• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

IF Bali

[FONT=Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif]Rabu Wage, 16 April 2008[/FONT]
Forecast Denpasar* 24-31 C dan BERAWAN

Info :
Bali Menuju PON XVII/2008-- Persiapan Matang, Tunggu Prestasi ATLET
Bali telah dipersiapkan sejak Oktober tahun lalu guna mengikuti PON XVII/2008 di Kaltim pada Juli mendatang. Latihan dibagi dua tahap. Pertama, pelatda desentralisasi yang berlangsung sejak Oktober 2007 hingga April 2008, dilanjutkan dengan TC sentralisasi mulai 5 April hingga menjelang bertolak ke Kaltim nanti.
 
[FONT=Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif]Kamis Kliwon, 17 April 2008[/FONT]
Forecast Denpasar* 24-31 C dan BERAWAN

Info :
Damai di Hati dan Damai di Bumi Bersama Satguru Sri Sri Ravi Shankar
KEDAMIAN akan lebih bermakna saat terjadi kekacauan. Kita baru menghargai kedamaian jika mengalami kesulitan dalam hidup, baik yang diakibatkan oleh perbedaan pendapat, perubahan yang tidak beraturan dan ketidakpastian. Berdasarkan pengalaman setiap orang, kita mengalami kesulitan karena kurangnya kemampuan untuk mengatasi tantangan seperti ini. Sepanjang hidup kita belajar berbagai keterampilan seperti membaca, menulis, sains, musik dan seni. Namun tidak banyak dari kita yang belajar seninya kehidupan. Jarang kita diajari bagaimana caranya menangani emosi negatif, amarah, depresi dan stress. Damai di Hati hanya terjadi jika kita mampu menyelaraskan emosi dan pikiran.
Jika keharmonisan tercapai, kita akan menyadari bahwa kita menjadi bagian dari eksistensi yang lebih besar. Manusia adalah bagian dari alam semesta. Keberadaan manusia saling tergantung dan saling berhubungan satu sama lain untuk hidup berdampingan dengan damai di dunia ini.
Dunia ini penuh dengan keanekaragaman. Kita hidup bersama dengan penduduk dari berbagai bangsa dan negara, yang berbeda bahasa, kebudayaan dan tradisi. Kita menikmati aneka masakan dan musik serta berbagai tempat tinggal dengan keindahan berbagai jenis binatang dan tumbuhan. Damai di Bumi baru bisa terwujud bila kita menerima dan mensyukuri keanekaragaman ini.
Walaupun manusia memiliki perbedaan dalam berbagai ras, kita adalah satu keluarga yang menempati satu dunia. Kita perlu menyebarkan pesan, bahwa dunia satu keluarga, dan memperkuat nilai-nilai kemanusiaan, seperti saling menerima, menjunjung tinggi kebenaran, welas asih dan saling menjaga.
Kedamaian harus dimulai dari diri sendiri. Dengan Damai di Hati, kita telah bergotong royong mewujudkan Damai di Bumi.
''Visi saya adalah sebuah dunia yang bebas dari kejahatan, bebas dari stress dan bebas dari kekerasan.''
Untuk mendapatkan kedamaian di hati dan kedamian di bumi, akan digelar meditasi bersama yang Mulia Satguru Sri Sri Ravi Shankar Sabtu (19/4) di Panggung Terbuka (open stage) Ardha Candra Taman Budaya Denpasar. Sebagai panitia dalam acara ini adalah Yayasan Seni Kehidupan (The Art of Living Foundation).
Dharmayatra untuk melestarikan alam Indonesia dengan tradisi damai di hati dan di bumi ini yang digelar Sabtu (19/4) mendatang itu adalah kelanjutan dari dari Dharmayatra Sabtu, 14 April 2007 di Garuda Wisnu Kencana (GWK), Jimbaran, saat itu digelar ritual Piodalan Sang Hyang Aji Saraswati, Upakara me-Siwa Gni dan Upacara Homa Yadnya. Di mana hasil permohonan untuk kesejahteraan dan keamanan serta kelestarian alam Bali kepada Yang Maha Kuasa, juga harus memperhatikan saudara kita di lain pulau di Indonesia yang masih menghadapi musibah bencana alam.
Pada saat konferensi pers, Sri Sri Ravi Shankar menyatakan, ''Inilah pertama kalinya pada milenium kedua ini tradisi Bali bertemu dengan tradisi India'', bahwa Bali dengan tradisinya harus tetap dilestarikan, karena jika Bali berubah, maka dimanapun di dunia ini kita tidak akan menemukan Bali. Bali lebih kuno dari India'', kata beliau saat bersembahyang di Pura Besakih tahun 1997 silam, sambil memandang Pura yang megah dengan latar belakang Gunung Agung. Pada saat itu, beliau mengajak kita untuk mendukung upaya melestarikan tradisi luhur, agar tercapai perdamaian di tataran individu dan alam semesta. (r/*)
 
Pesta Kesenian Bali Diramaikan Festival Wayang Sedunia

DENPASAR, - Festival wayang sedunia dan musik etnis untuk kawasan Asia Tenggara (ASEAN) akan ikut menyemarakkan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-30 yang digelar selama sebulan penuh, 14 Juni-12 Juli 2008. Dua kegiatan bertaraf internasional itu diharapkan mampu meningkatkan citra Bali di mancanegara sekaligus menyukseskan tahun kunjungan wisata (VIY) 2008," kata Kasubdis Kesenian Dinas Kebudayaan Propinsi Bali, I Made Santha di Denpasar.
Ia mengatakan, festival wayang internasional yang baru pertama kali digelar mendapat respon yang sangat positif dari seniman luar negeri. Sedikitnya lima negara telah menyatakan ikut ambil bagian dalam festival wayang se dunia memeriahkan aktifitas seni tahunan di Pulau Dewata. Made Santha menambahkan, kelima negara tersebut meliputi Selandia Baru, Amerika Serikat, Jepang, Inggris dan tuan rumah Indonesia."Jumlah peserta tersebut tidak tertutup kemungkinan bertambah, karena panitia memberikan kesempatan yang seluas-luasnya hingga sebelum kegiatan dimulai," ujar Santha.
Masing-masing grup kesenian wayang dari mancanegara yang akan pentas di arena PKB sedikitnya beranggotakan 50 orang. Termasuk tuan rumah Indonesia yang akan diwakili seniman wayang dari Jawa dan Bali. Keterlibatan seniman mancanegara dalam kegiatan seni budaya di Bali, memiliki makna yang sangat penting dalam mengembangkan dan memajukan seni budaya Indonesia, khususnya Bali. Masyarakat setempat dapat meningkatkan wawasan tentang kesenian wayang setelah menyaksikan pertunjukan wayang yang beragam dari mancanegara. "Di negara-negara maju seperti Amerika, Jepang dan Inggris memiliki kesenian wayang yang tetap eksis, kata Made Santha.
Selain festival wayang internasional PKB kali ini juga dimeriahkan dengan festival musik etnis kawasan ASEAN, festival seni pelajar Jawa-Bali dan festival karya seni tradisional daerah anggota mitra praja utama (MPU) yang meliputi Jawa, Lampung, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan tuan rumah Bali.(ANT/BMA)
 
Gunung Agung

Gunung Agung adalah gunung tertinggi di pulau Bali dengan ketinggian 3.142 mdpl. Gunung ini terletak di kecamatan Rendang Kab.Karangasem - Bali.

Type strato, kawah yang sangat besar dan sangat dalam, kadang-kadang melepaskan asap dan uap air.

Pendakian menuju puncak gunung ini dapat dimulai dari tiga jalur pendakian yaitu :
  1. Dari selatan adalah dari Selat lewat Sangkan Kuasa.
  2. Dari tenggara ialah dari Budakeling lewat Nangka
  3. Dari Barat daya yang merupakan jalur pendakian yang umum digunakan oleh para pendaki yaitu dari Pura Besakih.
JALUR PURA BESAKIH
Jalur ini melewati kompleks pura Besakih, pemandangan yang sangat mengesankan disepanjang perjalanan. Disepanjang jalur tidak terdapat mata air sehingga pendaki harus membawa bekal air. Menjelang batas hutan terakhir terdapat mata air yang disucikan oleh masyarakat, namun tidak boleh sembarang orang untuk ke sana.

Tidak terdapat pos khusus untuk para pendaki dan wajib melaporkan diri di kantor polisi di pintu gerbang Pura Besakih. Untuk kelengkapan surat-surat sebaiknya siapkan surat jalan dari sekolah/kampus atau RT/RW.

Pantangan bagi pendaki agar tidak membawa daging sapi dalam bentuk apapun. Pada saat ada upacara besar di Pura Besakit pendaki dilarang naik.

Dari puncak gunung Agung dapat melihat puncak Gunung Rinjani yang berada di pulau Lombok. Pada pagi udara masih bersih sehingga kita dapat memandang gunung-gunung lainnya di pulau Bali, menjelang siang badan dan puncak Gunung Agung diselimuti awan sepanjang hari.
 
Gunung Batur

Dari Kintamani, Gunung Batur terlihat kering tandus. Warnanya kecoklatan dengan hamparan hitam pada beberapa bagian. Ketandusan itu merupakan bagian dari letusan dahsyatnya yang menyisakan hasil endapan lahar yang membentuk batu karang dan lautan pasir.

Batur merupakan salah satu dua dari dua gunung berapi aktif di Bali. Gunung berapi satunya, Gunung Agung, masih berada pada satu jajaran lurus dengan Batur. Namun berada pada dua kabupaten yang berbeda. Batur di Kabupaten Bangli, sementara Agung di Kabupaten Karang Asem. Keduanya terpisah jarak sekitar 80 kilometer.

Untuk mendaki Batur, sebenarnya ada empat jalur yang bisa dipilih.
Tetapi kebanyakan memulainya dari Pura Jati, salah satu pura terbesar di kawasan ini. Titik pendakian ini masuk dalam wilayah Desa Batur, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Jaraknya sekitar 78 kilometer dari Kota Denpasar, ibukota Bali.

Begitu memasuki kawasan Pura Jati, akan terlihat kantor Pos Pelayanan Pendakian Gunung Batur yang juga kantor The Association of Mt Batur Trekking Guide. Di sini para guide pendakian banyak berkumpul.

Kebanyakan orang mendaki Batur pada dinihari, sekitar pukul 03.00 Wib. Setelah mendaki sekitar dua jam, selanjutnya akan menunggu matahari terbit di puncak gunung. Rata-rata 50 orang setiap harinya berkumpul di puncak untuk mengikuti ritual menunggu sunrise itu. Akhir pekan, justru lebih ramai lagi.

