• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Sai Baba bukan awatara!

Status
Tidak terbuka untuk balasan lebih lanjut.
Siapa Bhagawan Sri Sathya Sai Baba?

Bhagavan Sathya Sai Baba adalah nama yang telah dikenal seluruh belahan dunia. Seorang penggubah lagu – lagu bhajan dan pengidung, Jagat Guru, dan pengajar hal – hal penting, seorang Yogiswara yang memiliki bakat dan kemampuan luar biasa untuk dapat melayani dan menyelesaikan tugas-Nya, pohon kalpataru atau pohon pemenuh keinginan bagi para bhakta-Nya, avatara zaman sekarang yang penuh dengan cinta kasih, suara dari hati terdalam yang berbicara pada semua individu secara eksternal, kehadiran universal yang dapat dirasakan dan diketahui, penyatu agama dan filsafat dunia yang merangkul masalah materi dan jiwa. Tak diragukan lagi, Ia merupakan nabi penuh semangat dan berbagai aspek, yang telah dihasilkan negeri India. Beberapa antinomi (pertentangan) bertemu da berbaur serta disatukan dalam personalitas-Nya pasangan paling penting yang menyatu dari Keheningan dan Kejamakan.

Mukjizat-Nya yang teragung adalah kekuatan untuk mengubah. Membutuhkan waktu berabad-abad untuk mengubah visi dan tingkah laku seseorang, meskipun dekat dengan-Nya. Tetapi Bhagavan Sathya Sai Baba dapat mempesona dan melakukan metamorfosis penuh dalam personalitas manusia hanya dengan senyuman, kata-kata atau gerakan isyarat. Itu merupakan tanda ke-Ilahian yang paling utama. Salah satu dari keluar-biasaan-Nya adalah dapat membimbing seseorang yang menjalani hidup yang paling rutin dalam kehidupannya, tetap Ia tak pernah bosan, sebaliknya Ia melakukan kegiatan berjalan yang sama ditengah-tengah para bhakta-Nya, menerima surat mereka, menghibur mereka setiap saat dengan antusias dan kegembiraan yang menyejukkan. Setiap dharsan-Nya merupakan sesuatu yang unik. Ia adalah lautan cinta kasih.

Manusia kini telah menjadi bingung; ia diperbudak oleh mesin-mesin mengerikan dan negara-negara saling menggeram satu dengan yang lainnya. Satu-satunya harapan atau caahaya pemandu adalah Bhagavan Sathya Sai Baba yang telah menganugerahkan prasahanti dalam semua hati yang dengan penuh kasih membersihkan rerumputan yang dengan penuh dengan nafsu, kemarahan, ketamakan, harga diri dan kebencian. Ia adalah perwujudan Cinta Kasih yang hanya dapat diketahui dan dipuja dengan cinta kasih. Cinta dan keperdulian-Nya bagi umat manusia telah mengantar-Nya pada pembangunan institusi fenomenal dalam bidang pendidikan, pengobatan dan infrastruktur yang sekarang bertindak selaku model yang berperan penting. Peristiwa yang sangat mengesankan dan sangat mulia telah terjadi dalam rentang waktu tujuhpuluh tiga tahun ini. Misinya akan disingkap kembali dalam tahun mendatang dan kemudian seluruh umat manusia akan memiliki kesempatan untuk menikmati kemuliaan dan merasakan ke-Ilahian-Nya. (Sai Dharsan)
Kakek beliau bernama Kondama Raju (1840-1952) merupakan seorang brahmin (org yg dari keturunan ksatriya) dan neneknya bernama Lakshmana ( 1852-1931 ) seorang ibu rumah tangga. Beliau berputra 2 orang:

1. Pedda Venkama Raju (1885-1963), istrinya Easwaramma (1890-1972).
Ini adalah org tua dari Sathya Narayana (Sai Baba). Berputra 5:

1.Seshama Raju-pria (1911-1985).
2.Venkamma-wanita (1918-1993).
3.Parvathamma-wanita (1920-1996).
4.Sathya Narayana-pria (Sai Baba, 1926- ).
5.Janakiram-pria (1931- ).



2. Chinna Venkama Raju (1898-1978), istrinya Venkata Subbhama (1911-1973).

Dari sejak masa kanak-kanak beliau telah memperlihatkan perilaku dan budi luhur yang patut di teladani. Dalam hal belas kasihan, kedermawanan, kebijaksanaan, daya kepemimpinan yang sangat jelas membedakan beliau dengan anak-anak lainnya di Puttaparthi.


Di seluruh India beliau sangat dimuliakan dan dijadikan panutan masyarakat dan pemerintah disana. Oleh masyarakat India kedudukan beliau seakan melebihi kemulian seorang pimpinan suatu pemerintahan di sana. Itu disebabkan karena perbuatan-perbuatannya serta wacana-wacana sucinya. Usaha-usaha beliau berupa amal, bantuan serta wacana-wacananya yang selalu ditujukan untuk kesejahteraan, perdamaian serta kemuliaan nilai spiritual umat manusia dilaksanakannya hampir setiap hari tanpa henti.

Sejarah hidup beliau penuh dengan keunikan dan keanehan-keanehan. Dari sejak kecil beliau dikenal berhati welas asih, menolong sesama, membangkitkan semangat spiritual dan banyak membuat mujijat-mujijat. Itu dilakukan dari sejak kecil hingga kini tanpa henti. Seakan beliau tak pernah memikirkan diri sendiri, dan hidupnya secara konsisten tanpa henti digunakan untuk kemanusiaan, pelayanan dan spiritual.


Keajaiban-keajaiban yang dimiliki dan ada dalam pribadi beliau adalah:

1. Kejeniusan yang tak ada tandingannya. Adalah aneh kalau diceritakan bahwa sekolah formal yang diikuti hanya setara dengan kelas 2 Sekolah Menengah Pertama (untuk di Indonesia), namun beliau mengetahui apa saja (baik masa lampau masa sekarang dan masa yang akan datang), bisa berbahasa apa saja.

2. Watak (welas asihnya, bijak, dermawan, kepemimpin-an) sangat menonjol.

3. Kemampuan beliau untuk mencipta barang melakukan materialisasi sesuai kehendak.

4. Kesehatannya sangat sempurna. Dari sejak kecil tidak pernah menderita sakit apapun.


Biografi Sai

Rentang waktu tujuhpuluh empat tahun belakangan ini merupakan saat yang paling penting dalam sejarah kemanusiaan dengan misi dari Bhagavan Sathya Sai Baba. Di bawah ini adalah peristiwa penting dalam misi Bhagavan Sathya Sai Baba sampai saat ini.

1926 Desa Puttaparthi diberkahi dengan kedatangan Tuhan pada tanggal 23 Novemer 1926.

1940 Pernyataan diri Sathya Sai Baba sebagai avatara.

1945 Mandir tua dibangun.

1957 Sathya Sai Baba membuka Rumah Sakit Umum di Puttaparthi.

1958 Publikasi dari Sanatana Sarathi dimulai.

1965 Sri Sathya Sai Seva Samiti (yang kemudian dikenal dengan oranisasi Sri Sathya)

1966 Sri Sathya Sai Bal Vikas dimulai.

1967 Sathya Sai Baba meresmikan Dharmaksetra, Mumbai.

Sathya Sai Baba meresmikan konferensi dunia pertama

Perguruan tinggi Sri Sathya Sai di buka di Anantapur.

Sathya Sai melakukan perjalanannya yang pertama ke Afrika Utara.

1972 Sathya Sai Baba membuka kursus musim panas di India tentang kebudayaan dan spiritual. Sathya Sai Baba membuka sekolah Esvaramma, Puttaparthi.

Sathya Sai Baba membuka Audorium Purna Candra, Puttaparthi.

1973 Sathya Sai Baba meresmikan Sivam, Hyderabad.

1975 Konferensi dunia pertama diadakan di Prashanti Nilayam.

1978 Sathya Sai Baba membuka bangunan perguruan tinggi di Brindavan, Bangalore.

1980 Konferensi dunia yang ketiga diadakan di Prashanti Nilayam.

1981 Pembukaan Sundaram, Madras.

1984 Trayi Brindavan dibuka di Whitefield, Bangalore.

1985 Teater Angkasa Sri Sathya Sai (Planetarium) yang dibuka di Prashanti Nilayam.

1990 Museum warisan abadi yang dibuka di Prashanti Nilayam.

1992 Institut lmu Kedokteran Tinggi dibuka di Prashanti Nilayam.

1995 Sathya Sai Baba membuka Gedung Sai Kulwant Dharsan, Prashanti Nilayam.

1997 Piala Sri Sathya Sai Baba untuk kejuaraan kriket yang diadakan di Prashanti Nilayam.

2001 - 2007 Peresmian Rumah Sakit Spesialis di Whitefield 18 januari 2001.

Peresmian Lapangan Tenis International 12 januari 2007 (The Hindu)

Sumber:
http://ssgi-swami.blogspot.com/
 
Visi dan Misi Sai

Pada tanggal 25 Mei 1947, pada umur duapuluh tahun untuk membalas surat dari kakaknya yang ingin mengetahui apa yang ingin dilakukannya, Bhagavan Sathya Sai Baba menulis sebuah surat. Di bawah ini adalah intisari dari surat yang penuh semangat itu.

Aku memiliki tugas; untuk mengasuh dan memastikan semua makhluk hidup dengan bahagia (ananda). Aku bersumpah; untuk memimpin orang yang sudah menyimpang dari jalan yang benar, mengembalikannya pada kebenaran dan menyelamatkannya. Aku terikat untuk bekerja pada hal yang aku sukai; menghilangkan penderitaan orang miskin dan member apa yang tidak mereka miliki. Aku memilliki definisi tentang pengabdian yang Ku-harapkan; Orang yang berbakti pada_Ku harus mengalami suka dan duka, pertemuan dan perpisahan, dan perilaku yang sama. Ini berarti bahwa Aku tak kan melepaskan siapapun yang telah terikat pada-Ku. Ketika aku melakukan tugas itu, bagaimana engkau dapat memahami bahwa nama-Ku akan tercemar? Engkau sendiri akan dapat melihat kemuliaan pada tahun mendatang. Para bhakta harus bersabar dan menahan diri. Aku tidak prihatin, atau pun gelisah, bahwa hal ini harus diketahui. Aku sebenarnya tak perlu menulis kata – kata ini, Aku menulisnya karena Aku merasa engkau akan marah jika Aku tidak membalas suratmu.

Sekian, Baba-mu


Visi :

* Menyadari aspek ketuhanan didalam diri (Aham Brahma Asmi)


MISI :

* Menjaga Dharma

* Menjaga para devotee

* Memelihara nilai - nilai kemanuisaan

* Melindungi orang suci

"Aku datang tidak untuk mengganggu atau menghancurkan kepercayaan mana pun, tetapi untuk lebih memantapkan lagi keyakinan yang dimilikinya, agar orang Kristen menjadi Kristen yang lebih baik, orang Muslim, menjadi Muslim yang lebih baik, orang Budha, menjadi Budha yang lebih baik dan orang Hindu, menjadi Hindu yang lebih baik."

lebih lanjut Swami bersabda:

Haya ada hanya satu agama yaitu agama cinta kasih

Hanya ada satu bahasa yaitu bahasa hati

Hanya ada satu kasta yaitu kasta kemanusiaan

Hanya ada satu Tuhan Ia hadir diamana-mana


Sumber:
http://ssgi-swami.blogspot.com/
 
Di dalam Hindu Dharma terdapat banyak sampradaya atau perkumpulan perguruan nonformal untuk mendalami ajaran agama Hindu yang merupakan agama yang terbuka untuk siapa saja.

Masing-masing sampradya memang memiliki ciri khasnya (visi & misi) sendiri seperti Ista Dewata yang dipilih dan sistem Adikari atau metode pendalaman kerohanian. Tetapi dasarnya semuanya sama yaitu kitab suci Weda.

Menurut Swami Siwananda, agama Hindu menyiapkan hidangan spiritual kepada setiap orang sesuai dengan perkembangan hidupnya.
Karena itu tidak ada pertentangan dalam keanekaragaman sistem sampradaya dalam beragama Hindu tersebut.

