singthung
IndoForum Junior E
- No. Urut
- 7164
- Sejak
- 21 Sep 2006
- Pesan
- 1.634
- Nilai reaksi
- 27
- Poin
- 48
EKONOMI BUDDHIS
“Berpikirlah baik-baik sebelum melakukan segala suatu pekerjaan”
“Berpikirlah baik-baik sebelum melakukan segala suatu pekerjaan”
Di dalam tradisi buddhis, kita mengenal 4 (empat) hari uposatha. Hari uposatha berarti suatu hari besar didalam agama Buddha yang biasanya dilaksanakan 4 (empat) kali setiap bulan, yaitu uposatha ketika bulan gelap yang istilahnya dikenal sebagai tanggal 1 menurut penanggalan bulan, uposatha bulan purnama sidhi pada tanggal 15 menurut penanggalan bulan, uposatha ditengah tanggal 1 dan 15 yaitu uposatha tanggal 8, dan uposatha tanggal 23 menurut penanggalan bulan.
Di Negara-negara Buddhis, pada setiap hari uposatha, umat Buddha datang berduyun-duyun ke Vihara sejak tadi pagi. Mereka memohon tuntunan sila kepada para Bhikkhu. Para peminta sila yang juga dikenal dengan sebutan upasaka/upasika ini memurnikan sila pada hari itu dengan satu pengertian bahwa selama sekian hari yang mereka lewatkan telah banyak sila yang dilanggar. Oleh karena itu mereka memperbaharui sila, bahkan selain Pancasila,juga ada umat yang berusaha untuk menjalankan 8 (delapan) sila/athasila.
Setelah itu mereka mempersembahkan dana kepada para bhikkhu yang melakukan pindapata yakni berusaha berbuat kebaikan dengan cara berdana makanan dan kebutuhan-kebutuhan vihara seperti Buddha rupang, buku-buku untuk perpustakaan atau keperluan-keperluan lain para bhikkhu. Setelah selesai makan, mereka mencari para bhikku, terutama bhikkhu-bhikkhu senior atau yang mempunyai pengetahuan cukup luas untuk berdiskusi Dhamma dan bermeditasi. Sampai kira-kira tengah hari, mereka kemudian beristirahat. Kira kira pukul 15.00, para umat bersama-sama untuk membersihkan vihara dan lain lain untuk pertemuan selanjutnya.
Pada malam hari mereka kembali mengadakan pertemuan berupa kebaktian bersama, pembabaran Dhamma dan latihan meditasi sampai tengah malam. Bahkan ada bhikkhu-bhikkhu yang mempunyai satu tradisi untuk melatih diri agar tidak tidur semalam suntuk pada hari uposatha. Jadi di Negara-negara Buddhist, hari uposatha betul-betul menjadi hari untuk mendengarkan Dhamma dan berbuat kebajikan.
Mereka mempunyai tradisi untuk menghormati hari uposatha dan melewatkan satu hari penuh di vihara. Hari uposatha yang dihormati sebagai hari untuk mendengar Dhamma ini dikelompokan lagi di beberapa Negara Buddhist menjadi dua kelompok yaitu:
¨ Uposatha tanggal 1 dan 15
Adalah hari mendengar Dhamma yang khusus ditujukan untuk para bhikkhu. Pada saat ini Dhamma yang diturunkan adalah Dhamma yang cukup tinggi dan membutuhkan perenungan yang dalam untuk mencapai penembusan dan menyelesaikan lingkaran kelahiran kembali.
¨ Uposatha tanggal 8 dan 23
Adalah hari mendengarkan Dhamma yang ditujukan untuk para perumah-tangga, upasaka / upasika. Dhamma yang diturunkan pada saat ini pun adalah Dhamma yang sesuai untuk kehidupan sehari-hari para perumah-tangga, upasaka/upasika.
Kalau kita mengacu pada Tripitaka yaitu ajaran-ajaran Sang Buddha yang telah dibukukan maka akan banyak ditemukan ajaran-ajaran Sang Buddha yang berkenaan dengan urusan perumah tangga/umat biasa. Vinaya pitaka yang berisikan tentang vinaya, semuanya memang ditujukan untuk para bhikkhu. Tetapi tidak demikian halnya dengan Sutta Pitaka dan dan Abhidhamma Pitaka,karena sesungguhnya Sutta Pitaka dan Abhidhamma Pitaka ini dapat diterapkan oleh umat biasa dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu ajaran pokok Sang Buddha yang sangat penting untuk bekal hidup kita sehari-hari sebagai upasaka/upasika adalah “berpikirlah dahulu, renungkanlah dahulu baik baik, sebelum melaksanakan satu kegiatan/ pekerjaan.” Ini satu kata yang cukup bermakna karena menunjukan bahwa ajaran Sang Buddha bukan hanya ditujukan untuk para bhikkhu, para samanera dan para umat yang tinggal di vihara saja tetapi juga bisa diterapkan dalam kehidupan sebagai perumahtangga.