Jalur Pendakian
Jalur pendakian sebenarnya tidak begitu membingungkan. Pedoman adalah jalan yang relatif lebih besar. Beberapa percabangan jalan umumnya merupakan jalur menuju perkampungan maupun pertanian warga. Namun tantangan sebenarnya, adalah lintasan yang terdiri dari pasir dan bebatuan. Batu-batu itu merupakan endapan lahar gunung yang telah membeku.

Mendaki pada pagi, sekitar pukul 09.00 Wib, panas sudah menyengat kepala. Topi dan kacamata hitam sangat membantu mengatasi terik matahari. Terkadang hembusan angin juga membawa serta debu yang kadang berputar membentuk seperti angin puyuh. Berputar sebentar lantas berpendar. Hilang.

Kalau pun tidak membawa minuman, sekitar 10 menit dari titik pendakian, dapat ditemukan sebuah warung. Setengah jam perjalanan lagi dari warung ini, akan ditemukan satu warung lainnya. Beragam minuman dan makanan ringan tersedia. Tetapi harga memang di atas rata-rata.

Seusai melewati warung kedua, tidak akan ada lagi pepohonan penahan panas. Hanya semak perdu dan sesekali pohon pinus setinggi dua meter yang berdiri tunggal. Berteduh di sini sebentar memang sangat disarankan. Untuk sekedar melepas lelah. Ambil kamera dan bidik keindahan Danau Batur dari ketinggian.

Danau menjadi demikian indah dengan komposisi Gunung Abang di belakangnya. Namun, kabut tipis sering kali menghalangi kejernihan pandangan ke arah danau. Usai istirahat sebenar

Tanjakan yang miring serta lintasan yang berpasir, memang cukup berat untuk dilewati. Tetapi berjalan perlahan dengan tetap berhati-hati, akan membawa kita ke pinggangan gunung. Dengan stamina yang normal, pinggangan gunung ini dapat ditempuh sekitar satu setengah jam saja dari titik pendakian.

Kawah

Pinggangan gunung ini merupakan tempat yang relatif datar. Ada tiga warung yang bisa didatangi untuk sekedar mengaso. Di sekitar pinggangan ini, dapat terlihat kawah Batur dengan diameter sekitar 400 meter. Kedalamannya tak kurang dari 100 meter. Turun melalui jalur curam ke dalam kawah, dapat ditemukan sumber air panas dan cekungan air tawar.

Dinding-dinding puncak cukup memikat. Paduan beragam warna yang akhirnya membentuk warna kehitaman. Dari sini dapat terlihat ada dua puncak. Di sebelah timur merupakan puncak sebenarnya yang ditandai dengan sebuah tiang kayu dengan bendera di ujungnya. Sementara di sebelah barat merupakan puncak satu lagi.

Mendaki ke puncak, jalanan menjadi lebih terjal. Kemiringan mencapai 70 derajat lebih. Pasir menjadi lebih dominan. Puncak itu sendiri berupa dataran seluas sekitar 10 meter persegi. Di bagian tertinggi, terpancang tiang bendera. Satu pura keluarga yang berupa tumpukan bebatuan, terlihat di sekitarnya.

Berdiri di puncak, mata dapat memandang luas. Di selatan merupakan kawasan Kintamani. Di sebelah timur terlihat Danau Batur, terus di belakangnya Gunung Abang dan Gunung Agung. Ketiganya membentuk titik paralel dari yang terendah, hingga tertinggi, yakni Gunung Batur yang terendah dengan ketinggian 1.771 meter dari permukaan laut (mdpl), kemudian Gunung Abang di ketinggian 2.152 mdpl, serta Gunung Agung yang berada pada ketinggian 3.142 mdpl, gunung tertinggi di Bali.

Jalur Turun

Jalan menuju pulang, sebaiknya menggunakan jalur yang berbeda. Selain untuk memperkaya pandangan, juga mengindari kebosanan. Baiknya memilih jalur menuju Desa Toyo Bungkah. merupakan bahasa setempat. Toyo airnya air dan bungkah berati batu. Jadi Toyo Bungkah berarti air yang mengalir dari celah-celah bebatuan. Desa ini persis di tepian Danau Batur.

Titik awal turun itu, peris di belakang warung yang berada di puncak. Jalurnya tidak terlalku ekstrim. Sepanjang perjalanan akan dapat ditemukan pohon perde eideilweis. Tumbuhan khas pegunungan yang bunganya tidak pernah layu. Jarak tempuh hingga perkampungan sekitar satu jam. Sekitar 20 menit menjelang sampai, akan dilewati hutan pinus.
 
[FONT=Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif][/FONT][FONT=Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif][/FONT][FONT=Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif]Jumat Umanis, 18 April 2008[/FONT]
Forecast Denpasar* 24-31 C dan BERAWAN

Info :
Gerebeg Aksara dan Kirab Pusaka - Meriahkan 100 Tahun Puputan Klungkung
Peringatan 100 Tahun Puputan Klungkung dan HUT XVI Kota Semarapura (salah satu kota Kabupaten di Bali), 28 April 2008, dipastikan berlangsung beda dibanding sebelum-sebelumnya. Peringatan seabad itu dipastikan sulit ditemukan lagi periode seratus tahun mendatang. Bukan hanya seni budaya yang bakal ditonjolkan dalam perayaan itu, tetapi kental dengan nuansa spiritual. Yang perlu dicermati adalah prosesi Gerebeg Aksara-Kirab Pusaka pada hari H-1. Demikian disampaikan Ketua Panitia Partisipasi Masyarakat Tjokorda Gede Agung SP didampingi Tjokorda Gede Agung SW dan Tjokorda Bagus Oka di Puri Agung Klungkung, Kamis (17/4)
 
[FONT=Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif]Sabtu Paing, 19 April 2008[/FONT]
Forecast Denpasar* 25-31 C dan BERAWAN

Info :
Subak dan Budaya Agraris, "Senyawa" yang tak Terpisahkan
MENURUT
Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) Propinsi Bali Drs. I Nyoman Nikanaya, M.M. dan Kasubdin Adat Istiadat Disbud Propinsi Bali Drs. IBM Mertha, M. Pd., subak dan budaya agraris adalah sebuah "persenyawaan" yang saling menopang satu sama lain. Ibarat dua sisi mata uang yang tak terpisahkan, lenyapnya subak secara otomatis akan mengikis pula eksistensi budaya agraris di gumi Bali. Ketika subak makin terdesak dan terus menyusut jumlahnya "dilahap" kegiatan alih fungsi lahan, maka harapan krama Bali tentang ajeg lestarinya budaya agraris praktis makin menjauh. Pasalnya, denyut kehidupan budaya agraris sangat tergantung dari eksistensi subak.
"Nonsens budaya agraris bisa tumbuh berkembang tanpa subak. Apa yang tersaji lewat beragam aktivitas alih fungsi lahan pertanian itu sejatinya merupakan sebuah prosesi kematian bagi budaya agraris itu sendiri," ujar Nikanaya dan Mertha kompak.
Prosesi kematian subak yang disertai dengan terkikisnya budaya agraris secara kasat mata bisa disaksikan di Kota Denpasar. Saat ini, Denpasar tinggal menyisakan 37 subak. Dari 37 subak itu, 20% di antaranya memiliki lahan pertanian yang sangat terbatas. Bahkan, ada yang tinggal menyisakan areal persawahan tak lebih dari dua hektar. Itu pun posisinya susah terjepit bangunan-bangunan beton sehingga akses pengairan yang menyuplai kebutuhan air ke subak itu praktis terhambat.
Dalam kondisi seperti itu, subak-subak itu sejatinya tinggal menunggu hari kematian tiba. "Dalam beberapa tahun terakhir, setidaknya lima hingga enam subak yang luasnya beratus-ratus hektar di wilayah Denpasar hanya tinggal nama. Lahannya sudah habis untuk kepentingan lain di luar pertanian," kata Nikanaya yang dibenarkan oleh Mertha.
 
[FONT=Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif] Senin Wage, 21 April 2008[/FONT]
spacer.gif

Forecast Denpasar* 24-31 C dan BERAWAN

Info :
Gelar Lestari Budaya 2008 ..Berkaca dari Pencurian Hak Cipta
SEIRING perkembangan era globalisasi, berbagai fenomena baru dalam dunia seni dan budaya Indonesia juga bermunculan. Misalnya maraknya seni kontemporer lintas bangsa atau munculnya aliran-aliran baru ciptaan seniman. Dalam perkembangannya, fenomena baru tersebut tidak lepas dari belenggu masalah. Yang masih fresh yakni pencurian ataupun pengakuan bangsa lain terhadap karya cipta warisan seni budaya Indonesia.
Sebuah perhelatan bertajuk Gelar Lestari Budaya (GLB) 2008 digelar Komite Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana, Sabtu (19/4) kemarin di Pantai Kuta. Salah satu seni budaya asli Bali yakni baleganjur dilombakan dengan kategori umum. GLB 2008 tersebut bukan sekadar lomba kesenian pada umumnya. Di dalamnya terdapat idealisme dan semangat intelektual muda yang peduli akan kelestarian warisan luhur nenek moyang. Di dalamnya pula terdapat sebuah pemberontakan ala kaum muda ketika pemerintah dirasa kurang tanggap melindungi karya bangsa. Mahasiswa berontak lewat karya nyata.
Ketua Panitia GLB, Eka Arya Wirata, mengatakan sebagai salah satu lembaga kemahasiswaan, Komite Mahasiswa Fakultas Hukum Unud merasa terpanggil untuk ikut aktif dalam uapaya melindungi dan melestarikan seni budaya Bali. Sebagai komponen masyarakat yang dipercaya intelektualitas, mahasiswa juga dituntut memiliki peran aktif dalam aspek kehidupan masyarakat yang salah satunya adalah seni dan budaya.
Selain itu, GLB 2008 merupakan bentuk partisipasi dan sumbangsih nyata mahasiswa dalam menyukseskan program pemerintah ''Visit Indonesia Year 2008''. Dengan agenda rutin ini, paling tidak mampu menarik minat wisatawan untuk lebih mendalami dan mencintai seni dan budaya Bali. (ded)
 
[FONT=Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif]Selasa Kliwon 22 April 2008[/FONT]
Forecast Denpasar* 25-31 C dan BERAWAN

Info :
Rektor Termuda 36 Tahun dan Profesor Ilmu Manajemen Termuda 37 Tahun

Senin, 21-April-2008
Bali kembali mengukir prestasi di dunia pendidikan. Setelah sebelumnya menghasilkan doktor ilmu pemerintahan termuda, kini gelar rektor termuda dan profesor termuda diraih putra Bali. Ia adalah Prof. DR. Gede Sri Darma, S.T., M.M..
Gede Sri Darma mendapatkan dua penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (Muri) yakni sebagai rektor termuda pada usia 36 tahun yang dilantik pada 23 Februari 2005, serta sebagai guru besar (profesor) ilmu manajemen termuda pada usia 37 tahun yang dilantik pada 1 Juni 2006.