Hindu Dharma di Bali dapat dikatakan setiap keluarga itu sudah merupakan sampradya karena memiliki Bhatara Guru / leluhur masing-masing sebagai penuntun hidup garis keturunannya.

Ada tiga sistem pengelompokan leluhur yaitu berdasarkan Sapinda, Gotra, dan Pravara.

  1. Sapinda kesamaan leluhur berdasarkan kesamaan darah keturunan yang dapat dilacak dengan pasti.
  2. Gotra kesamaan keluarga berdasarkan tokoh yang diyakini sebagai leluhurnya sebagai pembentuk wangsa.
  3. Pravara kesamaan keluarga didasarkan pada kesamaan sampradaya atau sekte Hindu yang dianutnya.
Kesemua itu bermuara ke satu tempat Sang Hyang Prajapati penguasa roh manusia yang menuju alam niskala atau Para Loka.
Di sinilah pengadilan pertama roh yang telah lepas dari badan wadahnya.
Tergantung karmanya dalam kehidupannya di bumi ini.
 
Apa Benar Sri Sathya Sai Baba Itu Awatara?

Berbicara masalah filosofi Ketuhanan atau Theologi landasannya adalah keyakinan pada apa yang dinyatakan dalam kitab suci agama bersangkutan. Sanatana Dharma dalam ajarannya memang mengajarkan adanya Tuhan karena KemahakuasaanNya bisa turun menjelma menjadi bermacam-macam bentuk. Tuhan yang menjelma itu disebut Avatara.

Kalau dipandang dari sudut teori Adwaita segala yang ada ini adalah perwujudan Tuhan. Yang ada hanyalah Tuhan. Bagaikan layar film di gedung bioskop, yang ada sesungguhnya hanyalah layar putih. Penciptaan bagaikan gambar film yang dipancarkan ke layar yang putih itu sehingga layar putih itu tidak kelihatan. Yang kelihatan adalah gambar film yang dipentaskan. Begitu pentas film selesai yang kelihatan sesungguhnya hanyalah layar putih tersebut. Gambar itu hanyalah khayalan belaka atau disebut “maya”. Alam semesta dengan segala isinya ini hanyalah maya belaka. Dengan demikian penciptaan ini adalah Tuhan sebagai alam semesta dengan segala isinya.

Sedangkan teori Dwaita Tuhan menciptakan alam dengan segala isinya bagaikan emas di rubah menjadi berbagai bentuk perhiasan. Setiap bentuk perhiasan emas memiliki perbedaan berat dan kadar karatnya. Pengertian umum tentang avatara seperti melihat perhiasan emas dengan berat dan kadar karatnya yang tinggi. Atau bagaikan aliran listrik yang menjelma menjadi berbagai bola lampu. Yang disebut avatara menurut pandangan umum adalah bola lampu yang jumlah wattnya paling besar. Padahal disetiap bola lampu itu ada aliran listrik. Artinya semua bola lampu itu adalah perwujudan aliran listrik yang sama. Karena itu manusia yang disebut avatara kalau ia memiliki kekuatan “Siddhi” tertentu. Ada sastra Hindu yang menyatakan 16 Siddhi yang lain menyatakan 30 Siddhi. Tetapi avatara itu bukanlah Tuhan yang hanya bisa menjelma menjadi manusia saja. Karena Tuhan itu Mahakuasa, menjadi apapun beliau pasti bisa. Demikianlah menurut keyakinan Sanatana Dharma.

Dalam bahasa Sansekerta kata “Avatara” berasal dari kata “ava dan tara”. Ava artinya turun dan tara artinya menyeberangi. Tuhan ber “avatara” artinya Tuhan turun menyeberangi ciptaanNya. Karena itu ada Purusa Avatara artinya Tuhan turun menjdai jiwa alam semesta ini. Sebagai jiwa Bhur Loka Tuhan disebut Siwa. Sebagai jiwa Bhuwa Loka Tuhan disebut Sadha Siwa dan Tuhan turun menjiwai Swah Loka disebtu Parama Siwa. Karena itu disebut Tri Purusa yaitu tiga jiwa agung alam semesta. Menurut Veda Tuhan hanya seperempat bagian ada di alam semesta. Selebihnya Tuhan berada di luar alam semesta ciptaanNya.

Tuhan juga turun menjdadi sumber dan mengendalikan sifat ciptaanNya. Menjadi sumber untuk mengendalikan dan menguatkan Guna Sattwam Tuhan disebut Wisnu. Mengendalikan Guna Rajah Tuhan disebut Brahma sedangkan untuk mengendalikan Guna Thamah Tuhan disebut Siwa. Tiga dewa ini disebut Guna Avatara. Tuhan dalam wujud Tri Murti ini juga sebagai pencipta, pemelihara dan pemeralina yaitu sebagai Brahma, Wisnu dan Siwa.

Tuhan juga menjelma dalam setiap Manwantara. Satu hari Brahman lamanya 14 Manwantara. Setiap Manwantara Tuhan turun menjelma sebagai Avatara Manu. Karena itu ada 14 Manu yang turun pada setiap Manwatara. Setiap Manwantara terdiri dari 71 Maha Yuga. Setiap Maha Yuga ada empat jaman yang disebut catur yuga yaitu Kerta Yuga, Treta Yuga, Dwapara Yuga dan Kali Yuga. Tiap-tiap Yuga ini ada Avataranya. Karena itu ada Yuga Avatara. Tuhan yang turun menjelma sebagai Avatara tidak selalu tampil istimewa. Bisa juga kadang-kadang marah, sedih, jatuh cinta dan sifat-sifat yang manusiawi lainnya. Hal itu sebagai wujud Lila atau permainan Tuhan untuk menunjukkan bahwa Tuhan yang menjelma saja tidak terhindar dari pengaruh hukum alam. Karena Tuhan turun menjelma maka segala sifat-sifat umum manusia itu juga Beliau tampilkan agar dapat berbaur dengan sesama manusia. Kalau Tuhan mau tampil istimewa dengan segala SidhiNya tentunya bisa saja. Tetapi hal itu melanggar hukum-hukum alam yang juga Beliau ciptakan. Artinya Tuhanpun patuh pada hukum yang beliau ciptakan.

Dari uraian ini ada lima jenis Awatara yaitu Purusa Avatara, Guna Avatara, Yuga Avatara, Manwantara Awatara dan Lila Avatara.

Dalam berbagai Puran ada dinyatakan bahwa ada tiga kualitas, ada Amsa Avatara, Avesa Avatara dan Purna Avatara. Amsa Avatara itu kekuatan Tuhan tidak sepenuhnya ada pada Awatara tersebut. Ada orang-orang tertentu memiliki badan KetuhananNya yang sangat kuat cuma tidak penuh. Avesa Avatara adalah Tuhan turun hanya sebentar saja untuk sesuatu tujuan. Misalnya seperti Nara Singa Avatara adalah Tuhan turun sebentar saja hanya untuk mengakhiri keangkara murkaan Raja Hiranyaka Kasipu. Sedangkan Purna Avatara Tuhan turun menjelma secara penuh pada diri setiap Avatara. Baik dalam wujud ikan Matsya Awatara, berwujud kura-kura Kurma Avatara maupun dalam wujud manusia seperti Rama, Krishna, Kalki dan lain-lain.

Tri Murti Sai Avatara
Prof. Dr. Kasturi seorang guru besar Ilmu Filsafat di India telah membuktikan bahwa Sai Baba itu adalah Avatar Tuhan. Di samping Prof. Dr Kasturi juga ada ratusa ilmuwan kaliber dunia telah membuktikan bahwa Sai Baba itu adalah Avatara Tuhan. Tentunya kalau ada orang tidak percaya pada Sai Baba Avatara sah-sah saja di era kebebasan berpendapat dan berdemokrasi ini. Para ahli dan orang kebanyak yang percaya bahwa Sai Baba itu avatara dengan melakukan berbagai penelitian dan pengamatan langsung pada keberadaan Sai Baba di Puttaparthi India. Para ahli dan orang kebanyakan sudah jutaan orang di berbagai belahan dunia dapat mengalami langsung berbagai siddhiNya Bhagawan Sri Sathya Sai Baba. Misalnya Srsti artinya siddhi untuk menciptakan berbagai macam benda dengan sangat ajaib. Prapti artinya Sai Baba bisa tampil secara kasat mata di beberapa tempat yang berlainan secara bersamaan. Laya artinya Beliau juga bisa melakukan pralina pada berbagai hal yang dianggap penting untuk menjalankan kasih Beliau pada umat manusia. Menyembuhkan orang sakit berat yang secara medis tidak mungkin disembuhkan, ada juga orang yang secara medis sudah dinyatakan mati, Sai Baba bisa menghidupkan kembali. Pengalaman para ahli dan masyarakat awam yang sudah dapat membuktikan Sai Baba itu avatara sudah bayak sekali yg dibukukan.

Selanjutnya dalam buku Sri Sathya Sai Anaddayi tulisan Karunamba Rama Murthy, Sai Baba meyatakan bahwa Kalki yang Purna Avatara ke sepuluh ini dalam jaman kali akan menjelma menjadi Tri Murti Sai Avatara. Awal abad ke 19 M sebagai Sirdi Sai Baba di India Tengah. Beliau berada di dunia seratus tahunan. Meninggalkan raganya 15 Oktober 1918. Selanjutnya 23 Nopember 1926 Beliau kembali menjelma sebagai Sri Sathya Sai Baba di Puttaparthi, Andra Prades India Selatan. Beliau akan berada di dunia ini selama 96 tahun. Beliau akan meninggalkan badan raganya tahun 2020. Setahun kemudian akan kembali ke dunia dengan badan raga yang baru di suatu Desa di Karnataka India. Beliau akan berada di dunia ini selama 75 tahun sebagai Prema Sai dalam badan raga seorang wanita.

Dalam kitab Anandadayi Sai Baba juga menyatakan Sai Baba Sirdi mengolah dan menyiapkan makanan rokhani untuk umat manusia di dunia ini. Sedangkan jamannya Sri Sahya Sai Baba di Puttaparthi Beliau memberikan makanan spiritual bagi seluruh umat manusia yang mau diperbaiki. Setelah jamannya Prema Sai umat manusia sudah dapat menikmati hidup bahagia lahir batin, aman dan damai karena telah mengkonsumsi makanan rohani dari Sri Sathya Sai Baba di Puttaparthi. Sedangkan Prema Sai di Karnataka nanti cukup membimbing umat manusia yang sedang tumbuh karena sudah mengkonsumsi makanan rohani itu.

Hal ini tentunya harus didekati dengan cara pandang keyakinan. Bagi yang tidak yakin tentunya sah-sah saja. Yang tidak boleh adalah saling mengganggu. Kalau yakin jangan memaksakan kepada yang tidak yakin. Tetapi demikian juga bagi yang tidak yakin jangan memaksakan kehendak agar yang yakin itu dianggap sesat dan harus disingkirkan. Hal ini tentunya melanggar hukum. Karena norma hukum di negara kita menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk beragama dan beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu.

Dikutip dari:
Murali Sai Vol.VIII September 2006
 
YANG TIDAK TERPAHAMI


Hal ini terjadi sekitar tahun 1998. Ada sekitar 1400 murid di asrama akademi Swami di Brindavan di White Field dekat Bangalore. Pada suatu malam, Bhagawan Sri Sathya Sai Baba mengunjungi asram. Para murid yang bersuka-cita menyambut kedatangan Swami sambil berdiri. Tiba-tiba listrik padam. Dalam kegelapan, Swami diam-diam mendekati seorang murid dan berbisik ke telinganya, “Athul, aku akan memberikan sesuatu kepadamu, Genggamlah!” Anak itu mengulurkan tangannya dan Swami meletakkan sebuah Ladoo di telapak tangannya. Lalu Swami kembali berbisik, “Jangan perlihatkan kepada siapapun! Letakkan tanganmu di belakang!” Tiba-tiba listrik menyala kembali dan lampu-lampu menjadi terang lagi. Athul melihat sekelilingnya. Betapa terkejutnya dia, seluruh 1400 murid yang ada menyembunyikan tangan mereka ke belakang. Setiap orang memiliki Ladoo di tangannya. Itulah Swami! Kami terheran-heran dengan leela (permainan Ilahi) yang begitu menakjubkan. Kami kehilangan akal sehat, mulut terkunci, pikiran tak berfungsi, tidak ada yang bisa memahaminya! Bagaimana kami bisa berkomentar? Banyak yang tak bisa dijelaskan, memperlihatkan keanehan ilahi Swami!

