dewaSalah
IndoForum Beginner A
- No. Urut
- 19005
- Sejak
- 17 Jul 2007
- Pesan
- 1.047
- Nilai reaksi
- 21
- Poin
- 38
BAHAYA KHURUJ (MELAWAN) TERHADAP PEMERINTAH[1]
Oleh
Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi Al-Atsari
Gerakan khuruj (pemberontakan) dan inqilab (melancarka
kudeta) terhadap suatu pemerintahan (yang sah) bukanlah
sarana untuk memperbaiki masyarakat. Bahkan justru memicu
timbulnya kerusakan di tengah masyarakat.
Khuruj terhadap pemerintah muslim, bagaimana pun tingkat kezhalimannya,
merupakan bentuk penyimpangan dari manhaj Ahlus Sunnah (Wal Jama’ah).
Ada dua macam bentuk khuruj,
terhadap pemerintahan muslim, pada hakikatnya telah melakukan
pemberontakan terhadap pemerintahan tersebut. padahal, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh kita untuk bersabar, sebagaimana
sabda beliau.
Renungkanlah perkataan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kecuali
engkau melihat suatu kekufuran”. Penuturan beliau tidak terhenti sampai di
situ saja, tetapi diiringi dengan keterangan “kekufuran yang sangat jelas”.
Lantas beliau menambahkan keterangan lebih lanjut “yang dapat engkau
buktikan tentang itu di sisi Allah”.
Di dalam hadits ini, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan lima
buah penekanan untuk mencegah orang dari khuruj dan takfir
(mengkafirkan pemerintah atau pun individu muslim) yang
merupakan perbuatan sangat buruk dan berbahaya. Karena dapat
mengakibatkan kerusakan dan kehancuran di tengah masyarakat.
Bahkan Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata di dalam kitabnya,
I’lamul Muwaqqi’in : “Tidak ada satu pemberontakan pun terhadap
pemerintah muslim yang membawa kebaikan terhadap umat pada masa
kapan pun”
Begitu juga hujatan terhadap pemerintah. Manakala sebagian orang
menjadikan hujatan terhadap pemerintah sebagai materi ceramah dan
“nasihat-nasihat” yang mereka sampaikan untuk memperoleh simpati
manusia. Manusia pada dasarnya menyukai hujatan terhadap pemerintah,
juga terhadap para penguasa dan pemimpin, serta kepada setiap orang
yang mempunyai posisi lebih tinggi dari mereka. Seakan-akan hujatan dan
celaan tersebut sebagai hiburan yang dapat menyenangkan hati
mereka
Sungguh suatu fenomena yang sangat menyedihkan ketika
kita menyaksikan hujatan, makian, serta cercaan terhadap
pemerintah, saat ini menjadi materi-materi ceramah dan
“masukan” bagi sebagian da’i zaman sekarang, khususnya pada
waktu terjadinya fitnah. Hingga materi yang mereka sampaikan akan
membuat orang-orang berkomentar :”Masya Allah, Syaikh ini orang yang
berani, atau Syaikh ini orang yang kuat”. Padahal fakta ini
sesungguhnya tidak mendatangkan manfaat apa pun,
melainkan hanya akan menghasut dan mengotori jiwa.
Sebagian orang justru mengira, tindakan tersebut merupakan bentuk upaya
menasehati pemerintah. Padahal terdapat metode dan prosedur dalam
menasehati pemerintah, seperti termaktub dalam sabda Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
kepada para penguasa atau pemerintah, hendaklah disampaikan secara
rahasia. Karena bila ditempuh secara terang-terangan akan menimbulkan
gejolak hati, yang merusak hati.
Kalau di antara kita –para penuntut ilmu- ada yang
terjatuh ke dalam suatu kesalahan, kemudian salah
seorang menasihatinya di depan umum, ia langsung
akan berkata : “Hendaklah kamu bertakwa kepada
Allah. Janganlah kamu membuka aibku di depan umum.
Kalau engkau ingin menasihatiku, maka lakukanlah
dengan empat mata”.