Tak hanya itu, Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) sebagai lembaga yang menggunakan rektor termuda serta menghasilkan profesor ilmu manajemen termuda juga mendapatkan penghargaan dari Muri. Penganugerahan penghargaan Muri tersebut diberikan manajer Muri Paulus Pangka, S.H., pada acara rapat senat terbuka Undiknas di aula Kampus Undiknas, Selasa (15/4).

Penghargaan tersebut, menurut Paulus, adalah penghargaan yang pertama kali diberikan Muri untuk rektor dan penyandang gelar profesor termuda. “Sebelumnya Muri belum pernah mencatat rekor yang sama seperti ini. Pernah pada tahun 1994, kami mencatat rekor Muri dekan fakultas ekonomi termuda dari Universitas Satya Wacana, Salatiga, Jawa Timur.

Tapi, rektor dan guru besar termuda adalah yang pertama kali,” ujar lelaki yang baru-baru ini memberikan penghargaan Muri kepada Wali Kota Blitar sebagai wali kota yang menyelenggarakan deteksi tumbuh kembang anak dengan peserta terbanyak, 6.005 anak.

Paulus Pangka menambahkan, penghargaan tersebut datang dari sebuah usulan masyarakat Bali. Usulan tersebut ia tindak lanjuti dengan mengadakan penelitian selama satu tahun. “Pada Juli 2007, kami menerima usulan bahwa ada rektor dan profesor termuda. Akhirnya kami mengadakan penelitian hingga penghargaan tersebut bisa kami berikan pada saat ini,” ujarnya.

Gelar profesor disandang Gede Sri Darma setelah mengantongi 1.382 poin. “Gelar profesor didapat jika telah mengantongi poin minimal 850 poin,” ujar Gede Sri Darma. Berbagai pengalaman menarik muncul saat ia menjadi rektor di usia muda serta memangku gelar guru besar termuda. Hal itu terjadi saat ia menghadap Ditjen Dikti Depdiknas Jakarta.

“Mereka tak percaya kalau saya ini rektor. Bahkan saat penandatanganan bantuan Dikti sebesar Rp 500 juta, panitia meminta SK rektor karena tidak percaya dengan jabatan yang saya sandang,” ujarnya berbagi pengalaman.

Sri Darma menceritakan pengalamannya yang lain saat ia diusulkan menjadi guru besar. “Senat akademik menganggap usulan tersebut adalah guyonan mengingat usia saya yang masih muda untuk memangku gelar profesor,” katanya.

Mendapatkan gelar Muri adalah sebuah penghargaan baginya, meski awalnya tawaran untuk masuk Muri ia respons dengan hati-hati. “Muri sering dikonotasikan negatif sebagai ajang pencari popularitas. Penghargaan ini saya dapat tanpa saya sadari sebelumnya,” ujar Sri Darma.

Acara tersebut juga dihadiri wakil Kopertis Wilayah VIII Chairul Saleh. Menurutnya, Gede Sri Darma adalah penyandang gelar profesor yang keenam di Kopertis wilayah VIII. —lik (arixs)
 
Bali distances between areas in kilometers

distancecity.JPG

 
[FONT=Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif]Rabu Umanis, 23 April 2008[/FONT]
Forecast Denpasar* 25-31 C dan BERAWAN

Info :
Siswa SMAN 4 Denpasar Wakili Indonesia Dalam WSDC di Washington DC
Anak-anak SMAN 4 Denpasar kembali mewakili Indonesia dalam lomba debat bahasa Inggris bertaraf internasional -- World Schools Debating Championship (WSDC). Debat yang akan digelar di Washington DC pada 7-17 September 2008 mendatang itu diikuti tim dari Indonesia atas nama AA Sagung Dwinta Kuntaladara kelas 11 IPA 6 dan Wildan kelas 11 IPA 3 (keduanya dari SMA 4 Denpasar), dan Kristian Leonardo (Jabar) dan Adlini (NTB). Dengan tampilnya Dwinta Kuntaladara dan Wildan, berarti hingga kini SMAN 4 Denpasar untuk ketiga kalinya berhasil mengantarkan siswanya sebagai anggota tim Indonesia di ajang yang sama. Sebelumnya, dalam WSDC di Korea 2007, Norma Astyari dari SMAN 4 Denpasar menjadi salah satu wakil Indonesia. Sang Ayu Widiari, siswi SMAN 4 Denpasar, juga pernah mewakili Indonesia.
Tidak hanya di Washington, Kuntaladara, Wildan dan anggota tim yang lain juga akan mewakili Indonesia dalam WSDC 2009 di Yunani -- yang diperkirakan berlangsung Januari-Februari 2009.
 
Amlapura

SEJARAH KARANGASEM (AMLAPURA)