Itulah mengapa disebutkan:

“Yatho Vacho Nirvathanthe Aprapya Manasa Saha”​

Artinya:
Sang Penguasa Alam Semesta tak dapat dijangkau atau dipahami oleh indera tubuh atau oleh akal pikiran.


Sumber:
Murali Sai Vol. VIII September 2006
Oleh: Jandhyala Venkateswara Sastri
 
SEBAGAI YESUS KRISTUS

Ada sepasang suami istri, orang Amerika, penganut Agama Katolik Roma mendengar tentang Bhagawan dan datang ke Putthaparthi. Selama mengikuti pertemuan di Prasanthi Nilayam mereka merasakan kekuatan spiritual yang meliputi diri mereka. Mereka sangat terkejut dan gembira karena merasakan cahaya kebahagiaan yang kuat. Sang suami merasakan kegembiraan yang luar biasa melihat mata Baba yang penuh keteduhan dan hatinya dipenuhi cinta kasih. Dia merasa yakin bahwa Yesus sendiri telah hadir di bumi dalam wujud Sai dan menceritakan hal itu kepada istrinya. Sang istri bagaimana pun juga tidak terlalu terkesan. “Alangkah tidak masuk akal!” kata sang istri, “Bagimu mengatakan bahwa orang Hindu ini adalah Yesus itu sendiri. Aku sama sekali tidak setuju denganmu dalam hal ini.” Dia tetap menjauh dari Sri Sathya Sai Baba.

Pada suatu hari Swami mengundang pasangan ini ke ruang interview. Sang suami menjadi sangat gembira. Istrinya tampak tidak tertarik dan duduk agak menjauh. Ketika perbincangan membuat mereka samakin akrab, sang suami dengan sopan meminta ijin pada Swami, “Swami, Bolehkah aku memotret dirimu? Swami setuju dan membiarkan dia memotret beberapa kali dengan kameranya. Filmnya kemudian dicuci dan dicetak ketika mereka sampai di rumah. Apa yang mereka lihat bukanlah Sathya Sai melainkan wujud Yesus Kristus yang penuh kasih. Mereka keheranan. Sang istri merasa begitu menyesal karena tidak dapat mengenali Yesus Kristus yang secara fisik hadir di hadapan dirinya dalam wujud Sri Sathya Sai.



Sumber:
Thapovanam
 
PENGALAMAN PEDDA BOTTU

Pada waktu itu ada seorang penyembah Shri Shirdi Sai Baba yang bernama Gali Sarada Devi. Dia telah tinggal dekat sekali dengan Baba selama beberapa tahun. Lebih dari 20 tahun setelah Shirdi Sai bergabung dengan Sang Keabadian, dia berkesempatan bertemu dengan Sri Sathya Sai dan Beliau memanggilnya ke Puttaparthi. Sesuai dengan perjalanan waktu, dia diberi tempat tinggal tetap di Prasanthi Nilayam. Bhagawan juga memberinya sebuah nama panggilan "Pedda Bottu" sebagai ungkapan rasa sayang. Nama itu berarti "Bindi yang besar" karena dia selalu memakai tanda khusus (kumkum) di keningnya dengan ukuran yang lebih besar dari yang semestinya. Pada suatu hari, saat masih fajar, Bottu duduk bermeditasi di bawah Thapo Vriksham di Puttaparthi. Saat itu hari masih gelap. Bottu membuka matanya dan tiba-tiba melihat sesuatu yang sulit dipercayainya; para bidadari bergerak di angkasa di atas Prasanthi Mandir. Para bidadari itu memancarkan sinar putih berkilau saat mereka melintas di atas bukit menuju ke arah timur. Nampak begitu indahnya dan dengan cahaya yang bergemerlapan, dihiasi dengan bunga-bunga dan rangkaian kalung bunga, mereka tidak berjalan di atas tanah, tapi melintas cepat di atas langit terbuka. Pedda Bottu merasa bahwa mereka bukanlah manusia biasa. Dia juga bisa mendengar suara-suara irama musik yang merdu. Keheranan dengan penampakan tersebut, dia menyadari bahwa para bidadari tersebut baru saja kembali menuju ke tempat tinggal mereka setelah mendapatkan darshan dari Sri Sathya Sai Parabrahma, Tuhan Yanga Mahatinggi. Pedda Bottu adalah seorang Yogini dan maka dari itu dia merasa mendapatkan berkah dari Bhagawan atas pengalaman yang mengguncangkan jiwanya ini. Sesaat kemudian Bottu menuruni bukit dan dengan perlahan membuka pintu Aula Bhajan dan melihat orang-orang masih tertidur lelap. Tapi anehnya, suara-suara musik itu masih terus terdengar mengalun. Pedda Bottu menyadari bahwa para tamu-tamu surgawi tersebut masih ada di sana menghibur Baba. "Swami, aku melihat para bidadari pulang setelah menemui-Mu!". "Oh ya?" Swami berkata sambil tersenyum lembut.


Sumber:
Thapovanam
 
Vivekananda mengatakan agama universal harus memenuhi kecendrungan semua jenis manusia : manusia yang aktif, pekerja; manusia yang emosional, pencinta keindahan dan kelembutan; manusia yang menganilisis dirinya sendiri, penekun mistik; manusia yang mempertimbangkan semua hal dan menggunakan inteleknya, pemikir, sang filsuf.

Untuk memenuhi kecendrungan semua jenis manusia ini, Hindu menyediakan empat jalan, yaitu:
(1) Karma Yoga bagi yang aktif;
(2) Bhakti Yoga bagi sang pencinta;
(3) Raja Yoga bagi sang mistikus ;
(4) Jnana Yoga bagi sang filsuf.

Sebagai konsekuensinya, perbedaan jalan yang ditempuh memunculkan cara ibadah – yang lebih tepat – sadhana atau praktek spiritual yang berbeda.

Dan ini sangat dipahami oleh pemeluk Hindu, seperti halnya memahami konsep Tapa Catur Warna :
- Mengejar pengetahuan suci adalah Tapa bagi para Brahmana
- Melindungi rakyat adalah Tapa dari kaum Ksatrya
- Melaksanakan kewajiban berusaha adalah Tapa bagi Wesya
- Mengabdi adalah Tapanya kaum Sudra

Termasuk konsekuensi munculnya sebutan untuk pemimpin:

GURU :
Guru secara literal berarti ‘dari satu kepada yang lain’
Satu garis guru spiritual dalam inisiasi dan suksesi yang otentik; rantai kekuatan mistik dan penerusan yang sah; dari satu guru kepada guru yang lain.
Sebuah aliran yang hidup dari tradisi atau theologi dalam agama Hindu, diteruskan secara latihan lisan dan upanayana (inisiasi).

RSI, Pendeta atau Sulinggih = Dwijati
Dwijati Lahir dua kali, yaitu:
1. Lahir dari rahim ibu;
2. Lahir dari kegelapan (awidya) setelah Didiksa.
Dwijati artinya telah terlahir untuk kedua kalinya, yakni: pertama terlahir dari rahim ibunya dan berikutnya terlahir dalam dunia ilmu pengetahuan, dikuti dengan segala upacara yang terkait sejak ia dalam kandungan (sangaskara), sesuai dengan yang tersurat dalam Weda-weda.
Hanya para Dwijati yang "diwajibkan" untuk mempelajari Weda-weda.

LORD / AWATARA Hyang Widhi turun untuk menegakkan ajaran Dharma
Hyang Widhi turun ke dunia dengan mengambil salah satu bentuk sesuai dengan keadaan alam, dengan perbuatan dan ajaran sucinya memberikan tuntunan untuk membebaskan umat manusia dari kesengsaraan yang diakibatkan oleh kegelapan (Awidya), dalam hal ini disebut dengan Awatara.

Dalam Bhagawad Gita disebutkan “Bilamana Dharma (kebenaran) didunia ini hilang (runtuh) dan Adharma (kejahatan, keangkaramurkaan) mulai menguasai dunia, pada waktu itu Aku akan menjelmakan diriKu”.

Untuk memberikan perlindungan kepada yang baik (Dharma) dan membasmi yang jahat (Adharma) dan membangkitkan perasaan keadilan, kebenaran dan kebaikan. Aku menjelma dalam tiap-tiap jaman”.

Dalam kitab Purana disebutkan ada 10 (sepuluh) Awatara Wisnu (sifat Hyang Widhi sebagai pemelihara alam) yaitu:

1. Matsya Awatara yaitu Hyang Widhi turun kedunia sebagai Ikan yang besar yang menyelamatkan manusia pertama dari tenggelam saat dunia dilanda banjir yang maha besar.

2. Kurma Awatara yaitu Hyang Widhi turun sebagai kura-kura besar yang menumpu dunia agar selamat dari bahaya terbenam saat pemutaran Gunung Mandara di Lautan Susu (Kesire Arnawa) oleh para Dewa untuk mencari Tirta Amertha (Air suci kehidupan)

3. Waraha Awatara yaitu Hyang Widhi turun sebagai Badak Agung yang mengait dunia kembali agar selamat dari bahaya tenggelam

4. Nara Simbha Awatara yaitu Hyang Widhi turun sebagai manusia berkepala singa (Simbha/Sima) yang membasmi kekejaman Raja Hyrania Kasipu yang sangat lalim dan menindas Adharma

5. Wamana Awatara yaitu Hyang Widhi turun kedunia sebagai orang kerdil berpengetahuan tinggi dan mulia dalam mengalahkan Maha Raja Bali yang sombong dan ingin menguasai dunia serta menginjak-injak Dharma.

6. Paracu Rama Awatara yaitu Hyang Widhi turun kedunia sebagai Rama Parasu yaitu Rama bersenjatakan Kapak yang membasmi para ksatrya yang menyeleweng dari ajaran Dharma.

7. Rama Awatara yaitu Hyang Widhi turun sebagai Sang Rama putra raja Dasa Rata dari Ayodya untuk menghanncurkan kejahatan dan kelaliman yang ditimbulkan oleh Raksasa Rahwana dari negara Alengka.

8. Krisna Awatara yaitu Hyang Widhi turun sebagai Sri Krisna raja Dwarawati untuk membasmi raja Kangsa, Jarasanda dan membantu Pandawa untuk menegakkan keadilan dengan membasmi Kurawa yang menginjak-injak Dharma.

9. Budha Awatara yaitu Hyang Widhi turun sebagai putra raja Sododana di Kapilawastu India dengan nama Sidharta Gautama yang berarti telah mencapai kesadaran yang sempurna. Budha Gautama menyebarkan ajaran Budha dengan tujuan untuk menuntun umat manusia mencapai kesadaran, penerangan yang sempurna atau Nirwana.

10. Kalki Awatara yaitu penjelmaan Hyang Widhi yang terakhir yang akan turun untuk membasmi penghinaan-penghinaan, pertentangan-pertentangan agama akibat penyelewengan umat manusia dari ajaran Hyang Widhi (Dharma). Menurut keyakinan umat Hindu, awatara terakhir akan turun apabila memuncaknya pertentangan-pertentangan agama di dunia ini.
 
SEBAGAI SRI MAHA GANAPATHI


Swami Amrithananda, pengikut setia guru suci Arunachalam yang bernama Sri Ramana Maharshi, mengadakan perjalanan dari Arunachalam ke Puttaparthi untuk mendapatkan darshan Bhagawan Sri Sai. Bhagawan mendekatinya dan dengan suara yang lembut menyapa, "Amritham!" Swami Amrithananda menjadi gemetar. Hanya guru sucinya yang bernama Ramana, dulu menyapanya dengan cara sperti itu, dengan kasih sayang yang sama dan sentuhan yang akrab. Sapaan Sai Baba dirasakan olehnya sebagai sebuah leela (permainan Dewata) dengan arti khusus. Selama perbincangan dengan Amrithananda yang berusia 85 tahun, Swami berkata padanya, "Ketika berusia tujuh tahun engkau melakukan Ganapathi Homam (upacara persembahan dengan api suci kepada Dewa Ganapathi) yang berlangsung terus menerus selama 45 hari. Ketika menyerahkan persembahan dalam homa gundam, engkau mengucapkan mantra yang berisikan Beeja Aksharas (kata/huruf, suara dasar yang memiliki nilai suci dan spiritual), seperti 'Om', 'Sreem', 'Hreem', 'Kleem' dan 'Gleem', sebanyak ribuan kali setiap hari. Apakah engkau menyadari yang dikatakan dalam kitab suci bahwa jika seorang penyembah melaksanakannya dengan cara seperti yang telah ditentukan, maka sebagai hasilnya Sang Dewa Maha Ganapathi yang berkepala gajah akan muncul dari homagundam bergemerlapan dengan corak kulitnya yang keemasan dan memberikan darshan suci serta berkah kepada para penyembah? Apakah engkau pernah mendapatkan darshan seperti itu?

