol dan memanfaatkannya.

Salah satu kasus yang saya temukan, seorang ibu rumah tangga setengah tua telah membaca mantra ini setiap hari selama 10 tahun lebih, kalau satu hari saja ia tidak membaca mantra ini, terasa ada yang kurang dalm hidupnya hari itu. Hasil pembacan mantra ini, kekuatan mantra telah membuka indra ke 6-nya. Dia mulai sering melihat hal-hal gaib dan mendengar suara-suara aneh, semua ini diluar kontrol dia, sehingga dia sekarang diliputi kegelisahan dan susah tidur.

Hasil pengamatan batin saya, Ibu ini belum mempunyai fondasi dan wadah spiritual, juga belum mempunyai pemahaman spiritual yang cukup. Dia membaca mantra hanya karena tertarik promosi yan gditulis di dalam buku mantra tersebut. Saya jelaskan padanya bahwa semua yang dia alami adalah akibat pembacaan mantra yang kurang tepat, mantra Maha Karuna Dharani bukan sembarang Mantra dan tidak sembarang orang boleh membaca mantra ini. Dia ragu-ragu atas penjelasan saya, maka saya katakan kalau anda ragu, tanyakan sendiri kepada Dewi kwan Im di vihara banten, sebab mantra ini adalah mantra Dewi kwan Im. Tanyakan apakah anda masih baik untuk meneruskan pembacaan mantra ini.

Sekitar seminggu kemudian dia datang lagi ke rumah saya, dia bilang bahwa dia telah tanya ke vihara Banten dan Dewi Kwan Im melarang dia meneruskan pembacaan mantra.

Kasus lain yang saya temukan adalah Andi, berumur sekitar 50 tahun, dia sudah lebih dari 20 tahun setiap hari membaca mantra maha Karuna Dharani (Ta Pei Cou), tapi tidak merasakan apa-apa, tidak ada yang aneh-aneh. Pengamatan bathin saya memang di dalam diri Andi tidak ada kekuatan apa-apa hasil dari pembacaan mantra hebat ini. Saya merasa heran sekali, mengapa dapat terjadi seperti ini. lalu saya tanya Andi, di Vihara mana dia melakukan ibadah. Dia mengatakan bahwa setiap tahun dia melakukan beberapa kali ibadah di sebuah Vihara di luar pulau njawa. Secara rutin dia melakukan upacara ritual besar di Vihara itu.

Dari pengamatan bathin saya, vihara tempat Andi beribadah secara rutin setiap tahun sudah tercemar. Yang ada di altar Vihara itu bukan lagi para Dewa dan roh suci, melainkan jin yang memalsukan diri sebagai para dewa di altar. Di rumah Andi di jakarta juga ada altar yang berasal dari Vihara yang tercemar ini. Jin di altar rumah Andi inilah yang menutup dan memblok mantra yang diucapkan Andi agar tidak "naik" dan menjadi kosong. Maka jerih payah Andi selama kurang lebih dari 20 tahun tidak menghasilkan apa-apa.
 
2. Kebijaksanaan Para Dewa

Banyak diantara para tamu saya yang sudah akrab sekali dengan dunia paranormal, supranatural dan juga spiritual. Ada yang sebagai pelaku, ada juga sebagai pengunjung. Yang terakhir ini paling banyak menjadi tamu saya.
Mereka sudah biasa berkunjung dari satu “orang pintar” ke “orang pintar” yang lain. Terutama orang-orang yang dapat “menurunkan” para dewa dan roh suci untuk memberikan pertolongan kepada para tamunya. Biasanya mereka disebut medium, loktung atau tungsen.
Begitu sering saya melihat bahwa dibelakang para “orang pintar” ini adalah gaib-gaib yang bukan garis Illahi, melainkan makhluk gaib jenis jin yang mengaku para dewa atau roh suci, lengkap dengan memalsukan jati diri para dewa dan roh suci idola dari para orang pintar ataupun para medium.
Begitu banyaknya yang palsu dibandingkan yang asli, sepuluh banding satu. Maka saya sampai tidak berani mengatakan secara terang-terangan dan langsung, sebab nanti dapat muncul anggapan bahwa yang bersih dan asli hanya Herman saja, yang lain semuanya sudah tercemar dan palsu.
Untuk menghindari anggapan seperti inilah, maka saya selalu menyarankan kepada mereka untuk melakukan evaluasi dan bertanya sendiri langsung kepada para dewa dan roh suci yang duduk di altar Vihara atau Kelenteng. Bukan bertanya kepada petugas Kelenteng atau suhu yang buka meja di kompleks atau halaman Kelenteng. Dengan demikian yang menyatakan “hitam” atau “putih”nya seorang medium atau suhu bukan saya, tetapi dewa yang di altar.
Ada beberapa kasus yang akan saya ceritakan disini, bahwa apa yang sebenarnya saya ketahui dengan apa yang dinyatakan oleh para dewa di altar berbeda. Para dewa dan roh suci mempunyai kebijaksanaan yang lebih tinggi dan luas. “Petunjuk dari para dewa dan roh suci tidak selalu yang sebenarnya, tetapi selalu yang terbaik untuk saat itu”. Rambu ini sudah saya tulis dan saya jelaskan dalam buku ketiga saya berjudul “Menelusuri Jalan Spiritual” warna sampul biru.
 