Sejarah Kerajaan Karangasem Dalam menguraikan sejarah Kerajaan Karangasem, ada dua buah buku sumber yang dipakai sebagaimana yang ditulis oleh Agung (1991) dan Agung (2001). Nama ‘Karangasem’ sebenarnya berasal dari kata ‘Karang Semadi’. Beberapa catatan yang memuat asal muasal nama Karangasem adalah seperti yang diungkapkan dalam Prasasti Sading C yang terdapat di Geria Mandara, Munggu, Badung. Lebih lanjut diungkapkan bahwa Gunung Lempuyang yang menjulang anggun di timur laut Amlapura, pada mulanya bernama Adri Karang yang berarti Gunung Karang. Pada tahun 1072 (1150 M) tanggal 12 bulan separo terang, Wuku Julungwangi dibulan Cetra, Bhatara Guru menitahkan puteranya yang bernama Sri Maharaja Jayasakti atau Hyang Agnijaya untuk turun ke Bali. Tugas yang diemban seperti dikutip dalam prasasti berbunyi” gumawyeana Dharma rikang Adri Karang maka kerahayuan ing Jagat Bangsul…”, artinya datang ke Adri Karang membuat Pura (Dharma) untuk memberikan keselamatan lahir-batin bagi Pulau Dewata. Hyang Agnijaya diceritakan datang berlima dengan saudara-saudaranya yaitu Sambhu, Brahma, Indra, dan Wisnu di Adri Karang (Gunung Lempuyang di sebelah timur laut kota Amlapura). Mengenai hal ihwal nama Lempuyang adalah sebagai tempat yang terpilih atau menjadi pilihan Bhatara Guru (Hyang Parameswara) untuk menyebarkan ‘sih’ Nya bagi keselamatan umat manusia. Dalam penelitian sejarah keberadaan pura, Lempuyang dihubungkan dengan kata ‘ lampu’ artinya ‘terpilih’ dan ‘Hyang’ berarti Tuhan; Bhatara Guru, Hyang Parameswara. Di Adri Karang inilah beliau Hyang Agnijaya membuat Pura Lempuyang Luhur sebagai tempat beliau bersemadi. Lambat laun Karang Semadi ini berubah menjadi Karangasem.
Sejarah Kerajaan Karangasem tidaklah bisa dilepaskan dengan Kerajaan Gelgel terutama pada masa puncak kebesaran di masa pemerintahan Dalem Waturenggong diperkirakan abad XV. Dalam sejarah, kerajaan Gelgel pertama diperintah oleh putra Brahmana Pendeta Dang Hyang Kepakisan bernama Kresna Wang Bang Kepakisan yang diberi jabatan sebagai adipati oleh Patih Gajah Mada.
Setelah dilantik, beliau bergelar Dalem Ketut Kresna Kepakisan yang berkedudukan di Samprangan pada tahun saka 1274 (1352 M). Dalam pengangkatan ini disertai pula dengan pakaian kebesaran serta keris yang bernama I Ganja Dungkul dan sebilah tombak diberi nama I Olang Guguh.
Dalem Ketut Kresna Kepakisan kemudian wafat pada tahun caka 1302(1380 M) yang meninggalkan tiga orang putra yakni I Dewa Samprangan (Dalem Ile) sebagai pengganti raja, I Dewa Tarukan, dan I Dewa Ktut Tegal Besung (Dalem Ktut Ngulesir). Pada saat Dalem Ngulesir menjadi raja, pusat pemerintahan kemudian dipindahkan dari Samprangan ke Gelgel (Sweca Pura). Beliau abiseka Dalem Ktut Semara Kepakisan pada caka 1305 (1383 M). Beliau inilah satu-satunya raja dari Dinasti Kepakisan yang masih sempat menghadap Raja Sri Hayam Wuruk di Majapahit untuk menyatakan kesetiaan. Di Majapahit beliau mendapat hadiah keris Ki Bengawan Canggu yang semula bernama Ki Naga Besuki, dan karena tuahnya juga dijuluki Ki Sudamala.
Dalem Ketut Semara Kepakisan juga sempat disucikan oleh Mpu Kayu Manis. Namun, beberapa tahun lamanya setelah datang dari Majapahit, beliau wafat pada caka 1382 (1460 M), dan digantikan oleh putra beliau bernama Dalem Waturenggong. Beliau ini dinobatkan semasih ayahnya hidup pada caka 1380 (1458 M). Jaman keemasan Dalem Waturenggong dicirikan oleh pemberian perhatian terhadap kehidupan rakyat secara lahir dan batin. Masyarakat menjadi aman, tenteram, makmur, dan kerajaan meluas sampai ke Blambangan, Lombok, dan Sumbawa. Dalam bidang kesusastraan juga mencapai puncak keemasan dengan lahirnya beberapa karya sastra. Keadaan ini mencerminkan bahwa raja memiliki pribadi yang sakti, berwibawa, adil, serta tegas dalam memutar jalannya roda pemerintahan.
Setelah wafat, Dalem Waturenggong digantikan oleh putranya yang belum dewasa yaitu Dewa Pemayun (Dalem Bekung) dan I Dewa Anom Saganing (Dalem Saganing). Karena umurnya yang masih muda maka diperlukan pendamping dalam hal menjalankan roda pemerintahan.
Adapun lima orang putra yang menjadi pendamping raja yaitu putra I Dewa Tegal Besung (adik Dalem Waturenggong) diantaranya I Dewa Gedong Arta, I Dewa Anggungan, I Dewa Nusa, I Dewa Bangli, dan I Dewa Pagedangan. Jabatan Patih Agung pada saat itu dipegang oleh I Gusti Arya Batanjeruk dan semua kebijakan pemerintahan dipegang oleh Patih Arya Batanjeruk. Melihat situasi seperti ini, pejabat kerajaan menjadi tidak puas. Suatu ketika disebutkan kepekaan para pembesar istana saat raja yang masih belia itu dihadap para pembesar. Raja yang masih suka bermain-main ke sana-ke mari selalu duduk di pangkuan Ki Patih Agung. Dalem Pemayun duduk di atas pupu sebelah kanan dan Ida I Dewa Anom Saganing di sebelah kiri. Kemudian kedua raja ini turun lagi dan duduk di belakang punggung Ki Patih. Isu berkembang bahwa I Gusti Arya Batanjeruk akan mengadakan perebutan kekuasaan. Nasehat Dang Hyang Astapaka terhadap maksud ini tidak diperhatikan oleh Ki Patih Agung sehingga kekecewaan ini menyebabkan hijrahnya Dang Hyang Astapaka menuju ke sebuah desa bernama Budakeling di Karangasem.
Kekacauan di Gelgel terjadi pada tahun 1556 saat Patih Agung Batanjeruk dan salah seorang pendamping raja yaitu I Dewa Anggungan mengadakan perebutan kekuasaan yang diikuti oleh I Gusti Pande dan I Gusti Tohjiwa. I Gusti Kubon Tubuh dan I Gusti Dauh Manginte akhirnya dapat melumpuhkan pasukan Batanjeruk. Diceritakan Batanjeruk lari ke arah timur dan sampai di Jungutan, Desa Bungaya ia dibunuh oleh pasukan Gelgel pada tahun 1556. Istri dan anak angkatnya yang bernama I Gusti Oka (putra I Gusti Bebengan, adik dari I Gusti Arya Batanjeruk) serta keluarga lainnya seperti I Gusti Arya Bebengan, I Gusti Arya Tusan, dan I Gusti Arya Gunung Nangka dapat menyelamatkan diri berkat pohon jawawut dan burung perkutut yang seolah olah melindungi mereka dari persembunyian, sehingga sampai kini keturunannya tidak makan buah jawawut dan burung perkutut. I Gusti Oka kemudian mengungsi di kediaman Dang Hyang Astapaka di Budakeling, sedangkan para keluarga lainnya ada yang menetap di Watuaya, Karangasem. Sedikit diceritakan bahwa Dang Hyang Astapaka juga punya asrama di Bukit Mangun di Desa Toya Anyar (Tianyar) dan I Gusti Oka selalu mengikuti Danghyang Astapaka di Bukit Mangun, sedangkan ibunya tinggal di Budakeling membantu sang pendeta bila ada keperluan pergi ke pasar Karangasem.
Pada waktu itu, Karangasem ada di bawah kekuasaan Kerajaan Gelgel, dan yang menjadi raja adalah I Dewa Karangamla yang berkedudukan di Selagumi (Balepunduk). I Dewa Karangamla inilah yang mengawini janda Batanjeruk dengan suatu syarat sesuai nasehat Dang Hyang Astapaka bahwa setelah kawin, kelak I Gusti Pangeran Oka atau keturunannyalah yang menjadi penguasa. Syarat ini disetujui dan kemudian keluarga I Dewa Karangamla berpindah dari Selagumi ke Batuaya. I Dewa Karangamla juga mempunyai putra dari istrinya yang lain yakni bernama I Dewa Gde Batuaya. Penyerahan pemerintahan kepada I Gusti Oka (raja Karangasem I) inilah menandai kekuasaan di Karangasem dipegang oleh dinasti Batanjeruk.
I Gusti Oka atau dikenal dengan Pangeran Oka memiliki tiga orang istri, dua orang prebali yang seorang diantaranya treh I Gusti Akah. Para istri ini menurunkan enam orang putra yaitu tertua bernama I Gusti Wayahan Teruna dan I Gusti Nengah Begbeg. Sedangkan istri yang merupakan treh I Gusti Akah berputra I Gusti Nyoman Karang. Putra dari istri prebali yang lain adalah I Gusti Ktut Landung, I Gusti Marga Wayahan dan I Gusti Wayahan Bantas. Setelah putranya dewasa, I Gusti Pangeran Oka meninggalkan Batuaya pergi bertapa di Bukit Mangun, Toya Anyar. Beliau mengikuti jejak Dang Hyang Astapaka sampai wafat di Bukit Mangun. I Gusti Nyoman Karang inilah yang meggantikan ayahnya menjadi raja (raja Karangasem II) yang diperkirakan tahun 1611 Masehi.
I Gusti Nyoman Karang menurunkan seorang putra bernama I Gusti Ktut Karang yang setelah menjadi raja bergelar (abhiseka) I Gusti Anglurah Ktut Karang(raja Karangasem III). Beliau ini diperikirakan mendirikan Puri Amlaraja yang kemudian bernama Puri Kelodan pada pertengahan abad XVII (sekitar tahun caka 1583, atau tahun 1661 M). I Gusti Anglurah Ktut Karang berputra empat orang yaitu tiga orang laki-laki dan satuperempuan. Putranyayang tertuabernama I Gusti Anglurah Wayan Karangasem, I Gusti Anglurah Nengah Karangasem, I Gusti Ayu Nyoman Rai dan I Gusti Anglurah Ktut Karangasem. Ketiga orang putra inilah yang didaulat menjadi raja Karangasem (raja Karangasem IV/Tri Tunggal I) yang memerintah secara kolektif sebagai suatu hal yang dianggap lazim pada jaman itu. Pemerintahan ini diperkirakan tahun 1680-1705.
Selanjutnya yang menjadi raja Karangasem adalah putra I Gusti Anglurah Nengah Karangasem yaitu I Gusti Anglurah Made Karang (raja Karangasem V). Selanjutnya I Gusti Anglurah Made Karang berputra enam orang, empat orang laki-laki dan dua orang wanita. Salah seorang dari enam putranya yang sulung bernama I Gusti Anglurah Made Karangasem Saktiyang dijuluki Sang Atapa Rare karena gemar menjalankan yoga semadi sebagai pengikut Dang Hyang Astapaka. Dalam keadaan atapa rare inilah beliau menghadapi maut dibunuh oleh prajurit Gelgel atas perintah Cokorda Jambe ketika beliau kembali dari Sangeh.
Diceritakan, atas perkenan Raja Mengwi Sang Atape Rare membangun Pura Bukit Sari yang ada di Sangeh. Sekembalinya dari Sangeh beliau sempat mampir di Gelgel yang pada waktu itu berkuasa adalah Cokorda Jambe. Karena tingkah yang aneh-aneh di istana yang tidak bisa menahan kencing menyebabkan terjadi salah paham, dan dianggap telah menghina raja. Maka setelah keberangkatannya ke Karangasem, beliau dicegat di sebelah timur Desa Kusamba, di padasan Bulatri. sebelum beliau wafat, beliau sempat pula memberikan pesan-pesan kediatmikan kepada putranya yakni I Gusti Anglurah Nyoman Karangasem. Beliau ini kemudian dikenal dengan sebutan Dewata di Bulatri. Peristiwa ini menyebabkan perang antara Karangasem dan Klungkung (Gelgel) yang dikenal dengan pepet (dalam keadaan perang). Setelah gugurnya Cokorda Jambe, maka ketegangan antara Karangasem dan Klungkung menjadi reda.
Tahta di Karangasem kemudian dilanjutkan oleh tiga orang putranya yaitu I Gusti Anglurah Made Karangasem, I Gusti Anglurah Nyoman Karangasem, dan I Gusti Anglurah Ktut Karangasem(raja Karangasem Tri Tunggal II) yang diperkirakan memerintah 1755-1801. Setelah raja Tri Tunggal wafat, pemerintahan Kerajaan Karangasem dipegang oleh I Gusti Gde Karangasem (Dewata di Tohpati) antara tahun 1801-1806. Pada saat ini Kerajaan Karangasem semakin besar yang meluaskan kekuasaannya sampai ke Buleleng dan Jembrana.
Setelah wafat, I Gusti Gde Ngurah Karangasem digantikan oleh anaknya bernama I Gusti Lanang Peguyangan yang juga dikenal dengan I Gusti Gde Lanang Karangasem. Kemenangan Kerajaan Buleleng melawan Kerajaan Karangasem menyebabkan raja Karangasem (I Gusti Lanang Peguyangan) menyingkir dan saat itu Kerajaan Karangasem dikuasai oleh raja Buleleng I Dewa Pahang. Kekuasaan akhirnya dapat direbut kembali oleh I Gusti Lanang Peguyangan. Pemberontakan punggawa yang bernama I Gusti Bagus Karang tahun 1827 berhasil menggulingkan I Gusti Lanang Peguyangan sehingga melarikan diri ke Lombok, dan tahta Kerajaan Karangasem dipegang oleh I Gusti Bagus Karang.
Ketika I Gusti Bagus Karang gugur dalam menyerang Lombok, pada saat yang sama Raja Buleleng I Gusti Ngurah Made Karangasem berhasil menaklukan Karangasem dan mengangkat menantunya I Gusti Gde Cotong menjadi raja Karangasem. Setelah I Gusti Gde Cotong terbunuh akibat perebutan kekuasaan, tahta Karangasem dilanjutkan oleh saudara sepupu raja Buleleng yaitu I Gusti Ngurah Gde Karangasem.
Pada saat Kerajaan Karangasem jatuh ke tangan Belanda pada tanggal 20 Mei 1849, raja Karangasem I Gusti Ngurah Gde Karangasem gugur dalam peristiwa tersebut sehingga pemerintahan di Karangasem mengalami kekosongan (vacuum). Maka dinobatkanlah raja Mataram I Gusti Ngurah Ketut Karangasem sebagai raja di Karangasem oleh pemerintah Hindia Belanda. Setelah berselang beberapa waktu kemudian, raja Mataram menugaskan kemenakannya menjadi raja yaitu I Gusti Gde Putu (Anak Agung Gde Putu) yang juga disebut ‘Raja Jumeneng’, I Gusti Gde Oka (Anak Agung Gde Oka), dan Anak Agung Gde Jelantik.
Setelah masuknya Belanda, membawa pengaruh pula dalam hal birokrasi pemerintahan. Pada tahun 1906 di Bali terdapat tiga macam bentuk pemerintahan yaitu (1) Rechtstreeks bestuurd gebied (pemerintahan langsung) meliputi Buleleng, Jembrana, dan Lombok, (2) Zelfbesturend landschappen (pemerintahan sendiri) ialah Badung, Tabanan, Klungkung, dan Bangli, (3) Stedehouder (wakil pemerintah Belanda) ialah Gianyar dan Karangasem. Demikianlah di Karangasem berturut-turut yang menjadi Stedehouder yaitu tahun 1896-1908; I Gusti Gde Jelantik (Dewata di Maskerdam), dan Stedehouder I Gusti Bagus Jelantik yang bergelar Anak Agung Agung Anglurah Ktut Karangasem (Dewata di Maskerdam) antar tahun 1908-1941.
Demikian sajian ringkas sejarah Kerajaan Karangasem yang dijadikan gambaran umum kajian pokok objek penelitian. Deskripsi historis hal ini sangat penting mengingat dalam mengupas bagian peristiwa yang termasuk rentetan sejarah tidaklah bisa dilepaskan dari rangkaian peristiwa yang terjadi. Sehingga dalam segi manfaat, dimensi waktu akan dapat ditangkap oleh pembaca mengenai kurun waktu peristiwa dimaksud. Demikian pula dalam kajian ini, maka objek penekanannya adalah saat masa raja Karangasem dinasti Tri Tunggal I yaitu I Gusti Anglurah Wayan Karangasem, I Gusti Anglurah Nengah Karangasem, dan I Gusti Anglurah Ktut Karangasem.
Masa Dinasti Tri Tunggal I