Kalau para penuntut ilmu, para da’i yang mengajak manusia kepada
Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam –yang
mengetahui keutamaan ilmu, keutamaan al-haq dan kembali kepadanya
(setelah mengalami kekeliruan)- tidak menyukai metode seperti ini dalam
memberikan suatu nasihat, maka bagaimana mungkin para
penguasa yang memiliki kedudukan, kekuasaan, senjata, serta
tentara yang banyak –bagaimana mungkin mereka- akan
dapat menerima nasihat dengan cara yang tidak simpatik ini.
Justru yang lebih utama, tidak menasihati mereka di depan umum ;
kalaupun hal ini tidak mendatangkan maslahat bagi pemerintah, paling tidak
akan memberi maslahat bagi diri kita sendiri. Hal ini, tentunya apabila
mereka (para penguasa) adalah orang-orang muslim.
Batasan yang paling rendah untuk menghukumi mereka
sebagai seorang muslim, ialah apabila mereka tunduk dan
mengakui kebenaran agama Islam. Meskipun mereka
melakukan suatu penyelewengan, mempunyai kesalahan yang
banyak dan berbuat dosa-dosa besar. Dan ini semua tidak
menjadikan mereka sebagai orang kafir, karena Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda.
Kemudian Syaikh Muqbil rahimahullah berkata : “Kami tidak memandang
kudeta sebagai jalan untuk membenahi masyarakat. Bahkan
gerakan tersebut, justru menimbulkan kerusakan dalam masyarakat”
Marilah kita simak sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
Shahih Muslim, dari hadits Arfajah Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Barangsiapa yang datang kepada kalian, ketika kalian bersatu di bawah
satu pimpinan, dia berkeinginan untuk memecah belah persatuan kalian,
maka bunuhlah dia”
Dalam hadits ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan bahwa
pemberontakan terhadap suatu pemerintah, yang dapat menimbulkan suatu
perpecahan di kalangan masyarakat merupakan salah satu hal yang
mewajibkan seseorang untuk dibunuh. Akan tetapi, perlu diingat,
bahwa yang dapat menjatuhkan sanksi ini adalah
waliyyul-amr, pemerintah yang memegang kekuasaan
Dalam sebuah hadits dari Ubadah bin Shamit Radhiyallahu ‘anhu, ia
menceritakan.
“Kami berbaiat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk selalu
patuh dan taat, baik terhadap apa yang kami suka maupun yang tidak
kami suka, dan dalam keadaan sulit maupun lapang, dan untuk
mendahulukan apa yang diperintahkan (di atas segala kehendak kami), dan
untuk tidak merebut kekuasaan dari pemimpin yang sah. Kecuali
engkau melihat suatu kekufuran yang sangat jelas, yang dapat engkau
buktikan di sisi Allah”
Akan tetapi, ketaatan ini tidak boleh berlawanan dengan ketaatan kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam.
“Sesungguhnya ketaatan itu hanya terhadap perkara yang ma’ruf (baik)
saja”
Dan sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits
yang lain.
“Tidak boleh taat kepada makhluk di dalam maksiat kepada Al-Khaliq”
Kalau mau merenung sejenak, niscaya kita akan memperoleh
fakta bahwa dalam sejarah Islam, tidak ada satu
pemberontakan pun yang berhasil. Lain halnya dengan orang-orang
kafir, kebanyakan pemberontakan yang mereka gerakkan berakhir dengan
keberhasilan. Di sini seakan-akan Allah Subhanahu wa Ta’ala
sedang menghendaki, supaya kita mau melihat dan
memperhatikan bahwa cara seperti ini, bukanlah metode
syar’i.Allah Subhanahu wa Ta’ala hanya menginginkan kita supaya
menempuh metode syar’i yang telah digariskan oleh-Nya, sebagaimana
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam kitab-Nya.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum
mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”
“Allah pasti akan menolong orang yang menolong (agama)Nya.
Sesungguhnya Allah Mahakuat, Mahaperkasa”
Dari sini, kita dapat mengetahui bahwa metode syar’i adalah tidak keluar
dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah
Azza wa Jalla berfirman.
Dari sini jelaslah bagi kita, bahwa tidak ada jalan untuk memperbaiki kondisi
masyarakat melainkan dengan mengikuti Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan menjauhi segala macam bentuk bid’ah. Mari kita simak firman
Allah Azza wa Jalla yang sangat agung berikut ini.