Kasus pertama : Vihara rumahan

Amir, di rumahnya mempunyai altar yang besar dan indah, altar utama Dewi Kwan Im didampingi beberapa para dewa. Amir menerima tamu yang minta pertolongan baik urusan kesehatan maupun masalah kehidupan duniawi. Jadi Amir membuka altar rumahannya menjadi Vihara rumahan, sebab altar di rumahnya terbuka untuk para tamunya yang ingin sembahyang.
Suatu hari Amir membawa saya dan istri ke rumahnya untuk melihat altar. Begitu masuk rumahnya, saya dan istri terkejut melihat altar yang begitu bagus dan besar berada di rumah yang tidak begitu besar. Dengan mata batin saya dan istri mengamati altar tersebut. Ternyata altar yang begitu bagus dan besar itu dihuni oleh segerombolan jin. Jin-lah yang duduk di altar tersebut. Tidak ada satu roh sucipun di situ.
Saya dan istri tidak langsung memberitahu Amir. Saya hanya minta Amir melakukan evaluasi altarnya di Vihara Dewi Kwan Im, sebagai standard prosedur kalau punya altar di rumah. Tanyakan apakah Dewi Kwan Im dan para dewa yang di altar itu masih berkenan turun atau duduk di altar rumahnya.
Sekitar satu minggu kemudian Amir memberitahu bahwa dia telah menanyakan altarnya di Vihara Dewi Kwan Im. Jawaban dewi Kwan Im bahwa altar Amir semua baik dan Dewi Kwan Im masih berkenan “turun” atau duduk di altar rumahnya.
Tentu saja keterangan Amir ini mengejutkan saya dan istri. Kenapa yang kami berdua ketahui dan lihat sangat berbeda dengan petunjuk Dewi Kwan Im dari altar Vihara. Malamnya waktu kami meditasi menghadap Dewi Kwan Im, kami menanyakan masalah Amir ini. Inilah penjelasan Dewi Kwan Im :
“Apa yang kalian ketahui dan kalian lihat di altar rumah Amir semuanya benar, altar itu dihuni banyak jin, dan aku tidak pernah hadir di altar tersebut. Tapi Amir ini sangat sujud sembahyang padaku. Saat dia sembahyang, kukirim utusanku untuk menerima doanya. Utusanku tidak “turun” di altar, melainkan di ruang lain di rumahnya. Setelah Amir selesai sembahyang, utusanku pulang kembali.
Walaupun jin yang duduk di altar bukan jin yang baik, tapi jin ini tidak mengganggu Amir dan keluarganya, jin ini hanya menikmati sajian di altar dan merasa nyaman tinggal di altar tersebut.
Kalau kuberitahu bahwa altarnya itu cuma jin, maka Amir akan berusaha untuk membersihkan altarnya, akan mengusir gerombolan jin di altar itu. Amir tidak mempunyai kekuatan maupun kemampuan untuk mengusir. Memang Amir dapat meminta pertolongan kalian untuk mengusir jin dan membersihkan altarnya. Tetapi kalian tidak dapat membersihkan rumah Amir yang sudah berunsur yin/negatif yang disebabkan tumbal yang dipasang di rumah itu oleh paranormal teman Amir mempergunakan candu, dan candu atau morfin itu sudah meresap dan menyatu dengan tanah.
Amir juga tidak dapat pindah dari rumahnya sebab rumah itu tidak dapat dijual karena masalah surat-suratnya. Jadi lebih bijaksana untuk memberitahu tidak yang sebenarnya, tetapi yang terbaik kepada Amir.” Demikianlah penjelasan Dewi Kwan Im kepada kami berdua.
Amir bukan medium, tetapi dapat menerima bisikan batin dari alam gaib.
 
Kasus kedua : Medium

July datang jauh-jauh dari luar pulau khusus untuk bertemu dengan saya. Tujuannya untuk mendapatkan inisiasi mengangkat Guru Roh. Saya tanya dia apakah dia sudah tahu apa arti mengangkat Guru Roh, dia jawab sudah. “Apakah sudah tahu siapa Guru Roh anda?” Dia jawab sudah, Dewi Kwan Im. “Apakah anda sudah siap menelan pil pahit?” Dia jawab sudah. Saya kagum juga mendengar jawabannya yang begitu mantap tanpa ragu-ragu. July bilang bahwa dia sudah membaca berkali-kali dan mempelajari apa yang telah saya tulis dalam buku ketiga saya “Menelusuri Perjalanan Spiritual”. Dia mantap mau mengangkat Guru Roh kepada Dewi Kwan Im.
Melalui mata batin saya memeriksa July, mempunyai strata roh Nirvana, sudah mempunyai daya supranatural, rohnya sudah bangkit/bangun, dan Guru Rohnya dalam kehidupan ini memang benar Dewi Kwan Im.
July berusia 30-an tahun, masih lajang, 15 tahun menjadi medium dan masih berlanjut sampai sekarang. Di rumahnya dibangun vihara rumahan, sudah rutin menerima tamu yang minta tolong di Vihara rumahannya.
Yang menjadi perhatian saya adalah Vihara rumahannya, sebab altar utamanya bukan para dewa yang sudah banyak dikenal masyarakat, tetapi yang jarang ada dan saya baru pertama kali ini mendengarnya. Saya konsentrasi untuk melihat altar dari Vihara di rumah July. Ternyata yang ada di altar itu bukan para dewa dan roh suci, melainkan jin yang menyamar atau dewa palsu.
Di hati saya ada rasa sayang dan iba terhadap July. Dia relatif masih muda, dia tidak tahu kalau sudah 15 tahun dikelilingi para dewa palsu, jin yang menyamar. Karena rasa sayang dan iba tadi, saya telah keluar dari prinsip saya untuk tidak terang-terangan mengatakan altar orang lain sudah tercemar atau hitam.
Saya beritahu July bahwa altar dia sudah tercemar jin. Yang turun sebagai dewa di dirinya adalah dewa palsu. Supaya dia hati-hati, perintah dan petunjuk yang aneh-aneh supaya jangan begitu saja dipercaya, dipikirkan dulu baik-baik, pertimbangkan resiko dan akibatnya.
July saya anjurkan berkunjung ke Vihara Dewi Kwan Im di Banten untuk “cross-check” semua yang saya jelaskan, tanyakan satu persatu kebenarannya. Jangan mudah percaya begitu saja apa yang dikatakan orang, termasuk yang saya katakan.
Dua hari kemudian July dari Vihara Banten menelepon saya, bahwa dia telah menjalankan semua saran saya. Jawaban dari Dewi Kwan Im di altar Vihara Banten adalah semua baik, altarnya baik, dewa yang turun juga baik, misinya menolong manusia supaya diteruskan, dan tidak perlu mengangkat Guru Roh. July menanyakan apakah dia perlu bertemu saya lagi. Saya jawab : “Tidak perlu, ikuti saja semua yang telah ditunjuk oleh Dewi Kwan Im, tidak perlu ragu.”
Malam harinya, kembali saya memohon penjelasan kepada Dewi Kwan Im mengenai July yang medium ini. Inilah penjelasan Dewi Kwan Im : “Altar dan Vihara rumahan milik July memang sudah tercemar, semuanya palsu, jin-lah yang duduk di altar. July dan orang-orang disana tidak ada yang mempunyai kemampuan untuk mengusir jin di altar. Kalau dipaksakan, July bisa celaka digebuki oleh gerombolan jin ini. Kalian juga tidak dapat menolong July karena jarak perjalanan yang jauh.
July juga tidak dapat menutup Vihara rumahannya sebab membuka Vihara rumahan dan praktek sebagai medium merupakan sumber penghasilan untuk membiayai kebutuhan hidup July dan keluarganya. Jin di altar July tidak akan mengganggu July dan keluarganya selama dia tidak diusik dan diusir. Para jin itu hanya menikmati sajian dan tinggal di tempat yang nyaman.” Begitulah penjelasan yang saya terima. “Tidak yang sebenarnya, tetapi yang terbaik.”
 