Masa kekuasaan Kerajaan Karangasem Tri Tunggal I menjadi sajian yang perlu mendapat pemahaman dalam relevansinya menjabarkan objek penelitian. Ketika pemerintahan Kerajaan Karangasem yang diperintah oleh Tri Tunggal I yaitu I Gusti Anglurah Wayan Karangasem, I Gusti Anglurah Nengah Karangasem, dan I Gusti Anglurah Ktut Karangasem inilah muncul mitologi Pura Bukit sebagaimana diceritakan dalam buku Kupu-Kupu Kuning. Saudara raja Tri Tunggal yang bernama I Gusti Ayu Nyoman Rai diambil menjadi istri oleh Ida Bhatara Gde di Gunung Agung yang kemudian melahirkan Ida Bhatara Alit Sakti yang kini bermukim di Pura Bukit.



source : www.karangasemkab.go.id
 
Bangli

SEJARAH LAHIRNYA BANGLI

Menurut Prasasti Pura Kehen kini tersimpan di Pura kehen,diceritakan bahwa pada zaman silam didesa Bangli berkembang wabah penyakit yang disebut kegeringan yang menyebabkan banyak penduduk meninggal.Penduduk lainnya yang masih hidup dan sehat menjadi ketakutan setengah mati,sehinnga mereka berbondong-bondong meninggalkan desa guna menghindari wabah tersebut.Akibatnya desa Bangli menjadi kosong karena tidak ada seorangpun yang berani tinggal disana.
Raja Ida Bhatara Guru Sri Adikunti Ketana yang bertahta kala itu dengan segala upaya berusaha mengatasi wabah tersebut.Setelah keadaan pulih kembali,sang raja yang kala itu bertahta pada tahun Caka 1126,tanggal 10 tahun Paro Terang,hari pasaran Maula,Kliwon,Chandra (senin),Wuku Klurut tepatnya tanggal 10 Mei 1204,memerintahkan kepada putra-putrinya yang bernama Dhana Dewi Ketu agar mengajak penduduk ke Desa Bangli guna bersama-sama membangun memperbaiki rumahnya masing-masing sekaligus menyelenggarakan upacara/yadnya pada bulan Kasa, Karo, katiga, Kapat, Kalima, Kalima, Kanem, Kapitu, kaulu, Kasanga, Kadasa, Yjahstha dan Sadha. Disamping itu beliau memerintahkan kepada seluruh pendududk agar agar menambah keturunan di wilayah Pura Loka Serana di Desa Bangli dan mengijinkan membabat hutan untuk membuat sawah dn saluran air. Untuk itu pada setiap upacara besar penduduk yang ada di Desa Bangli harys sembahyang.
Pada saat itu juga, tanggal 10 Mei 1204, Raja Idha Bhatara Guru Sri Adikunti Katana mengucapkan pemastu yaitu:
"Barang siapa yang tidak tunduk dan melanggar perintah, semoga orang itu disambar petir tanpa hujan atau mendadak jatuh dari titian tanpa sebab, mata buta tanpa catok, setelah mati arwahnya disiksa oleh Yamabala, dilempar dari langit turun jatuh ke dalam api neraka".
Bertitik tolak dari titah-titah Sang Raya yang dikeluarkan pada tanggal 10 Mei 1204, maka pada tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari lahirnya Kota Bangli.
LAMBANG DAERAH
Logo.gif


LAMBANG DAERAH

1 Arti Lambang Daerah

Lambang Daerah Kabupaten Bangli ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Kabupaten Bangli Nomor 8/PERDA/1976 tanggal 20 September 1976 dan disahkan oleh Menteri Dalam Negeri dengan Surat Keputusan Nomor:PEM.10/43/39-239 tanggal 9 September 1977.
Lambang Daerah Kabupaten Bangli berbentuk perisai segi lima sama sisi tersebut terdapat lukisan-lukisan yang merupakan unsure-unsur lambang sebagai berikut :

Bagian dan Susunan Lambang

a. Lambang Daerah terdiri atas 4 (empat) bagian yaitu :
1. Daun Lambang
2. Bagian atas berisi gambar
- Bintang
- Sinar
3. Bagian tengah berisi gambar
- Meru
- Padi Kapas
- Gunung dan Danau
- Candi Bentar (Apit Surang)
- Langit
- Rantai
4. Bagian bawah berisi gambar
- Daun Jarak
- Tanah Daratan
- Pita

b. Masing-masing bagian disusun sedemikian rupa sehingga :
  • Bintang terletak dibagian atas dengan latar belakang sinar
  • Meru terletak ditengah-tengah tepat dibawah Bintang dengan dasar/pundamen bertuliskan "BANGLI" diapit Candi Bentar dengan latar belakang Gunung, Danau dan Langit cerah dilingkari Padi Kapas dan Rantai dibawahnya.
  • Daun Jarak dengan latar belakang Tanah Daratan dan Pita bertuliskan 'BHUKTI MUKTI BHAKTI' terletak dibagian bawah
Bentuk Isi dan Warna Lambang

a. Daun Lambang
Bentuknya perisai segi lima sama sisi dengan warna dasar hitam bertepi kuning
b. Bintang dan Sinar
Bintang bersudut lima dengan warna kuning emas dan sinar berwarna putih
c. Meru
Meru dengan atap bertingkat (tumpang) 9 (sembilan) berwarna hitam
d. Candi Bentar
Berwarna Kuning
e. Gunung, Danau dan Langit
Gunung berwarna biru, Danau berwarna biru muda dengan tiga riak gelombang berwarna putih dan langit berwarna putih cerah.
f. Padi Kapas dan rantai
Padi berwarna kuning, Kapas berwarna hijau dan putih dan Rantai berwarna merah
g. Daun Jarak
Berwarna merah
h. Pita
Berwarna merah dengan tepi dan tulisan berwarna kuning
Dari bagian, bentuk isi dan warna lambang Daerah Kabupaten Bangli tersebut diatas mempunyai makna dan arti sebagai berikut :
1 Arti Warna Lambang

Warna Hitam mengandung arti keteguhan/keabadian (kelanggengan)
Warna Putih mengandung arti kesucian
Warna Kuning mengandung arti keluhuran
Warna Biru mengandung arti kejujuran
Warna Hijau mengandung arti kemakmuran
Warna Merah mengandung arti keberanian

2 Makna dan Arti Lambang

Daun Lambang berbentuk perisai segi lima sama sisi melambangkan Dasar Falsafah Negara Kesatuan Republik Indonesia Pancasila, dimana Daerah merupakan bagian wilayahnya.
Bintang melambangkan Ketuhanan Yang Maha Esa
Sinar dan Langit melambangkan kecerahan dan kecemerlangan
Meru melambangkan wujud keagamaan / adat istiadat
Candi Bentar (Apit Surang) melambangkan kebudayaan
Gunung, Danau, Daratan, Padi dan Kapas melambangkan keadaan alam dan kemakmuran sedangkan Gelombang Air Danau melambangkan gerak yang dinamis.
Rantai melambangkan persatuan
Daun Jarak melambangkan sejarah dan lahirnya nama Bangli
Dasar Meru bertuliskan 'BHUKTI MUKTI BHAKTI' mengandung arti /makna suatu pengabdian berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Tanah Air (Negara/daerah) untuk mewujudkan cita-cita luhur yaitu masyarakat adil dan makmur secara lahiriah (bhukti) maupun batiniah (mukti).

Sedangkan jumlah bilangan pada sisi lambang mempunyai ketentuan sebagai berikut :

Kapas berjumlah 17 (tujuh belas)
Rantai berjumlah 8 (delapan)
Bintang berjumlah 1 (satu)
Tingkatan Atap Meru berjumlah 9 (sembilan)
Butiran-butiran Padi berjumlah 45 (empat puluh lima)
Sehingga rangkaian bilangan tersebut diatas bermakna Hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17-8-1945

Sehingga dengan demikian Lambang Daerah Kabupaten Bangli melukiskan :
"Dengan berdasarkan Falsafah Pancasila sebagai landasan Negara Kesatuan Republik Indonesia dimana Rakyat Daerah Kabupaten Bangli dengan segala aktifitas dan gerak yang dinamis terus maju demi pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa, Tanah Air (Negara/Daerah) untuk mewujudkan cita-cita luhur yang lebih cerah yaitu terciptanya masyarakat adil dan makmur baik lahiriah maupun batiniah".

source : www.banglikab.go.id
 
Buleleng

VISI DAN MISI KABUPATEN BULELENG

Visi
Visi Pembangunan Daerah Kabupaten Buleleng adalah: Terwujudnya kesejahteraan masyarakat Buleleng yang dilandasi sikap dan prilaku yang sesuai dengan falsafah tri hita karana dengan senantiasa berpegang pada toleransi, demokrasi dan kemandirian dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia .

Misi
Guna Mewujudkan VISI tersebut di atas, maka misi Pembangunan Daerah Kabupaten Buleleng adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Meningkatkan profesionalisme aparatur Pemerintah yang diwujudkan dalam kejujuran loyalitas, disiplin, transparansi dan akuntabilitas.
3. Meningkatkan pemanfaatan potensi desa adat dan masyarakat untuk mampu membangun secara mandiri.
4. Meningkatkan pemanfaatan potensi daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia untuk pembangunan yang berkelanjutan berwawasan budaya dan lingkungan dalam pertanian, industri, pariwisata, dan bidang-bidang lainnya.
5. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber dana untuk kesejahteraan masyarakat.
6. Menegakkan supermasi hukum, meningkatkan ketahanan politik yang beretika dan bermoral, serta memantapkan keamanan, ketertiban dan ketentraman.

ARTI LAMBANG KOTA SINGARAJA

logo_buleleng.gif

Ditetapkan dengan Perda Kabupaten Buleleng, tanggal 25 April 1968 Nomor : 11/DPRD-GR/PER/29 dan disahkan oleh Mendagri dengan Surat Keputusan tanggal 19 November 1968 No. Pemda 10/29/35-323 .
DALAM ARTI NASIONAL
Bangunan Tugu atau Yupa berdasarkan segi lima : melambangkan dasar falsafah Negara Republik Indonesia yaitu Pancasila.
Singa Ambara, bersayap tujuh belas helai : melambangkan tanggal atau hari Proklamasi yaitu tanggal 17. Buleleng atau jagung dengan daun delapan helai : melambangkan bulan yang ke delapan yaitu Agustus.
Butir-butir Buleleng atau Jagung Gembal berjumlah empat puluh lima butir : melambangkan tahun Proklamasi yaitu tahun 1945. Dari No. 1 sampai 4 jika dirangkaikan melambangkan jiwa proklamasi 17 Agustus 1945 yang berdasarkan Pancasila.
DALAM ARTI DAERAH
  • Yupa Padmasana yang berbentuk segi lima : melambangkan falsafah negara RI yaitu Pancasila.
  • Arca Singa-Raja yang bersayap : sebagai lambang nama kota Daerah Kabupaten Buleleng yang terbentang dari Timur ke Barat
  • Buleleng atau Jagung Gembal yang dipegang tangan kanan singa itu : melambangkan nama Daerah Kabupaten yaitu : Buleleng yang dipegang oleh Kota Singaraja.
  • Moto “Singa Ambara Raja” : melambangkan kelincahan dan semangat kepahlawanan rakyat Buleleng.
  • Sembilan helai Kelopak Bunga Teratai : melambangkan sembilan kecamatan yang ada di Daerah Tingkat II Buleleng.
  • Tiga Ekor Gajah Mina : melambangkan kekuatan, kebijaksanaan, dan kepandaian rakyat Buleleng.
  • Tiga buah permata yang memancar berkilau-kilauan : melambangkan kewaspadaan dan kesiap siagaan rakyat Buleleng.
  • Jumlah bulu sayap yang besar dan yang kecil tiga puluh helai yaitu : sayap jajaran yang pertama banyaknya 5 helai, kedua banyaknya 7 helai, ketiga banyaknya 8 helai dan sayap jajaran yang keempat banyaknya 10 helai. Melambangkan tanggal atau hari lahirnya kota Singaraja.
  • Tiga puluh tulang pemegang bulu sayap : melambangkan bulan yang ketiga atau bulan Maret yaitu bulan lahirnya kota singaraja.
  • Rambut, bulu gembal, bulu ekor Singa yang panjang-panjang jumlah seribu enam ratus empat helai : melambangkan tahun lahirnya kota Singaraja.
  • Dari No. 8 sampai 10 jika dirangkaikan melambangkan tanggal 30 Maret 1604 hari lahirnya Kota Singaraja.
  • Lambang Daerah Kabupaten Buleleng dalam bentuk Panji mempergunakan dasar warna biru cemerlang. Melambangkan warna pikiran yang taat, cinta dan berbakti ke hadapan Ida Sang hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa.
  • Singa Ambara atau Singa Bersayap berwarna merah hidup : melambangkan warna pikiran yang bersemangat dalam keperwiraan.
  • Warna putih bersih : merupakan simbul hati nurani yang sangat bersih dan jujur.
  • Warna hitam adalah : lambang kemarahan dan siap maju bila diganggu.
  • Motto “Singa Ambara Raja: melambangkan kelincahan dan semangat kepahlawanan rakyat Kabupaten Buleleng.
source : www.bulelengkab.go.id
 
Klungkung

SEJARAH KLUNGKUNG

Pengungkapan sejarah Klungkung dalam periode tertentu yaitu dari smarapura
Sampai Puputan Klungkung , berlangsung selama 222 tahun diharapkan dapat membuka bidang penelitian dan penulisan sejarah lokal Indonesia. Kerajaan Klungkung berdiri bersamaan dengan dibangunnya kroton Smarapura tahun 1686
Dan diakhiri dengan Puputan Klungkung tahun 1908 sebagai Kerajaan terakhir di Bali yang melakukan perlawanan dengan cara puputan dalam mempertahankan eksistensinya sebagai kerajaan yang merdeka terhadap meluasnya praktek politik kolonial Belanda di Nusantara. Dengan mengungkap sejarah Klungkung secara perosesual dan secara struktural maka kerangka sejarah lokal di indonesia akan makin tampak variasinya disetiap lokal. Tiap - tiap lokal memiliki cara - caranya sendiri untuk membangun kerajaannya dan kemudian mengadakan perlawanan terhadap kolonialisme di Indonesia.
Beberapa permasalahan yang telah diajukan pada bab pendahuluan perlu diberikan kerangka pemecahan. Pengungkapan masalah-masalah proses berdirinya kerajaan Klungkung, struktur pemerintahan kerajaan, hubungan kerajaan Klungkung terhadap kolonialisme Belanda, semuanya bertuijuan ingin memahami sikap para pelaku sejarah kerajaan atau dinamika intern kerajaan Klungkung pada jamannya. Di situ tampak juga sikap- sikap yang reaktip dan selektip pada jamannya. Ia akan terikat kepada tiga dimensi waktu yaitu waktu lampau, waktu sekarang, dan waktu yang akan datang.
Dua makna dapat dipetik dari pengungkapan sejarah Klungkung dalam kesimpulan ini dan sekaligus dimaksud untuk memberi pemecahannya, yaitu sejarah Klungkung dalam kerangka sejarah Indonesia, dan sejarah Klungkung adalah satu bentuk kepribadian bangsa Indonesia. Makna pertama menitik beratkan kepada dimensi waktu lampau untuk memetik niali-nilai historis dalam konteks sejarah Indonesia. Sedangkan makna ke dua lebih menekankan pada dimensi waktu sekarang dan yang akan datang untuk memetik nilai-nilai di dalam sejarah Klungkung terutama nilai puputan sebagai satu bentuk kepribadian bangsa Indonesia yang bermanfaat dalam mengisi kemerdekaan dengan segala aktivis yang dilancarkan seperti pembangunan danmodernisasi itu sendiri. Oleh karena pembangunan dan modernisasi yang diterapkan senantiasa mempunyai implikasi etis, maka perlu dikembangkan pembangunan dan modernisasi yang berwajah manusiawi. Salah satu nilai manusiawi atau kepribadian nasional dapat digaliu dari sejarah daerahnya.


Sejarah Klungkung dalam kerangka sejarah Indoneia.
Wilayah Indonesia tidak merupakan konteks historis yang statis. Sebagai rangkaian hubungan-hubungan menunjukkan dinamika yang disebabkan oleh penggeseran dalam hubungan antara daerah-daerah. Konfigurasi antar daerah inilah yang menjadi kerangka sejarah Indonesia sebagai kesatuan. Sementara itu tidak boleh diabaikan kekuatan-kekuatan historis yang datang dari luar sebagai akibat dari rantai hubunmgan komersial selama periode V. O. C. dan kemudian perluasan kekuasaan Hindia Belanda yang berpusat di Batavia. Apabila kita melihat darerah perdagangan budak sebagai suatu unit fungsional, maka wilayah kerajaan Klungkung menjadi sub unit dari hubungan komersial pada jamannya. Begitu juga apabila dilihat raksi-reaksi yang muncul berupa perlawanan yang dilakukan kerajaan Klungkung baik pada waktu Perang Kusamba tahun 1849 maupun Puputan Klungkung tahun 1908 sebagai unit fungsional, maka wilayah kerajaan Klungkung menjadi sub unit dari sejarah Indonesia sebagai unit.
Sesuai dengan perspektif Indonesiasentris yang muncul, terutama hendak menempatkan peranan bangsa Indonesia sendiri sebagai fokus proses sejarah, maka peranan kerajaan Klungkung selama 222 tahun beserta rangkaian historis yang melekat padanya tidak bisa diabaikan dari konteks sejarah Indonesia. Dapat dikatakan bahwa pada tingkat lokal seperti di Klungkung praktek politik kolonial tampak dengan jelas. Dinamika interen kerajaan Klungkung tampak jelas dalam sikapknya yang reaktip dan selektip dengan perlawanan yang dilakukan terhadap praktek - praktek politik kolonial Belanda. Dalam hubungan ini persoalan yang menarik ialah bagaimana kesatuan sosio-kultural kerajaan Klungkung mempertahankan dirinya dalam menghadapi pengaruh-pengaruh dari luar, kolonialisme Belanda.

Dengan pendekatan struktural dapat diungkapkan bahwa sebelum periode kolonial, kerajaan Klungkung memiliki sistem sosio-kulturalnya sendiri yang banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur Hindu dan tradisi Majapahit. Sedangkan selama periode kolonial yang ditandai oleh hubungan-hubungan dan intervensi kekuasaan kolonial yang semakin intensif, maka sejarah Klungkung berfokus pada aktivitas perlawanan kerajaan Klungkung terhadap kolonialisme .