Amrithananda menjawab, "Aku hanyalah seorang anak kecil yang berusia tujuh tahun. Dapatkah darshan suci Maha Ganapathi diperoleh hanya semata-mata karena menyerahkan persembahan di homa gundam?" Sri Sai Baba menyakinkannya, "Hanya karena hasil dari pengulangan mantra itu dan persembahan yang kemudian dilakukan, oleh karena itulah engkau datang ke tempat-Ku sekarang di usia lanjut ini. Engkau akan menerima manfaat dari homam tersebut saat ini. Kitab suci tidak pernah salah!" Amrithananda diminta untuk melihat Swami dan ketika dia melakukannya, dia melihat di tempat Bhagawan berada, yang dilihat adalah wujud Maha Ganapathi yang penuh keagungan dan menakjubkan.


Sumber:
Thapovanam
 
SEBAGAI DEWA SRI RAMA


Tahun 1972, di kelas pelatihan musim panas diadakan di Brindavan. Delapan ratus orang anak-anak lelaki dan perempuan terpilih dari seluruh pelosok negeri dan berkumpul di Whitefield. Ibunda Swami (Easwarama) mendapatkan ijin-Nya untuk bergabung dengan beberapa pengikut wanita lainnya di Brindavan selama tiga puluh hari masa pelatihan. Sang ibunda mendapatkan akomodasi di bawah tempat tinggal Swami.

Para peserta pelatihan bangun sangat pagi setiap setiap hari. Mereka melakukan beragam kegiatan seperti melantunkan mantra Omkara (Pranavam), lagu-lagu pujian untuk para Dewa, yogasanas, bhajan, memberikan pelayanan kepada orang miskin dan kegiatan lainnya. Para peserta melakukannya dengan sangat bersemangat. Bagi Easwaramma (Ibunda Sai) semua ini sama seperti perayaan pesta setiap hari di kuil Dewi Saraswathi, Dewi Ilmu Pengetahuan.

Pada hari kesebelas dari masa pelatihan, Easwaramma mendapatkan suatu pengalaman yang menakjubkan. Keesokan paginya dia bergegas menemui Pedda Bottu yang juga dikenal sebagai Shirdi Ma. Dengan penuh semangat dia memberitahu Pedda Bottu, "Aku harus menceritakan kepadamu tentang pengalaman yang sangat menakjubkan yang aku dapatkan. Tetapi berjanjilah kepadaku bahwa engkau tidak akan menceritakannya kepada siapa pun tentang hal ini." Pedda Bottu mendekat kepadanya dan segera memintanya menceritakan apa yang terjadi. Easwaramma berkata, "Swami kita ternyata benar-benar Dewata itu sendiri! Aku benar-benar tidak meragukannya." Pedda Bottu tidak bisa menahan tawanya. Easwaramma bertanya apakah ada yang lucu dengan perkataannya? Pedda Bottu menjelaskan, "Tidak! Tidak! Aku tidak mentertawakan berkataanmu. Aku hanya mengungkapkan kebahagiaanku bahwa setelah sekian lama akhirnya kenyataan ini datang padamu untuk kau sadari. Tetapi biarkan saja, ceritakan kepadaku bagaimana engkau mendapatkan pemahaman ini." Easwaramma bercerita, "Engkau tahu bahwa aku menderita demam tinggi selama empat hari terakhir? Semalam Swami datang padaku." Pedda Bottu menyela, "Apakah itu dalam mimpi?" "Tidak!", kata Easwaramma, "Aku tidak bisa tidur dan berguling gelisah dari satu sisi ke sisi yang lain tanpa bisa memejamkan mata. Swami datang padaku dalam wujud manusia dan menanyakan perasaanku, aku mengatakan bahwa tubuhku gemetaran. Kemudian, bagaimana aku mengatakan padamu Pedda Bottu, Dia bukan Swami seperti yang engkau dan aku lihat setiap hari. Dalam sekejap Dia berubah menjadi Dewa Sri Rama, dengan mahkota yang begitu mempesona di kepala-Nya dan busur panjang di tanganNya. Dia berdiri di sampingku. Aku terkejut dan memberi salam hormatku untuk-Nya. Aku juga mencoba sebisanya untuk bangun dan duduk di tempat tidur, bahkan untuk sekedar bangun, aku tetap tidak mampu melakukannya. Beberapa saat kemudian, Dewa Sri Rama berubah menjadi Swami yang kita kenal. Dia tersenyum lembut dan memberi prasadam sedikit vibhuthi. KataNya, "Demam akan hilang dan pergi, jangan khawatir!" Pedda Bottu gembira dan berbesar hati. Katanya, "Swami telah memberkatimu. Benar-benar pengalaman yang tidak akan terlupakan!" Easwaramma benar-benar terjaga dan penuh kesadaran pada saat dia melihat Sri Sathya Sai sebagai Dewa Sri Rama. Dia benar-benar sungguh beruntung dan terberkati.

Kejadian ini sepertinya merupakan sebuah tanda bahwa pengalaman ritual yang dia alami merupakan titik awal terjadinya penyatuan jiwa Easwaramma denga Yang Maha Tinggi. Hari berikutnya, tanggal 6 Mei 1972 jam 6 pagi para peserta pelatihan baru saja kembali dari menyelesaikan ritual nagara sankeerthan. Swami memberi mereka darshan dari balkon tempat tinggalNya lalu pergi mandi. Sementara itu, Easwaramma sudah selesai mandi, lalu minum kopi paginya dan duduk di beranda bagian dalamuntuk bersantai. Tiba-tiba dia kembali ke kamar mandi dan berteriak memanggil Swami. “Swami, Swami!”, teriaknya dan kemudian jatuh pingsan. Swami menyahut dari dalam kamar mandi, “Aku datang, datang!” Inilah ceritanya. Easwaramma kemudian menghembuskan nafas terakhirnya.

Pada tanggal 6 Mei 1983, Swami berbicara dalam sebuah kesempatan memperingati meninggalnya (Vardhanthi) Ibunda Sai (Easwaramma). Mengingat perilaku khusus yang membuat dia menjadi wanita mulia dan bagaimana proses dia meninggal, Swami berkata, “Biasanya pada saat-saat seperti itu pikiran seseorang hanya dikuasai oleh pemikiran tentang emas atau barang berharga lainnya. Hanya sangat sedikit orang yang menganggap Swami datang pada pikiran mereka pada saat terahkir. Dari lantai bawah dia berteriak memanggil-Ku, “Swami, Swami!” Aku menjawab, “Aku datang, datang!” Dan dia pergi. Situasi ini sama seperti ketika Maha Vishnu bergegas untuk memberkati Gajendra untuk menganggapi panggilannya yang menyayat hati berharap untuk mendapat pertolongan dari Dewa. Ketika dua kabel menyala bersentuhan menghasilkan percikan, dalam sekejap, seseorang akan mendapatkan keselamatan. Pada saat kritis, anak perempuan Easwaramma dan cucu perempuannya, Venkamma dan Shailaja, berada di sampingnya, Tetapi Easwaramma hanya berteriak memanggil Swami. Ini merupakan bukti nyata atas kesalehan dan kebajikannya, balasan yang tak ternilai bagi Sadhana (praktek/disiplin spiritual)-nya yang agung. Ini adalah contoh yang begitu menakjubkan untuk ketaatan yang tinggi.

Sumber:
Thapovanam
 
@sathya
Tapi tolong tunjukkan kepada saya, dari segi apa dari semua cerita anda memperkuat Hindu di Bali?
 
BABA BUJUK PEKAK SARMI JADI PEMANGKU


BANYAK orang yang tidak pernah membaca atau mendengar ajaran Bhagawan Sri Sathya Sai Baba memberikan penilaian keliru. Ajaran Sai Baba pernah divonis mencampuradukkan semua ajaran agama. Ada pula yang menilai, ajaran Baba melarang umatnya menggelar upacara sebagaimana yang lazim dilakukan umat Hindu di Bali. Pendeknya, berbagai macam tuduhan miring telah banyak dialamatkan kepada Baba dan bhakta-Nya.

Betulkah semua itu? Yang jelas, sebagaimana dimuat dalam buku ''Di Dalam Cahaya Sai'', Baba mengatakan antara lain, ''Aku datang ke dunia ini bukan untuk mendirikan suatu agama baru, bukan untuk menghancurkan atau mengganggu kepercayaan mana pun yang sudah ada, tetapi untuk menguatkan kepercayaan manusia kepada masing-masing agama, sehingga dengan demikian seorang Kristen menjadi seorang Kristen yang lebih baik, seorang Muslim menjadi seorang Muslim yang lebih baik, seorang Buddhis menjadi seorang Buddhis yang lebih baik, seorang Hindu menjadi seorang Hindu yang lebih baik.'' Lebih lanjut Baba berkata, ''Aku telah datang untuk mengembalikan dharma ke jalan yang benar, untuk menyelamatkan yang baik dari penderitaan, untuk mendidik mereka yang buta, yang telah kehilangan jalan ke arah Tuhan. Oleh karena itu jangan tinggalkan agama masing-masing untuk pindah ke agama lain, tetapi Anda harus memperdalam agama yang sudah menjadi pegangan Anda, karena dalam setiap agama semua jawaban sudah terdapat...''

Baba juga menekankan agar umat melestarikan tradisi yang luhur, dan sangat menghargai upacara, sepanjang dilakukan dengan penuh kesucian hati. Jika ada orang curiga atau menuduh bahwa ajaran Baba akan menghancurkan tradisi yang baik, tentu saja kecurigaan atau tuduhan itu perlu ditinjau kembali.

Buktinya? Baba telah berkenan datang langsung ke Bali, membujuk seorang kakek agar mau jadi pemangku. Bahkan untuk itu Baba memberikan kursus kilat kepada seorang kakek tentang kepemangkuan. Kisah selengkapnya begini. Di Desa Nusa Sari, Kecamatan Malaya, Jembrana, ada seorang kakek yang sering dipanggil Pekak Sarmi (pekak artinya kakek). Warga Nusa Sari yang berasal dari Nusa Penida itu, berkali-kali meminta Pekak Sarmi agar mau jadi pemangku. Pekak Sarmi yang juga lahir di Nusa Penida itu, mungkin dinilai memiliki jiwa yang luhur sehingga pantas menyandang gelar pemangku untuk memimpin upacara agama.

Akan tetapi, meskipun Pekak Sarmi telah dipilih secara aklamasi dan sangat demokratis, ia selalu menolak jabatan itu. Alasannya antara lain, pendidikan formalnya rendah, tidak menguasai mantra-mantra untuk mengantarkan persembahan dalam berbagai jenis upacara agama.

Pada suatu pagi, Pekak Sarmi didatangi seorang laki-laki yang menurut perkiraannya orang India. Memakai jubah oranye, tamu yang tidak diundang itu memiliki tinggi badan sekitar 155 cm, berambut lebat kribo, dan berkulit agak hitam. Orang ini membujuk Pekak Sarmi agar mau menjadi pemangku. Seperti biasa, Pekak Sarmi menolak dengan alasan tidak tahu mantra-mantra. Orang India itu berkenan mengajarkan Pekak Sarmi tentang beberapa bait mantra dan cara penggunaannya. Pekak Sarmi sangat senang menerima ajaran dari tamunya. Ia heran, mengapa ia bisa menghafal berbait-bait mantra begitu cepat.