Kasus ketiga : Perubahan drastis

Alin ikut kelompok penyembuhan prana, melakukan penyembuhan gratis untuk umum. Sekalian digunakan oleh kelompok ini untuk mempraktekkan pendalaman ilmu prananya. Alin termasuk anggota lama dalam kelompok ini, dia sudah mampu mendeteksi penyakit dan melakukan penyembuhan dengan prana.
Saya mengenal Alin sudah beberapa yahun, dan saya tahu kalau kelompok penyembuh prana yang diikuti oleh Alin bukan dari garis Illahi. Untuk menjaga hubungan baik, saya tidak pernah mengusik kelompok ini di hadapan Alin. Sampai suatu hari Alin meminta saya mendampingi untuk memohon inisiasi mengangkat Guru Roh di suatu Vihara atau Kelenteng.
Selesai melakukan upacara ritual mengangkat Guru Roh, saya anjurkan Alin untuk tanya di altar, apa saja yang masih diperbolehkan dan apa saja yang sudah dilarang untuk dilakukan oleh Alin setelah mempunyai Guru Roh. Seperti, apakah masih boleh menggunakan prana yang sudah dimiliki untuk menyembuhkan orang? Apakah masih diperbolehkan untuk meneruskan latihan prana dalam kelompoknya? Atau apakah dia masih boleh bergabung dalam kelompok ini?
Melalui sarana “pak-pwe”, Alin mendapat jawaban bahwa semua kegiatan di kelompok ini masih boleh dijalankan, tidak apa-apa.
Saya agak heran, kenapa dewa di altar yang sekarang sudah menjadi Guru Roh Alin masih mengijinkan Alin mengikuti kelompok prana ini, kelompok prana yang non Illahi.
Saya menghadap di altar, saya menanyakan kenapa Alin masih diperbolehkan bergabung dan mengikuti kegiatan di kelompok prana ini. Inilah penjelasan sang dewa di altar :
“Alin termasuk anggota senior di kelompok ini, sudah lama dan bertahun-tahun aktif di kelompok ini. Maka janganlah melakukan perubahan drastis dengan menyuruh Alin segera keluar dari kelompoknya sehingga membuat lingkungannya menjadi heboh. Kalian ingatkan Alin agar setiap tahun melakukan evaluasi dan menanyakan kembali apa saja yang masih boleh dilakukan dan apa saja yang sudah harus ditinggalkan.”
Sesuai pesan dewa di altar Vihara, saya ingatkan Alin agar dia jangan lupa untuk melakukan evaluasi laku spiritualnya minimal satu kali dalam satu tahun. Dan menanyakan kembali apa saja yang masih boleh dilakukan, apa sekarang masih baik dijalankan. Melewati tahun kedua, Alin sudah tidak aktif lagi di kelompok prananya. Guru Rohnya sudah melarang Alin masuk kelompok prana ini.
Sampai sekarang saya masih mengingat dengan baik nasehat dari dewa di altar : “Jangan melakukan perubahan drastis sehingga membuat lingkungannya menjadi heboh.”
 
3. Hukum Alam Semesta

Hukum alam semesta, ada juga yang menyebutnya sebagai hukum Allah, adalah hukum keseimbangan. Semua sistem di jagad raya atau di alam semesta ini dapat berjalan karena adanya keseimbangan. Yang keluar dari keseimbangan akan hancur.

Para guru roh saya menjelaskan, hukum keseimbangan di satu sisi menurunkan hukum sebab akibat, yang menghasilkan hukum karma, dan hukum karma membuahkan reinkarnasi. Ini yang disebut siklus kehidupan. Dan ini sudah banyak diketahui dan dibahas.

Di sisi yang lain, hukum keseimbangan juga turun sebagai hukum memberi dan menerima. Hukum ini terdiri 3 bagian:
1. Yang tidak memberi, tidak menerima.
2. Yang mau menerima, perlu mau memberi.
3. Yang diberikan, menentukan yang akan diterima.
Ketiganya ini disebut kepedulian hidup atau tata kehidupan manusia.

Guru roh saya menjelaskan bahwa banyak orang yang belum mengerti dan memahami hukum memberi dan menerima ini. Sehingga mereka banyak yang melepas kepedulian hidup, menjadi egois atau mementingkan diri sendiri. Hal ini mendatangkan masalah dalam perjalanan hidupnya.

1. Yang tidak memberi tidak dapat menerima,
ini artinya orang yang tidak pernah memberi, memberi kebajikan, memberi amal, memberi pertolongan dan memberi kepedulian kepada orang lain, maka pada dirinya tidak tumbuh wadah untuk menerima. Jadi walaupun Allah sudah menurunkan pertolongan, pertolongan itu akan merosot jatuh ke bawahtanpa ada yang dapat menerima, sebab wadah untuk menerima tidak ada.
Hal seperti ini banyak saya temukan dalam kasus menolong menyembuhkan orang atau menolong melepaskan penderitaan orang. Si A mudah ditolong, tetapi si B susah ditolong, padahal kasusnya hampir sama.

2. Yang mau menerima, perlu mau memberi,
Sebagian besar manusia hanya mau menerima dan menerima saja. Menerima yang enak, yang baik dan yang menyenangkan untuk dirinya. Tapi melupakan untuk memberikan kepada orang lain hal yang sama.
Juga banyak orang berdoa dan sembahyang kepada para dewa dan roh suci, memohon apa saja yang diinginkan. Memohon dan memohon terus, lupa untuk memberi. Para dewa dan roh suci dalam menjalankan tugas untuk menolong manusia tidak berani keluar dari hukum alam, hukum keseimbangan. Oleh karena itu kalau mau berdoa dan sembahayang di Vihara atau klenteng bawalah persembahan untuk para dewa dan roh suci yang duduk di altar, agar terjadi keseimbangan. Yang mau menerima perlu memberi. Tidak cukup hanya menyalakan lilin dan pasang Hio saja. Mengenai sembahyang di klenteng atau vihara telah saya tulisdalam buku pertama sampul warna hijau dengan judul"Ibadah dari Vihara ke Vihara."
 
sambungan bab 3. Hukum Alam Semesta..