“Dan adakalanya kami memperlihatkan kepadamu (Muhammad) sebagian
dari (siksaan) yang Kami janjikan kepada mereka, atau Kami wafatkan
engkau (sebelum itu)”
Banyak di antara manusia yang berkata “kami belum melihat kejayaan
Islam”. Ketahuilah ! Bahwa tidaklah mesti kita melihat segala
apa yang telah dijanjikan Allah kepada kita, karena Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tidak melihat segala apa
yang dijanjikan oleh Allah. Coba kita menyimak firman Allah Subhanahu
wa Ta’ala yang merupakan janji-Nya kepada orang-orang beriman.
Sungguh ini merupakan janji Allah Subhanahu wa Ta’ala. Apabila kita dapat
merealisasikan perintah Allah ini, niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala pun
akan merealisasikan apa yang telah Dia janjikan kepada orang-orang yang
beriman di antara kita.
Wallahu ‘alam, wa shallallaahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihii wa shahbihi wa sallam.
Oleh
Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi Al-Atsari
Gerakan khuruj (pemberontakan) dan inqilab (melancarka
kudeta) terhadap suatu pemerintahan (yang sah) bukanlah
sarana untuk memperbaiki masyarakat. Bahkan justru memicu
timbulnya kerusakan di tengah masyarakat.
Khuruj terhadap pemerintah muslim, bagaimana pun tingkat kezhalimannya,
merupakan bentuk penyimpangan dari manhaj Ahlus Sunnah (Wal Jama’ah).
Ada dua macam bentuk khuruj,
- Khuruj dengan memanggul senjata
- Khuruj dengan perkataan dan lisan.
terhadap pemerintahan muslim, pada hakikatnya telah melakukan
pemberontakan terhadap pemerintahan tersebut. padahal, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh kita untuk bersabar, sebagaimana
sabda beliau.
“Kecuali engkau melihat suatu kekufuran yang sangat jelas, yang dapat
engkau buktikan di sisi Allah”
engkau buktikan di sisi Allah”
Renungkanlah perkataan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kecuali
engkau melihat suatu kekufuran”. Penuturan beliau tidak terhenti sampai di
situ saja, tetapi diiringi dengan keterangan “kekufuran yang sangat jelas”.
Lantas beliau menambahkan keterangan lebih lanjut “yang dapat engkau
buktikan tentang itu di sisi Allah”.
Di dalam hadits ini, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan lima
buah penekanan untuk mencegah orang dari khuruj dan takfir
(mengkafirkan pemerintah atau pun individu muslim) yang
merupakan perbuatan sangat buruk dan berbahaya. Karena dapat
mengakibatkan kerusakan dan kehancuran di tengah masyarakat.
Bahkan Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata di dalam kitabnya,
I’lamul Muwaqqi’in : “Tidak ada satu pemberontakan pun terhadap
pemerintah muslim yang membawa kebaikan terhadap umat pada masa
kapan pun”
Begitu juga hujatan terhadap pemerintah. Manakala sebagian orang
menjadikan hujatan terhadap pemerintah sebagai materi ceramah dan
“nasihat-nasihat” yang mereka sampaikan untuk memperoleh simpati
manusia. Manusia pada dasarnya menyukai hujatan terhadap pemerintah,
juga terhadap para penguasa dan pemimpin, serta kepada setiap orang
yang mempunyai posisi lebih tinggi dari mereka. Seakan-akan hujatan dan
celaan tersebut sebagai hiburan yang dapat menyenangkan hati
mereka
Sungguh suatu fenomena yang sangat menyedihkan ketika
kita menyaksikan hujatan, makian, serta cercaan terhadap
pemerintah, saat ini menjadi materi-materi ceramah dan
“masukan” bagi sebagian da’i zaman sekarang, khususnya pada
waktu terjadinya fitnah. Hingga materi yang mereka sampaikan akan
membuat orang-orang berkomentar :”Masya Allah, Syaikh ini orang yang
berani, atau Syaikh ini orang yang kuat”. Padahal fakta ini
sesungguhnya tidak mendatangkan manfaat apa pun,
melainkan hanya akan menghasut dan mengotori jiwa.