Dalam kegiatan sehari-hari sering kita menemukan satu pandangan yang tidak benar. Orang sering menyatakan bahwa umat Buddha itu harus selalu menjadi bhikkhu atau samanera. Gambaran yang demikian dapat menyebabkan para orang tua takut apabila anaknya pergi ke vihara. Mereka bahkan melarang anak-anaknya untuk datang ke vihara karena merasa khawatir apabila sang anak mempunyai keinginan untuk menjadi bhikkhu atau samanera. Padahal ini adalah suatu pandangan yang keliru! Umat Buddha bukanlah seorang bhikkhu atau samanera. Dengan mengajak para generasi muda datang ke vihara berarti kita memberi kesempatan pada mereka untuk mendengarkan ajaran yang benar yang bisa membawa mereka menuju kebebasan dan bahkan hal tersebut merupakan berkah utama.
Sebagai perumah-tangga, kita tidak pernah terlepas dari usaha-usaha untuk mencari nafkah. Seorang perumah-tangga yang tidak mau mencari nafkah bukanlah perumah tangga yang baik, bukanlah manusia yang bertanggungjawab! Ini adalah manusia malas yang tidak mau menggunakan kemampuannya sebagai seorang manusia. Seorang bapak mempunyai kewajiban untuk mencari nafkah dan menghidupi keluarga. Sebaliknya, seorang ibu pun mempunyai kewajiban untuk mengurus rumah tangga. Bahkan didalam kehidupan modern seperti sekarang ini, para ibu juga bekerja di masyarakat. Demikian pula halnya dengan para generasi muda. Mereka juga mempunyai kewajiban untuk belajar atau membantu orang tuanya.
Sering timbul satu anggapan bahwa Buddha-dhamma adalah ajaran orang yang melarat, ajaran orang yang tidak mempunyai semangat. Bagaimana tidak? Sang Buddha yang dulunya adalah seorang putra mahkota kerajaan yang hidup bergelimangan harta dan kekuasaan serta mempunyai istri yang cantik dan setia, ternyata rela melepaskan semuanya dan hidup dengan keadaan yang sebaliknya, menjadi seorang bhikkhu. Orang tentu akan menanggapi ini adalah ajaran yang salah dan tidak tepat.Tetapi sesungguhnya anggapan ini tidak benar. Pandangan ini adalah pandangan yang salah! Mengapa demikian? Karena menurut Sang Buddha, umat Buddha dikelompokkan dalam 4 golongan.Memang ada bhikkhu dan bhikkhuni yang tidak berurusan dengan urusan keduniawian. Mereka tinggal di vihara-vihara dan menjalankan sila. Tetapi ada juga umat yang tinggal di masyarakat sebagai upasaka dan upasika. Mereka mengelola keluarga dan bekerja mencari nafkah untuk kehidupan sehari-hari.
Jadi anggapan yang menyatakan bahwa Buddha-Dhamma itu tidak berhubungan dengan urusan keduniawian dan hanya mementingkan urusan rohani saja tidaklah benar. Kehidupan yang tidak pernah terlepas dari usaha untuk mencari nafkah, menghidupi keluarga dan berjuang dalam kegiatan sehari-hari ini tentu membutuhkan satu pedoman. Apakah yang menjadikan pedoman dalam hidup kita? Pedomannya adalah “berpikirlah dahulu baik-baik… sebelum mengerjakan sesuatu”. Sebetulnya ini sudah bisa dijadikan pegangan hidup sehari-hari. Pedoman yang diberikan oleh Sang Buddha tersebut sebetulnya sudah cukup akrab ditelinga kita. Kita tentu pernah mendengar satu pepatah yang menyatakan berpikirlah dahulu… sesal kemudian tidak ada gunanya. Kita pun sering dikatakan sebagai mahluk yang hebat/tinggi karena mempunyai pikiran.
Sebagai manusia yang bisa berpikir tentu kita harus merenungkan dahulu setiap langkah dan ucapan kita. Ini berarti kita harus menggunakan pikiran dan daya perenungan untuk hal-hal yang bermanfaat.Mungkin hal ini masih menimbulkan keraguan dan mengundang banyak pertanyaan, mengingat pesan Sang Buddha tersebut masih terlalu umum. Untuk itu mari kita liat lebih dalam lagi apakah sesungguhnya ajaran Sang Buddha yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari? Bagaimanakah Buddha-Dhamma memberikan petunjuk untuk kegiatan kita di dalam masyarakat?Di dalam usaha/pekerjaan kita sehari-hari, sesungguhnya Sang Buddha telah memberikan bekal untuk kita manfaatkan. Pekerjaan apapun yang kita lakukan, hendaknya dibekali dengan:
1) Semangat
Semangat dalam melakukan pekerjaan. Kalau kita malas bekerja dan tidak mempunyai semangat, tentu pekerjaan yang kita lakukan tidak akan pernah berhasil secara memuaskan. Untuk memunculkan semangat yang dapat mendorong kita agar dapat bekerja dengan baik itu bukanlah suatu hal yang mudah.