Ada 3 kasus yang akan saya ceritakan disini :

a. Mau menerima kesembuhan, tidak mau memberi kepedulian.
Elly seorang dokter, ibu rumah tangga dan umat Katholik yang taat. Dia menderita penyakit kanker sudah menahun. Berbagai cara pengobatan medis sudah dilakukan, tetapi tidak berhasil. Akhirnya dia memutuskan untuk ziarah ke Lourdes memohon penyembuhan spiritual kepada Bunda Maria disana. Ajaib, penyakit kankernya berangsur-angsur sembuh.
Setelah sembuh total secara medis, dia dan suaminya mau berlibur ke luar negeri, bukan ke Lourdes. Salah satu teman dekatnya mengingatkan, mengapa tidak berlibur ke Lourdes saja sekalian mengucapkan terima kasih dan membawa persembahan untuk Bunda Maria disana. Dia mengatakan bahwa untuk berterima kasih dapat dari mana saja, tidak perlu datang lagi ke Lourdes.
Istri saya waktu tahu kejadian ini memberi tahu teman dekat Elly, bahwa Elly ini belum tahu dan mengerti tentang “yang mau menerima perlu mau memberi”. Dia mau ke Lourdes untuk menerima penyembuhan, setelah sembuh dia tidak mau ke Lourdes untuk memberikan persembahan dan terima kasih kepada Bunda Maria. Dia keluar dari hukum alam, hukum keseimbangan.
Elly cukup lama diberi kesempatan untuk sadar bahwa dia perlu untuk datang kembali ke Lourdes. Tapi rupanya setelah sembuh dia lupa diri, mengira masalah penyakitnya sudah lewat, sudah tidak ada. Sayang sekali, penyakit kankernya muncul kembali dan tidak dapat ditolong lagi.

b. Mau menerima kesembuhan, tidak lupa memberi kepedulian.
Dona seorang ibu rumah tangga berumur 30-an, menderita penyakit kanker sudah lebih dari 5 tahun. Menurut dokter, penyakit kankernya sudah stadium 4 lanjut. Sudah tidak ada harapan untuk sembuh. Setelah melihat data dirinya, dengan mata batin saya memeriksa penyakit Dona. Penyakit kanker dona disebabkan unsur non medis yang sudah menjadi medis, berasal dari gaib penunggu rumahnya yang jahat. Setelah makhluk gaib penunggu rumahnya saya singkirkan dan gangguan gaib yang ada di dalam badan Dona saya bersihkan, Dona saya beri resep obat yang perlu diminum untuk minimal selama satu tahun. Obat tersebut harus dibeli dan dibuat sendiri setiap hari.
Dalam waktu 5 bulan minum obat yang saya berikan dan paralel dengan pengobatan dokter, Dona dinyatakan sembuh total. Sampai hari ini, setelah 3 tahun lebih penyakit kankernya tidak muncul kembali.
Salah satu faktor yang menyebabkan Dona dapat sembuh total begitu cepat adalah Dona dan suaminya selalu menjaga untuk tidak keluar dari hukum alam, hukum keseimbangan yang turun sebagai hukum memberi dan menerima. Dona dan suaminya mempunyai pandangan hidup yang luar biasa, saya belum pernah bertemu dengan orang yang mempunyai pandangan seperti mereka.
Selama lebih dari 5 tahun, Dona mengeluarkan biaya pengobatan penyakit kankernya sekitar 5 juta rupiah per bulan, penyakitnya tetap ada dan tidak sembuh. 5 juta per bulan untuk pengobatan yang tidak dapat menyembuhkan penyakitnya.
Setelah penyakitnya sembuh, dia mempunyai pikiran yang sangat positif, dia mempunyai kepedulian hidup yang baik. Kalau dulu dia harus keluar biaya pengobatan 5 juta rupiah tiap bulan, tanpa kesembuhan, apa salahnya setelah sembuh dia mengeluarkan uang 1 juta rupiah tiap bulan untuk diamalkan. Itulah yang dilakukan oleh Dona dan suaminya. Secara ekonomi Dona dan suaminya bukan orang kaya, tetapi kepedulian hidupnya mengalahkan orang kaya.

c. Yang diberikan, menentukan yang akan diterima.
Yang diberikan, menentukan yang akan diterima. Saya hanya memberikan sebuah kasus yang benar-benar terjadi, kejadiannya sudah cukup lama. Orang tua istri saya membuka toko roti/bakery. Setiap tahun pada hari ulang tahun Kelenteng, maka banyak orang pesan kue tart untuk dipersembahkan kepada dewa yang duduk di altar Kelenteng tersebut. Selesai upacara sembahyang hari ulang tahun, kue-kue tart tersebut dilelang untuk umum dan uangnya untuk mengisi kas Kelenteng. Pada waktu itu saya dan istri berada di kota kelahiran kami. Istri saya melayani satu keluarga, suami istri dan anak-anaknya yang memesan dua buah kue tart, satu untuk dipersembahkan ke Kelenteng dan satu untuk dimakan sendiri sekeluarga.
Istri saya menanyakan mau pesan yang isi bolu atau cake atau spiku/lapis surabaya. Keluarga ini pesan satu isi spiku yang mahal untuk dimakan sendiri, dan satu isi bolu yang murah untuk dipersembahkan ke dewa di altar Kelenteng. Toh nanti dilelang dan dimakan orang lain. Begitu kata keluarga ini.
Istri saya dalam hati prihatin sekali terhadap pemahaman keluarga ini. Dia memberikan persembahan yang murahan saja kepada roh suci yang duduk di altar, karena toh yang makan orang lain, bukan dewanya. Dan memberikan sumbangan kue tart hanya supaya terlihat ikut partisipasi menyumbang atau beramal ke Kelenteng. Dia kurang mengerti dan memahami bahwa persembahan yang murahan, berkah yang akan diterima juga yang murahan. Yang diberikan menentukan yang akan diterima, dalam arti kebenaran spiritual.
 