Walaupun sudah hafal sejumlah bait mantra, Pekak Sarmi tetap menolak menjadi pemangku. Kini alasannya tidak memiliki peralatan upacara. Orang India itu mengatakan, bahwa Pekak Sarmi sudah disediakan peralatan seperti yang diinginkannya. ''Ambil di pelangkiran-mu,'' kata orang India itu. ''Aku telah sediakan genta, vibhuti dan medalion.'' Ucapan orang India itu benar. Setelah memeriksa pelangkiran-nya (tempat pemujaan yang dipasang dalam rumah), Pekak Sarmi menemukan semua benda tadi terbungkus kain putih.

Akhirnya, Pekak Sarmi tidak punya alasan lain untuk menolak bujukan orang India itu. Setelah Pekak Sarmi menyatakan kesediaannya menjadi pemangku, orang India itu mohon permisi. Sebelum menghilang, orang India itu mengangkat tangannya sebagai tanda memberi anugerah. Pekak Sarmi pun sempat memberi hormat dengan mengucapkan, ''Om Swastyastu.''

Beberapa hari kemudian, Pekak Sarmi berkunjung ke rumah Made Septarawan, salah seorang pengurus Parisada Hindu Dharma Indonesia di Nusa Penida. Pekak Sarmi terperanjat melihat beberapa foto orang kribo yang terpajang di rumah Septarawan. Mengapa? Tidak lain karena foto orang itu sama dengan orang India yang mendatanginya tempo hari. Atas pertanyaan Pekak Sarmi, Made Septarawan menjelaskan, bahwa foto-foto yang dipasang itu tak lain Bhagawan Sri Sathya Sai Baba. ''Ini bernama Sai Baba, seorang awatara penjelmaan Tuhan yang sekarang masih di India,'' jawab Made Septarawan sebagaimana dimuat dalam buku ''Variasi Bahasa Kedudukan dan Peran Bhagawan Sri Sathya Baba Dalam Agama Hindu'' yang disusun Prof. Dr. I Wayan Jendra.

''Wah, wah, ini orangnya yang menyuruh dan mengajar saya jadi pemangku,'' kata Pekak Sarmi.

Pekak Sarmi tentu saja merasa bahagia setelah mendapat penjelasan ringkas dari Made Septarawan tentang keawataraan Sai Baba. Pengalaman Pekak Sarmi membuktikan bahwa Sai Baba telah memantapkan keyakinan umat Hindu di Bali pada agama yang dianutnya.

Sumber:
* Wayan Supartha (Bali Post)
 
PUJIAN PADA DEWA

Pada tahun 1983, para murid Perguruan Sathya Sai mengadakan pameran ilmiah di sebuah gedung aula (Kalyana Mandapam) di Brindavan. Gubernur Karnataka, Sri Govind Narayan sedang berada di Brindavan untuk mendapatkan darshan dari Swami. Baba mengajaknya melihat pameran itu. Di pameran itu diperlihatkan beberapa model peralatan ilmiah hasil karya para siswa. Salah satu karya mereka adalah peralatan alarm. Ada sinar yang memancar dari satu titik ke sebuah titik yang lain; bila tangan diletakkan di antara sinar tersebut, alar akan berbunyi. Ketika Swami berkeliling dan kemudia tiba di tempat peralatan tersebut, siswa yang merancang peralatan itu berkata, "Swami, silahkan letakkan tangan Anda di sini dan alarm akan berbunyi." Swami meletakkan tangan-Nya di sana tetapi alarm tidak berbunyi. Siswa tersebut terlihat bingung. Dia berkata, "Sebentar Swami, kelihatannya ada sesuatu yang tidak beres. Aku akan memperbaikinya dulu." Dia memperbaiki alat tersebut dan alar itu berbunyi secara otomatis. Dengan penuh rasa percaya diri, siswa tersebut meminta Swami untuk meletakkan tangan-Nya lagi di sana. Swami melakukannya, dan sekali lagi benda tersebut tidak berbunyi. Siswa tersebut menjadi semakin bingung dengan peralatannya. Lalu Swami berkata kepadanya, "Benda ini tidak perlu diperbaiki. Aku tidak seperti seorang pencuri atau siapa pun yang perlu dideteksi oleh alat ini; jadi sudah jelas, alarmnya tidak berbunyi!" Kemudia Swami berlalu. Ilmu pengetahuan tidak mampu menjangkau Swami. Swami melampaui ilmu pengetahuan.

Sumber:
Thapovanam
 
Jro Gde Gali Mayat, Karsa Dipeluk ''Celuluk''

PADA awalnya, Wayan Weka dicemooh memuja Baba. Pengusaha bingkai kayu di Mas, Ubud itu dicurigai macam-macam. Sejak mengenal dan memuja Baba, Weka acapkali mendengar sindiran sinis yang nadanya mencurigai dirinya tidak pernah sembahyang ke pura atau melupakan merajan.

Terhadap kecurigaan itu, Weka hanya tersenyum. ''Barangkali saya lebih sering melakukan tirtayatra daripada mereka,'' kata Weka beberapa waktu lalu ketika ditemui di rumahnya. Weka mengaku, malah dirinya lebih rajin sembahyang setelah meresapi ajaran Baba. Jika ada yang mencurigai bahwa dirinya sudah melupakan merajan, Weka mempersilakan orang itu datang ke rumahnya. ''Anda lihat sendiri kan, saya baru saja melaspas merajan,'' kata Weka menunjuk merajan-nya yang baru saja direnovasi. Beberapa bangunan suci diukir indah dengan bahan yang berkualitas tinggi. Merajan-nya itu bersebelahan dengan altar tempat bhajan yang sering ia lakukan.

Memang banyak bhakta Baba dicurigai melupakan ajaran agamanya. Pengakuan Prof. S. Bashiruddin, Direktur Komunikasi Institut Nasional Pembangunan Daerah India, rupanya menarik juga diungkap. Sebagaimana dimuat dalam buku ''Sai Baba Manusia Luar Biasa'', Bashiruddin menulis, ''Sri Sathya Sai Baba tidak pernah menyuruh saya atau orang lain untuk meninggalkan agamanya sendiri ataupun kepercayaan lain sebelumnya. Ini sepanjang pengetahuan saya. Malah sebenarnya beliau mengatakan, ikutilah agamamu sendiri dan perkuatlah kepercayaanmu terhadap Tuhan sebagaimana engkau dapat memahaminya. Ini sama artinya dengan keyakinan pada Sai.''

Lebih lanjut Bashiruddin menulis, ''Di antara kawan dan keluarga saya sendiri terdapat kekhawatiran tersembunyi akan terjadinya kemunduran kebudayaan dan agama, bila saya berhubungan dengan Sai, akan tetapi faktanya adalah setelah saya yakin pada Baba dan menjadi muridnya, saya dengan sesungguhnya menyatakan bahwa dalam hal kepercayaan, saya menjadi orang muslim yang lebih taat pada Allah, lebih menghargai agama-agama lain dan sanggup melaksanakan beberapa ajaran agama yang sebelumnya hanya dapat saya uraikan saja.''


Menggali Mayat

Agar orang lebih yakin pada ajarannya tentang kebenaran yang universal, Baba sering menunjukkan kemukjizatan atau kemampuan yang tidak dimiliki manusia biasa.

Petunjuk Baba yang luar biasa juga diterima Jro Gede Ketut Sumantra BA dari Busungbiu, Buleleng. Penasihat Sai Study Group Busungbiu yang juga guru agama di SMU Negeri di Pujungan ini mengalami peristiwa yang tidak bisa ia lupakan sepanjang hayat.

Pada tahun 1991 silam, Sumantra didatangi Sai Baba dalam mimpi. Sai Baba memberitahukan, di pekarangan rumahnya ada mayat bayi yang ditanam oleh orang yang bemaksud merusak keluarga Sumantra. Mayat itu agar digali dan kemudian ditanam kembali di kuburan dengan upacara sebagaimana mestinya.

Sumantra agak ragu menangkap mimpi itu. Itulah sebabnya, ia belum menuruti perintah Baba. Akan tetapi, setelah mimpi itu, Sumantra mengalami keanehan. Beberapa kali tiap malam, pintu rumahnya diketuk seorang anak. Setelah didekati, anak itu berlari ke pekarangan rumahnya dan menghilang di tempat mayat tertanam seperti petunjuk Baba.

Berdasarkan peristiwa aneh itu, Sumantra akhirnya menjalankan petunjuk Baba. Ternyata benar. Sumantra menemukan sesosok mayat orok, lengkap dengan bungkusan yang penuh rerajahan (tulisan atau lambang-lambang magis). Mayat itu kemudian dikubur sesuai dengan upacara Hindu yang berlaku, sesuai dengan petunjuk Baba.

Beberapa hari kemudian, sejumlah tikus bercanda di atas plafon rumahnya. Di plafonnya itu ada lubang yang diperbesar oleh tikus itu. Tikus-tikus itu kemudian menjatuhkan bungkusan yang berisi rerajahan persis seperti yang ditemukan di lubang mayat pekarangan itu.

Sejak peristiwa itu, Sumantra lebih rajin sembahyang. Ia kini lebih yakin akan kebenaran sabda Baba, bahwa siapapun yang bermimpi berjumpa dengan Baba, itu berarti Baba benar-benar datang untuk menyampaikan sesuatu.


Mantra Om Sairam

Peristiwa lucu juga dialami seorang bhakta dari Busungbiu. Pada suatu malam, Karsa (bukan nama sebenarnya) menunggui buah duriannya yang sedang panen. Agar tidak diserang pilek kena angin malam, Karsa berbaring di dangau yang ada di kebunnya. Tiba-tiba ada makhluk aneh ikut berbaring. Di Bali, makhluk menyeramkan itu sering disebut pampang atau celuluk.

Makhluk itu memeluk dan menggigit tangan Karsa. Karena kaget, Karsa spontan mengucapkan Om Sairam. Dengan mantram itu, celuluk tadi berubah wujud menjadi seorang wanita yang tak lain tetangga Karsa. ''He mbok, mengapa jadi begini?'' tanya Karsa. ''Soalnya kamu tidak pernah menawarkan apapun kepada saya sebagai tetanggamu,'' kata wanita itu. Sebagai seorang bhakta, Karsa tak menaruh dendam. Ia berusaha selalu mengembangkan kasih sayang dan memupuk kerukunan dengan sesama.

Keesokan harinya, Karsa membawa setandan pisang kepada wanita yang jadi celuluk semalam. ''Ini mbok. Pemberian ini jangan dikira sebagai tanda bahwa saya takut. Ini hanya sebagai tanda untuk memenuhi permintaanmu. Besok-besok jangan jadi macam-macam lagi untuk mengganggu saya,'' ujar Karsa.

Wanita itupun menerima pisang dengan perasaan malu. Sejak itu, kabarnya, wanita tadi kapok menjadi celuluk dan tetap merasa lebih baik menjadi manusia.


Sumber:
Wayan Supartha (Bali Post)
 
"AKU TIDAK TERBATAS RUANG DAN WAKTU"

Baba pernah satu kali mengunjungi Venkatagiri dalam perjalanan pulang ke Puttaparthi. Ada seorang wanita tua penduduk Prasanthi Nilayam yang saat itu berada di desa kelhirannya di Vayalpadu, yang terletak di jalan antara Venkatagiri dan Puttaparthi. Maka, dia berpikir bahwa dia akan meminta Swami beristirahat di Vayalpadu dan mengunjungi rumahnya. Dia tahu jadwa keberangkatan Swami dari Venkatagiri. Pada hari itu dia berdiri di tepi jalan menunggu mobil Swami dengan sabar. Dia juga mempengaruhi penduduk desa yang lain untuk ikut berjaga-jaga siang dan malam di tempat itu. Tetapi mobil itu tidak pernah terlihat. Kemudian dia mengetahui bahwa Swami telah tiba di Prashanti Nilayam. Dengan perasaan kecewa yang mendalam, dia akhirnya juga kembali ke Puttaparthi.