Sebagian orang justru mengira, tindakan tersebut merupakan bentuk upaya
menasehati pemerintah. Padahal terdapat metode dan prosedur dalam
menasehati pemerintah, seperti termaktub dalam sabda Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini menjelaskan bahwa nasihat
“Barangsiapa di antara kalian yang ingin menasehati penguasa, maka
hendaklah dia pergi kepadanya, dan merahasiakan nasihatnya itu”
kepada para penguasa atau pemerintah, hendaklah disampaikan secara
rahasia. Karena bila ditempuh secara terang-terangan akan menimbulkan
gejolak hati, yang merusak hati.
Kalau di antara kita –para penuntut ilmu- ada yang
terjatuh ke dalam suatu kesalahan, kemudian salah
seorang menasihatinya di depan umum, ia langsung
akan berkata : “Hendaklah kamu bertakwa kepada
Allah. Janganlah kamu membuka aibku di depan umum.
Kalau engkau ingin menasihatiku, maka lakukanlah
dengan empat mata”.
Kalau para penuntut ilmu, para da’i yang mengajak manusia kepada
Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam –yang
mengetahui keutamaan ilmu, keutamaan al-haq dan kembali kepadanya
(setelah mengalami kekeliruan)- tidak menyukai metode seperti ini dalam
memberikan suatu nasihat, maka bagaimana mungkin para
penguasa yang memiliki kedudukan, kekuasaan, senjata, serta
tentara yang banyak –bagaimana mungkin mereka- akan
dapat menerima nasihat dengan cara yang tidak simpatik ini.
Justru yang lebih utama, tidak menasihati mereka di depan umum ;
kalaupun hal ini tidak mendatangkan maslahat bagi pemerintah, paling tidak
akan memberi maslahat bagi diri kita sendiri. Hal ini, tentunya apabila
mereka (para penguasa) adalah orang-orang muslim.
Batasan yang paling rendah untuk menghukumi mereka
sebagai seorang muslim, ialah apabila mereka tunduk dan
mengakui kebenaran agama Islam. Meskipun mereka
melakukan suatu penyelewengan, mempunyai kesalahan yang
banyak dan berbuat dosa-dosa besar. Dan ini semua tidak
menjadikan mereka sebagai orang kafir, karena Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda.
“Kecuali engkau melihat suatu kekufuran yang sangat jelas, yang dapat
engkau buktikan di sisi Allah”
engkau buktikan di sisi Allah”
Kemudian Syaikh Muqbil rahimahullah berkata : “Kami tidak memandang
kudeta sebagai jalan untuk membenahi masyarakat. Bahkan
gerakan tersebut, justru menimbulkan kerusakan dalam masyarakat”
Marilah kita simak sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
Shahih Muslim, dari hadits Arfajah Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Barangsiapa yang datang kepada kalian, ketika kalian bersatu di bawah
satu pimpinan, dia berkeinginan untuk memecah belah persatuan kalian,
maka bunuhlah dia”
Dalam hadits ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan bahwa
pemberontakan terhadap suatu pemerintah, yang dapat menimbulkan suatu
perpecahan di kalangan masyarakat merupakan salah satu hal yang
mewajibkan seseorang untuk dibunuh. Akan tetapi, perlu diingat,
bahwa yang dapat menjatuhkan sanksi ini adalah
waliyyul-amr, pemerintah yang memegang kekuasaan
Dalam sebuah hadits dari Ubadah bin Shamit Radhiyallahu ‘anhu, ia
menceritakan.
“Kami berbaiat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk selalu
patuh dan taat, baik terhadap apa yang kami suka maupun yang tidak
kami suka, dan dalam keadaan sulit maupun lapang, dan untuk
mendahulukan apa yang diperintahkan (di atas segala kehendak kami), dan
untuk tidak merebut kekuasaan dari pemimpin yang sah. Kecuali
engkau melihat suatu kekufuran yang sangat jelas, yang dapat engkau
buktikan di sisi Allah”
Akan tetapi, ketaatan ini tidak boleh berlawanan dengan ketaatan kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam.
“Sesungguhnya ketaatan itu hanya terhadap perkara yang ma’ruf (baik)
saja”
Dan sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits
yang lain.