Sebagai sebuah kerajaan secara struktur tampak unsur-unsur yang saling mengait di dalamnya. Hubungan antara kepemimpinan raja, Dewa Agung sebagai penjelmaan Wisnu [ gusti ] dengan rakyat [ kaula ] atau bagawanta [ surya ] dengan raja dan rakyatnya [ sisya ]. Stratifikasi sosial yang dipengaruhi oleh Hinduisme dengan pembagian yang mirip dengan kasta-kasta di India. Tradisi-tradisi kerajaan seperti ;tawan karang, mesatia, penobatan raja, hubungan dengan kerajaan-kerajaan laiannya, kerja sama antara kerajaan-kerajaan Bali dalam menghadapi musuh dari luar, hubungan kerajaan Klungkung dengan pemerintah Hindia Belanda . Tradisi -tradisi Majapahit seperti pusaka-pusaka keraton seperti keris dan tombak, asal usul keturunan raja bersal dari Majapahit.
Masayarakat kerajaan tradisional di Klungkung ternyata memperlihatkan cirri-ciri masyarakat yang bertingkat-tingkat sesuai dengan golongan-golongan yang ada. Golongan sebagai unsure justru memperlihatkan saling terkaitnya antara golongan dalam pelbagai bidang kehidupan dan secara bersama-sama membentuk satu struktur. Dalam situasi sosio-kultural seperti inilah kelompok elite yang memimpin tumbuh dan dibesarkan serta berpengaruh di masyarakat. Pengaruh yang sangat kuat tampak jelas dalam peran yang dimainkan oleh elite politik dan religius senantiasa bias dikembalikan pada golongan brahmana. Raja-raja yang memerintah sampai raja terakhir yaitu Dewa Agung Jambe dengan para kerabatnya yang memegang kekuasaan disatu pihak dan Bagawanta dipihak lain memiliki posisi sentral dalam pemerintahan di Klungkung, Posisi sentral kelompok pemimpin ini diperkuat lagi dengan adanya bentuk-bentuk kepercayaan yang bersifat magis. Kepercayaan terhadap kekuatan magis dan kitos tentang tokoh pemimpin terutama sangat menonjol sekitar pribadi raja, Dewa Agung, yang dianggap sebagai penjelmaan Wisnu. Benda-benda pusaka seperti keris, tombak dan meriam I Seliksik memegang peranan penting dalam menamhbah kewibawaan raja, yang memerintah.
Cara bertahan dan melawan kerajaan Klungkung terutama terhadap ekspedisi-ekspedisi militer Belanda tidak bias dicari dalam kondisi fisiknya saja, tetapi harus dicari juga dalam kondisi non fisik yang meliputi ideology dan system kepercayaan, kondisi politik, ekonomi dan social budaya kerajaan, kepemimpinan, pengerahan laskar dan sebagainya. Kondisi-kondisi tersebut saling kait mengait dan telah mematangkan situasi untuk kemudian meletus menjadi perlawanan yang amat spontan.
Kondisi politik yang telah mematangkan situasi perlawanan ialah usaha-usaha untuk mengurangi9 dan menyerahkan kedaulatan kerajaan Klungkung ke dalam wilayah Hindia Belanda, seperti perjanjian tahun 1841 yang disodorkan oleh Gubernemen Belanda kepada Dewa Agung di Klungkung. Dua Tahun kemudian yaitu pada tanggal 24 Mei 1843 diadakan perjanjian penghapusan tradisi tawan karang kerajaan Klungkung. Perjanjian ini telah menimbulkan rasa tidak senang dikalangan pejabat kerajaan seperti Dewa Agung Istri Balemas, Dewa Ketut Agung, Anak Agung Made Sangging dan pengikutnya. Ditambah dengan sebab-sebab lainnya seperti perampasan dua buah kapal yang kandas di Bandar Batulahak (Kusamba)keterlibatan laskar Klungkung dalam perang antara Buleleng dengan Militer Belanda di Jagaraga Tahun 1848 - 1849 mempertajam permusuhan antara pihak Belanda dengan pihak kerajaan Klungkung. Permusuhan dan rasa tidak puas Dewa Agung Istri Balemas memuncak, dan akhirnya meletus menjadi perang terbuka yaitu perang Kusamba Tahun 1849. Pada perang itulah Jendral Michiels tewas sebagai pimpinan ekspedisi militer Belanda.
Yang menarik dari peristiwa perang Kusamba menurut sumber penulis Belanda ialah munculnya tokoh wanita yaitu Dewa Agung Istri Balemas sebagai seorang sebagai seorang wanita yang sangat benci dan menentang intervensi Belanda dan ia dianggap pemimpin golongan yang senantiasa menggagalkan perjanjian perdamaian dengan pihak Belanda. Beberapa wanita di daerah-daerah lainnya di Nusantara yang termasuk yang termasuk tipe wanita seperti Dewa Agung Istri Balemas yang menarik perhatian penulis Belanda justru karena mereka melawan, menentang Belanda dapat disebutkan seperti Cut Nyak Dien dan Cut Meutia di Aceh, R A Nyai Ageng Serang di Jawa Tengah dan Martha Christina Tiahahu di Maluku.
Diawal Abad ke - 20 disodorkan lagi perjanjian tentang Tapal Batas antara Kerajaan Gianyar dengan Kerajaan Klungkung, tepatnya pada tanggal 7 Oktober 1902. Setelah penandatanganan perjanjian Tapal Batas timbul perselisihan antara kerajaan Klungkung dengan Gubernemen mengenai Daerah Abeansemal, Vasal Kerajaan Klungkung yang berada di daerah kerajaan Gianyar. Dukungan raja Klungkung terhadap meletusnya perang Puputan di kerajaan Badung Tahun 1906 ditambah lagi menandatangani perjanjian tanggal 17 Oktober 1906 tentang kedaulatan Gubernemen atas kerajaan Klungkung menambah rasa benci dikalangan pembesar-pembesar kerajaan seperti Cokorda Gelgel dan Dewa Agung Smarabawa yang sejak semula menolak menandatangani kontrak politik itu. Perjanjian yang disebut terakhir ini telah menurunkan status kenegaraan dan politik kerajaan Klungkung sebagai sesuhunan raja-raja Bali. Hal ini memperkuat sikap menentang Dewa Agung dan kalangan pembesar kerajaan yang memuncak pada perlawanan Puputan Klungkung tahun 1908. Perjanjian ini menunjukkan bahwa intervensi Belanda makin kentara dirasakan oleh I Dewa Agung dan pembesar kerajaan. Pengurangan pemasukan bagi kas kerajaan dan pembatasanhak berniaga kerajaan dirasakan sangat merugikan kerajaan.
Kondisi social budaya tampak makin goyahnya nilai-nilai tradisi karena makin meluasnya pengaruh kehidupan barat. Penghapusan adat mesatia di kerajaan Klungkung pada tahun 1904 merupakan bukti makin meluasnya pengaruh kehidupan barat. Dewa Agung dan pembesar dan pembesar kerajaan Klungkung timbul rasa khawatir akan punahnya nilai-nilai kehidupan tradisional mereka. Dalam hal ini ikatan tradisional dalam bentuk ketaatan terhadap atasan (kawula Gusti) merupakan factor kuat bagi terlaksanannya ajakan untuk menentang dan melawan.
Sistem kepercayaan yang sangat dipengaruhi oleh agama Hindu ternyata memegang peranan penting dan telah mewarnai tindakan perlawanan baik perang Kusamba maupun Puputan Klungkung. Kepercayaan terhadap karmapala mendorong para pengikut.

source : www.klungkungkab.go.id
 
Tahapan-tahapan Penting Pilgub Bali 2008

TAHAPAN-TAHAPAN PENTING PILGUB BALI 2008

Pemutakhiran Data Pemilih
  • Pengumuman Daftar Pemilih Sementara tanggal 2-11 Mei 2008
  • Perbaikan Daftar Pemilih Sementara tanggal 12-14 Mei 2008
  • Pencatatan Daftar Pemilih Tambahan tanggal 15-17 Mei 2008
  • Pengumuman Daftar Pemilih Tambahan tanggal 18-20 Mei 2008
  • Pengumuman Daftar Pemlih Tetap tanggal 24-26 Mei 2008
Pencalonan
  • Pengambilan Formulir Calon tanggal 5-11 April 2008
  • Pendaftaran Pasangan Calon tanggal 12-18 April 2008
  • Pengumuman Pasangan Calon yang memenuhi persyaratan tanggal 15-19 Mei 2008
  • Penentuan Nomor Urut Calon tanggal 20-26 Mei 2008
Kampanye
  • Kampanye tanggal 22 Juni-5 Juli 2008
  • Masa Tenang tanggal 6-8 Juli 2008
Pemungutan Suara
  • 9 Juli 2008 pukul 07.00-13.00 wita
Penetapan Pemenang
  • 19-21 Juli 2008
Ingat:
  • Hanya pemilih yang terdaftar dalam DPT (Daftar Pemilih Tetap) berhak memilih.
  • Periksa nama anda dan keluarga dalam DPS (Daftar Pemilih Sementara) di PPS kelurahan/desa setempat.
  • Apabila nama anda belum tercatat, segera mendaftar pada PPS (Panitia Pemungutan Suara) setempat, dengan membawa kartu identitas anda.
 
[FONT=Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif]Kamis Paing, 24 April 2008[/FONT]
Forecast Denpasar* 25-31 C dan BERAWAN

Info :
Spanyol Siap Berinvestasi di Bali
Asosiasi investor Spanyol dipimpin oleh Fernando Alonso, Rabu (23/4) kemarin menghadap Gubernur Bali didampingi oleh Kadiparda Bali Gde Nurjaya dan Karo Humas dan Protokol Nyoman Puasha Aryana di Kantor Gubernur Bali. Alonso menjelaskan, telah tergabung beberapa pengusaha besar di Spanyol untuk melakukan investasi di Bali khususnya di bidang pariwisata, infrastruktur dan kesehatan. Dalam kesempatan tersebut, selain memperkenalkan staf yang akan menindaklanjuti dan bertanggung jawab terhadap rencana investasi tersebut, Alonso juga meminta penjelasan Gubernur terkait potensi Nusa Penida. Nusa Penida sebagai salah satu daerah pariwisata di Bali dengan wisata tirtanya, diakui Alonso, telah menarik perhatian para investor Spanyol untuk menanamkan investasinya. Investasi tersebut akan diarahkan bagi pembangunan jalan serta dermaga kapal pesiar.
Menanggapi rencana investasi tersebut, Gubernur Bali Dewa Beratha menyambut baik dan menjelaskan, ke depan, Nusa Penida dengan potensi air yang melimpah serta telah tersedianya dermaga penyeberangan akan menjadi primadona bagi investor asing dan perkembangan pariwisata. Keberadaan investor akan sangat diperlukan oleh pemerintah dalam melanjutkan beberapa proyek pembangunan mengingat pemerintah memiliki keterbatasan dalam penyediaan dana.
Gubernur juga mengundang kembali Alonso dan kawan-kawan untuk meninjau dan menjajaki pembangunan serta kemungkinan berinvestasi pada dermaga kapal pesiar yang saat ini tengah dalam masa pembangunan di kawasan Tanah Ampo, Manggis, Karangasem. Gubernur juga menyampaikan bahwa pemerintah siap memberikan dukungan sesuai dengan peraturan yang ada.(r/*BaliPost)
 
Keindahan Bawah Laut Bali Semakin Terancam

011736p.jpg

KOMPAS/AGNES SUHARSININGSIH

Sepasang wisatawan asing sedang menikmati "Dolphin Tour" di kawasan Pantai Lovina, Kalibukbuk, Buleleng, Bali.