Dia melihat Swami ada di beranda lantai atas tempat tinggalNya sedang berbicara dengan beberapa orang yang sedang berada di lantai bawah. Dia langsung maju ke depan dan tanpa berhenti untuk mengambil nafas dia bertanya dengan suara keras, "Swami, penduduk desa kami dan saya berdiri di tepi jalan dekat Vayalpadu menunggu Anda. Kami menunggu siang dan malam. Kapan mobil Anda lewa di desa kami? Bagaimana Anda tiba di sini?" Baba tertawa karena geli oleh gaya bicara wanita itu yang berapi-api. Semua orang menatap Swami. Tetapi tiba-tiba mereka mendengar suara tawa Swami ada di samping mereka. Swami berdiri di samping mereka, masih tertawa; tidak ada Swami di beranda atas! Tidak ada yang mengetahui, bagaimana kan kapan Swami turun dari lantai atas ke bawah. Swami memberi tahu wanita tua itu, "Lihatlah, engkau sudah melihat Aku turun dari lantai atas ke bawah sini. Bila Aku bisa melakukan hal ini, bukankah Aku bisa dengan mobil-Ku tiba di sini melewati desamu tanpa terlihat oleh kalian?"

Sumber:
Thapovanam
 
ANEKA ROOPA ROOPAYA
(MEMILIKI BANYAK WUJUD)



Pada suatu hari, Baba sedang berada di Kodaikanal bersama para pengikut-Nya. Tiba-tiba Beliau melompat dari tempat tidurNya, berdiri dan berteriak, "Jangan tembak!" Ketika berkata demikian, Beliau terjatuh dari tempat tidur. TubuhNya kaku. Ternyata, Beliau telah meninggalkan badan fisik-Nya. Setelah kurang lebih satu jam, tubuh itu bergerak. Baba membuka mataNya, menyebutkan sebuah alamat di Bhopal dan menyuruh mengirimkan sebuah telegram kilat yang berbunyi, "Jangan khawatir. Pistolnya ada di Saya. Baba." Swami Satchidananda beralasan, "Swami, pegawai kantor pos tidak akan menerima telegram bila kita menyebutkan kata 'senjata' di dalam pesan. Bila kita mengubahnya menjadi 'alat' mereka tidakakan memperhatikannya." Swami setuju dan mengubah telegram itu agar bisa segera dikirim. Tetapi para pengikutnya tidak memahami kejadian misterius itu.

Sebuah surat datang dari Bhopal empat hari kemudian. Baba memberikannya kepada para pengikut. Ketika membacanya, mereka dipenuhi keterkejutan sekaligus kegembiraan. Apa yang sebenarnya terjadi?

Ada seorang perwira militer di Bhopal yang pernah bergabung pada Perang Dunia kedua dan selalu membanggakan dirinya. Meskipun demikian, dia tidak mendapatkan posisi yang layak di kegiatan pembangunan negara bagian disebabkan adanya pembaharuan untuk menggantikan tenaga yang sudah tua. Karena putus asa, dia sama sekali tidak ingin melanjutkan hidupnya. Oleh karena itu, isterinya telah dipulangkan ke rumah orang tuanya. Tidak ada orang yang dapat menghiburnya dan memberikan pertimbangan yang bijaksana untuk membantunya keluar dari perasaannya yang tertekan. Dalam keadaan seperti itu, dia memutuskan untuk bunuh diri. Dia suah menguji coba senjata apinya untuk mengetahui bahwa senjatanya berfungsi dengan baik. Semuanya sudah siap. Dia sudah siap membunuh dirinya dengan tembakan kedua. Hanya sesaat sebelum dia menarik pelatuk pistol itu, di sana, jauh di Kodaikanal, Swami tiba-tiba berteriak, "Jangan tembak!" Di saat yang bersamaan, di Bhopal, pintu ruangan laki-laki itu terbuka. Berdiri di pintu teman karib sekaligus sahabatnya di sekolah dulu. Dia tidak datang sendirian; isterinya juga datang bersamanya. Di belakang mereka ada seorang laki-laki yang membantuk membawa barang bawaan mereka.

Segera setelah laki-laki itu melihat mereka, dia berlari ke ruang dalam untuk menyembunyikan senjata itu di suatu tempat dan keluar sambil tersenyum untuk menyambut para tamunya. Tamu itu menghibur teman lamanya dengan percakapan yang menggembirakan. Dia mengingatkan beberapa kejadian yang menyenangkan pada masa perkuliahan mereka. Dia menyegarkan kembali kenangan akan kebhagiaan yang mereka saling bagikan di kampus beberapa tahun yang lalu. Dia cukup banyak berbicara dan menghibur. Isterinya juga bergabung dan menambahkan kegembiraan mereka. Kehangatan dan keakraban para tamu menyingkirkan penderitaan laki-laki tua itu dan membuat jiwanya tenang kembali.

Para tamu itu segera menyadari bahwa istri tuan rumah itu tidak ada di rumah. Maka, mereka berkata bahwa mereka akan pergi mengunjungi rumah teman mereka yang lain. Secara sambil lalu mereka menyebutkan alamat rumah teman yang rencananya akan mereka kunjungi. Laki-laki itu berusaha membujuk tamunya untuk tingggal tetapi mereka tetap mohon diri sambil berjanji untuk mampir dan tinggal di rumahnya bila mereka berkunjung lagi ke Bhopal. Para tamu itu akhirnya pergi meninggalkan laki-laki itu.

Laki-laki tua itu kemudian segera mencari pistol yang sebelumnya disembunyikannya dengan tergesa-gesa. Tapi meskipun dia mencari kemana-mana, pistol itu tidak juga ditemukan. Tiba-tiba dia teringat Sri Sathya Sai Baba. Sebelumnya dia pernah ke Puttaparthi dan mendapatkan darshan Swami. Istrinya adalah pengikut setia Baba. Maka dia menyimpulkan bahwa ini semua adalah leela (permainan dewata) Baba. Setelah mengunci pintu rumahnya, dia mencari alamat rumah teman kuliahnya yang tadi diberikan kepadanya. Tapi dia diberitahu bahwa tidak ada tamu yang datang berkunjung ke sana. Saat dia tiba di rumah, sebuah telegram kilat dari Kodaikanal tiba. Di sana tertulis, “Jangan khawatir, alat itu ada padaKu. Baba.” Setelah membaca telegram itu dia merasa sangat menyesal. Sebagai ungkapan terima kasihnya, dia menulis sepucuk surat yang panjang lebar kepada Baba. Melalui surat itu pula para pengikut Baba mengetahui kejadian sesungguhnya secara detail.

Perlu dicatat bahwa untuk menyelamatkan seorang pengikutNya Bhagawan berubah menjadi tiga wujud, teman laki-laki itu dan isterinya serta kuli; semua terjadi secara serempak, di tempat dan waktu yang sama, yang membuat hal ini menjadi sebuah kejadian yang mempunyai arti sangat luar biasa. Ini menegaskan sekali lagi bahwa waktu berada di bawah kendali Swami. Inilah arti dari kata-kata dalam Weda, “Ekoham Bahusyam” (Satu yang dapat menjelma menjadi banyak wujud).

Sumber:
Thapovanam
 
Ucapan Om Sairam Menolong Pengendara

BHAGAWAN Sri Sathya Sai Baba acapkali menekankan agar manusia selalu ingat kepada Tuhan dengan menyebut salah satu nama-Nya. Ini penting sekali. Sebab, kematian mengintai tiap saat. Jika maut merenggut, kemudian ingat dan sempat mengucapkan nama Tuhan saat mengembuskan napas terakhir, maka roh atau jiwa akan pergi ke pangkuan Tuhan.

Salah satu cara untuk mengingat nama Tuhan yakni mengucapkan Om Sairam, atau sering disingkat Sairam saja. Dalam praktik sehari-hari, kata Om Sairam merupakan ungkapan yang memiliki multifungsi. Selain dipakai untuk mengingat nama Sai Baba sebagai awatara, Om Sairam juga dipakai sebagai salam, sebagai kata awal dan mengakhiri ceramah atau sambutan. Selain itu, Om Sairam juga diucapkan spontan oleh bhakta saat terkejut atau menemui nasib mujur.

Kebiasaan mengucapkan Om Sairam ini sengaja ditanamkan sejak dini, karena diyakini akan mendatangkan pengaruh positif. Bahkan, yang menakjubkan, ucapan pendek itu telah terbukti menyelamatkan bhakta dari malapetaka.

Paling tidak, mukjizat itu telah dibuktikan oleh Sayang Yupardhi. Alkisah, pada 20 Januari 1991, dalam perjalanan pulang ke Denpasar dari Bedugul, Pak Sayang sekeluarga tak lupa bhajan (melantunkan lagu-lagu pujian kepada Tuhan) dalam mobil. Namun tiba-tiba sebait lagu terpotong di Baturiti. Pasalnya, mobilnya ditabrak oleh sebuah mobil dari samping kiri belakang. Suara benturan terdengar cukup keras, sehingga Pak Sayang sekeluarga sepontan berteriak, ''Sairam....''

Setelah diperiksa dengan seksama, mobilnya ternyata tidak apa-apa. Sedikit pun tidak ada goresan. Demikian pula mobil yang menabraknya, seakan tidak pernah terjadi apa-apa. ''Saya yakin, ini berkat perlindungan Baba,'' kata Pak Sayang. Ucapan Om Sairam juga melindungi istrinya pada tahun 1993. Ketika itu, istrinya mengendarai sepeda motor. Di pertigaan Jln. Nusa Indah dan Supratman, Denpasar, ibu dua anak itu jatuh terpelanting gara-gara ditabrak mobil. Lantaran kaget, ia spontan mengucapkan Om Sairam.

Lantaran tabrakan itu cukup keras, sejumlah orang yang kebetulan berada di sekitar TKP berdatangan. Mereka tentu bermaksud membantu istri Pak Sayang yang diduga menderita bahaya. Namun betapa herannya mereka ketika melihat ibu itu tidak apa-apa. Sepeda motor dan pengendaranya sedikit pun tidak ada yang lecet. ''Baba telah melindungi saya, sehingga saya masih segar bugar setelah tabrakan itu,'' kata ibu itu.

Baba rupanya tidak saja sayang kepada keluarga Pak Sayang, tetapi juga kepada Ida Bagus Puja yang selalu memuja-Nya. Bhakta Sai yang juga pimpinan Sai Study Group Desa Tusan, Banjarangkan, Klungkung ini juga menerima kemukjizatan Baba sehingga terhindar dari bahaya maut.

Karyawan salah satu perusahaan asuransi di Denpasar ini suatu hari pulang ke Tusan dengan maksud sembahyang di pura. Lalu, yang namanya nasib sial, rupanya tak bisa dihindari. Sesampainya di dekat jembatan di sebelah barat Desa Blahbatuh, lebih kurang 18 km arah timur kota Denpasar, mobilnya terpelanting ke arah selatan jalan. Dengan kedalaman kurang lebih 1,5 meter dari tinggi jalan, mobilnya terjerembab di tanah sawah.

Nah, karena kaget, Ida Bagus Puja juga menyebut awatara Sai Baba dengan ucapan Om Sairam. Puja yakin, berkat perlindungan Baba, mobil dan seluruh penumpangnya selamat. Posisi mobilnya tegak dan tidak mengalami kerusakan. ''Udeng saya pun tak lepas,'' kata Puja.

Ketika kecelakaan itu terjadi, banyak orang berdatangan dan menolong mengangkat mobil Puja ke jalan. Berbarengan dengan itu pula, istri Ida Bagus Puja dilarikan ke Puskesmas terdekat. Namun setelah diperiksa, para medis tidak menemukan goresan sedikit pun. Pasien dinyatakan segar bugar dan sama sekali tidak perlu dikhawatirkan.



Rem Blong

Apa yang dialami Putu Gede juga sangat mengherankan. Sopir Bus Malam Cakrawala jurusan Singaraja-Surabaya ini nyaris menabrak tukang becak gara-gara rem mobilnya blong. ''Jika saya tidak dilindungi Baba, mungkin saya sudah meringkuk di ruang tahanan,'' kata lelaki gemuk asal Desa Kayuputih, Kecamatan Banjar, Buleleng ini.