“Tidak boleh taat kepada makhluk di dalam maksiat kepada Al-Khaliq”
Kalau mau merenung sejenak, niscaya kita akan memperoleh
fakta bahwa dalam sejarah Islam, tidak ada satu
pemberontakan pun yang berhasil. Lain halnya dengan orang-orang
kafir, kebanyakan pemberontakan yang mereka gerakkan berakhir dengan
keberhasilan. Di sini seakan-akan Allah Subhanahu wa Ta’ala
sedang menghendaki, supaya kita mau melihat dan
memperhatikan bahwa cara seperti ini, bukanlah metode
syar’i.Allah Subhanahu wa Ta’ala hanya menginginkan kita supaya
menempuh metode syar’i yang telah digariskan oleh-Nya, sebagaimana
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam kitab-Nya.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum
mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”
“Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu”
“Allah pasti akan menolong orang yang menolong (agama)Nya.
Sesungguhnya Allah Mahakuat, Mahaperkasa”
Dari sini, kita dapat mengetahui bahwa metode syar’i adalah tidak keluar
dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah
Azza wa Jalla berfirman.
“Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah! Jangan kamu ikuti
jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya.
Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa”
jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya.
Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa”
”Suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat suatu garis,
kemudian beliau berkata : “Ini adalah jalan Allah”, kemudian beliau
membuat garis-garis yang banyak di bagian kanan dan bagian kirinya, lalu
berliau berkata : “Ini adalah jalan-jalan (yang dimaksud oleh Allah),
dan pada setiap jalan terdapat setan yang menyeru kepadanya”,
kemudian beliau membaca ayat : “Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus.
Maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan
mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan
kepadamu agar kamu bertakwa” .
kemudian beliau berkata : “Ini adalah jalan Allah”, kemudian beliau
membuat garis-garis yang banyak di bagian kanan dan bagian kirinya, lalu
berliau berkata : “Ini adalah jalan-jalan (yang dimaksud oleh Allah),
dan pada setiap jalan terdapat setan yang menyeru kepadanya”,
kemudian beliau membaca ayat : “Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus.
Maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan
mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan
kepadamu agar kamu bertakwa” .
Dari sini jelaslah bagi kita, bahwa tidak ada jalan untuk memperbaiki kondisi
masyarakat melainkan dengan mengikuti Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan menjauhi segala macam bentuk bid’ah. Mari kita simak firman
Allah Azza wa Jalla yang sangat agung berikut ini.
“Dan adakalanya kami memperlihatkan kepadamu (Muhammad) sebagian
dari (siksaan) yang Kami janjikan kepada mereka, atau Kami wafatkan
engkau (sebelum itu)”
Banyak di antara manusia yang berkata “kami belum melihat kejayaan
Islam”. Ketahuilah ! Bahwa tidaklah mesti kita melihat segala
apa yang telah dijanjikan Allah kepada kita, karena Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tidak melihat segala apa
yang dijanjikan oleh Allah. Coba kita menyimak firman Allah Subhanahu
wa Ta’ala yang merupakan janji-Nya kepada orang-orang beriman.
“Allah telah menjajikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman
dan yang mengerjakan amal shalih, bahwa Dia sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang
sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi
mereka agama telah Dia ridhai bagi mereka. Dan Dia benar-benar akan
mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam, ketakutan menjadi
aman sentosa. Asalkan mereka (tetap) semata-mata beribadah kepada-Ku
dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan suatu pun”
dan yang mengerjakan amal shalih, bahwa Dia sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang
sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi
mereka agama telah Dia ridhai bagi mereka. Dan Dia benar-benar akan
mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam, ketakutan menjadi
aman sentosa. Asalkan mereka (tetap) semata-mata beribadah kepada-Ku
dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan suatu pun”
Sungguh ini merupakan janji Allah Subhanahu wa Ta’ala. Apabila kita dapat
merealisasikan perintah Allah ini, niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala pun
akan merealisasikan apa yang telah Dia janjikan kepada orang-orang yang
beriman di antara kita.
Wallahu ‘alam, wa shallallaahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihii wa shahbihi wa sallam.
[1]. Diterjemahkan oleh ustadz Ahmad Danil dari penjelasan Syaih Ali Hasan Al-Halabi terhadap risalah Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullah yang berjudul “Hadzihi Da’watuna Wa Aqidatuna”.
[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XII/1429H/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Almat Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183. telp. 0271-5891016]