• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Ahok, Dhani, dan Kemacetan Jalan TB Simatupang

yan raditya

IndoForum Addict E
No. Urut
163658
Sejak
31 Jan 2012
Pesan
24.461
Nilai reaksi
72
Poin
48
h9MJT.jpg
Musisi Ahmad Dhani secara tiba-tiba menantang Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama aliasAhok agar menyelesaikan kemacetan di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan.

Sejauh ini, Ahok tampak tak secara rinci menjawab tantangan tersebut. Ia hanya berujar bahwa saat ini, arus lalu lintas di Jakarta memang lebih macet dibanding era sebelumnya. Sebab, kata dia, kemacetan terjadi di banyak ruas jalan akibat proyek pembangunan infrastruktur untuk transportasi massal, seperti pembangunan mass rapid transit (MRT) dan jalan layang busway Koridor 13.

Ahok berujar, walaupun saat ini Jakarta lebih macet, warga Ibu Kota akan menikmati hasilnya pada masa mendatang. Apabila pembangunannya berhasil dirampungkan, layanan MRT dan transjakarta Koridor 13 diyakini akan dapat mengurai kemacetan di Jakarta.

"Saya tidak mau kerja sepotong-potong. Saya timpa sekaligus saja semuanya. Macet ya macet sekalian deh," kata dia.

Bila menilik lebih jauh ke belakang, kemacetan di Jalan TB Simatupang diyakini mulai terjadi sejak munculnya gedung-gedung bertingkat di kawasan tersebut. Keadaan tersebut membuat area sekitar Jalan TB Simatupang saat ini tumbuh menjadi pusat perkantoran baru di Jakarta.

Pakar lanskap dan tata ruang Nirwono Yoga menilai, keadaan tersebut sebenarnya menyimpang dari rencana tata ruang wilayah. Sebab, kata dia, berdasarkan Rencana Induk Djakarta 1965-1985, kawasan Jalan TB Simatupang seharusnya menjadi daerah resapan air dengan perizinan hunian terbatas, bukan untuk kawasan perkantoran dengan keberadaan gedung-gedung tinggi dalam skala besar.

"Jadi, ada pelanggaran perizinan dan pembiaran pembangunan," ujar Nirwono kepada Kompas.com, Kamis (27/8/2015).


Pelanggaran tata ruang
Berdasarkan data Litbang Kompas seperti dikutip dalam harianKompas edisi 20 Desember 2013 dalam sebuah artikel "RTRW Jakarta Dibuat untuk Dilanggar", penggunaan ruang di Jakarta sudah diatur dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang dikeluarkan pada tahun 1965. Di dalamnya telah diatur bahwa pengembangan kota hanya dilakukan ke arah timur dan barat, mengurangi tekanan pembangunan di utara, dan membatasi pembangunan di selatan.

Pengembangan kawasan di Jakarta Selatan seharusnya dibatasi karena wilayah tersebut ditetapkan sebagai daerah resapan air. Pada tahun 1983, area terbangun di Jakarta Selatan masih 26 persen dari luas total.

Namun, pada dua puluh tahun berikutnya, kawasan terbangun meningkat menjadi 72 persen. Persentase ini lebih besar dibandingkan dengan proporsi daerah terbangun di Jakarta Timur.

Kembali ke masalah kemacetan di Jalan TB Simatupang, Nirwono pernah mengingatkan mengenai ancaman terjadinya kemacetan total di jalan tersebut. Sebab, ruas Jalan TB Simatupang, yang terbagi dalam dua sisi, saat ini masing-masing hanya memiliki dua lajur.

Bila dicermati, kata Nirwono, dari dua lajur yang tersedia di Jalan TB Simatupang, hanya satu yang berfungsi dengan baik untuk kendaraan berlalu lintas. Itu pun dengan catatan bahwa situasi jalan tidak dalam kondisi macet.

"Hanya dua lajur. Lajur kiri sudah tersita untuk masuk keluar kendaraan (dari gedung sekitar), ataupun untuk kopaja dan metromini berhenti. Praktis, hanya lajur kanan yang bisa digunakan. Akan tetapi kan, semakin hari, jumlah kendaraan semakin meningkat," ujar dia kepada Kompas.com, sekitar Maret 2015.

Dengan fakta tersebut, Nirwono menilai, penggunaan kendaraan pribadi tidak akan lagi bisa diandalkan. Cara yang harus dilakukan adalah dengan membangun sarana transportasi massal.

"Kalau tidak, bukan tidak mungkin nantinya kita akan melihat sepanjang Jalan TB Simatupang, mulai dari TMII sampai ke arah Bintaro, akan jadi 'tempat parkir kendaraan' (macet total)," ucap Nirwono.

Perhatian pemerintah
Sejauh ini, belum ada sama sekali rencana dari pemerintah untuk membangun sarana transportasi massal laik di kawasan Jalan TB Simatupang.Perencanaan pemerintah terkait pembangunan transportasi massal, yang diatur dalam program pengembangan pola transportasi makro (seperti yang dikatakan Ahok), hanya menyinggung soal penyelesaian 15 koridor transjakarta, serta pembangunan MRTuntuk rute selatan-utara dan timur-barat.

Dari semua itu, tak satu pun yang akan dilakukan di Jalan TBSimatupang.
Menurut Nirwono, sudah saatnya pemerintah memberi perhatian terhadap Jalan TB Simatupang, terkait penyediaan sarana transportasi massal.

Untuk menyiasati tingginya harga pembebasan lahan, kata dia, pemerintah dapat memanfaatkan lahan pembatas di Jalan Tol Lingkar Luar atau Jakarta Outer Ring Road (JORR).

"Pemprov DKI, Jasa Marga, dan PT KAI bisa dipertemukan untuk pengembangan jalur kereta di atas jalan tol, memanfaatkan lahan yang ada di tengah jalan," ujarnya.

Nirwono menilai, pembangunan jalur kereta layang di tengah jalan tol merupakan solusi terbaik. Sebab, ia menganggap infrastruktur tersebut sudah tidak mungkin lagi bisa dibangun di atas Jalan TB Simatupang, yang saat ini sudah tampak terlihat "menyempit", seiring dengan kehadiran gedung-gedung yang ada di sekitarnya.
Bila wacana itu bisa diwujudkan, Nirwono yakin kemacetan total di Jalan TB Simatupang bisa dihindari.

"Harus dikerjakan dalam 1-3 tahun ke depan. Kenapa? Dalam tiga tahun ke depan, Jalan Tol Lingkar Luar ataupun Jalan TB Simatupang tidak akan mampu (menampung kendaraan) dan macet total," ujar Nirwono.
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.