4. Roh dan Strata Roh

Seperti pernah saya tulis dalam buku ketiga, warna sampul biru. Pada diri manusia ada 3 unsur, yaitu badan, jiwa, dan roh. Ketiga unsur ini berinteraksi membuat manusia dapat menjalani kehidupannya.
Jiwa berhubungan dengan pikiran dan otak yang ada di dalam tubuh manusia. Kalau badan jasmaninya mati, maka otak, pikiran dan jiwanya pun ikut mati dan hilang.
Tidak demikian dengan roh, sifat roh yang abadi membuat roh akan tetap ada walaupun tubuh dan jiwanya sudah tidak ada. Roh terus hidup menempuh perjalanan rohnya. Di dalam menempuh perjalanan roh untuk waktu yang hampir tidak terbatas ini, roh juga menjalani evolusi. Berevolusi untuk mencapai tingkat kesadaran rohani yang lebih tinggi dan lebih tinggi lagi, sampai mencapai tingkat kesempurnaan.
Di dalam menempuh laku spiritual kami, dari pelajaran dan bimbingan yang kami terima dari para Guru Roh, kami mengetahui bahwa dalam evolusi roh ini dibagi menjadi dua kelompok besar roh. Kelompok pertama, yaitu roh yang masih berada dalam lingkaran alam kehidupan manusia dan alam kehidupan arwah. Atau yang umumnya disebut lingkaran “tumimbal-lahir”, dimana berlaku hukum karma dan re-inkarnasi. Karena masih ada karma-karma yang belum lunas dan harus dibayar di dalam kehidupan duniawi, maka roh harus direinkarnasikan atau dilahirkan kembali ke alam kehidupan manusia untuk membayar karma yang belum lunas itu.
Sayangnya, di dunia ini tidak ada satu orangpun yang dalam menjalani kehidupannya, dari lahir sampai tua tidak pernah melakukan kesalahan dan dosa. Maka di dalam membayar karma yang lama, juga membuat karma baru, yang nantinya harus dibayar lunas lagi. Inilah lingkaran “karma dan re-inkarnasi” yang ingin diputuskan oleh Sang Hiang Budha Gautama melalui ajaran-ajaran Budhis.
Kelompok kedua, roh yang sudah berhasil keluar dari lingkaran karma dan re-inkarnasi, yaitu roh yang sudah berhasil membayar lunas semua karma buruknya, sehingga tidak membawa lagi karma buruk atau karma buruknya sama dengan nol.
Roh yang sudah berhasil mencapai karma buruk nol, dan berhasil memasuki “alam suci”, atau dalam istilah Tao-is disebut “alam dewa” dan di Budhis disebut “alam Nirvana”, maka roh ini sudah lepas dari lingkaran karma dan re-inkarnasi. Akan tetapi roh ini pindah ke lingkaran “tugas dan re-inkarnasi”. Suatu lingkaran kehidupan roh yang lebih besar dan mulia.
Saya sebut lingkaran “tugas dan re-inkarnasi” sebab roh masih akan di reinkarnasikan lagi menjadi manusia, bukan untuk membayar lunas karma buruknya, sebab karma buruknya sudah nol. Tetapi roh ini di reinkarnasikan lagi atau diturunkan lagi ke kehidupan manusia untuk menjalankan tugas. Tugas yang harus dijalankan untuk dapat “naik kelas” atau untuk meningkatkan tingkat rohnya di “Nirvana” atau di “langit”.
Roh yang sudah berhasil memutuskan lingkaran karma dan re-inkarnasi ini, dan sudah berhasil masuk ke alam dewa atau alam Nirvana, saya sebut sebagai roh yang sudah mempunyai “strata langit” atau “strata dewa” di alam dewa. Kalau saya meminjam istilah Budhis saya sebut sebagai strata Nirvana di alam Nirvana.
Dari penjelasan para Guru Roh saya, alam dewa atau alam Nirvana ini dibagi menjadi 33 tingkat. Kalau saya pakai istilah Tao-is, di alam dewa ada 33 tingkat langit. Kalau meminjam istilah Budhis, 33 tingkat Nirvana itu dibagi menjadi 8 tingkat alam Dewa, 8 tingkat alam Arahat, 8 tingkat alam Bodhisatva dan 9 tingkat alam Budha.
33 tingkat pencapaian “kesadaran rohani” ini dapat saya analogikan atau saya umpamakan seperti jenjang tingkat pendidikan sekolah yang sudah kita kenal bersama, yaitu di tingkat sekolah dasar ada 6 kelas, di tingkat sekolah menengah ada 6 kelas, di tingkat perguruan tinggi ada 5 atau 6 kelas dan di tingkat paska sarjana ada 5 kelas. Jumlahnya ada 22 kelas tingkat pendidikan.
Saya belum mendapat ijin dari para Guru Roh saya untuk menulis lebih panjang mengenai 33 tingkat Nirvana atau 33 tingkat langit di alam dewa ini. Tetapi itulah 33 tingkat jenjang “kesadarn rohani” dari evolusi roh, menuju “kesempurnaan”.
Yang baik untuk saya informasikan adalah para dewa dan roh suci mempunyai “tingkat langit” atau “strata langit” yang berbeda-beda. Satu roh suci di tingkat yang lebih tinggi, selalu mempunyai banyak pendamping atau pengiring yang terdiri para roh suci dari strata yang lebih rendah.
 
Kehidupan manusia dengan strata roh Nirvana

Kalau seseorang mempunyai strata roh Nirvana, berarti rohnya berasal dari Nirvana, juga berarti pada waktu dilahirkan dia tidak membawa karma buruk sama sekali, karma buruknya sama dengan nol. Karena di dunia ini tidak ada satu orang pun yang dari lahir sampai tua tidak membuat kesalahan dan dosa, kesalahan dan dosa ini menimbulkan karma buruk, maka yang dulunya waktu lahir karma nol, maka di hari tuanya tidak nol lagi.
Konsekuensi dari roh yang bersal dari Nirvana ini, membuat dia nanti harus kembali pulang di alam Nirvana, dan di alam Nirvana tidak boleh membawa karma buruk. Jadi manusia yang rohnya berasal dari alam Nirvana atau berstrata Nirvana, diujung hidupnya nanti harus sudah mebayar lunas seluruh karma buruknya.
Oleh karena itu, manusia yang rohnya mempunyai strata Nirvana perlu dapat mengelola karmanya dengan baik. Jauh-jauh hari sudah perlu untuk secara bertahap mengangsur pembayaran karma buruknya agar di hari tua tidak terlalu berat membayarnya.
Bagaimana cara mengelola karma? Penjelasannya sudah saya tulis dalam buku pertama, sampul warna hijau dengan judul “Ibadah dari Vihara ke Vihara” bab IV.
 
Beberapa kasus yang berhubungan dengan strata roh Nirvana.