Kisahnya begini. Beberapa waktu silam, sebagaimana biasa ia membawa penumpang ke Surabaya. Sekitar 2 km sebelah timur kota Asem Bagus, Jatim, tiba-tiba rem mobilnya blong. Padahal kendaraannya sedang melaju kencang. Di depannya ada truk, dan di depan truk ada becak. Pada saat panik seperti itu, Putu Gede sempat menduga, tukang becak di depannya pasti celaka. ''Waduh, tukang becak itu pasti mati sekarang,'' kata Putu Gede dalam hati.

Namun lantaran bhakta Baba, Putu Gede juga tak lupa mengucapkan Om Sairam. Tiba-tiba, jauh di luar perkiraannya, truk di depannya itu minggir ke kanan secara mendadak. Bus malam yang dikendarainya akhirnya menyalip truk dari kiri dan berhasil menghindari tukang becak. Yang ia herankan, mobilnya bisa masuk ke sela-sela yang sempit antara batu kancing (pinggir jalan aspal) dengan deretan pohon asem. ''Ini sungguh tidak masuk akal,'' kata Putu Gede yang tak henti-hentinya heran jika mengingat peristiwa itu.

Sumber:
Wayan Supartha (Bali Post)
 
SWAMI MENAUNGI ALAM

Lila dan Homer adalah pasangan suami istri yang tinggal di California. Homer bekerja di perusahaan yang bergerak di bidang peluncuran satelit. Pada tahun 1972 Lila bergabung denga sebuah kelompok yang dipimpin oleh Indra Devi, di Mexico. pengikut setia Swami dan pergi ke Puttaparthi untuk menemui Sai Baba. Homer ingin memotret Puttaparthi dari luar angkasa tepat di saat istrinya berjumpa Baba. Beberapa foto diambil dengan satelit 200 mil dari permukaan bumi. Karena jaraknya yang sangat jauh, tidak ada satu pun makhluk hidup yang dapat telihat dengan jelas. Perbukitan atau bangunan-bangunan terlihat dalam foto berupa potongan-potongan kecil dan titik hitam putih yang tidak berarti apa-apa. Ketika Lila melihat foto-foto tersebut setelah kembali dari Puttaparthi, dia merasa sangat kecewa. Sebagai masyarakat dari golongan menengah, dia menganggap tidak seharusnya mereka menyia-nyiakan uang 60 dolar hanya untuk foto-foto yang jelek tersebut.

Beberapa tahun berlalu. Beberapa pengikut Sai yang sedang dalam perjalanan menuju Tecate untuk menhadiri pernikahan puteri Indra Devi, mampir ke rumah Homer. Homer saat itu mengelola Sai Book Centre (Perpustakaan Sai). Di sana ada beberapa foto Sai dalam gaya berbeda. Tamu-tamu itu tampak antusias sehingga Homer kemudian memperlihatkan kepada mereka foto-foto satelit Puttaparthi. Para tamu itu mengamati foto-foto tersebut. Tiba-tiba seorang wanita berteriak, "Ini foto Sai Baba!" Orang-orang menjadi ingin tahu, setiap orang mangamati foto itu dengan seksama. Betapa terkejutnya mereka ketika mereka dapat melihat raut wajah Sri Sathya Sai Baba yang terbentuk dari sejumlah potongan dan titik-titik yang dulunya dianggap tidak berarti bagi Homer dan Lila. Gambar itu sekarang menjadi sejelas kristal. Mahkota rambut tebal, mata, bentuk hidung, dan yang sungguh menakjubkan, bahkan tahi lalat di pipi yang mempercantik wajah Swami dapat terlihat dengan jelas.

Homer kemudia melakukan penghitungan. Dia mengkukur garis bujur dan garis lintang dan hasilnya menunjukkan bahwa foto-foto itu menjangkau jarak panjang 40 mil dan lebar 20 mil. Dia menyadari diiringi perasaan tercengang yang luar biasa bahwa ternyata gambaran Swami mengisi area yang begitu luas. Dai data yang ada, Homer menyimpulkan Swami terlihat di wilayah yang begitu luas melingkupi seluruh wilayah Prasanthi Nilayam.

Pada tahun 1978 Homer datang ke Puttaparthi untuk bertemu Bhagawan Sri Sathya Sai. Dia melihat lingkarang aura yang luar biasa mengelilingi kepada Swami. Dia memotret beberapa kali dan menunjukkan foto-foto tersebut kepada Swami. Bhagawan tersenyum manis dan berkata, seperti ketika Sri Krishna berbicara kepad Arjuna, "Ini semua tidak ada artinya dibandingkan dengan kebesaran ke-Tuhanan-Ku yang tidak terbatas (Anantha Mahimas)." Fofo-foto yang diambil pada tanggal 20 November 1972 ini telah dipasang untuk dipamerkan di Planetarium di Prashanti Nilayam.




Sumber:
Thapovanam
 
Generator = Pembangkit Energi / Pencipta = Brahma
Organizer = Pengatur / Pemelihara = Wisnu
Destroyer = Pelebur / Pemusnah = Shiwa



YANG MAHA KUASA:
PENCIPTA, PEMELIHARA, PENGHANCUR

Akulah Sang Jiwa (Athma) yang bersemayam di dalam semua makhluk hidup. Akulah awal yang ada di tengah dan di akhir segala sesuatu. Semua yang kalian lihat di alam semesta (kosmos), benda-benda baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, merupakan perwujudan jiwa.
-Baba-



P E N C I P T A A N
(SRISHTI)



Untuk mengubah makhluk bernyawa manjadi makhluk tak bernyawa dan sebaliknya adalah merupakan salah satu permainan (leela) Tuhan seperti yang telah ditunjukkan beberapa kali oleh Bhagawan Sri Sathya Sai Baba.


SEMUT MENJADI BIJI TASBIH

Pada perayaan suci pada hari Jumat pada bulan Sravan, wanita Hindu yang telah menikah biasanya melaksanakan Gowri Pooja (upacara untuk Dewi Parvathi). Ada sepasang suami istri Hindu yang juga berharap mendapat kesempatan untuk menyembahyangi Kaki Teratai (Pada Pooja) Swami pada perayaan itu. Mereka meminta ijin Swami dan langsung dikabulkan. Mereka kemudian mempersiapkan semua perlengkapan yang diperlukan. Sayangnya, mereka tidak berhasil mendapatkan biji tasbih hitam (simbol keberuntungan, dirangkai sebagai kalung yang diapakai oleh wanita Hindu yang sudah menikah) yang sangat penting bagi pelaksanaan puja. Pada waktu yang telah ditentukan, Swami tiba dan duduk di kursi-Nya. Karena begitu senangnya, suami istri itu sama sekali lupa dengan ketiadaan biji tasbih hitam yang sangat penting itu dan segera melaksanakan persembahyangan. Tiba-tiba seekor semut hitam besar berayang keluar dari bunga persembahan di kaki Swami. Swami tersenyum ramah dan berkata,”Apakah kalian melakukan persembahyangan untuk-Ku dengan semut hitam?” Swami menangkap semut yang sedang merayap itu dan meletakkannya di telapak tangan sang isteri. Yang membuat mereka terkejut, dalam sekejap semut itu berubah menjadi dua buah biji tasbih hitam! Akhirnya, benda yang benar-benar mereka butuhkan dalam acara persembahyangan telah berada di tangan mereka! Pengikut Swami ini sungguh berterima kasih sekaligus merasa heran atas kemampuan Swami menciptakan seperti yang dikehendaki-Nya. Sang isteri sangat bahagia karena Baba telah menolong mereka menyelesaikan persembahyangan secara memuaskan dengan tak ada persyaratan persembahyangan yang terlewatkan.

Dari contoh ini, Baba mengubah makhluk hidup menjadi makhluk tak hidup tanpa menghilangkan nyawa. Namun, ada peristiwa menarik lain pada saat Baba mengubah benda mati menjadi hidup.


BURUNG BEO DARI DAUN SIRIH

Saat itu Swami sedang melakukan perjalanan di Andhra Pradesh. Beliau bermalam di rumah seorang pengikut-Nya. Setelah makan, sebuah piring perak yang berisikan daun sirih yang muda, bubuk buah pinang, kapur dan beberapa bahan lain diletakkan di hadapan Baba. Dengan santai Baba memisahkan tulang-tulang daun agar daun-daun itu nyaman dikunyah. Tulang-tulang daun itu Beliau susun dengan hati-hati di atas piring menyerupai bentuk burung beo. Semabari melakukan itu, Baba berbicara dengan para pengikut yang mengelilingi-Nya dan tiba-tiba Baba bertanya, “Dalam benak kalian, sekarang Tuhan sedang sibuk melakukan apa?” Mereka menjawab, Tuhan sedang sibuk melakukan srishti.” Swami menyentuh bentuk burung beo di piring yang ada di hadapanNya; yang segera hidup dan terbang keluar sambil mengepak-ngepakkan sayapnya. Para pengikut terheran-herang dengan pemandangan yang sungguh menakjubkan. Di tengah keriangan pengikut-Nya Swami tertawa penuh pesona.


ANTING BERLIAN DI DALAM KUE

Indulal Shah pernah mengundang Bhagawan Sri Sathya Sai Baba untuk makan malam di rumahnya di Bombay, yang sekarang dikenal dengan nama Mumbai. Swami duduk di salah satu sisi meja makan. De depan-Nya duduk Shah dan putrinya. Nyonya Shah menghidangkan sepiring vada yang baru saja matang (masakan lezat semacam donat, terbuat dari bubur tepung kacang hitam yang digoreng) dan meletakkannya di hadapan Swami. Swami mengambil sebuah dan meletakkannya piring putri Shah dan menyuruhnya membelah dua buah vada itu sebelum dimakan. Ketika putri Shah menuruti apa yang dikatakan Swami, dia menemukan sebuah anting berlian di setiap potongan kue tersebut. Semua menjadi takjub. Swami sendirilah yang memasang kedua anting itu ke telinga putri Shah.

Berikut ini sebuah cerita dari Kodaikanal pada minggu keempat April 1997. Beberapa bhakta sedang makan malam bersama Swami. Ketika Swami sudah selesai makan, Beliau berjalan mengelilingi para bhakta sambil berbincang dengan mereka di ruang makan itu. Swami mendekati seorang bhakta dan berkata, “Belahlah poori (makanan dari tepung semacam kue bulat pipih yang digoreng sampai mengembung) sebelum kamu makan.” Bhakta tersebut melakukan apa yang disarankan Swami, dan menjadi sangat terkejut ketika dia menemukan sebuah cincin emas. Swami berkata, “Itu untukmu! Amillah!” Orang-orang menjadi kaget sekaligus gembira. Anil Kumar juga ada di sana sedang makan poori. Swami menyuruhnya mengunyah cepat-cepat. “Swami, siapa tahu Engkau meletakkan sesuatu di poori yang mana!” jawab Anil Kumar. Dia kemudian menambahkan, “Oleh karena itu aku memeriksa setiap poori dan memakannya dengan hati-hati.” Semua orang tetawa geli mendengar perkataan Anil Kumar.

Di setiap kejadian sperti itu, persolannya bukanlah apa yang akan diciptakan dari apa; yang terjadi ini adalah kehendak Swami. Inilah hal yang utama, ada sebab sebagaimana ada akibat. Pernah suatu ketika Swami menyatakan, “Apa yang Aku inginkan akan terjadi; apa yang Aku perintahkan akan terwujud.”






P E M E L I H A R A A N
(STHITHI)


Pada suatu kesempatan di Thrayee, tempat tinggal Swami di Brindavan, Swami mengundang Brigadir S.K. Bose dan memperkenalkannya kepada para murid dan staf. Brigadir berbicara dengan topik sebagian besar tentang pelajaran yang dia dapatkan dari Swami. Setelah selesai berbicara dia mendekati Swami untuk menyentuh kaki Beliau. Swami tidak mengijinkannya melakukan hal itu, tetapi sebaliknya Beliau bertanya, “Mengapa engkau tidak menceritakan apa yang terjadi pada hari Dussehra itu?” Brig. Bose menjawab, “Swami, apa yang harus saya ceritakan tentang hal itu? Saya hanyalah sebuah alat biasa di tangan yang Maha Mulia-Mu. Saya tidak punya kuasa atas diri saya sendiri. Saya tidak akan pernah lupa bahwa Anda menginginkan saya hidup hari itu. Saya benar-benar berterima kasih kepada Anda, Swami. Saya tidak tahu bagaimana menjelaskan hutang budi saya kepada Anda dengan kata-kata yang pantas.” Setelah itu Swami memberinya ijin untuk menyentuh kaki-Nya. Saat Brig. Bose bergerak berlahan kembali ke tempat duduknya, Swami berkata kepada para staf, “Saat itu Bose benar-benar sudah meninggal. Aku membawanya kembali untuk hidup. Masih banyak pekerjaan yang harus dia lakukan untuk-Ku.”