SANUR, Fenomena pemanasan global yang diperburuk dengan aktivitas manusia yang cenderung berlebihan serta tidak ramah lingkungan semakin mengancam keberadaan kawasan pantai dan bawah laut di sejumlah kawasan di Pulau Bali. Jika kondisi itu terus berlanjut, dikhawatirkan daya tarik Bali sebagai pusat pariwisata dunia lama kelamaan akan pudar. Kondisi ini juga akan merugikan nelayan Bali di waktu-waktu yang akan datang.Beberapa tahun terakhir, tingkat pemutihan karang semakin parah terjadi di Amed, ujung timur Pulau Bali di Kabupaten Karangasem, serta di kawasan Bali Barat (Kabupaten Jembrana dan Buleleng).

Namun, menurut Ketut Sudiarta, peneliti karang yang juga staf pengajar di Jurusan Perikanan dan Ilmu Kelautan, Fakultas Pertanian, Universitas Warmadewa, Bali, sebenarnya pemutihan karang telah terjadi hampir di seluruh kawasan di luar dua kawasan terparah itu, termasuk Nusa Penida dan Nusa Dua yang merupakan salah satu pusat pariwisata di Pulau Dewata.

Salah satu indikasi yang digunakan untuk melihat kondisi karang adalah dengan melihat tingkat rata-rata tutupan karang hidup (cover life). Menurut Sudiarta, hampir di kawasan itu, tingkat rata-rata tutupan karang hidup semakin turun.

Di Amed, misalnya, tahun 1997 -- sebelum peristiwa pemutihan massal akibat El Nino yang terjadi denga sebaran geografis terluas di Samudera Hindia -- tutupan karang hidup mencapai 48,6 persen pada kedalaman tiga dan tujuh meter. Namun, di era tahun 2000 rata-rata tutupan karang hidup di kawasan itu di bawah 15 persen. Kondisi yang mirip ditemui di kawasan Bali Barat. Jika sebelum tahun 1997, rata-rata tutupan karang hidup mencapai 43,5 persen, maka dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir tinggal di bawah 35 persen.

“Kasus-kasus pemutihan karang ternyata berlanjut dengan kematian, sementara laju pemulihan yang ditandai dengan tumbuhnya koloni baru, berlangsung sangat lambat. Pengaruh suhu yang terus meningkat semakin mengkhawatirkan, terutama melihat dari skalanya yang meluas,” kata Sudiarta di Denpasar, Selasa (22/4).

Bersih laut
Ketut Ena Partha, pemilik Ena Dive Center and Water Sport di kawasan Sanur, mengungkapkan kondisi bawah laut di Bali semakin terancam akibat abrasi maupun aktivitas manusia, salah satunya penangkapan ikan hias dengan zat kimia. Senada dengan Sudiarta, kerusakan terparah alam bawah laut Bali terjadi di sekitar pusat pariwisata.
Sejak lima tahun terakhir, didukung sejumlah perusahaan khususnya yang bergerak di bidang menyelam dan olahraga air di Bali dan Jakarta, Ena mendorong pemeliharaan sekaligus penanaman kembali terumbu karang, khususnya di kawasan perairan Sanur yang memanjang sekitar lima kilometer di timur Denpasar.

Untuk memeringati Hari Bumi, kemarin ia mengajak puluhan aktivis lingkungan hidup melakukan aksi bersih laut dan penanaman terumbu karang di Sanur. Para aktivis itu antara lain terdiri dari unsur jurnalis, mahasiswa, pengusaha, instruktur selam, dan wisatawan asing. Mereka mengenakan pakaian menyelam, lengkap dengan peralatannya, melakukan kegiatan itu pada kedalaman sekitar 9 meter sekitar 400 meter dari Pantai Sanur. Tujuannya membersihkan terumbu karang dari sampah-sampah plastik yang menempel dan mengganggu pertumbuhan terumbu karang.
Sementara untuk penanaman terumbu karang, digunakan media sebuah kerangka besi setengah lingkaran (rumpon) dengan diameter 2,5 meter dan tinggi 1,75 meter. Bibit terumbu karang ditempelkan pada kerangka yang bentuknya menyerupai kubah tersebut.

“Cuma dalam tiga bulan saja, karangnya bisa tumbuh tiga kali lipatnya. Harapannya, kerusakan terumbu karang di bawah laut Bali dapat teratasi,” ujar Ena yang mengaku menyisihkan Rp 10.000 untuk upaya konservasi bawah laut itu. Uang itu diambil dari jasa wisatawan yang menyelam bersama perusahaannya.

Salah seorang wisatawan asal Kanada Harold Friedrich mengaku senang bisa berpartisipasi dalam peringatan hari bumi di Bali. Sebagai wisatawan yang sudah beberapa kali mengunjungi Bali, ia sangat mendukung upaya konservasi bawah laut di Pulau Dewata.
“Bali harus bisa jadi pemimpin dalam upaya penyelamatan alam bawah laut di Indonesia. Hal semacam ini harus dilakukan pihak-pihak secara lebih luas,” kata Harold. *BEN
source : KOMPAS
 
[FONT=Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif]Jumat Pon, 25 April 2008[/FONT]
Forecast Denpasar* 25-31 C dan BERAWAN

Info :
KNKT Selidiki Penyebab Heli Jatuh
Penyebab
jatuhnya pesawat helikopter milik PT Air Bali di persawahan Pantai Lebih, Gianyar, Rabu lalu diperkirakan akibat lose power (berkurangnya tenaga) pada mesin pesawat saat melakukan penerbangan. Penyebabnya masih dilakukan investigasi Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
KNKT.JPG

Kamis
(24/4) kemarin, KNKT mendatangkan tiga orang tim investigasi guna menyelidiki penyebab jatuhnya pesawat yang ditumpangi empat wisatawan kewarganegaraan Amerika itu. Tim Investigasi KNKT dipimpin Marsekal Muda (Purn) TNI H. Tatang Kurniadi dengan dua anggota, Kepten Toos Sanditioso (penerbang) dan Sulaiman (Struktur STP Tanggerang).
Ketua Tim yang datang mendahului, langsung ke lokasi melihat pesawat. Melihat kondisi pesawat, Kurniadi mengatakan analisa sementara pesawat tersebut hanya melakukan pendaratan darurat. Hal ini disebabkan lose power pada mesin heli. ''Hal ini juga dapat dilihat dari kerusakan yang terjadi pada ekor heli,'' jelasnya. Lose power, katanya bisa terjadi akibat kerusakan mesin itu sendiri, pesawat tertabrak burung, hujan es, debu-debu rumput yang naik merusak mesin, termasuk juga karena angin kencang.
Heli tipe BEL 206 Jet Ranger warna Hitam dengan strip merah dengan tulisan Lambung PK-DAT merupakan pesawat populer di Amerika. Pesawat heli sejenisnya, oleh perusahaan Bell mulai dibuat tahun 1980. Namun kepastian pembuatan pesawat yang disewa PT Air Bali dari Dera Zona Jakarta belum diketahui. ''Saya belum sempat melihat dokumen pesawat heli tersebut,'' tambahnya. Di samping kedatangan tim investigasi KNKT, jatuhnya pesawat heli ini juga ditinjau Direktorat Sertifikasi Kelayakan Udara (DSKU) yang diketuai Ken Mugi. Belum ada pernyataan resmi berkenaan dengan penyebab jatuhnya pesawat. (dar / Balipost)
 
Pagi Ini, Simulasi Penanggulangan Flu Burung di Empat Wilayah Bali

DENPASAR, JUMAT - Empat wilayah di Bali, yakni Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, dan Kota Denpasar, akan menjadi tempat pelaksanaan simulasi penanggulangan episenter pandemi influenza secara serentak, Jumat (25/4) hingga Minggu (27/4). Ratusan tenaga medis dan warga setempat akan terlibat dalam kegiatan yang merupakan tindak lanjut diluncurkannya pedoman nasional kesiapsiagaan dan respon dalam menghadapi pandemi influenza atau NPPRP di Indonesia itu.
Dokter Lily S Sulistyowati, Kepala Pusat Komunikasi Publik Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan di Jembrana, Jumat pagi menyatakan, simulasi ini ditujukan untuk mengantisipasi kejadian terburuk akibat terjadinya penularan flu burung antarmanusia atau pandemi.
"Indonesia mempersiapkan dua skenario, yang pertama kalau episenter pandemi terjadi di Indonesia dan kedua kalau terjadi di negara lain. Tujuan simulasi adalah untuk bersiap diri dalam mencegah penularan yang lebih luas dan mempersiapkan masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, LSM, media massa, pegawai swasta dan aparat pemerintah agar bergerak cepat secara bersama-sama memutus mata rantai penyebaran flu yang mematikan," kata dr Lily.
Simulasi yang merupakan kerjasama antara Departemen Kesehatan dan pemerintah daerah setempat itu akan dipusatkan di Desa Dangin Tukadaya (Jembrana) yang notabene merupakan lokasi pertama kali ditemukannya kasus penularan flu burung di Bali. Selain itu, simulasi serupa juga akan digelar di puskesmas dan Rumah Sakit Umum (RSU) Jembrana, RSU Tabanan dan RSU Sanglah Denpasar yang merupakan RS rujukan pasien flu burung di Bali, serta Bandara Internasional Ngurah Rai.
Pemilihan Bali sebagai tempat penyelenggaraan simulasi, selain karena pernah terjadi kasus flu burung, juga terkait aspek pulau itu sebagai pusat pariwisata dunia. Simulasi diharapkan menjadi gambaran keseriusan pemerintah untuk menanggulangi setiap kasus, termasuk antisipasi atas pandemi flu burung. Dengan demikian, wisatawan tetap akan merasa aman untuk berwisata ke Bali dan Indonesia pada umumnya.
Kegiatan simulasi akan dibuka oleh Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, serta dihadiri para pengamat dari dalam dan luar negeri. Mereka itu antara lain adalah wakil dari badan internasional, tamu negara asing, organisasi profesi, RS Rujukan Flu Burung se-Indonesia, serta seluruh unit pelaksana teknis Departemen Kesehatan se-Indonesia. *Robertus Benny Dwi K / Kompas
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.