1. Joko, bukan nama sebenarnya, datang ke rumah saya dengan segudang penderitaan hidup yang dialami sejak beberapa tahun ini. Pada usia 30-an, Joko masih mempunyai bisnis yang besar, pengusaha dan kontraktor yang berhasil. Kedua anaknya dikirim ke Eropa untuk belajar.
Memasuki usia 40-an, Joko mulai mengalami kesulitan dalam usahanya, semua usahanya mulai mundur dan rontok. Rumah besarnya dijual, istrinya pergi ikut anaknya di Eropa, sehingga dia tinggal sendiri numpang tinggal di rumah saudaranya tanpa pekerjaan alias menganggur, jadi pengangguran.
Joko menceritakan semua itu pada saya. Joko jujur mengaku pada saya bahwa dia mempunyai dosa dan karma buruk yang besar di dalam menjalankan usahanya. Dia meminta solusi, meminta jalan keluar bagaimana mengatasi masalahnya ini.
Melalui “mata batin” saya, saya mengetahui bahwa Joko memiliki strata roh Nirvana. Sekarang perjalanan hidupnya sedang memasuki tahap mengangsur karma buruknya yang begitu besar.
Saya jelaskan pada Joko mengenai strata rohnya dan semua konsekuensi dan akibatnya. Saya tidak dapat memberikan solusi dan jalan keluarnya untuk lepas dari semua masalah hidup yang sedang dihadapinya. Saya hanya dapat memberikan cara bagaimana menyikapinya agar tidak terus larut dalam penderitaan. Saya juga memjelaskan pada Joko bahwa secara spiritual dia masih beruntung sebab di dalam tahap pembayaran karma ini dia masih diberi kesempatan membayar yang baik atau menguntungkan, yaitu diberi kesehatan yang baik, tidak pernah sakit. Dan diberi waktu pembayaran yang cukup panjang sehingga tidak membuat dia depresi berat atau putus asa. Joko memgakui bahwa di dalam keterpurukan hidup ini, dia memang tetap sehat dan tegar.
Saya juga menjelaskan pada Joko bahwa di dalam menempuh perjalanan hidupnya ini, garisnya adalah garis Budhis. Artinya bimbingan dalam menempuh perjalanan hidupnya akan diberikan oleh Guru Roh dari garis Budhis. Maka saya menganjurkan pada Joko untuk dapat meluangkan waktu berdoa dan bersujud kepada sang Guru Roh seminggu minimal satu kali di Vihara Budha. Memohon kekuatan dan bimbingan di dalam menjalani tahap-tahap mengangsur pembayaran karma buruk ini, supaya dapat menjalaninya dengan baik dan benar.
Setelah Joko menjalankan apa yang saya sarankan sekitar sepuluh kali, dia datang ke rumah saya menceritakan pengalaman dan perubahan yang terjadi pada dirinya. Dia mulai lepas dari tekanan batin yang selama ini sangat membuat dia menderita. Dia sudah terbuka pikiran dan hatinya, terbuka kesadarannya tentang hidup ini untuk apa dan harus bagaimana. Muncul kembali niatnya untuk bekerja dan sudah mendapatkan pekerjaan, walaupun harus bekerja sendiri jauh dari anak dan istrinya. Saya sempat mendampingi Joko memohon inisiasi mengangkat Guru Roh di sebuah Vihara Budhis di Jakarta.

2. Halim, seorang suhu dan sinshe berumur 70-an, memberikan pelatihan tenaga dalam dan pengobatan. Datang ke rumah menanyakan masalah penderitaan hidupnya yang makin lama makin berat. Di saat-saat susah seperti ini dia mengeluh kenapa orang-orang yang dulunya banyak di tolong tidak ada yang peduli terhadap penderitaan hidupnya. Padahal mereka yang pernah ditolong banyak yang sudah menjadi orang-orang kaya, mempunyai kedudukan baik di pemerintah maupun di swasta. Semuanya menghilang, praktek pengobatannya juga sepi sekali. Semuanya diceritakan oleh halim dengan penuh penyesalan.
Melalui “mata batin” saya, saya tahu bahwa Halim memiliki strata roh Nirvana. Semua penderitaan yang dialami sekarang ini karena perjalanan hidupnya sedang memasuki tahap mengangsur pembayaran karma buruk. Berbeda dengan Joko tadi, Halim rupanya sering menunda dan lari dari penderitaan untuk mengangsur pembayaran karmanya, sehingga baru setelah umurnya cukup tua, dia tidak dapat lari dan lepas dari tahap mengangsur karma buruknya.
Seperti pada Joko, saya juga menjelaskan pada Halim mengenai strata rohnya dengan segala konsekuensi dan akibatnya. Halim memgatakan bahwa dia tidak meminta supaya dapat lepas dari semua penderitaan ini, tetapi dia minta tolong supaya beban penderitaan ini dapat dikurangi agar dia masih dapat bertahan.
Saya tidak menganjurkan Halim minta “discount” besarnya penderitaan, sebab yang dapat dikurangi adalah besarnya angsuran, bukan jumlah totalnya, induknya sendiri tidak dapat dikurangi.
Saya jelaskan kepada Halim dengan membuat suatu perumpamaan. Kalau jumlah pembayaran karma itu masih ada 100, dan kalau waktu pembayarannya masih ada 10 tahun, maka setiap tahun yang harus dibayar adalah 10. Kalau sekarang pembayaran angsurannya minta di “discount” 50% menjadi 5 tiap tahun, maka pada tahun ke-9 baru terbayar 45. Di tahun ke-10 harus membayar lunas sisanya yang jumlahnya 55. Ini sangat berat, lebih dari lima kali penderitaan yang sekarang ini. Apa anda kuat menerimanya atau memikulnya? Yang sekarang saja sudah dianggap berat sekali.
Sebenarnya saya akan memberikan jalan keluar untuk meyikapi masalah hidupnya ini seperti yang saya berikan pada Joko, tetapi Guru Roh saya membisikkan “tidak perlu”. Sebab dia tidak dapat memahami dan percaya. Dia bukan guru spiritual tetapi guru tenaga dalam yang berdasarkan pola pikir kebenaran materi.
 