Dua bulan sebelumnya, Swami mempercayakan kepada Bose sebuah pekerjaan untuk memasang batang beton sepanjang 12 kaki di sekeliling mandir. Dia juga diperintahkan untuk menyelesaikan pekerjaan itu sebelum perayaan Dussehra dimulai. Pekerjaaan itu memakan waktu dua puluh lima hari, dengan rata-rata jam kerja sebanya 12 jam setiap harinya. Banyak bhakta yang ikut bekerja membantu secara sukarela karena rasa kasih dan bakti mereka. Setelah menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, Bose menghadiri setiap ceramah malam hari yang biasanya disampaikan Swami selalma sepuluh hari perayaan Dussehra. Pada hari terakhir, tanggal 20 Oktober 1988, hari Vijaya Dasami, dia menderita pada demam tinggi. Meskipun demikian dia tetap saja berjalan menuju Auditorium Poorna Chandra dan duduk di sebuah kursi dekat mimbar.

Swami menyampaikan ceramah-Nya. Sementara itu, Bose mulai kesulitan bernafat dan tiba-tiba dia pingsan di kursinya. Tetapi yang aneh, meskipun matanya tertutup, dia tetap sadar dengan apa yang terjadi di sekelilingnya. Dia melihat seekor burung yang sangat besar berwarna keemasang bertengger di sana dan burung itu menatap Bose dengan tatapan penuh keprihatinan. Bose tidak bisa membayangkan bagaimana burung sebesar itu dapat masuk ke ruang auditorium. Tetapi dia melihat Swami mengangkat kedua tangan-Nya lalu melambaikannya seolah-olah oleh Beliau sedang menyuruh burung itu pergi. Dan tiba-tiba saja burung itu menghilang.

Dalam ceramah-Nya Swami sedang mengidungkan sebait puisi. Tiba-tiba saja Beliau berhenti di tengah pembacaan puisi itu dan bergegas turun dari mimbar. Swami seperti memegang sesuatu di genggaman tangan kanan-Nya. Ketika Swami mengangkat pundak Bose dengan tangan kiri-Nya, Swami menepuk bagian belakang kepada Bose dengan tangan kanan-Nya. Kemungkinan Beliau memegang nyawa Bose di genggaman tangan kanan-Nya dan ketika menepuk bagian belakang kepala Bose, Beliau memasukkan kehidupan kembali ke dalam tubuhnya. Bose membuka matanya. Betapa terkejutnya dia melihat Swami berdiri begitu dekat dengannya hanya berjarak selengan di sisinya, pada perayaan suci Vijaya Dasami. Karena ingin menyentuh kaki Swami, Bose mengulurkan tangannya. Swami menyuruhnya bangun dan berdiri. Tetapi Bose terus duduk sambil menyampaikan rasa hormatnya. Swami menepuk punggung Bose untuk memberinya kekuatan. Swami berkata kepada Bose, “Berdirilah, Pergilah ke mimbar dan duduklah di dekat pintu.” Bose menuruti perintah Swami. Lalu Swami melanjutkan ceramah-Nya yang terhenti tadi dan terus berbicara selama satu jam penuh. Wajah Bose yang pucat tampak mulai dialiri darah dan secara bertahap menerima cahaya kehidupan sepanjang waktu.

Sekitar dua bulan kemudia hari olah raga dirayakan di Hill View Stadium. Untuk membuka acara itu Swami mengibarkan Bendera Permainan. Bose hadir di sana dan terpana melihat bendera itu bergambar burung surgawi, Garuda, tumpangan Dewa Sri Maha Wishnu. Bose teringat bahwa burung itu adalah burung yang yang sama yang dilihatnya pada perayaan hari Vijaya Dasami yang menatapnya dengan penuh kepedihan. Setelah itu barulah Bose tahu bahwa menurut Garuda Puran, burung Garudalah yang membawa jiwa-jiwa suci ke surga (Brahmaloka).

Brig. Bose menceritakan kejadian ini ketika dia diminta oleh Swami bahwa Bhagawan telah mengembalikan dia untuk hidup dan dia tidak tahu bagaimana mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada Swami.


PERISTIWA DI SIMLA

Ini adalah kejadian yang menunjukkan kekuatan suci manusia luar biasa Bhagawan Sri Sathya Sai Baba.

Suatu ketika Sri Sathya Sai Baba pergi ke Simla bersama beberapa pengikut-Nya. Swami Karunyananda juga berada dalam rombongan itu. Perjalanan itu memperlihatkan peristiwa yang sulit dipercaya.

Hari sudah petang ketika rombongan tiba di Simla. Waktu itu pukul setengah tujuh malam, saat itu gelap baru saja menyelimuti, seorang anak lelaki berusia dua tahun meninggal di sebuah rumah di kota itu. Orang tuanya sangat berduka. Melihat kesedihan mereka, seorang teman memberi saran, "Sri Sathya Sai Baba sekarang sedang ada di kota ini. Bawalah tubuh anak kalian yang sudah meninggal ini pada-Nya, letakkan di kaki-Nya dan mohonlah kemurahan-Nya." Orang tua yang putus asa itu membungkus anaknya dengan kain lalu membawanya kepada Baba. Sang ibu dengan hati yang hancur karena sedih meletakkan anaknya yang sudah meninggal di kaki Baba dan meratap, "Swami, sudilah Engkau membuat dia hidup kembali!" Selagi wanita malang itu menangis, Bhagawan Yang Maha Pengasih memandangi tubuh anak yang tak bernyawa itu dengan penuh kasih sayang. Anak itu tiba-tiba hidup kembali dan mulai menangis. Air mata duka dan putus asa orang tua anak itu berganti dengan air mata kebahagiaan. Mereka membasuh Kaki Teratai Bhagawan Sri Sathya Sai Baba dengan linangngan air mata mereka. Para pengikut yang lain juga turut berbahagia dan benar-benar tersentuh dengan kejadian yang luar biasa tersebut dan mereka lalu bersorak meneriakkan kemulian Bhagawan dengan teriakan yang bergema, "Jai Sai Ram! Jai Sai Ram!"






P E M U T U S A N A K H I R
(LAYAM)


Karanam Subbamma adalah orang terberkati. Dia merawat Swami ketika Beliau masih kecil dan dikenal dengan panggilan Sathyam dan mencintai-Nya bagaikan anaknya sendiri.

Ketika rombongan pengikut dalamjumlah besar mulai berdatangan untuk mendapatkan darshan-Nya, ibu ini memasak dan menyuguhi mereka makanan. Melalui pelayanan yang tak pernah berakhir kepada Swami dan para pengikut-Nya, ibu ini merasa misi hidupnya telah terpenuhi. Ketika Prashanthi Nilayam sedang dibangun, pada suatu hari Swami berkata padanya bahwa dia akan hidup selama setahun lagi. Meskipun agak tercengang, dia menguatkan dirinya dan mengabdikan dirinya secara lebih ikhlas dan penuh kasih sayang untuk kerja pelayanan Swami. Kesehatannya perlahan merosot. Sanak keluarga dari tanah kelahirannya membawanya pulang ke kampung halaman untuk dirawat. Tetapi dia tidak tahan berpisah dari Swami yang dicintainya dan segera kembali ke Puttaparthi untuk melakukan sebanyak mungkin pelayanan yang bisa dilakukannya meskipun kesehatannya memburuk. Waktu berlalu. Beberapa pengikut datang ke Puttaparthi untuk mengundang Swami datang ke tempat mereka. Sebelum meninggalkan Puttaparthi, Swami berjanji kepada Subbamma bahwa pada saat kematiannya, Swami akan segera datang menemuinya dan menuangkan air suci Gangga ke mulutnya!

Segera setelah itu Subbamma meninggal dunia. Penduduk desa menagih janji Swami dan berkata dengan nada mengejek bahwa Swami tidak menepati janji-Nya untuk memberikan air suci kepada Subbamma sebelum kematiannya.

Pada saat itu, Bhagawan sedang berada di antara para pengikut-Nya di tempat yang jauh di dekat Tirupathi. Swami pergi ke Puttaparthi dengan memberitahu mereka bahwa Beliau harus segera pergi ke Puttaparthi. Begitu tiba, Swami diberitahu bahwa Subbamma telah menghembuskan nafas terakhirnya beberapa jam yang lalu. Beliau menemukan tubuh Subamma telah dikerubuti semut. Swami lalu mengumumkan, “Subbamma belum meninggal. Dia masih hidup.” Tetapi orang-orang yang ada di sekitar tempat itu bersikeras bahwa dia sudah lama berhenti bernafas, hal yang menandakan bahwa dia sudah meninggal, tetapi mereka masih menjaga tubuh Subbamma hanya untuk menunggu kedatangan Swami. Tetapi Swami mengulangi pernyataan-Nya bahwa Subbamma masih hidup. Swami mendekati tubuh Subbamma lalu memanggil, “Lihatlah, Subbamma, Aku Swami-Mu. Aku sudah datang!” Dan di tengah rasa takut yang luar biasa dari orang-orang yang ada di sekelilingnya, Subbamma membuka lebar matanya. Air matanya bercucuran. Mereka yang melihat kejadian itu hanya diam membisu. Swami dengan lembut menyentuh bibir Subbamma dengan jari-Nya. Kesejukan air Gangga yang suci mengalir dari jari Tuhan Swami ke bibir Subbamma yang kehausan! Subbamma menghirup dan menelannya. Wajahnya bersinar menandakan kepuasan dan kebahagiaan yang sulit diungkapkan. Subbamma menyentuh tangan Swami dengan lembut ketika dia menutup matanya untuk terakhir kalinya. Swami mengetahui dengan tepat saat kematian setiap orang.

Penciptaan, pemeliharaan, dan pemutusan akhir mutlak ada di bawah kendali Swami. Itulah yang menjelaskan bahwa Beliau adalah Tuhan itu sendiri!






“PENCIPTAAN, PEMELIHARAAN DAN PEMUTUSAN ADA DI TANGAN-KU”


Pernah suatu kali Swami berbincang-bincang dengan pengikut-Nya di ruang interview. Beliau memperlihatkan telapak tangan-Nya kepada mereka dan menanyakan apa yang ada di sana. Beberapa orang menjawab bahwa tidak ada apa-apa di sana. Namun dengan penuh ketenangan Baba berkata, “Tangan kosong ini menggenggam semuanya.” Ketika Beliau menutup tangan-Nya lalu membukanya sesaat kemudian ada seekor belalang di sana. Yang mengherankan lagi, di situ juga ada selember daun kecil sebagai makanan bagi serangga itu. Belalang itu benar-benar sedang memakannya. Beberapa saat kemudia Swami menutup kepalan tangan-Nya dan membukanya untuk menunjukkan bahwa tidak ada apa-apa di sana. Para pengikut yang hadir tidak dapat mempercayai penglihatan mereka. Melalui kejadian ini Swami menyatakan kepada kita semua, karena ketidaktahuan kita, bahwa penciptaan, pemeliharaan dan pemutusan terletak dalam kendali-Nya. Peristiwa ini terjadi kira-kira tiga puluh tahun yang lalu.

Bhagawan menjelaskan keilahian-Nya dengan kata-kata yang penuh makna. Beliau menyatakan, “’Bha’ menunjukkan penciptaan, ‘Ga’ menunjukkan perlindungan, ‘Va’ menunjukkan pemutusan akhir. Dia yang merupakan penjelmaan tiga kekuatan Maha Tinggi ini adalah Bhagawan. Di dalamnya terletak rahasia yang maha mulia sifat-sifat dasar-Ku!”

Om Sri Sathya Sai Parabrahmane Namaha
Om Santih, Santih, Santih




Sumber:
Thapovanam
 
Status
Tidak terbuka untuk balasan lebih lanjut.
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.