Semangat ini harus didukung dengan mengerti apa tujuan kita mengerjakan suatu hal. Kalau tidak ada tujuan maka semangat tidak akan muncul. Sebaliknya kalau semangat tidak ada juga tidak bisa mengerjakan sesuatu dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu semangat untuk mengerjakan sesuatu itu penting sekali, bahkan sangat penting!
2) Hendaknya kita bisa menjaga hasil usaha kita
Misalnya kita ingin mempunyai sebuah kendaraan. Ada tujuan ingin membeli sebuah kendaraan, kemudian muncul semagat untuk bekerja keras dan menabung, setelah mempunyai kendaraan, hendaknya kita merawatnya dengan baik kendaraan yang telah kita dapatkan itu misalkan dengan dibersihkan tiap hari, oli-nya diganti, diservis, dll.Kalau kita sudah mendapatkan apa yang kita inginkan dengan usaha yang keras maka hendaknya kita juga bisa merawatnya dengan sebaik-baiknya. Jadi perawatan adalah penting!
3) Hendaknya kita bisa mempunyai teman atau lingkungan yang mendukung, yang bisa membantu supaya pemeliharaan tersebut berjalan terus. Kalau kita sudah mempunyai semangat, mengerti tujuan dan menjaga hasil usaha kita maka hendaknya kita juga jangan melupakan faktor teman. Karena teman bisa membuat kita baik dan ada juga teman yang justru ingin menghancurkan kita. Bagaimanakah teman yang baik dan tidak baik itu?
Teman yang baik akan mendorong supaya kita bertambah maju, tetapi teman yang jahat justru menarik kita untuk selalu ke bawah/mundur. Misalnya ada teman yang mengatakan : “ayo kamukan sudah kaya, ayo sekarang kita mabuk2an saja. Untuk apa kekayaan itu kalau tidak dihabiskan? Kalau meninggal uangnya toh tidak kamu bawa! Ayo habiskan supaya uangnya tidak jamuran!” atau bahkan ada yang lebih hebat lagi: “ayo kitakan sekarang sudah kaya! Daripada uangnya jamuran, ayo kita mencari istri baru!” teman yang seperti ini harus kita waspadai karena teman karena teman yang menganjurkan hal-hal seperti itu pasti bukanlah teman yang baik. Teman yang tidak baik, hanya akan memerosotkan moral dan menghancurkan hasil usaha kita. Tetapi teman yang baik justru akan menganjurkan hal-hal yang baik. Misalnya: “nah…kamu’kan sekarang sudah kaya, lebih uang mu didepositokan saja atau kamu membuka usaha lagi!” ini adalah teman yang baik. Jadi teman yang baik adalah teman yang bisa membantu menjaga semua yang kita peroleh dengan susah payah. Kalau teman mau mendukung, hendaknya kita dengarkan. Tetapi kalau teman mau memerosotkan kita, sebaiknya jangan dituruti.
Tetapi ini tidak berarti kita tidak mau mempunyai teman yang pemabuk, beristri lebih dari satu, atau seorang penjudi. Kita hanya tidak menjadikan mereka sebagai tempat untuk menggantungkan semua nasehat. Oleh karena memperoleh teman/lingkungan yang baik itu sulit maka kita perlu berhati-hati.
4) Hendaknya kita bisa mempergunakan hasil tersebut secara bijaksana. Kalau kita sudah mempunyai, sudah memperoleh hasil yang sepantasnya, dan sudah bisa memilih teman / lingkungan yang baik supaya bisa mendukung kita untuk menjaga hasil yang telah kita peroleh, maka tindakan yang terakhir adalah kita harus bisa mempergunakannya secara bijaksana: tidak terlalu pelit tetapi juga tidak terlalu boros. Misalnya kita sudah bisa mempunyai rumah yang bagus dan mewah dengan susah payah. Kita boleh saja menjaga rumah kita dengan sebaik-baiknya, tetapi harus bijaksana. Tidak berarti lalu kalau menerima tamu di kebun atau di garasi mobil saja karena merasa khawatir kalau rumah kita rusak, lantainya kotor, dsb. Ini adalah penggunaan yang tidak bijaksana. Atau kalau sekarang kita sudah kaya-raya lalu kemudian uangnya kita boros-boroskan saja. Semua yang kita inginkan, kita turuti. Apa pun yang kita inginkan harus kita beli. Ini juga bukanlah suatu tindakan yang bijaksana.
Dengan demikian kita ketahui bahwa ajaran Sang Buddha itu tidak semuanya ditujukan untuk para bhikkhu dan mereka yang tinggal di vihara saja,tetapi untuk para perumah-tangga. Salah satu contohnya adalah seperti tersebut di atas, karena semuanya berkaitan dengan kehidupan kita sebagai anggota masyarakat. Ke 4 hal tersebut hendaknya bisa saudara renungkan baik-baik didalam hati.
Hendaknya betul-betul bisa saudara hayati di dalam batin sehingga sebagai umat Buddha, saudara bisa memetik manfaat yang sebesar-besarnya dari ajaran Sang Buddha.