Masih banyak kasus-kasus sejenis yang saling ada kemiripan mengenai kehidupan orang-orang yang mempunyai strata roh Nirvana. Lalu timbul pertanyaan : “Kalau begitu, apa keuntungan memiliki strata roh Nirvana?”
Pertanyaan semacam ini banyak saya terima dari para pelaku spiritual baik yang pemula maupun yang sudah lama menjalaninya. Sesuai dengan sifat dan naluri manusia, yang banyak dipengaruhi oleh sifat badan jasmaninya untuk selalu menghindari dan menjauhi semua yang dapat menyebabkan kesakitan dan penderitaan. Maka mereka juga tidak mau memiliki sesuatu yang dapat menyebabkan mereka nantinya memperoleh penderitaan. Begitu juga halnya dengan memiliki strata roh Nirvana ini, nanti di hari tuanya akan menderita untuk membayar lunas semua karma buruknya.
Jadi apakah benar memiliki strata roh Nirvana itu merugikan? Kalau anda mempergunakan pola pikir “kebenaran materi”, itu memang benar. Sebab kenyataannya, faktanya memang menjadi menderita di hari tua. Tetapi kalau anda melihatnya dengan mempergunakan “kebenaran spiritual”, mempunyai strata roh Nirvana jauh lebih menguntungkan.
Anda tentu setuju kalau saya katakan bahwa orang yang dapat sekolah lebih beruntung dari yang tidak dapat bersekolah. Walaupun kalau sekolah menjadi lebih susah, lebih sakit dan lebih menderita karena harus belajar setiap hari, harus mengerjakan PR, harus menjalani ulangan dan ujian dan harus jalan kaki ke sekolah. Semuanya ini tentu jauh lebih susah dan menderita dibandingkan waktu masih di taman kanak-kanak atau di kelompok bermain, yang setiap hari hanya bermain saja tanpa tugas apa-apa. Nah, apakah anda ingin tetap di taman kanak-kanak atau kelompok bermain(playgroup) terus sepanjang hidup? Yang dapat “melihat” jauh kedepan, tentu akan berusaha secepatnya dapat sekolah untuk memulai jenjang pendidikannya. Tidak terus bercokol di taman kanak-kanak yang hanya main-main sampai tua.
Semua ini hanya analogi atau perumpamaan yang saya buat. Lalu apa sebenarnya keuntungan punya roh berstrata Nirvana? Disini saya hanya membahas satu keuntungannya saja dari beberapa keuntungan yang ada, yaitu keuntungan dalam menempuh perjalanan arwahnya.
Karena semua karma buruk sudah dibayar lunas di hari tuanya atau karma buruknya sudah nol pada waktu masih menjalani kehidupan di dunia, maka perjalanan arwah orang yang mempunyai strata roh tidak melewati alam arwah, tetapi langsung ke alam Nirvana tempat asalnya. Jadi dia tidak lagi menjalani api penyucian, rumah hukuman dan tugas-tugas berat yang harus dijalani di alam arwah. Tingkat tertinggi di alam arwah yang juga disebut surga, belum apa-apa kalau dibandingkan dengan keadaan dan suasana yang ada di alam Nirvana. Tentang alam arwah telah saya tulis dalam buku ke-4 sampul warna putih dengan judul “Mengintip Perjalanan Arwah”.
Seperti pada perumpamaan tadi, kalau orang sudah memasuki jenjang pendidikan, maka setiap hari dia mempunyai tugas belajar yang harus dikerjakan untuk dapat naik kelas. Begitu juga orang yang mempunyai strata roh, maka setiap kali menempuh perjalanan hidup di dunia ini, selalu membawa tugas yang harus dijalankan untuk dapat naik tingkat, naik strata rohnya. Untuk dapat berhasil menjalankan tugas, perlu Guru Roh untuk membimbing agar dapat memahami “kebenaran spiritual” sebagai bekal untuk menjalankan tugas agar dapat berhasil dengan baik dan benar.
Mengenai bimbingan Guru Roh, saya sudah memuat dalam tulisan saya di buku ke-3 warna sampul biru dengan judul “Menelusuri Jalan Spiritual”.
 
Skkb = 0

SKKB adalah singkatan dari Skala Kadar Karma Buruk. SKKB sama dengan nol artinya sudah tidak ada karma buruk pada orang itu, semua karma buruknya sudah terbayar lunas, karma buruk yang dibuat di kehidupan yang lampau, di kehidupan sekarang dari lahir sampai saat dia mengevaluasi SKKBnya.
SKKB dapat turun dan naik sesuai dengan prilaku yang dibuat seseorang. Hari ini turun, esok hari dapat naik, sesuai dengan apa yang dilakukan hari ini dan esok hari. Hari ini menjalani penderitaan, esok hari membuat orang lain menderita.. Jadi yang sudah berhasil membuat SKKB = 0, kondisi ini tidak untuk selamanya.
Orang dapat dengan mudah menjaga untuk tidak berbuat kesalahan dan dosa dalam jangka waktu satu atau dua minggu, untuk jangka waktu satu atau dua bulan sudah tidak mudah, untuk jangka waktu satu tahun akan sulit sekali. Untuk jangka waktu bertahun-tahun sudah tidak mungkin lagi.
Jadi apakah mungkin seseorang dapat mencapai SKKB = 0? Mungkin, tetapi tidak mudah. Mungkin kalau dia sudah tahu cara mengelola karmanya dan mau mengelola karmanya agar SKKB = 0.
Karma buruk hanya dapat dibayar dengan menjalani penderitaan, bayar yang lama jangan membuat yang baru dan jangan lari dari penderitaan, maka SKKB seseorang secara bertahap akan terus turun.
Asda orang bilang kalau SKKB = 0, ya sama dengan meninggal dunia. Saya tidak sepenuhnya sependapat dengan pemahaman ini. Memang ada beberapa orang yang sakit atau menderita yang menunggu SKKB = 0 baru dapat meninggal, tapi juga pernah saya temukanbeberapa orang yang SKKB = 0 masih sehat-sehat saja dan menjalani hidupnya dengan tenang. Terutama orang-orang yang menjalani hidupnya sebagai rohaniawan sejati. Mengenai mengelola karma dan jangan lari dari penderitaan, saya sudah menjelaskan dalam buku pertama “Ibadah Dari Vihara ke Vihara” dan buku ketiga “Menelusuri Jalan Spiritual”.
Dari para tamu yang datang konsultasi ke rumah saya, ada beberapa kasus yang telah saya ceritakan di buku ini, yaitu mengenai kehidupan manusia yang memiliki strata roh Nirvana, kasus Joko dan Halim.
 
5. Strata Altar

Dulu, sekitar 20 tahun yang lalu, kalau saya ditanya apakah sembahyang kepada Dewi Kwan Im di Vihara atau Kelenteng mana saja sama? Saya akan menjawab sama saja, asal Dewi Kwan Im hadir di altar pada saat anda sembahyang. Kenapa sama? Karena saya dulu mengira dengan kesaktian Dewi Kwan Im yang begitu tinggi, beliau dapat mengubah diri menjadi ribuan Dewi Kwan Im untuk hadir di setiap altar beliau yang juga jumlahnya ribuan, bahkan puluhan ribu.
Tetapi sejak 7-8 tahun yang lalu, kalau saya ditanya seperti pertanyaan di atas, saya menjawab bahwa sembahyang kepada Dewi Kwan Im di Vihara atau Kelenteng yang berbeda, tidak sama, walaupun Dewi Kwan Im hadir pada saat itu. Kenapa begitu?
Pada 10 tahun yang lalu, waktu saya dan istri meditasi di malam hari, kami berdua mendapat bimbingan dan pelajaran mengenai pemahaman spiritual dari para Guru Roh kami. Pada saat itu salah satu dari Guru Roh kami mengatakan : “Guru Sejati kalian sebenarnya tidak pernah turun bersemayam di altar yang ada di dunia ini, Guru Sejati kalian selalu ada di tingkat langit yang tinggi, di tingkat Nirvana yang tinggi. Hanya sewaktu-waktu saja turun memberikan pemberkatan pada kalian, kemudian sudah naik kembali.”
Pada waktu itu saya dan istri sempat bingung dan bimbang, kalau begitu siapa yang duduk di altar Guru Sejati dan para Guru Roh yang ada di rumah kami? Siapa yang duduk di altar-altar Vihara dan Kelenteng sebagai Dewi Kwan Im di berbagai kota yang selama ini secara rutin kami kunjungi? Kalau dewi kwan Im sendiri tidak pernah turun bersemayam di altar yang ada di dunia ini.
Sejalan dengan laku spiritual yang kami tempuh, setahap demi setahap pemahaman spiritual kami meningkat, mulailah kami mengetahui, mengerti dan memahami bahwa di alam dewa atau alam Nirvana yang 33 tingkat itu, setiap tingkat ada banyak sekali Dewi Kwan Im dan juga ada banyak sekali para dewa dan roh suci lain.
Dewi Kwan Im yang menjadi Guru Sejati istri saya juga sebagai salah satu dari Guru Roh saya berada di langit tingkat 27. Di setiap langit dari tingkat 1 sampai tingkat 26 ada banyak sekali utusan-utusan Dewi Kwan Im yang mempunyai jati diri atau wujud yang sama persis seperti Dewi Kwan Im yang berada di langit-27, hanya aura yang dipancarkan yang membedakan mana yang mempunyai tingkat yang lebih tinggi.
Setiap utusan Dewi kwan Im di tingkat tertentu selalu mempunyai banyak utusan atau pengiring dari tingkat langit yanfg lebih rendah. Begitu seterusnya , sehingga di setiap tingkat langit ada banyak utusan dewi kwan Im. Makin ke bawah, makin banyak jumlahnya, jumlahnya hampir tidak terhitung. Begitu juga mekanisme dan susunan hirarki untuk para dewa dan roh suci yang lain.
Jadi yang ‘duduk” di altar-altar Dewi Kwan Im yang berada di altar rumahan, altar Vihara dan Kelenteng di berbagai tempat adalah utusan-utusan Dewi Kwan Im, dan para utusan ini mempunyai “pangkat” atau tingkat langit yang berbeda-beda. “Pangkat” atau tingkat langit para utusan yang duduk di suatu altar ini menentukan tingkat altar itu. Ini yang saya sebut sebagai strata altar. Makin tinggi “pangkat” utusan itu, makin tinggio strata altarnya, dan makin tinggi wewenangnya dalam menolong manusia.
Jadi sembahyang kepada Dewi Kwan Im di altar Vihara yang berbeda-beda, berarti sembahyang kepada utusan dewi Kwan Im yang berbeda. Begtu juga untuk para dewa dan roh suci yang lain.
 
6. Apa Kata Para Dewa Mengenai Amal

Hendra berusia 60-an tahun, pengusaha yang berhasil, murid dari guru prana yang sudah punya nama besar dan terkenal. Hendra sudah lama sekali mempelajari dan melatih tenaga prana. Sudah beberapa tahun memberikan penyembuhan secara gratis kepada orang-orang yang datang ke rumahnya. Umumnya penyembuhan dengan prana yang dilakukan Hendra membawa hasil yang baik. Hendra datang ke rumah saya mau berdiskusi mengenai penyembuhan dengan tenaga prana.

Cerita Hendra, belakangan ini, didalam menolong menyembuhkan orang, banyak yang gagal atau tidak dapat sembuh secara tuntas. Dia pernah menanyakan hal ini kepada gurunya dan dijawab bahwa penyembuhan yang dilakukannya tidak tuntas dan tidak berhasil disebabkan Hendra menolak pemberian amal berupa uang dari para tamunya.

Pertanyaan Hendra kepada saya adalah apakah benar bahwa karena dia tidak mau menerima amal dari para tamunya maka para tamu itu tidak berhasil disembuhkannya?

Saya jawab itu benar, benar sekali. Sebab saya pernah menerima penjelasan dari guru roh saya.

Pada awal saya mulai menjalani laku spiritual, saya tidak mempunyai motivasi sedikitpun untuk menjadi seorang penyembuh maupun bertujuan nantinya dapat menolong orang. Tujuan utama saya menjalani laku spiritual adalah agar saya dapat menjjalani hidup ini selalu di jalan yang baik dan jalan yang benar, jalan yang direstui dan diberkahi oleh Allah Yang Maha Esa.

Setelah saya menjalaninya sepuluh tahun lebih, mendapat bimbingan dari para guru roh saya, beribadah dari satu tempat suci ke tempat suci lain, saya telah menerima banyak berkah dan bekal berupa ilmu dan kekuatan. Guru sejati saya menjelaskan kepada saya bahwa berkah dan bekal yang telah saya miliki itu kalau tidak digunakan untuk menolong manusia akan menjadi mubasir.

Saya diberi penglihatan/visualisasi sebuah batang pohon besar dengan buah yang lebat sekali, banyak diantara buah-buah itu yang sudah masak, bahkan ada juga yang sudah berjatuhan di tanah dan membusuk.

Guru sejati saya mengatakan: " Berkah dan bekal yang telah kau miliki bagaikan buah yang begitu lebat di pohon besar itu. kalu dibiarkan akan menjadi mubasir dan jatuh membusuk di tanah, Maka pakailah untuk menolong sesama manusia.

Saya masih ragu, hanya sesekali saya pergunakan untuk menolong keluarga saya, kemudian untuk menolong saudara-saudara saya. Dengan berjalannya waktu, mulai ada teman-teman yang datang membutuhkan pertolongan, kemudian mulai ada temandari teman-teman saya juga membutuhkan pertolongan.

Di dalam menolong orang-orang ini, saya tidak mau menerima imbalan apapun, saya tidak mau menerima sumbangan amal dari orang-orang yang telah saya tolong. Jadi seperti Hendra, tidak mau menerima pemberian amal dari para tamunya.

Bedanya dengan Hendra, Hendra tidak menerima penjelasan mengenai alasannya dari guru prananya, Guru Roh saya menjelaskan kepada saya mengapa harus begitu. Inilah penjelasan guru Roh saya:
"Tidak semua tamu yang kalian tolong itu mempunyai amal yang baik, nilai amal di dalam rapor perjalanan hidupnya merah angka mati. Agar Karunia Ilahi berupa berkah atau bekal yang kalian miliki dapat diterima dalam diri para tamu yang kalian tolong, kalian perlu mau menerima sumbangan amal mereka. Kalau kalian tidak mau menerima, berarti kalian tidak mau dia sembuh."

Hendra menanyakan kepada saya bagaimana cara saya mengunakan sumbangan amal, sebab Hendra tidak menemukan kotak amal di ruang saya. Saya katakan bahwa kotak amal itu saya sembunyikan, saya baru keluarkan akalau ada tamu yang berniat memberikan amalnya. Hati saya dan istri masih belum dapt menerima untuk meletakkan kotak amal di ruang kami menerima tamu. Hendra menyarankan agar kotak amal itu diletakkan di pojok ruangan yang tidak mencolok saja, seperti yang sekarang dia lakukan dirumahnya. Tapi hati kami berdua samapi sekarang masih belum dapat melakukannya. Kami masih menganggap meletakkan kotak amal secara terbuka mempunyai arti menyuruh orang/tamu untuk mengisinya.

selanjutnya "Peranan Kotak Amal"
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.